Anda di halaman 1dari 19

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

3.1. Kerangka Kerangka ekonomi makro daerah dan kerangka pendanaan


Ekonomi pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 memberikan gambaran tentang
perkembangan ekonomi makro daerah Tahun 2013 dan prakiraan
Tahun 2014, sasaran pokok yang ingin dicapai serta kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran yang ingin
dicapai Tahun 2015 tersebut dicapai melalui berbagai program dan
kegiatan serta kebijakan pembangunan sesuai prioritas yang telah
digariskan.

Kondisi ekonomi makro nasional tahun 2013 dan prakiraan tahun


2014 dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) lebih
baik dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Kemajuan
tersebut antara lain ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat dengan stabilitas harga terjaga. Perekonomian Nasional
pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6,23% mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2011 sebesar 6,50% atau sama apabila
dibandingkan tahun tahun 2010 Stabilitas ekonomi Nasional masih
terjaga dalam menghadapi tekanan berat ekonomi dunia berupa
melambatnya perekonomian dunia, berlanjutnya krisis keuangan
Eropa, ganguan cuaca dan Iklim serta ketegangan Timur Tengah dan
Iran. Pertumbuhan ekonomi yang kokoh memberikan pengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga mampu menekan angka
pengangguran. Jumlah tenaga kerja yang mampu diserap pada tahun
2013 mencapai 96,72% sehingga tingkat pengangguran terbuka
mampu mencapai 3,28% yang pada tahun 2010 masih cukup tinggi
yakni 7,14%. Sejalan dengan itu, tingkat kemiskinan juga berhasil

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 47


diturunkan dari tahun 2010 mencapai 13,3% menjadi 11,7% pada
tahun 2012. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia juga
meningkat tajam, mencapai sekitar USD 3.352 tahun 2012.

Kalau kita menengok perkembangan perekonomian Jawa Timur cukup


membanggakan. Tahun 2012 saja ekonomi mampu tumbuh diatas
rata rata Nasinal sebesar 7,27% naik 0,05 point dari tahun 2011 yang
tumbuh sebesar 7,22%. Seiring dengan membaiknya kinerja
perekonomian Jawa Timur berdampak pula pada pengurangan
pengangguran hingga Tingkat Pengangguran Terbuka Jawa Timur
pada tahun 2012 tinggal sebesar 4,12% dengan tingkat penyerapan
tenaga kerja mencapai 7,42 jta di sektor Pertanian dan mengalami
penurunan dibandingka tahun 2011 dengan TPT mencapai 4,16%.
Dengan meningkatkanya penyerapan tenaga kerja yang besar
berdampak pula pada menurunnya angka kemiskinan menjadi
sebesar 8,91% pada tahun 2012 dan mengalami penurunan sebesar
5,23% dibanding tahun 2011 sebesar 14,23%.

Pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik ketika kondisi


perekonomian daerah dalam kondisi tumbuh kearah posstif merata
seluruh penjuru daerah dan bermartabat dan berkeadilan. Pemerintah
daerah bertekat dan berupaya untuk melaksanakan pembangunan
yang inklusif dan berkeadilan yaitu pembangunan yang menjamin
pemerataaan yang didukung stabilitas yang positif. Upaya ini
diwujudkan dengan menerapkan Four Track Strategy pembangunan
yang meliputi Pro -Growt, Pro-Poor, Pro-Job yang dilengkapi dengan
Pro-Enviroment untuk mengantisipasi perubahan iklim, yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan saling bersinergi secara
seimbang, konsisten dengan melibatkan seluruh stake holder
pembangunan serta mengedepankan aspek pemerataan.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 48


Kondisi perekonomian daerah Kabupaten Ponorogo dalam kurun
waktu tiga tahun mampu tumbuh cukup positif. Tahun 2010 ekonomi
mampu tumbuh sebesar 5,78%, terus meningkat menjadi 6,21%
pada tahun 2011 dan tahun 2012 mampu tumbuh sebesar 6,525. Hal
ini menunjukkan bahwa ada pergerakan barang jasa dengan dinamika
yang positif yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB baik Atas
dasar Harga Berlaku maupun PDRB atas Dasar Harga Konstan.

