Anda di halaman 1dari 14

Konsep Perioperatif

DISUSUN OLEH

SHEIREN M MAMUKO
17061031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE

2020
KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF

1.KONSEP DASAR
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa
kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi
rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan
hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan
masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian
anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun
mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah
mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan
teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by
Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama
juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja
singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik
pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-
masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome
yang diharapkan dari pasien bisa tercapai. Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal
tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien
dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan
menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit.
Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi
rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu
perawatan pasien di rumah sakit. Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga
fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post
operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu
tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-
masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan.
Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan
lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai
sebagai suatu bentuk pelayanan prima.

2. Fase Pelayanan Perioperatif


Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata
“perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre
operatif, intra operatif, dan post operatif (Hipkabi, 2017).
Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan keperawatan profesional
dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan kedalam tindakan keperawatan
yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang sifatnya resiko atau
aktual pada setiap fase perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi
keperawatan (Muttaqin, 2016).
Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan keperawatan profesional
dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan kedalam tindakan keperawatan
yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang sifatnya resiko atau
aktual pada setiap fase perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi
keperawatan (Muttaqin, 2016).

a. Fase Pre Operatif


Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut
dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah,
wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta
pembedahan (Hipkabi, 2017).
Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara berkesinambungan,
baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari
(one day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh
perawat kamar bedah (Muttaqin, 2016).

b. Fase Intra Operatif


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif (Hipkabi, 2017). Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan infus, pemberian medikasi, intravena,
melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan psikologis
selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi
pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh
(Smeltzer, 2016)

Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih kompleks
dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan tindakan keperawatan
yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang bersifat resiko maupun
aktualakan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan. Implementasi
dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim
operasi, serta melibatkan tindakan independen dan dependen (Muttaqin, 2017).

c. Fase Post Operatif


Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) atau
ruang intensive dan berakhir berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan rawat inap,
klinik, maupun di rumah.lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, serta
rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan pemulangan (Hipkabi, 2016).

Uraian tugas seorang perawat scrub diantaranya :


1) Pada fase pre operasi (AORN, 2015):

a) Melakukan kunjungan pasien yang akan operasi minimal sehari sebelum pembedahan
untuk memberikan penjelasan atau memperkenalkan tim bedah.

b) Mempersiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai yang meliputi kebersihan ruang
operasi, meja instrumen, meja operasi, lampu operasi, mesin anastesi lengkap, dan suction
pump.
c) Mempersiapkan instrumen sterilsesuai dengan tindakan operasi.

d) Mempersiapkan cairan antiseptik dan bahan-bahan sesuai keperluan pembedahan.

2) Pada fase Intra operasi (Lopez, 2015) :

a) Memperingatkan tim bedah jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.

b) Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli bedah

c) Menata instrumen steril di meja operasi sesuai dengan urutan prosedur operasi.

d) Memberikan cairan antiseptik pada kulit yang akan diinsisi.

e) Membantu melakukan prosedur drapping.

f) Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan kebutuhan tindakan
pembedahan secara tepat dan benar.

g) Mempersiapkan benang benang jahitan sesuai kebutuhan


dalam keadaan siap pakai.

h) Membersihkan instrumen dari darah dari darah pada saat intra operasi untuk
mempertahankan serilitas alat di meja instrumen.

i) Menghitung kassa, jarum, dan instrumen sebelum, selama, dan setelah operasi berlangsung.

j) Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kassa, dan jarum pada ahli bedah sebelum
operasi dimulai dan sebelum luka ditutup lapis demi lapis.

k) Mempersiapkan cairan untuk mencuci luka.

l) Membersihkan luka operasi dan kulit sekitar luka.

3) Pada fase post operasi (AORN, 2015)

a) Memfiksasi drain dan kateter (jika terpasang).

b) Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang terpasang
elektrode.
c) Memeriksa dan menghitung kelengkapan semua instrumen sebelum dikeluarkan dari
kamar operasi.

d) Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi dalam keadaan lengkap.

e) Mengirim instrumen ke bagian sterilisasi (CSSD).

3.AKTIVITAS KEPERAWATAN DALAM PERAN PERAWAT PERIOPERATIF


PENGKAJIAN :
Rumah/Klinik:
1)Melakukan pengkajian perioperatif awal
2)Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3)Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4)Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
5)Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1)Melengkapi pengkajian praoperatif
2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4)Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang operasi :
1)Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3)Mengidentifikasi pasien
4)Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1)Menentukan rencana asuhan
2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi).
Dukungan Psikologis :
1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2)Menentukan status psikologis
3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang
berkaitan.
4. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin
bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter
bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding
time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin,
protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan
penunjang antara lain :
1)Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI
(Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi),
dll.
2)Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
3)Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4)Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5)Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10
malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(ppst prandial).

5. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini
dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan
herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit
yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan
penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4.
ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi
pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.
6. INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari
dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua
tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali
pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko
apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan,
kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani
surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien
terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan
tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali
sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka
penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan
ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.

7. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C.
Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :
Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa
dibatalkan.
Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih
cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi
sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan
takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan
yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara
lain :
Takut nyeri setelah pembedahan
Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit
yang sama.
Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang
terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
Pengalaman operasi sebelumnya
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar
operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien
dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah
disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi
ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang
mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental
pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang
terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-
kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani
operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum
operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami
oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan
mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap
menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien
mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai
dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika
pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan
dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang
lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan
mental pasien dengan baik.
Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala
prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa
bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena
pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan
diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur
sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang.
Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk
mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di
ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

8. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI


Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang
diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi,
antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain
sesuai indikasi pasien.

.MANAJEMEN KEPERAWATAN
a)PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 2015 : 10).Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 2016)
meliputi :
Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).
Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;
Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

b)DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 2015 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2016)
meliputi :
1.Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan
status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi
atau krisis maturasi.
2.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor
budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
3.Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan
terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4.Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
5.Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
6.Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan
saraf/otot, dan nyeri.

Referensi

https://www.acedemia.edu/8804968/KONSEP_DASAR_KEPERAWATAN_PERIOPERATI
F

https://id.scribd.com/doc/241676564/konsep_Dasar-Keperawatan-Perioperatif

https://id.scribd.com/doc/302546006/Konsep-perioperatif

repository.unimus.ac.id>...PDF Web results BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.konsep...-


Repositori

perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id>...PDF 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 konsep


Dasar Perioperatif

Anda mungkin juga menyukai