Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TENTANG
- 1-
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten
Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi
Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 4339);
3. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan
Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang - Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
4. Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesa Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
-2-
Dengan Persetujuan Bersama
dan
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA
RUANG WILAYAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN
2012 - 2032.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan
ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
7. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
-3-
8. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
11. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat
batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata
ruang nasional.
12. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
13. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
14. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
15. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
16. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
17. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai
fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan,
pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan
pendukung lainnya.
18. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
19. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara,ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
-4-
20. Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sorowako dan sekitarnya yang
selanjutnya disebut KSN Sorowako dsk adalah satu kesatuan
kawasan yang memiliki sumberdaya alam bernilai strategis nasional
yang terletak di 14 (empat belas) kecamatan di 5 (lima) kabupaten
yang tersebar di 3 (tiga) provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan,
Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
21. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya
dan/atau lingkungan.
23. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
24. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki
sumberdaya bahan galian yang berwujud padat, cair dan gas
berdasarkan peta atau geologi dan merupakan tempat dilaksanakan
seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang baik di
wilayah darat maupun perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi.
25. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa kecamatan.
26. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
27. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
28. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku
kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan
ruang.
29. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk
-5-
mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang di Kabupaten Kolaka Utara dan mempunyai
fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di
daerah.
31. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau
kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
32. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
33. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.
34. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi.
35. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan
pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk
penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan
air irigasi.
36. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
37. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara.
38. Daerah adalah Kabupaten Kolaka Utara.
39. Bupati adalah Bupati Kolaka Utara.
-6-
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2
Penataan ruang daerah bertujuan untuk mewujudkan pemanfaatan
ruang yang efisien, serasi dan seimbang yang berbasis pada sektor
pertanian dalam arti luas dan pertambangan guna mendukung
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan mempertimbangkan daya dukung wilayah.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan penataan ruang daerah terdiri atas :
a. pengembangan pusat-pusat perkotaan sesuai potensi wilayah yang
mampu mendorong pertumbuhan secara merata di seluruh wilayah
kabupaten sesuai dengan hierarki dan skala pelayanannya;
b. menetapkan kawasan lindung sesuai peraturan perundangan yang
berlaku;
c. mendorong pemanfaatan sumberdaya alam pada kawasan budidaya
agar tetap lestari;
d. pengembangan prasarana wilayah untuk mendukung kegiatan
masyarakat dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
e. pengembangan sarana wilayah untuk mendukung kegiatan
masyarakat dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; dan
f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Strategi dalam mewujudkan pengembangan pusat-pusat perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai
simpul kegiatan ekspor-impor yang didukung oleh potensi hasil
perkebunan dan pertambangan;
-7-
b. mengembangkan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan
industri coklat dan minyak atsiri dan pusat kegiatan jasa
perdagangan koleksi – distribusi hasil perkebunan dan industri;
c. menetapkan dan mengembangkan pusat-pusat perkotaan yang
telah ada, sesuai hierarki dan skala pelayanannya;
d. mengembangkan keterkaitan antara kawasan perkotaan dengan
kawasan perdesaan; dan
e. menetapkan Wilayah Pengembangan (WP) dengan pusat WP
sesuai dengan pusat-pusat perkotaan yang ada, yang masing-
masing mempunyai fungsi tertentu, sehingga dapat menunjang
tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Kolaka Utara.
(2) Strategi dalam mewujudkan penetapan kawasan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas :
a. meningkatkan keanekaragaman hayati pada kawasan lindung
dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam pada
kawasan lindung secara bijaksana dan berkelanjutan;
b. mempertahankan dan merevitalisasi kawasan hutan lindung dan
resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk
menjamin ketersediaan sumberdaya air dan kesuburan tanah
serta melindungi kawasan dari bahaya banjir, longsor dan erosi;
dan
c. memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan lindung untuk
melestarikan kawasan lindung dan memanfaatkan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(3) Strategi dalam mewujudkan pemanfaatan sumberdaya alam pada
kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c,
terdiri atas :
a. mengarahkan pengembangan kawasan budidaya dengan kegiatan
pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan
dan pariwisata yang sesuai daya dukung lingkungan dan dapat
dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan;
b. memberdayakan masyarakat dalam mengolah dan
memanfaatkan sumberdaya alam pada kawasan budidaya agar
didapat hasil optimal dan tetap terjaga kelestariannya;
c. memanfaatkan kawasan hutan produksi terbatas dan hutan
produksi secara bijaksana dan lestari; dan
d. memanfaatkan kawasan budidaya untuk kawasan permukiman
dan fasilitasnya sesuai dengan jumlah penduduk yang ada
sampai akhir tahun perencanaan.
(4) Strategi dalam mewujudkan pengembangan prasarana wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas :
-8-
a. mengembangkan dan meningkatkan pelayanan sistem jaringan
transportasi wilayah; meliputi jaringan jalan, pelabuhan, dan
lapangan terbang yang dapat mendukung Lasusua menjadi PKW;
dan
b. prasarana wilayah, seperti jaringan transportasi, jaringan
energi/listrik, jaringan sumberdaya air, jaringan telekomunikasi
dan jaringan pengelolaan lingkungan yang disesuaikan dengan
fungsi perkotaan yang ada dan kebutuhan masyarakatnya.
(5) Strategi dalam mewujudkan pengembangan sarana wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, terdiri atas :
a. melengkapi sarana fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi seperti
fasilitas pendidikan, kesehatan dan perdagangan sesuai dengan
jenjang dan jangkauan pelayanan pusat-pusat pelayanan
setingkat wilayah perkotaan; dan
b. mengembangkan dan membangun sarana dan prasarana
lingkungan yang memenuhi standar pelayanan minimum (SPM)
meliputi sarana pendidikan, kesehatan, perumahan, energi,
komunikasi, air bersih dan sarana lainnya di wilayah perkotaan.
(6) Strategi dalam mewujudkan peningkatan fungsi kawasan untuk
pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf f, terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan;
b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan
peruntukannya;
c. mengembangkan kawasaan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
negara sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan
keamanan.
-9-
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten terdiri atas :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKL;
b. PPK; dan
c. PPL.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di
Lasusua.