Tabel 3.1
Proyeksi Target Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo
Tahun 2012 - 2015
TAHUN TARGET RPJMD TARGET RKPD CAPAIAN

2012 6,15 % 6,15 – 6,34 % 6,52 %


2013 6,34 % 6,34 - 6,52 %
2014 6,52 % 6,52 - 6,71 %
2015 6,71 % 6,00 – 6,50 %

Disamping itu PDRB perkapita dapat digunakan untuk melihat dan


mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemajuan ekonomi
suatu daerah. PDRB perkapita Kabupaten Ponorogo Tahun 2011
sebesar Rp. 9,770 juta melebihi target dalam RPJMD sebesar 9,472
juta dan pada tahun 2012 ditarget kan mampu mencapai 10,247juta.
PDRB Per Kapita sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk
utamanya jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 49


Tabel 3.2
Target PDRB Per Kapita Kabupaten Ponorogo Tahun 2012 – 2015
TAHUN TARGET RPJMD TARGET RKPD

2012 10.247.690,00 9.130.690,00


2013 11.022.660,00 10.022.660,00
2014 11.797.640,00 11.122.640,00
2015 12.572.610,00 12.572.610,00

Sektor - sektor PDRB yang mempunyai peranan penting dalam


membentuk PDRB yang kesemua sektor tersebut mempunyai peranan
masing masing dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB. Ada 7
(tujuh) lapangan usaha yang membentuk PDRB yaitu sektor
Pertanian; Pertambangan dan penggalian; Indsustri pengolahan;
Listrik, gas dan air bersih; Kontruksi; Perdagangan hotel restoran;
Transfortasi dan Komunikasi; Keuangan; dan jasa-jasa.

3.2. Arah Arah kebijakan ekonomi daerah adalah mewujudkan ekonomi daerah
Kebijakan yang mencakup peningkatan perekonomian kabupaten yang tangguh,
Ekonomi sehat dan berkeadilan dalam rangka meningkatkan pendapatan
Daerah masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap peningkatan kegiatan
ekonomi akan berpengaruh pada peningkatan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha yg pada akhirnya akan mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Maknanya bahwa setiap
potensi ekonomi yang dimiliki harus dimanfaatkan secara optimal
dengan memperhatikan peluang-peluang yg ada guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Namun demikian melihat prediksi satu
tahun yang akan datang, ternyata prosentasi kenaikan belanja lebih
besar dari pada kenaikan pendapatan. Oleh karena itu beberapa

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 50


langkah harus dilakukan dalam upaya membiayai pelaksanaan
kegiatan pemerintahan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, maka
pembiayaan pembangunan dapat didanai dengan sisa lebih
perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, namun demikian,
kebijakan pembiayaan pembangunan melalui hutang harus memenuhi
syarat yaitu hutang tersebut dipergunakan untuk investasi dan/atau
mempunyai dampak yang luas terhadap kepentingan masyarakat.
Disamping itu, kebijakan umum anggaran tahunan diarahkan untuk
memantapkan landasan ekonomi daerah yang mandiri dijiwai nilai-
nilai religius berbasis pertanian yang tangguh yang mengarah pada
agrobisnis dan agroindustri untuk mewujudkan kota Ponorogo
sebagai Kota Metropolitan yang berbasis Pertanian (Agropolitan)
melalui :
a. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
dalam bentuk pemantapan kehidupan beragama, pelayanan
dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas
sosial, dan fasilitas umum yang layak dengan memprioritaskan
pada golongan masyarakat miskin.
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata
dengan prioritas pada bidang pertanian yang didukung
perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung perkonomian
daerah dengan memacu wilayah pengembangan.
c. Meminimalisasikan gejolak fluktuasi ekonomi dengan
memberikan bantuan dan proteksi kepada masyarakat miskin
agar tetap mampu mencukupi kebutuhan dasar minimumnya.
d. Mengembangan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan
kesempatan berusaha, optimalisasi potensi ekonomi lokal,
pemberdayaan usaha sektor informal, Koperasi dan UKM serta
keadilan kesempatan untuk berusaha dalam iklim yang kondusif.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 51


