Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sediaan Apus Darah Tepi

Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih

digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan

apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,

kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop.

Guna pemeriksaan apusan darah:

1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)

2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit

3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).

Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam

metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan

Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-

lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode

pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah,

sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit

darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa.

(Maskoeri, 2008)

Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk

pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria

yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik

5
6

dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan juga parasit jenis

lainnya. (Jason and Frances, 2010 )

Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk

dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam

metanol. Yaitu dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin )

yang bersifat basa dan eosin y ( tetrabromoflurescin ) yang bersifat asam

seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai

komponen sel yang bersifat basa seperti granula, eosinofili dan hemoglobin.

Ikatan eosin y pada azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu,

dan keadaan ini dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi

sangat nyata pada DNA tetapi tidak terjadi pada RNA sehingga akan

menimbulkan kontras antara inti yang berwarna dengan sitoplasma yang

berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan

sering digunakan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah

( blood-borne parasite ). ( Ronald dan Richard , 2004 )

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari

kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu

dapat pula digunakan EDTA (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

Jenis apusan darah :

1. Sediaan darah tipis

Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan

darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal,


7

morfologinya lebih jelas. bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit

sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna.

Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit dan

perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.

2. Sediaan darah tebal

Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih

banyak untuk pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga

jumlah parasit yang ditemukan lebih banyak dalam satu lapang pandang,

sehingga pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sediaan ini

mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan kurang begitu lengkap

morfologinya. (Sandjaja, 2007)

B. Giemsa

pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum digunakan agar

sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan

Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari

morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit

darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau

larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. (Kurniawan, 2010).

Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa

yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Semakin lama pewarnaan

yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang

yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan


8

perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir

darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau jenis parasit yang lain

(Maskoeri, 2008).

Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna

khusus. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan

pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure. Setelah

pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan

Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh

masing-masing zat warna dari campuran, yaitu:

1. Afinitas untuk methylen blue

2. Afinitas untuk azure dikenal sebagai azurefilik ( ungu).

3. Afinitas untuk eosin (suatu zat warna asam ) dikenal sebagai asidofilik

atau eosinofilia.(merah muda kekuningan ).

4. Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat dalam campuran, secara

tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia (salmon-pink

smplilac ). ( Safar, 2009 ).

Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen azur

memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru memberi warna

pada inti leukosit . Ketiga jenis pewarna ini dilarutkan dengan metil alkohol

dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat ( 100 – 500 – 1000 cc )

dan dikenal sebagai giemsa stock dengan pH 7 . ( Depkes RI, 1993 ).


9

Pedoman pemakaian Giemsa

1. Giemsa stock baru boleh diencerkan dengan aquadest, air buffer atau air

sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal.

2. Encerkan gimesa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan terpaksa

harus dibuwang.

3. Untuk mengambil stock giemsa dari botolnya, gunakan pipet khusus agar

stock giemsa tidak tercemari.

4. Methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus ditutup

rapat dan tidak bboleh sering dibuka .

5. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :

a. 1cc = 20 tetes

b. Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1 cc

c. Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa encer yang

harus digunakan sesuai dengan kebutuhan terutama bila melakukan

pewarnaan.

6. Takaran pewarnaan, Untuk melakukan pewarnaan individu pada stock

giemsa 1 tetes dapat ditambah dengan pengencer sepuluh tetes lama

pewarnaan 15 – 20 menit ( giemsa 10 % ) atau stock giemsa 1 tetes

ditambah pengencer 1 cc ( 20 tetes ) dengan lama pewarnaan 45 – 60

menit ( giemsa 20 % ) .

7. Gunakan air pengencer yang mempunyai pH 6.8 – 7.2 ( paling ideal dengan

pH 7.2). ( Depkes RI, 1993 ).