(3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Wawo di Kecamatan Wawo;
b. Ranteangin di Kecamatan Ranteangin;
c. Katoi di Kecamatan Katoi;
d. Lapai di Kecamatan Ngapa;
e. Olo-oloho di Kecamatan Pakue;
f. Batuputih di Kecamatan Batuputih; dan
g. Tolala di Kecamatan Tolala.
(4) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Lambai di Kecamatan Lambai;
b. Tiwu di Kecamatan Tiwu;
c. Mala-mala di Kecamatan Kodeoha;
d. Watunohu di Kecamatan Watunohu;
e. Latali di Kecamatan Pakue Tengah;
f. Pakue di Kecamatan Pakue Utara; dan
-10-
g. Porehu di Kecamatan Porehu.
(5) Rincian pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
Sistem jaringan prasarana utama di daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan meliputi jaringan jalan,
jaringan prasarana lalu lintas dan jaringan pelayanan lalu lintas;
b. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan; dan
c. jaringan perkeretaapian.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. jaringan jalan nasional di daerah yaitu jaringan jalan arteri
primer meliputi ruas jalan Batas Prov. Sulsel – Tolala – Lelewawo,
Lelewawo – Batuputih – Lapai, Lapai – Lasusua, Lasusua – Batas
Kab. Kolaka Utara/Kab. Kolaka dan Batas Kab. Kolaka
Utara/Kab. Kolaka - Wolo;
b. jaringan jalan provinsi di daerah yaitu jaringan jalan kolektor
primer dua meliputi ruas jalan Batu Putih – Porehu – Tolala; dan
c. jaringan jalan kabupaten terdiri atas:
1. jaringan jalan lokal primer terdiri atas:
a) ruas jalan dalam kota Lasusua meliputi Jalan Tomakeda,
Jalan M. Yasir - Pelabuhan, Jalan Merdeka – M. Yasir,
Jalan M. Yasir, Jalan Tomadina, Jalan Tomangera, Jalan
Merdeka, Jalan Tomaggellang, Jalan AMD, Jalan
Tomakeda I, Jalan Kucing Garong, Jalan Mesjid Raya
Lama, Jalan Padat Karya II, Jalan Padat Karya I, Jalan
-11-
Pendidikan, Jalan Pendidikan II, Jalan Padat Karya I –
Mesjid Raya Lama, Jalan Tojabi, Bay Pas, Bay Pass I,
Jalan Ponggiha – Waisellue, Jalan Pesisir Pantai Ponggiha,
Bayy Pass II, Jalan Ponggiha, Jalan Ponggiha –
Perkantoran PEMDA I, Jalan Ponggiha – Perkantoran
PEMDA II, Jalan Lingkar Segi Delapan IV, Jalan Jari-jari
Segi Delapan IV, Jalan Jari-jari Segi Delapan III, Jalan
Lingkar Segi Delapan III, Jalan Kantor Bupati – Balosi,
Jalan Bundaran Segi Delapan – Pesisir Pantai, Jalan Ruas
Kiri Masjid Agung – Ruas Kanan Masjid Agung, Jalan
Bundaran Segi Delapan – Masjid Agung Kiri, Jalan
Bundaran, Jalan Perkantoran PEMDA Kolut (kanan),
Jalan Kantor Bupati Kolut, Jalan Perkantoran PEMDA
Kolut (kiri), Jalan Lingkar Segi Delapan II, Jalan Jari-jari
Segi Delapan II, Jalan Jari-jari Segi Delapan I, Jalan
Kantor Bupati – Balosi I, Jalan DPRD – Kantor Bupati
(Kejaksaan), Jalan Segi Delapan – BLK, Jalan Segi
Delapan – Kantor Kejaksaan, Jalan Lingkar Segi Delapan
I, Jalan DPRD - Pantai, Jalan DPRD, Jalan Pelabuhan -
Bay Pass I, Jalan Watuliu – DPRD, Jalan Tomangera –
Pasar Lasusua, Jalan Tomangera, Jalan Mesjid Raya
Lama – Tomagellang, Jalan Padat Karya III, Jalan Trans
Sulawesi – Jalan Pendidikan, Jalan Trans Sulawesi –
Tojabi I, Jalan Trans Sulawesi – Tojabi II, Jalan Trans
Sulawesi – Tojabi III, Jalan PPI – Pantai Pitulua, Jalan
Masjid Pitulua, Jalan Polindes Pitulua, Jalan Pitulua –
Muara Sungai, Jalan Pesisir Pantai Pitulua dan Jalan
Waisellu – Pasar Lama;
b) ruas jalan kabupaten meliputi ruas jalan Lawaki Jaya -
Patikala, Sarambu - Sarambu, Latali - Teposua, Bangsala
- Ponggi, Lelewawo - Porehu, Mosiku - Mosiku, Batu Putih
- Mosiku, Latali - Tarengge, Latowu - Pakue, Batu Putih -
Kalo, Saludongka - Lawata, Saludongka - Saludongka,
Mataleuno - Lengkong Batu, Mataleuno - Pakue,
Mataleuno - Pundoho, Mataleuno - Teposua, Pakue -
Lanipa, Latali - Teposua I, Majapahit - Majapahit,
Majapahit - Majapahit I, Majapahit - Lanipa, Pasampang -
Teposua, Pasampang - Labipi, Kosali - Sipakainge,
Kondara – Olo-oloho, Kosali - Kosali (Pantai), Kondara -
Kosali, Toaha - Kosali, Kasumeto - Kasumeto I, Puurau-
Toaha, Lahabaru - Toaha, Puurau - Tambuha, Samaturu -
Sarona, Lapai -Samaturu, Lahabaru - Sapoiha, Lapai -
Koreiha, Ngapa - Ngapa I, Tiwu - Tahibua, Watumea -
-12-
Kamisi, Meeto - Kamisi (Pantai), Meeto - Mattirobulu,
Mattirobulu - Meeto, Jabal Kubis - Meeto, Jabal Nur -
Koroha, Malamala - Malamala, Jabal Nur - Malamala,
Lametuna - Malamala, Awo - Kalukuluku, Maruge -
Maruge I, Katoi - Katoi, Tobaku - Tobaku, Lanipanipa -
Lanipanipa, Puncak Monapa - Puncak Monapa,
Rantebaru - Landolia, Rantebaru - Landolia I, Rantebaru -
Landolia II, Rantebaru - Puumbolo, Wawo - Landolia,
Wawo - Uluwawo, Uluwawo - Uluwawo, Latawe - Walasiho,
Salulotong - Lanipa, Labipi - Labipi, Kondara - Kondara
(Bendungan), Lapai - Tambuha, Tiwu - Watunohu,
Koroha - Kamisi, Malamala - Koroha, Lametuna - Awo,
Rantelimbong - Rantelimbong I, Rantelimbong -
Rantelimbong II, Puncak Monapa - Puncak Monapa,
Totallang - Totallang I dan Lawekara – Landolia; dan
c) jaringan jalan ibukota kecamatan meliputi ruas jalan
Landolia - Landolia, Maroko - Maroko, Maroko - Maroko I,
Uluwawo – Uluwawo dan Walasiho – Walasiho.