e. Meningkatkan iklim investasi guna mendorong agar dapat
mengurangi hambatan-hambatan baik yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan, permodalan, infrastruktur, kelembagaan serta
kepastian dan keamanan berinvestasi.
f. Mengoptimalkan pendapatan melalui intensifikasi, ekstensifikasi
dan diversivikasi sumber-sumber pendapatan tanpa membebani
masyarakat.
g. Mengoptimalkan pengelolaan Asset dan kekayaan daerah agar
dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan daerah, melalui
profesionalisme manajemen.
h. Menumbuh kembangkan iklim yang sehat di BUMD sehingga
mampu memberikan kontribusi optimal bagi pendapatan daerah
termasuk mendirikan BUMD dan/atau perusahaan milik
Pemerintah daerah yang profitable.
i. Mengembangkan iklim kondusif bagi peningkatan swadaya
melalui pola/skema kemitraan baik antara pemerintah daerah
dengan masyarakat, pemerintah daerah dengan swasta atau
masyarakat dengan swasta.
j. Perekonomian Kabupaten Ponorogo diarahkan untuk
mewujudkan struktur perekonomian kabupaten yang kokoh
dimana sektor Pertanian (Agrobisnis dan agroindustri) menjadi
basis aktivitas perekonomian yang didukung oleh aktivitas
perekonomian lainnya seperti perdagangan dan jasa-jasa.
k. Setiap pengeluatan daerah harus mendasarkan pada, standar
analisa belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar
pelayanan minimal serta memperhatikan prinsip efisiensi dan
efektifitas.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 52


3.3. Arah Di era desentralisasi dan otonomi daerah, Kebijakan pengelolaan
Kebijakan keuangan daerah ditekankan pada prinsip keadilan, kepatuhan dan
Keuangan manfaat sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah
Daerah pusat dengan pemerintah daerah.
Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan
keuangan daerah secara umum mengacu pada paket reformasi
keuangan negara, yang dituangkan dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Sebagai subsistem dari pengelolaan keuangan negara dan merupakan


kewenangan pemerintah daerah, pelaksanaan pengelolaan keuangan
daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini telah dijabarkan secara lebih rinci dan teknis dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 memuat berbagai


kebijakan terkait perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 53


pertanggungjawaban keuangan daerah. Pengaturan pada aspek
perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semaksimal mungkin dapat
menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam
penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan
alokasi, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi
masyarakat. Dengan demikian, APBD dapat dipandang sebagai
instrumen kebijakan fiskal bagi pemerintah daerah untuk
melaksanakan pembangunan di daerah. Artinya, dengan APBD
tersebut, paling tidak, pemerintah daerah bisa mempengaruhi seluruh
kegiatan perekonomian daerah dengan melibatkan partisipasi
masyarakat. Selain itu, APBD juga dapat dipandang sebagai dokumen
politik dan dokumen ekonomi. Sebagai dokumen politik, APBD akan
menjelaskan siapa-siapa atau sektor-sektor apa saja yang menerima
bagian terbesar dari pengeluaran pemerintah daerah, serta siapa-
siapa yang menanggung beban pembiayaan pemerintah daerah.
Sebagai dokumen ekonomi, APBD menjelaskan seberapa besar
alokasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang
digunakan mempengaruhi pencapaian target-target pembangunan.