10

Menguji mutu giemsa

Apakah stock giemsa yang akan digunakan masih baik, perlu diadakan

pengujian. Ada 2 cara menguji mutu Giemsa :

1. Dilakukan pewarnaan sel darah 1- 2 sel darah lalu diperiksa mikroskop.

Jika hasilnya dengan kriteria yang ada, berarti giemsa dan air

pengencernya masih baik. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali

akan melakukan pewarnaan.

2. Dilakukan tes menggunakan kertas saring dan metil alkohol

a. Meletakkan kertas saring di atas gelas supaya bagian tengah kertas

saring tidak tersentuh apapun.

b. Meneteskan 1 – 2 stock giemsa pada kertas saring, menunggu sampai

meresap dan melebar, kemudian meneteskan 3 – 5 tetes metil alkohol

absolute dipertengahan bulatan giemsa satu persatu dengan jarak waktu

beberapa detik, sampai garis tengah giemsa menjadi 5 – 7 cm maka

akan berbentuk bulatan biru ( metilen blue ) di tengah, lingkaran cincin

ungu ( metilen azure ) berada di luarnya, serta lingkaran tipis warna

merah ( eosin ) dipinggir sekali. Jika warna ungu atau merah tidak

terbentuk berarti giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi.

( Depkes RI, 1993 ).

C. Pewarnaan Sediaan Darah

Sediaan darah tebal biasanya di hemolisis terlebih dulu sebelum

pewarnaan, sehingga parasit tidak lagi tampak dalam eritrosit. Kelebihan dari
11

sediaan ini yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume darah

yang digunakan lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak dalam satu lapang

pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sedangkan

kelemahan dari sediaan darah tebal bentuk parasit yang kurang lengkap

morfologinya. (Safar, 2009)

a. Ciri-ciri sediaan yang baik :

Sediaan yang dibuat harus bersih yaitu sediaan tanpa endapan zat

pewarnaan. Sediaan juga tidak terlalu tebal, ukuran ketebalan dapat dinilai

dengan meletakkan sediaan darah tebal di atas arloji. Bila jarum arloji masih

dapat dilihat samar-samar menunjukkan ketebalan yang tepat. Selain

menggunakan arloji dapat juga dengan cara meletakkan sediaan darah tebal

di atas koran, kalau tulisan di bawah koran sediaan masih terbaca, berarti

tetesan tadi cukup baik. (Sandjaja, 2007)

b. Hasil sediaan darah tebal yang baik :

Inti sel darah putih biru lembayung tua, granula biasanya tidak

tampak, hanya granula eosinofil. Trombosit berwarna lembayung muda dan

sering berkelompok. Parasit tampak kecil, batas sitoplasma sering tidak

nyata. Titik Maurer dan titik Ziemen (P. malariae) biasanya hilang. Titik

Scuffner sering masih terlihat sebagai zona merah. Bentuk cincin sering

tampak sebagai “koma”, “tanda seru”, atau “burung terbang”, terutama

pada P. falciparum. Tropozoit yang sudah agak besar tampak pigmen.

Sitoplasma P. Vivax dapat terlihat jelas seperti amuboid. Sitoplasma pada


12

P. malariae mulai mengumpul disekitar inti, dan bentuk schizon tampak

jelas. (Irianto, 2009)

c. Parasit yang ada dalam sediaan darah tebal

1. Plasmodium Vivax

Ciri khas dari Plasmodium vivax yaitu eritrosit yang dihinggapi

membesar, bila tropozoid tumbuh maka bentuknya tidak teratur, berpigmen

halus. Tropozoid yang sedang berkembang biak dari Plasmodium vivax

berbeda-beda dan tidak beratur bentuknya. Eritrosit yang terinfeksi oleh

parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan

hemoglobin.Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu

sisi.Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan

sitoplasma yang tidak merata. Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi

lebih dari setengah sel eritrosit yang membesar. Proses selanjutnya inti sel

parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang

berisi merozoit berjumlah antara 16 – 18 buah. Gametosit mengisi hampir

seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa

akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru.

Makrogametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya di

pinggir.Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada

eritrosit yang terinfeksi parasit ini. ( Sungkar S, 1994 )


13

Gambar 1. Plasmodium Vivax

(http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)

2. Plasmodium Malariae

Plasmodium malariae ukurannya lebih kecil, berbentuk cincin

apabila dicat dengan giemsa mirip cincin Plasmodium vivax hanya

sitoplasma lebih biru dan parasit lebih kecil, teratur serta padat. Parasit ini

juga dapat berbentuk pita yang melintang pada sel darah merah bentuk

kromatin seperti benang ( Sungkar S, 1994 )

Gambar 2. Plasmodium malariae

(http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)
14

3. Plasmodium Falciparum

Pasmodium falciparum, dapat menyebabkan penyakit tertian


maligna ( malaria tropica ), infeksi oleh spesies ini menyebabkan
parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain dan
merozoitnya menginfesi sel darah merah dari segala umur ( baik muda
maupun tua ). Hanya ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darah
tepi, kecuali pada kasus infeksi yang berat. Schizogoni terjadi di dalam
kapiler organ dalam termasuk jantung. Sedikit schizont di darah tepi, terkait
berat ringannya infeksi. Schizont berisi merozoit berjumlah 16 – 20 buah.
Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran. Bisa terjadi multiple
infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam eritrosit), bentuk
acolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti parasit terpecah
dua). Gametosit berbentuk pisang, makrogametosit inti kompak
(mengumpul) biasanya di tengah sedangkan makrogametosit intinya
menyebar. Sitoplasma eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yang
tidak teratur disebut titik Maurer.

Gambar 3. Plasmodium Falciparum

(http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)
15

4. Plasmodium Ovale

Plasmodium ovale merupakan parasit yang jarang terdapat pada

manusia bentuknya mirip dengan plasmodium vivax sel darah merah yang

dihinggapi akan sedikit membesar, bentuknya lonjong dan bergerigi pada

satu ujungnya adalah khas plasmodium ovale. Plasmodium ovale

menyerupai plasmodium malariae pada bentuk skizon dan tropozoid yang

sedang tumbuh. ( Sungkar S, 1994 )

Gambar 4. Plasmodium Ovale


(http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html)

d. Faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pewarnaan yang baik

1. Kualitas dari stock giemsa yang digunakan standar mutu

a) Stock giemsa yang belum tercemar air

b) Zat warna giemsa masih aktif

2. Kualitas dari air pengencer giemsa

a) Air pengencer harus jernih dan tidak berbau

b) Derajat keasaman pengencer hendaknya berada 6,8 - 7,2 perubahan

pH pada larutan giemsa berpengaruh pada sel-sel darah


16

3. Kualitas pembuatan sediaan darah

Dalam pembuatan sediaan darah tebal yang perlu diperhatikan adalah

tebalnya sediaan. Ketebalan dikatakan memenuhi syarat apabila disetiap

lapang pandang terdapat 10 – 20 sel darah putih.

4. Kebersihan sediaan darah

Zat warna yang mengendap dipermukaan pada akhir pewarnaan

tertinggal pada sel darah dan akan mengotorinya. Oleh karna itu pada

akhir pewarnaan larutan giemsa harus dibilas dengan air yang mengalir .

5. Syarat sediaan Kaca

Kaca sediaan dipakai untuk menempelkan darah yang sering kali

diambil dari tempat yang jauh, sediaan darah ini kemudian diproses,

diperiksa dan kemudiaan disimpan atau dicuci kembali, maka penting

sekali penggunaan kaca sediaan yang baik dan bermutu. Syarat untuk

kaca sediaan yang baik adalah :

a. Bening atau jernih

b. Permukaan licin, tidak tergores-gores

c. Bersih ( bebas dari lemak, debu, asam, atau alkalis )

d. Tebal antara 1,1 dan 1,3 mm

e. Ukurannya sama ( Depkes RI, 1993)

e. Prosedur pewarnaan darah tebal :

1) Teteskan darah pada sebuah slide bersih.