2. jaringan jalan lingkungan primer terdiri atas :
a) ruas jalan dalam kota Lasusua meliputi Jalan Ponggiha –
Balosi, Jalan Tomagellang – Pitulua (PPI), Jalan Pitulua,
Jalan Watuliu – PDAM, Jalan Ponggiha II, Jalan Ponggiha
– Pesantren, Jalan Watuliu I, Jalan Watuliu II, Jalan
Watuliu III, Jalan Watuliu IV, Jalan Watuliu V, Jalan
Watuliu VI, Jalan Moro, Jalan Tojabi – Lapangan, Jalan
Tojabi – Sungai, Jalan BTN Tojabi, Jalan Pitulua –
Pekuburan, Jalan Lasusua – Jembatan Pitulua, Jalan
Biru – Pitulua;
b) ruas jalan kabupaten meliputi ruas jalan Lawaki Jaya -
Lawaki Jaya, Bukit Tinggi - Bukit Tinggi, Teposua -
Teposua Pantai, Lelewawo - Lelewawo Pantai, Mosiku -
Mosiku Pantai, Latowu - Latowu, Mataleuno - Mataleuno,
Mataleuno - Mataleuno I, Labipi - Powalaa (Pantai),
Mikuasi - Mikuasi, Kasumeto - Kasumeto, Alipato -
Alipato, Lalombundi - Lalombundi, Lahabaru - Lelehao,
Ngapa - Ngapa, Tanggeawo - Lapolu, Lawadia - Lawadia,
Jabal Kubis - Jabal Kubis, Jabal Nur - Jabal Nur,
Lametuna - Lametuna, Awo - Awo, Maruge - Maruge,
Tojabi - Babusalam, Rantelimbong - Batuganda,
Rantelimbong - Rantelimbong, Puncak Monapa - Puncak
Monapa, Puncak Monapa - Labondala, Puncak Monapa -
Puncak Monapa, Puncak Monapa – Sulaho, Totallang -
Latawaro, Lambai - Waitombo, Lambai - Lambai,
-13-
Lapasipasi - Raoda, Lapasipasi - Tabengeano, Pohu -
Torotue, Pohu - Pohu, Pohu - Lawekara, Wawo - Uluwawo,
Seuwwa - Seuwwa, Tambuha - Tambuha, Awo -
Kalukuluku, Simbula - Simbula, Ponggiha - Balosi,
Rantelimbong - Rantelimbong, Rantelimbong -
Rantelimbong III, Totallang -Totallang, Woise - Woise,
Lambai - Lambai dan Lapasipasi – Pohu; dan
c) jaringan jalan ibukota kecamatan meliputi ruas jalan
Rantebaru - Landolia, Tinokari - Tinokari, Salurengko -
Salurengko, Wawo - Wawo, Wawo - Wawo I dan Wawo –
Wawo.
3. jaringan jalan lokal sekunder meliputi Jalan Kota Kecamatan
Tolala, Jalan Kota Kecamatan Batu Putih, Jalan Kota
Kecamatan Pakue Utara, Jalan Kota Kecamatan Pakue
Tengah, Jalan Kota Kecamatan Pakue, Jalan Kota Kecamatan
Ngapa, Jalan Kota Kecamatan Watunohu, Jalan Kota
Kecamatan Tiwu, Jalan Kota Kecamatan Kodeoha, Jalan Kota
Kecamatan Katoi, Jalan Kota Kecamatan Lambai, Jalan Kota
Kecamatan Rante Angin dan Jalan Kota Kecamatan Wawo;
dan
4. rencana jalan baru meliputi jalan inspeksi di Kecamatan
Lasusua, jalan lingkar luar di Kecamatan Lasusua dan jalan
inspeksi sungai Indewe.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. terminal penumpang terdiri atas :
1. rencana terminal penumpang tipe B di Kecamatan Lasusua;
dan
2. rencana terminal penumpang tipe C di Kecamatan Wawo,
Rante Angin, Lambai, Katoi, Tiwu, Kodeoha, Ngapa,
Watunohu, Pakue, Pakue Tengah, Pakue Utara, Batu Putih,
Porehu dan Tolala.
b. terminal barang berupa terminal truk angkutan barang yang
lokasinya dekat pergudangan, pelabuhan laut dan pelabuhan
penyeberangan yaitu direncanakan di Kecamatan Rante Angin,
Katoi dan Pakue;
c. jembatan timbang terdapat di Kecamatan Wawo, Katoi dan
Tolala; dan
d. unit pengujian kendaraan bermotor terdapat di Desa Rante
Limbong Kecamatan Lasusua.
(4) Jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
-14-
a. trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) terdiri atas :
1. Tator – Malili – Kendari;
2. Rantepao – Palopo – Malili – Kolaka – Kendari; dan
3. Makassar – Parepare – Toraja - Palopo – Malili – Kolaka –
Kendari.
b. trayek angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) terdiri atas:
1. Terminal Latambaga (Kabupaten Kolaka) – Pakue;
2. Terminal Latambaga (Kabupaten Kolaka) – Lasusua;
3. Terminal Latambaga (Kabupaten Kolaka) – Lambai; dan
4. Terminal Latambaga (Kabupaten Kolaka) – Batu Putih.
c. jaringan lintas angkutan barang terdiri atas:
1. Kolaka Utara - Kolaka;
2. Kolaka Utara - Kendari; dan
3. Kolaka Utara – Makassar.
(5) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. lintas penyeberangan yaitu lintas penyeberangan antar provinsi
pada perairan Teluk Bone antara Pelabuhan Penyeberangan
Lasusua/Tobaku - Pelabuhan Penyeberangan Siwa (Sengkang,
Provinsi Sulawesi Selatan); dan
b. pelabuhan penyeberangan yaitu Pelabuhan Penyeberangan
Lasusua/Tobaku di Kecamatan Katoi.