Mengingat begitu strategisnya peran APBD dalam konstelasi


pembangunan daerah, maka keseluruhan proses penetapan APBD ini
dirasa perlu diatur dalam perundang-undangan, yang diharapkan
dapat mengharmoniskan pengelolaan keuangan daerah, baik antara
pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, serta antara pemerintah
daerah dan DPRD, ataupun antara pemerintahan daerah dan
masyarakat. Dengan demikian, daerah dapat mewujudkan
pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien, serta dapat
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berdasarkan tiga
pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 54


Dalam perkembangan terakhir, isu-isu strategis tentang penerimaan
daerah (pendapatan daerah) dan pengeluaran daerah (belanja daerah)
adalah berkaitan dengan bagaimana meningkatkan ruang gerak fiskal
(fiscal space) pemerintah daerah, sehingga meningkatkan kapabilitas
penerimaan daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan
pembangunan. Selain itu dari sisi pengeluaran adalah bagaimana
meningkatkan kondisi pengeluaran daerah (belanja daerah) untuk
pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan layanan dasar lainnya.

Semuanya itu akan sangat dipengaruhi oleh pola hubungan transaksi


antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam menentukan APBD,
serta kondisi ekonomi sebagai faktor internal, dan dipengaruhi juga
oleh faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan ekonomi global dan
nasional yang menentukan kemampuan Pemerintah Pusat dalam
membiayai pembangunan daerah melalui desentralisasi fiskal.

Ruang gerak fiskal (fiscal space) ada ketika pemerintah dapat


meningkatkan pengeluaran tanpa menyebabkan pengaruh buruk
terhadap solvabilitas fiskal, atau dapat juga diartikan sebagai
pengeluaran diskresioner yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah tanpa mengganggu solvabilitasnya. Ruang gerak fiskal
didefinisikan sebagai total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk
pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah.

Ketika pendapatan asli daerah (PAD) hanya dapat meningkat dalam


jumlah terbatas, sedangkan dana perimbangan dari pemerintah pusat
bersifat given, maka di sisi lain kebutuhan untuk meningkatkan
pengeluaran pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta layanan dasar
lainnya sesuai amanat undang-undang tidak dapat dihindari, maka
upaya meningkatkan ruang gerak fiskal menjadi sangat penting
artinya.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 55


Dalam konteks di daerah, peningkatan ruang gerak fiskal ini salah
satunya dapat dicapai melalui harmonisasi hubungan transaksional
antara eksekutif dan legislatif dalam penetapan APBD. Peningkatan
ruang gerak fiskal ini tercapai jika keleluasaan eksekutif untuk
menentukan anggaran-anggaran yang menjadi prioritas kebutuhan
pembangunan yang disusun berdasarkan visi, misi dan program
kepala daerah semakin meningkat.

Permasalahan yang terkait aspek perencanaan dalam pengelolaan


keuangan daerah adalah bagaimana melakukan sinkronisasi antara
kebijakan, perencanaan, dan penganggaran. Apa yang sudah
ditetapkan dalam kebijakan pemerintah daerah harus sama dengan
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Selanjutnya pada saat dilakukan penganggaran, apa yang telah
ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran harus
diterjemahkan sama dalam dokumen penganggaran, agar dapat
dilihat hubungan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan
dokumen penganggaran.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan bentuk


manajemen keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di
daerah secara optimal, sekaligus juga alat evaluasi prestasi
pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Karena
itu, setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan
publik, dan harus dipertanggungjawabkan pemakaiannya. Dengan kata
lain, APBD harus bermanfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat.

Ada tiga fungsi utama dalam pengelolaan anggaran pemerintah


daerah, yakni alokasi, distribusi dan stabilitas. Fungsi alokasi
dimaksudkan agar APBD digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan pemerintah sehingga pelayanan publik semakin

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 56


baik, termasuk penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang
memadai. Pemerataan pendapatan dan pengentasan masyarakat
miskin merupakan perwujudan fungsi distribusi. Sementara fungsi
stabilitas ditujukan menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan
ekonomi, untuk memperluas kesempatan kerja, stabilitas harga, dan
pertumbuhan ekonomi.

Penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo dari tahun ke


tahun secara umum mengalami peningkatan walaupun bersifat
fluktuatif. Peningkatan pendapatan masih didominasi oleh sumber-
sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik pos
bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK. Salah satu
ukuran untuk mengetahui kemampuan fiskal daerah dalam
menjalankan fungsi pelayanan masyarakat dapat dilihat dari kapasitas
keuangan daerah yakni dengan membandingkan antara pendapatan
dengan APBD. Kenyataan menunjukkan bahwa masih tingginya
ketergantungan terhadap anggaran yang berasal dari dana
perimbangan.

Ada tiga komponen penting dalam pengelolaan keuangan daerah


sesuai peraturan pemerintah, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah
dan pembiayaan daerah. Sesuai peraturan pemerintah, maka
penjabaran masing-masing komponen dilakukan sejalan dengan hal
tersebut. Secara umum arah kebijakan keuangan daerah tetap
mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 57


3.3.1. Arah Kebijakan pengelolaan pendapatan daeah diarahkan untuk menggali
Pengelolaan dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah melalui
Pendapatan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah termasuk
Daerah mengembangkan sektor-sektor potensial yang selama ini belum
optimal. Optimalisasi peningkatan pendapatan daerah terhadap obyek
yang betul-betul potensial dilakukan dengan tidak memberatkan
masyarakat serta tidak merusak lingkungan

Merujuk pada konsep hak dan kewajiban, dan menerapkannya pada


pengelolaan keuangan daerah, maka pendapatan daerah merupakan
hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih, dan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah, komponen pendapatan daerah terdiri
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan, dan lain-Lain
pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak
daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbangan, yang
berasal dari pemerintah pusat, terdiri dari Dana Alokasi Umum, dan
Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil terbagi menjadi Dana Bagi Hasil
Pajak, dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak. Selain itu lain-lain
pendapatan daerah yang sah dapat berupa hibah, dana darurat, dan
bantuan keuangan pemerintah daerah lainnya.

Pada dana perimbangan ini (DAU, DAK, bagi hasil pajak / bagi hasil
bukan pajak), akurasi penggunaan pendekatan metode proyeksi
belum ada yang benar – benar dapat dipergunakan sebagai pedoman,
karena penentuan dana perimbangan yang berasal dari pusat

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 58


merupakan pemberian langsung (given) dan sangat tergantung
kepada beberapa hal antara lain:
a. Kebutuhan fiskal adalah merupakan kebutuhan pendanaan
daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar, dengan dasar
ukuran jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan
konstruksi, PDRB perkapita dan IPM (Index Pembangunan
Manusia).
b. Kapasitas fiskal adalah merupakan sumber pendanaan daerah
yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.

Pengelolaan pendapatan daerah harus memperhatikan upaya untuk


meningkatkan pajak dan retribusi serta penerimaan daerah lainnya.
Hal ini dimungkinkan karena pendapatan daerah dalam sruktur APBD
Kabupaten Ponorogo masih merupakan momen yang cukup penting
perananya dalam mendukung penyelengggaraan pemerintahan
maupun pelayanan publik.
Arah pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo tahun
2011 ditekankan pada mobilisasi sumber-sumber PAD dan
penerimaan lainnya guna lebih mengoptimalkan kinerja pemerintah
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan daerah
Kabupaten Ponorogo meliputi 3 (tiga) sumber pendapatan yaitu :
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Adapun proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo untuk


tahun 2015 secara rinci adalah sebagaimana tertera dalam tabel
berikut :