2) Tetesan darah dilebarkan sambil dengan kaca secara berputar, sampai

menjadi sediaan darah dengan diameter 1 - 2 cm.


17

3) Biarkan mengering di udara .

4) Pengecatan sediaan darah tebal :

- Rendam apusan darah dalam air untuk melisiskan sel darah merah.

- Setelah darah lisis rendam atau genangi dengan giemsa selama 15-20

menit.

- Biarkan sampai kering, periksa sediaan darah dibawah mikroskop.

5 ) Pemeriksaan darah tebal dilakukan dengan cara :

- Siapkan mikroskup yang sudah dibersihkan dengan xylol.

- Pasang sediaan dengan perbesaran 100x dengan diberi anisol.

- Catat hasil pengamatan.

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pewarnaan giemsa :

- Perhatikan agar metanol tidak mengenai sediaan tetes tebal karena akan

membuat bagian tersebut terfiksasi dan hasil pewarnaan tidak sesuai

dengan hasil yang diinginkan.

- Hati-hati pada saat membilas sediaan tetes tebal karena bagian tersebut

tidak difiksasi dan tidak menempel dengan kuat ke slide kaca.

(http://cabogun.blogspot.com)

D. Sumber Kesalahan

Dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan hasil yang akurat

harus mengacu kepada GLP ( Good Laboratory Procedure ) yaitu melalui 3

tahap prosedure antara lain:

1. Pre Analitik
18

Dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini

sangat menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan dan

mempengaruhi proses kerja berikutnya . Faktor yang dapat

mempengaruhi pemeriksaan seperti penyakit, puasa / tidak, diet, variasi

diurnal, aktifitas fisik, obat – obatan serta labeling.

Sampel yang diambil haruslah sampel yang sesuai/tepat dengan jenis

pemeriksaannya, cara pengambilan sampel pun harus benar. Penggunaan

bahan pembantu yang tidak tepat tentunya akan merusak sampel. Kondisi

lingkungan seperti suhu, kebersihan tentunya mempengaruhi stabilitas

dan kualitas sampel sehingga dapat berakibat terhadap hasil pemeriksaan.

Kualitas bahan pembantu juga mempengaruhi hasil karena jika

kualitasnya tidak baik tentunya dapat merusak sampel dan atau

menurunkan kualitas yang ada.

2. Analitik

adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil

pemeriksaan. Spesimen yang tepat mengenai jenis dan volume sampel, alat

sesuai standar, reagen yang berkualitas, standar dan tidak kadaluarsa,

giemsa yang digunakan pada proses pewarnaan adalah giemsa yang

sesuai standar, penggunaan air sesuai dengan standar, pemeriksaan sesuai

suhu, kalkulasi dan pelaporan yang tepat.

3. Pasca Analitik
19

ialah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan

bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar – benar valid atau

benar,meliputi :

1. Pencatatan hasil

2. Pelaporan hasil

3. Pengiriman hasil dari keluarnya hasil pemeriksaan, proses penyalinan

hasil sampai diberikan kepada pasien. ( Buletin PRODIA, 2007)

E. Kerangka Teori

Kerangka teori sebagai berikut :

Lama Pewarnaan

Kualitas Alat Bantu Kualitas Pewarnaan Teknik Pewarnaan


Pemeriksaan Sediaan Darah Tebal dengan Giemsa

pH Larutan Pewarnaan
20

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep sebagai berikut :

Teknik Penggenangan Kualitas Pewarnaan


dan Perendaman Sediaan Darah Tebal

Variabel bebas Variabel terikat

G. Hipotesa :

Ada perbedaan kualitas pewarnaan sediaan darah tebal dengan teknik

penggenangan dan perendaman.

Anda mungkin juga menyukai