(6) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, merupakan jaringan jalur kereta api lintas cabang dalam
rencana perkeretaapian nasional.
(7) Rincian sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III - VII yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b, meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. jaringan trayek.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. pelabuhan pengumpul yaitu Pelabuhan Sapoiha di Kecamatan
Watunohu;
b. pelabuhan pengumpan terdiri atas :
-15-
1. Pelabuhan Olo-Oloho di Kecamatan Pakue;
2. Pelabuhan Tobaku (Lasusua) di Kecamatan Katoi;
3. Pelabuhan Rante Angin di Kecamatan Rante Angin;
4. Pelabuhan Wawo di Kecamatan Wawo; dan
5. Pelabuhan Tolala di Kecamatan Tolala.
c. terminal khusus terdiri atas :
1. terminal khusus pertambangan terdiri atas :
a) terminal khusus pertambangan eksisting meliputi
terminal khusus Watutoru terdapat di Desa Walasiho
Kecamatan Wawo dan terminal khusus Olo-oloho terdapat
di Desa Sipakainge Kecamatan Pakue; dan
b) rencana terminal khusus pertambangan meliputi terminal
khusus Labuandala di Desa Pitulua Kecamatan Lasusua,
terminal khusus Laburino di Desa Mosiku Kacamatan
Batu Putih dan terminal khusus Tolala di Desa Tolala
Kecamatan Tolala.
2. terminal khusus peti kemas/kontainer terdiri atas :
a) terminal khusus peti kemas eksisting terdapat di Desa
Katoi Kecamatan Katoi; dan
b) rencana terminal khusus peti kemas di Patoa/Desa
Sulaho Kecamatan Lasusua.
(3) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. jaringan trayek nasional terdiri atas :
1. Pelabuhan Tobaku (Lasusua) – Pelabuhan Siwa (Sengkang,
Provinsi Sulawesi Selatan); dan
2. Pelabuhan Sapoiha/Kamisi – Pelabuhan Siwa (Sengkang,
Provinsi Sulawesi Selatan).
b. jaringan trayek regional terdiri atas :
1. Pelabuhan Sapoiha/Kamisi – Pelabuhan Tobaku (Lasusua);
2. Pelabuhan Tolala – Pelabuhan Tobaku (Lasusua);
3. Pelabuhan Sapoiha/Kamisi – Pelabuhan Tobaku (Lasusua);
dan
4. trayek yang menghubungkan antar pelabuhan di daerah.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
-16-
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, yaitu direncanakan bandar udara pengumpan di Kabupaten
Kolaka Utara.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan-
undangan.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
a, terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Kecamatan
Lasusua, Rante Angin, Katoi dan Olo-Oloho;
-17-
b. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) direncanakan di Kelurahan
Lapai Kecamatan Ngapa dan Desa Toaha Kecamatan Pakue;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) direncanakan
bersumber dari Sungai Mikuasi di Kecamatan Pakue, Sungai
Riorita di Kecamatan Pakue Utara, Sungai Rante Angin di
Kecamatan Rante Angin dan Sungai Lapai di Kecamatan Ngapa;
d. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) direncanakan pada
lokasi sumber panas bumi pada satu titik di Kecamatan
Ranteangin dengan kapasitas 1 (satu) Megawatt; dan
e. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara direncanakan di
Lametusa Kecamatan Ngapa.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. jaringan transmisi tenaga listrik terdiri atas :
1. jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) direncanakan
mengikuti jalan arteri primer yang menghubungkan Malili
(Provinsi Sulawesi Selatan) – Kolaka Utara – Kolaka;
2. rencana jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)
yang menghubungkan Wotu (Provinsi Sulawesi Selatan) –
Kolaka Utara - Kolaka - Kendari; dan
3. jaringan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) tersebar di
setiap kecamatan.
b. gardu induk (GI) yaitu GI Lasusua di Kecamatan Lasusua; dan
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi yaitu rencana Depo BBM di
Kecamatan Katoi.
(4) Rincian sistem jaringan sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran X yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu Stasiun Telepon Otomat (STO) terdiri atas :
a. STO Lasusua terdapat di Kecamatan Lasusua;
b. STO Lapai terdapat di Kecamatan Ngapa;
-18-
c. STO Watunohu terdapat di Kecamatan Watunohu;
d. STO Latali terdapat di Kecamatan Pakue Tengah;
e. STO Wawo terdapat di Kecamatan Wawo; dan
f. STO Rante Angin terdapat di Kecamatan Rante Angin.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas:
a. jaringan seluler berupa pengembangan menara Base Transceiver
Station (BTS) untuk penguatan sinyal menjangkau seluruh
daerah; dan
b. sistem jaringan stasiun radio lokal direncanakan siarannya
menjangkau hingga ke seluruh pelosok perdesaan dengan
stasiun pemancar terdapat di Kecamatan Lasusua, Rante Angin,
Ngapa, Pakue Tengah dan Porehu.
(4) Sistem jaringan satelit dalam kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, teraplikasi dalam bentuk pengembangan
jaringan internet dan telekomunikasi.
(5) Rincian sistem jaringan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XI yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf c, terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan irigasi;
d. prasarana/jaringan air baku;
e. prasarana air baku untuk air minum;
f. sistem pengendali banjir; dan
g. sistem pengamanan pantai.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek konservasi
sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian
daya arus air secara terpadu.
(3) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan WS lintas provinsi terdiri atas:
a. WS Pompengan - Larona dengan DAS dalam daerah yaitu DAS
Larona yang tersebar di setiap kecamatan; dan
-19-
b. WS Towari - Lasusua dengan DAS dalam daerah meliputi DAS
Latawu, DAS Pakue, DAS Lanipa, DAS Olooloho, DAS Lilione,
DAS Watunohu, DAS Mala-mala, DAS Lasusua, DAS Wai Tombo
dan DAS Rante Angin.