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 59


Tabel 3.3
Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2015

Proyeksi Pendapatan Daerah


NO URAIAN

Tahun 2015 Tahun 2014


1. Pendapatan Asli 134.450.904.737,16 103.846.618.603,66
Daerah
1.1  Pajak Daerah 34.413.435.000,00 30.428.381.250,00
1.2  Retribusi Daerah 15.034.777.758,00 13.778.182.688,10
1.3  Hasil Pengelolaan 1.531.521.329,16 1.631.070.215,56
Daerah yang
dipisahkan
1.4  Lain-lain 83.471.170.650,00 58.008.984.450,00
pendapatan asli
daerah yang sah
2. Dana Perimbangan 1.139.229.837.301,00 1.080.138.849.772,00
2.1  Dana bagi hasil 54.210.843.401,00 48.180.592.337,00
pajak/ bukan pajak
2.2  Dana Alokasi 1.019.327.523.900,00 966.650.707.435,00
Umum
2.3  Dana Alokasi 65.691.470.000,00 65.307.550.00,00
Khusus
3 Lain-lain 373.715.739.327,00 219.817.717.531,00
Pendapatan Daerah
Yang Sah
3.1  Hibah - -
3.2  Dana Darurat - -
3.3  Dana Bagi Hasil 55.330.661.531,00 53.330.661.531,00
Pajak dari
Propinsi dan
Pemda lainnya
3.4  Dana Penyesuaian 268.522.630.796,00 156.363.531.000,00
otonomi khusus
3.5  Bantuan Keuangan 49.862.447.000,00 10.123.525.000,00
dari Propinsi atau
Pemda Lainnya
Jumlah Pendapatan 1.647.396.481.365,16 1.403.803.185.906,66
APBD
Sumber : DPPKAD Tahun 2014

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 60


3.3.2. Arah Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Ponorogo pada tahun
Pengelolaan 2014 ditekankan pada peningkatan proporsi belanja untuk
Belanja kepentingan dan kebutuhan masyarakat Ponorogo dengan tetap
Daerah memperhatikan proporsi dan eksistensi penyelenggaraan
Pemerintahan, sehingga perlu penekanan pada efisiensi belanja tidak
langsung pada pelaksanaannya. Disamping itu perlunya efektifitas
anggaran dan prioritisasi program dalam mendukung pembangunan
daerah.Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran
pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai salah
satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah
(pemerintah daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah.
Semakin besar belanja daerah diharapkan akan makin meningkatkan
kegiatan perekonomian daerah (terjadi ekspansi perekonomian). Di
sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak
dan retribusi atau penerimaan-penerimaan yang bersumber dari
masyarakat, maka akan dapat mengakibatkan menurunnya kegiatan
perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan,


belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas
umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah
digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota)
yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juga telah


menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 61


belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga,
belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi:
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

Selain itu belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana


dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah
yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,
pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Adapun langkah – langkah dalam mewujudkan belanja yang produktif


Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 adalah :

1. Meneruskan kebijakan pemberian gaji ke 13 dan penyesuaian


gaji pokok dan pensiunan pokok sesuai dengan kebijakan fiskal
Nasional

2. Menjaga agar pelaksanaan operasional Pemerintahan lebih


efisien untuk meningkatkan pelayanan masyarakat melalui flat
policy pada belanja barang operasional perkantoran

3. Mengarahkan peningkatan anggaran infrastruktur dalam rangka


mendukung Domestic Connectifity, dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable
economic growth) dalam upaya mencapai target pertumbuhan
sebesar 6,52 % dan memantapkan stabilitas perekonomian
domestik

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 62


4. Meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
melalui dukungan anggaran untuk konservasi lingkungan dan
pengembangan energi terbarukan

5. Mendukung program MP3EI dengan mengarahkan


pembangunan infrastruktur dan penguatan program pro rakyat
dan sinergi antara cluster dalam mendukung program MP3KI

6. Meningkatkan efisiensi belanja barang non operasional dan non


prioritas antara lain perjalanan dinas, seminar dan konsinering

7. Memperkuat ketahanan pangan dalam rangka mendukung


pencapaian surplus beras Nasional 10 juta ton pada tahun 2014

8. Mengarahkan pemanfaatan anggaran pendidikan untuk


peningkatan sarana prasarana dan infrastruktur pendidikan serta
memperluas akses masyarakat terhadap dunia pendidikan