(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, yaitu CAT Lelewawo seluas 135 (seratus tiga puluh lima)
kilometer persegi yang tersebar di Kecamatan Porehu dan Batu
Putih.
(5) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas:
a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah kabupaten terdiri
atas DI Wawo, DI Rante Angin, DI Lasusua, DI Maruge, DI
Kodeoha, DI Mikuasi, DI Salulotong, DI Mataleono, DI Mosiku,
DI Pasampang, DI Pundoho, DI Batu Putih dan DI Porehu;
b. rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi yang
ada;
c. pengembangan DI pada seluruh daerah potensial yang memliki
lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan
pangan dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan; dan
d. membatasi konversi alih fungsi daerah irigasi teknis dan
setengah teknis menjadi kegiatan budidaya lainnya.
(6) Prasarana/jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, merupakan pengembangan bendungan dalam rangka
penyediaan air baku meliputi :
a. Bendungan Rante Angin di Kecamatan Rante Angin;
b. Bendungan Rante Limbong di Kecamatan Lasusua;
c. Bendungan Lambuno di Kecamatan Katoi;
d. Bendungan Mikuasi di Kecamatan Pakue;
e. Bendungan Salulotong di Kecamatan Pakue Tengah;
f. Bendungan Mataleono di Kecamatan Pakue Utara;
g. Bendungan Batu Putih di Kecamatan Batu Putih;
h. rencana Bendungan Pundoho di Kecamatan Pakue Utara;
i. rencana Bendungan Kodeoha di Kecamatan Kodeoha; dan
j. rencana Bendungan Pasampang di Kecamatan Pakue Tengah.
(7) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. Instalasi Pengolahan Air (IPA) terdapat di:
1. PDAM meliputi :
a) PDAM Lasusua terdapat di Kecamatan Lasusua dan
bersumber dari Sungai Indewe;
b) PDAM Ngapa terdapat di Kecamatan Ngapa dan
bersumber dari Sungai Puurau;
-20-
c) PDAM Pakue terdapat di Kecamatan Pakue dan
bersumber dari Sungai Puurau; dan
d) PDAM Rante Angin terdapat di Kecamatan Rante Angin
dan bersumber dari Sungai Puurau.
2. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terdiri atas :
a) SPAM Ibukota Kecamatan (IKK) Lasusua terdapat di
Kecamatan Lasusua dan bersumber dari Sungai Lasusua;
b) SPAM IKK Pakue terdapat di Desa Puurau Kecamatan
Ngapa dan bersumber dari mata air Puurau;
c) SPAM IKK Rante Angin terdapat di Kecamatan Rante
Angin dan bersumber dari Sungai Torotuo;
d) SPAM IKK Ngapa terdapat di Kecamatan Ngapa dan
bersumber dari mata air Puurau;
e) SPAM IKK Katoi terdapat di Kecamatan Katoi dan
bersumber dari mata air Katoi;
f) SPAM IKK Kodeoha terdapat di Kecamatan Kodeoha dan
bersumber dari Sungai Jabal Nur/mata air Sawangaoha;
g) SPAM IKK Tiwu terdapat di Kecamatan Tiwu dan
bersumber dari Sungai Tiwu;
h) SPAM IKK Lambai terdapat di Kecamatan Lambai dan
bersumber dari mata air Woise;
i) SPAM IKK Porehu terdapat di Kecamatan Porehu dan
bersumber dari mata air Porehu; dan
j) SPAM Desa terdapat di Desa Lele Ulu Kecamatan Tolala
dan bersumber dari Sungai Tolala.
b. sumber mata air meliputi :
1. mata air Woise di Kecamatan Lambai;
2. mata air Sawangaoha di Kecamatan Kodeoha;
3. mata air Katoi di Kecamatan Katoi;
4. mata air Puurau di Kecamatan Ngapa;
5. mata air Torotoa di Kecamatan Rante Angin;
6. mata air Lasusua di Kecamatan Lasusua;
7. mata air Porehu di Kecamatan Porehu; dan
8. mata air Lelolu di Kecamatan Tolala.
c. rencana pengembangan jaringan sumber air baku
mengutamakan air permukaan dengan prinsip keterpaduan air
tanah;
d. SPAM di daerah dipadukan dengan sistem jaringan sumberdaya
air untuk menjamin ketersediaan air baku;
e. prasarana jaringan air minum meliputi intake air baku, jaringan
perpipaan air minum, saluran perpipaan air baku dan instalasi
pengolahan air minum yang dikembangkan pada lokasi air baku,
serta pusat-pusat permukiman di setiap kecamatan; dan
-21-
f. sumur dalam yang tersebar di setiap kecamatan.
(8) Sistem pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f, merupakan pengembangan prasarana pengendali banjir terdiri
atas:
a. perlindungan tangkapan air melalui normalisasi sungai yang
tersebar pada Sungai Lawaki, Sungai Tolala, Sungai Mosiku,
Sungai Batu Putih, Sungai Latowu, Sungai Pundoho, Sungai
Pakue, Sungai Mataleono, Sungai Latali, Sungai Kalahunde,
Sungai Pangi, Sungai Majapahit, Sungai Pasampang, Sungai
Lanipa, Sungai Labipi, Sungai Liombo, Sungai Mikuasi, Sungai
Olooloho, Sungai Kosali, Sungai Kasumeto, Sungai Toaha, Sungai
Tambuha, Sungai Purau, Sungai Lapai, Sungai Watunohu,
Sungai Ngapa, Sungai Tangge Awe, Sungai Tiwu, Sungai Mattiro
Bulu, Sungai Malamala, Sungai Kamisi, Sungai Kaluku Luku,
Sungai Awo, Sungai Katoi, Sungai Tobaku, Sungai Ponggiha,
Sungai Endewe, Sungai Watuliu, Sungai Batu Ganda, Sungai
Lasusua, Sungai Rante Limbong, Sungai Waytombo, Sungai
Lambai, Sungai Lapasi-pasi, Sungai Rante Angin, Sungai
Tinokari, Sungai Salurengko dan Sungai Latawe; dan
b. penguatan tebing/bronjong sungai pada daerah rawan banjir
yang tersebar di :
1. sepanjang Sungai Lasusua di Kecamatan Lasusua meliputi
dari Desa Batuganda – Desa Rantelimbong – Desa Tojabi –
Kelurahan Lasusua;
2. sepanjang Sungai Rante Angin dari Desa Tinukari Kecamatan
Wawo – Desa Rante Baru Kecamatan Rante Angin –
Kelurahan Rante Angin Kecamatan Rante Angin – Desa
Landolia Kecamatan Rante Angin;
3. sepanjang Sungai Pundoho di Kecamatan Pakue Utara
meliputi dari Desa Pundoho – Desa Amohe – Desa Kalo;
4. sepanjang Sungai Lapai di Kecamatan Ngapa meliputi dari
Desa Koreiha – Desa lapai – Desa Ngapa – Desa Sapoiha;
5. sepanjang Sungai Kalamunde di Desa Kalamunde Kecamatan
Pakue Tengah;
6. sepanjang Sungai Mikuasi di Kecamatan Pakue meliputi dari
Desa Mikuasi – Desa Kondara – Desa Sipukainge;
7. sepanjang Sungai Lapasi-pasi di Kecamatan Lambai meliputi
dari Desa Lapasi-pasi – Kelurahan Lambai;
8. sepanjang Sungai Lambai di Kecamatan Lambai meliputi dari
Desa Waise – Desa Waitombo – perkotaan Kecamatan
Lambai;
9. sepanjang Sungai Mala-Mala di Desa Mala-Mala Kecamatan
Kodeoha; dan
-22-
10. sepanjang Sungai Sapoiha di Kecamatan Ngapa meliputi dari
Desa Watunohu - Kelurahan Lapai.
(9) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f, merupakan kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana pengaman pantai terdiri atas :
a. rehabilitasi kawasan Mangrove yang tersebar di Kecamatan
Lasusua, Kodeoha, Watunohu, Pakue, Pakue Tengah, Batu Putih
dan Tolala;
b. bangunan pemecah ombak pada kawasan rawan gelombang
pasang terdapat di Desa Ponggiha Kecamatan Lasusua - Desa
Tobaku Kecamatan Katoi; dan
c. bangunan talud terdiri atas :
1. bangunan talud eksisting yang tersebar di Desa Pakue
Kecamatan Pakue Utara, Desa Lanipa Kecamatan Pakue
Tengah, Desa Tobaku Kecamatan Katoi, Desa Wawo
Kecamatan Wawo, Desa Tahibua Kecamatan Tiwu, Desa
Kaluku-luku Kecamatan Kodeoha dan Desa Pitulua
Kecamatan Lasusua; dan
2. rencana bangunan talud yang tersebar di Desa Landolia
Kecamatan Rante Angin, Desa Bahari Kecamatan Tolala, Desa
Lambai Kecamatan Lambai, Desa Sulaho, Kecamatan
Lasusua, Desa Simbula dan Desa Maruge Kecamatan Katoi,
Kelurahan Mala-mala Kecamatan Kodeoha, Desa Koroha dan
Kamisi Kecamatan Kodeoha, Desa Kosali Kecamatan Pakue
serta Desa Polaa, Desa Labibi dan Lawata Kecamatan Pakue
Tengah.
(10) Rincian sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air minum;
c. sistem jaringan drainase;
d. sistem jaringan air limbah; dan
e. jalur evakuasi bencana.
-23-
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, yaitu :
a. sistem penampungan awal individu pada setiap lingkungan
kelurahan dan desa di seluruh daerah;
b. Tempat Penampungan Sementara (TPS) untuk setiap kecamatan
tersebar di setiap kelurahan dan desa;
c. rencana Tempat Proses Akhir (TPA) dengan sistem Sanitary
Landfill terdiri atas :
1. TPA di Desa Totallang Kecamatan Lasusua yang melayani
perkotaan Lasusua;
2. TPA di Olo-oloho Kecamatan Pakue; dan
3. TPA di Lapai Kecamatan Ngapa yang melayani Kecamatan
Ngapa dan Watunohu.
d. pengangkutan sampah menggunakan gerobak, motor gerobak
dan Dump Truk dengan menerapkan sistem 3R (Reduce, Re-use,
Recycle) untuk mengurangi timbunan sampah di seluruh daerah.
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. jaringan perpipaan yaitu pemenuhan kebutuhan air minum
melalui:
1. jaringan pelayanan PDAM meliputi :
a) PDAM Lasusua melayani Kecamatan Lasusua;
b) PDAM Ngapa melayani Kecamatan Ngapa;
c) PDAM Pakue melayani Kecamatan Pakue; dan
d) PDAM Rante Angin melayani Kecamatan Rante Angin.
2. jaringan pelayanan SPAM terdiri atas :
a) SPAM IKK Lasusua melayani Kecamatan Lasusua;
b) SPAM IKK Pakue melayani Kecamatan Pakue;
c) SPAM IKK Rante Angin melayani Kecamatan Rante Angin
dan Wawo;
d) SPAM IKK Ngapa melayani Kecamatan Ngapa dan
Watunohu;
e) SPAM IKK Katoi melayani Kecamatan Katoi;
f) SPAM IKK Kodeoha melayani Kecamatan Kodeoha;
g) SPAM IKK Tiwu melayani Kecamatan Tiwu;
h) SPAM IKK Lambai melayani Kecamatan Lambai;
i) SPAM IKK Porehu melayani Kecamatan Porehu; dan
j) SPAM Desa melayani Desa Lele Ulu Kecamatan Tolala.
b. jaringan non perpipaan yaitu yaitu pemanfaatan sumber air baku
untuk air bersih secara langsung terdiri atas :
1. mata air untuk melayani kawasan perdesaan di Kecamatan
Lambai, Kodeoha, Katoi, Ngapa, Rante Angin, Lasusua,
Porehu dan Tolala; dan
-24-
2. sumur dalam untuk melayani kawasan perdesaan di setiap
kecamatan.
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan drainase didasarkan atas
kesatuan sistem dan sub sistem tata air melalui :
1. drainase primer berupa sungai-sungai utama dalam DAS
Larona, DAS Latawu, DAS Pakue, DAS Lanipa, DAS Olooloho,
DAS Lilione, DAS Watunohu, DAS Mala-mala, DAS Lasusua,
DAS Wai Tombo dan DAS Rante Angin;
2. drainase sekunder berupa drainase pada tepi jalan menuju
drainase primer; dan
3. drainase tersier berupa saluran-saluran kecil yang berasal
dari kawasan perumahan menuju drainase sekunder.
b. pembangunan sistem jaringan drainase terpadu antara jaringan
drainase eksisting dengan daerah tangkapan air hujan (catchment
area) sehingga limpasan air hujan dapat dikendalikan mengikuti
jaringan drainase yang telah ada; dan
c. pembangunan jaringan drainase mengacu pada Rencana Induk
Drainase.