9. Mendukung pengembangan industri kecil dan industri kreatif


dalam rangka meningkatkan daya saing

10. Pemberian insentif dalam rangka mendorong peningkatan PAD

Proyeksi belanja daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2015 adalah


sebagai berikut :

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 63


Tabel 3.4

Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2015

No Uraian Belanja Daerah


Tahun 2015 Tahun 2014
2.1 Belanja Tidak Langsung 1.193.511.910.507,16 1.032.313.173.900,00
2.1.1 Belanja Pegawai 1.068.331.186.556,39 936.500.000.000,00
2.1.2 Belanja Bunga - -
2.1.3 Belanja Subsidi - -
2.1.4 Belanja Hibah 24.859.905.000,00 16.339.905.000,00
2.1.5 Belanja Bantuan sosial 9.899.690.050,77 7.469.540.000,00
2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada 1.620.075.000,00 2.320.075.000,00
Propinsi/ Kabupaten/ Kota
dan Pemerintah Desa
2.1.7 Belnja Bantuan Keuangan 84.801.053.900,00 59.683.653.900,00
Propinsi/ Kabupaten/Kota
dan Pemerintah Desa
2.1.8 Belanja Tidak Terduga 4.000.000.000,00 10.000.000.000,00

2.2 Belanja Langsung 515.004.192.951,16 402.790.012.006,66


2.2.1 Belanja Pegawai 73.952.113.596,00 -
2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 291.777.507.474,23 -
2.2.3 Belanja Modal 149.273.571.880,93 -

Jumlah Belanja 1.708.516.103.458,32 1.435.103.185.906,66


Surplus/ (Defisit) (61.119.622.093,16) (31.300.000.000,00)

3.3.3. Arah Pembiayaan daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang


Pengelolaan dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan
Pembiayaan belanja daerah. Jika pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja
Daerah daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit, dan harus
ditutupi dengan penerimaan daerah. Sebaliknya, jika pendapatan
daerah lebih besar daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi
keuangan yang surplus, dan harus digunakan untuk pengeluaran
daerah. Karena itu, pembiayaan daerah terdiri penerimaan daerah dan
pengeluaran daerah.

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 64


Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
penerimaan daerah berasal dari sumber antara lain, Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa); Pencairan dana cadangan;
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan
pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
penerimaan piutang daerah. Sedangkan sumber pengeluaran daerah,
antara lain, Pembentukan dana cadangan; Penanaman modal
(investasi) pemerintah daerah; Pembayaran pokok utang; dan
pemberian pinjaman daerah. Secara rinci proyeksi pembiayaan
daerah tahun 2012 sebagaimana dalam tabel berikut :

Tabel 3.5

Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2015

No Uraian Pembiayaan Daerah


Tahun 2015 Tahun 2014
3.1 Penerimaan Pembiayaan 62.119.622.093,16 40.300.000.000,00
3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran 61.819.622.093,16 40.000.000.000,00
Tahun Sebelumnya (SILPA)
3.1.2 Pencaiaran Dana Cadangan - -
3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah - -
yang dipisahkan
3.1.4 Penerimaan Pinjaman - -
3.1.6 Penerimaan Piutang 300.000.000,00 300.000.000,00

3.2 Pengeluaran Pembiayaan 1.000.000.000,00 9.000.000.000,00


3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan - 8.000.000.000,00
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00
Pemerintah daerah
3.2.3 Pembayaran pokok hutang yang - -
jatuh tempo
3.2.4 Pemberian pinjaman daerah - -
Pembiayaan Netto 61.119.622.093,16 31.300.000.000,00
Sumber : DPPKAD Tahun 2014

RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 65

Anda mungkin juga menyukai