(5) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas :
a. sistem pembuangan air limbah setempat secara individual
tersebar pada kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;
b. sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara terpusat
yang direncanakan pada kawasan perkotaan di Kecamatan
Lasusua dan Ngapa; dan
c. pengelolaan limbah cair non domestik berupa Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) terdapat pada Rumah Sakit Umum
Daerah Jafar Harun di Kecamatan Lasusua.
(6) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e, terdiri atas :
a. jalur evakuasi bencana menggunakan jalur paling aman dan
terdekat menuju ruang evakuasi melalui ruas jalan arteri,
kolektor dan jalan lokal; dan
b. ruang evakuasi bencana berupa zona-zona aman terdekat dari
lokasi bencana dapat berupa penyediaan dan/atau
memanfaatkan lapangan, fasilitas pendidikan, kantor kecamatan
dan balai desa.
-25-
(7) Rincian sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIII yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi rencana kawasan
lindung dan kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 17
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam; dan
e. kawasan lindung geologi.
(2) Rincian kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
-26-
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf a, ditetapkan seluas 159.133 (seratus lima puluh sembilan ribu
seratus tiga puluh tiga) hektar yang terdapat di Kecamatan Tolala, Batu
Putih, Porehu, Pakue Utara, Pakue Tengah, Pakue, Ngapa, Tiwu,
Kodeoha, Katoi, Lasusua, Lambai, Rante Angin, Wawo dan Watunohu.
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 19
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau; dan
d. ruang terbuka hijau.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat pada sepanjang pantai di setiap kecamatan kecuali
Kecamatan Porehu dan Ngapa, dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat;
dan
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat pada sepanjang sungai-sungai utama beserta anak
sungainya dalam DAS Larona, DAS Latawu, DAS Pakue, DAS Lanipa,
DAS Olooloho, DAS Lilione, DAS Watunohu, DAS Mala-mala, DAS
Lasusua, DAS Wai Tombo dan DAS Rante Angin, tersebar pada
kawasan perkotaan dan perdesaan dengan ketentuan:
a. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman yang
sudah ada, berjarak minimal 15 (lima belas) meter dari tepi
sungai;
b. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman terencana
berjarak 15 (lima belas) sampai dengan 25 (dua puluh lima)
meter dari tepi sungai; dan
-27-
c. sempadan sungai di luar kawasan permukiman dan kawasan
rawan banjir hendaknya berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi
sungai.
(4) Kawasan sekitar danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdapat pada Danau Biru di Kecamatan Rante Angin dengan
ketentuan kawasan sekitar danau yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik waduk antara 50 (lima puluh)
sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air waduk
tertinggi.
(5) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, merupakan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) ditetapkan
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan terdiri
atas:
a. RTHP eksisting meliputi hutan kota dan taman kota di
Kecamatan Lasusua; dan
b. rencana RTHP di ibukota kabupaten dan setiap ibukota
kecamatan berupa penyediaan taman kota, alun-alun, jalur hijau
dan taman pemakaman umum.
Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 20
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan taman nasional; dan
b. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, yaitu rencana Taman Nasional Komplek Hutan Pegunungan
Mekongga pada kawasan hutan lindung yang tersebar di Kabupaten
Kolaka Utara dan Kolaka.
(3) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan cagar budaya
kabupaten terdiri atas :
a. Situs Goa Tengkorak Lawolatu terdapat di Desa Koreiha
Kecamatan Ngapa; dan
b. Situs Goa Lametusa terdapat di Desa Parutellang Kecamatan
Ngapa.
-28-
Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 21
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. kawasan rawan longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdapat di :
a. Kecamatan Lasusua yaitu di Desa Totallang, Puncak Monapa,
Batu Ganda dan Babussalam;
b. Desa Meeto Kecamatan Kodeoha;
c. Kecamatan Lambai yaitu di Desa Latawaro dan Lapasi-Pasi;
d. Desa Parutellang Kecamatan Ngapa;
e. Desa Pohu Kecamatan Rante Angin;
f. Desa Mikuasi Kecamatan Pakue;
g. Kecamatan Wawo yaitu di Desa Tinokari dan Salu Rengko;
h. Desa Tanggeawo Kecamatan Tiwu; dan
i. Desa Porehu Kecamatan Porehu.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdapat di:
a. Kecamatan Katoi yaitu di Desa Katoi, Tobaku dan Simbula;
b. Kelurahan Mala-mala Kecamatan Kodeoha;
c. Kecamatan Tolala yaitu di Desa Tolala dan Bahari;
d. Kecamatan Pakue yaitu di Kelurahan Olooloho, Desa Kosali dan
Sipakainge;
e. Kecamatan Pakue Tengah yaitu di Desa Lanipa dan Labipi;
f. Kecamatan Pakue Utara yaitu di Desa Pakue dan Lawata;
g. Kecamatan Lasusua yaitu di Desa Pitulua dan Sulaho;
h. Desa Lambai Kecamatan Lambai;
i. Kecamatan Wawo yaitu di Desa Wawo dan Walasiho;
j. Kecamatan Rante Angin yaitu di Desa Landolia dan Pohu;
k. Desa Latowu Kecamatan Batu Putih; dan
l. Desa Sapoiha Kecamatan Watunohu.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
merupakan lokasi terkena dampak luapan sungai yang tersebar
pada:
a. Sungai Salu Rengko di Kecamatan Wawo;
b. Sungai Rante Angin di Kecamatan Rante Angin;
c. Sungai Pohu di Kecamatan Rante Angin;
-29-
d. Sungai Lapasi-pasi di Kecamatan Lambai;
e. Sungai Latawaro di Kecamatan Lasusua;
f. Sungai Lasusua di Kecamatan Lasusua;
g. Sungai Indewe di Kecamatan Lasusua;
h. Sungai Ponggiha di Kecamatan Lasusua;
i. Sungai Lanipa-nipa di Kecamatan Lasusua;
j. Sungai Katoi di Kecamatan Katoi;
k. Sungai Tobaku di Kecamatan Katoi;
l. Sungai Maruge di Kecamatan Katoi;
m. Sungai Awo di Kecamatan Kodeoha;
n. Sungai Mala-mala di Kecamatan Kodeoha;
o. Sungai Kelurahan Mala-mala di Kecamatan Kodeoha;
p. Sungai Mattiro Bulu di Kecamatan Tiwu;
q. Sungai Tiwu di Kecamatan Tiwu;
r. Sungai Lapai di Kecamatan Ngapa;
s. Sungai Purau di Kecamatan Ngapa;
t. Sungai Kasu Meeto di Kecamatan Pakue;
u. Sungai Mikuasi di Kecamatan Pakue;
v. Sungai Leombu di Kecamatan Pakue;
w. Sungai Pasampang di Kecamatan Pakue Tengah;
x. Sungai Pakue di Kecamatan Pakue Utara;
y. Sungai Batu Putih di Kecamatan Batu Putih;
z. Sungai Latowu di Kecamatan Batu Putih;
aa. Sungai Mosiku di Kecamatan Batu Putih;
bb. Sungai Lelewawo di Kecamatan Batu Putih;
cc. Sungai Tolala di Kecamatan Tolala; dan
dd. Sungai Lawaki di Kecamatan Tolala.
Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 22
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan Karst;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan Karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di :
a. Kecamatan Batu Putih yaitu di Desa Saludongka, Bukit Tinggi
dan Bukit Baru;
b. Desa Lambono Kecamatan Katoi;
-30-
c. Kecamatan Kodeoha yaitu di Desa Jabal Nur, Sawangaoha dan
Awo;
d. Kecamatan Ngapa yaitu di Desa Watumotaha, Puurau dan
Tadaumera;
e. Kecamatan Pakue yaitu di Desa Pasampang, Kondara, Mikuasi,
Lalombundi, Kasumeeto dan Kondara;
f. Kecamatan Pakue Tengah yaitu di Desa Terengga, Majapahit,
Pasampang, Salu Lotong dan Latali;
g. Kecamatan Pakue Utara yaitu di Desa Salu Dongka dan
Mataleuno;
h. Desa Walasiho Kecamatan Wawo; dan
i. Desa Lapolu Kecamatan Tiwu.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan rawan tsunami terdapat pada pesisir pantai di
Kecamatan Batu Putih, Tolala dan Pakue Utara;
b. kawasan rawan abrasi terdapat pada pesisir pantai di Kecamatan
Rante Angin, Lambai dan Lasusua; dan
c. kawasan rawan gerakan tanah terdiri atas :
1. zona kerentanan tinggi tersebar di Kecamatan Ngapa, Tiwu,
Kodeoha, Wawo dan Pakue;
2. zona kerentanan menengah tersebar di Kecamatan Batu
Putih, Katoi, Kodeoha, Lambai, Lasusua, Ngapa, Pakue,
Pakue Tengah, Pakue Utara, Porehu, Tiwu, Tolala dan
Watunohu; dan
3. zona kerentanan rendah tersebar di Kecamatan Batu Putih,
Katoi, Kodeoha, Lambai, Lasusua, Ngapa, Pakue, Pakue
Tengah, Pakue Utara, Tiwu, Tolala dan Watunohu.
(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan imbuhan air tanah yaitu CAT Lelewawo di Kecamatan
Porehu dan Batu Putih; dan
b. sempadan mata air ditetapkan dengan radius 200 (dua ratus)
meter di sekitar mata air di Kecamatan Lambai, Kodeoha, Katoi,
Ngapa, Rante Angin, Lasusua, Porehu dan Tolala.
-31-
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 23
(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Rincian kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 24
Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf a, yaitu kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)
ditetapkan seluas 71.733 (tujuh puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh
tiga) hektar yang terdapat di Kecamatan Porehu, Batuputih, Tolala, Pakue
Utara, Ngapa, Tiwu dan Lasusua.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 25
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan tanaman pangan lahan basah dengan
komoditi padi sawah seluas 7.696,90 (tujuh ribu enam ratus
-32-
sembilan puluh enam koma sembilan puluh) hektar yang
terdapat di Kecamatan Batu Putih, Porehu, Pakue Utara, Pakue
Tengah, Pakue, Kodeoha, Katoi, Lasusua, Rante Angin dan Wawo;
dan
b. kawasan peruntukan tanaman pangan lahan kering dengan
komoditi padi ladang dan palawija yang terdapat di Kecamatan
Porehu, Tolala, Pakue Utara, Pakue Tengah, Katoi, Lasusua,
Rante Angin, Wawo, Batu Putih, Ngapa dan Watunohu.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
a. tanaman sayuran tersebar di Kecamatan Ngapa, Lasusua, Pakue,
Rante Angin, Kodeoha, Lambai, Porehu dan Tiwu; dan
b. tanaman buah-buahan terdiri atas:
1. tanaman Durian terdapat di Kecamatan Porehu, Batu Putih,
Tolala, Pakue, Pakue Utara, Pakue Tengah, Ngapa, Tiwu,
Kodeoha, Lasusua, Rante Angin dan Lambai;
2. tanaman Mangga terdapat di Kecamatan Rante Angin,
Lambai, Tiwu, Ngapa, Pakue, Wawo, Watunohu dan Batu
Putih;
3. tanaman Langsat terdapat di Kecamatan Lasusua, Ngapa dan
Pakue;
4. tanaman buah Naga terdapat di Kecamatan Ngapa, Watunohu
dan Lasusua;
5. tanaman Rambutan terdapat di Kecamatan Pakue, Pakue
Tengah, Batu Putih, Ngapa, Watunohu, Lasusua, Lambai,
Wawo dan Kodeoha; dan
6. tanaman Manggis terdapat di Kecamatan Lasusua, Wawo,
Kodeoha, Ngapa dan Pakue Tengah.
c. tanaman Biofarmaka terdapat di Kecamatan Wawo, Rante Angin,
Lambai, Lasusua, Katoi, Kodeoha, Tiwu, Ngapa, Watunohu,
Pakue, Pakue Utara, Pakue Tengah, Batu Putih, Porehu dan
Tolala; dan
d. tanaman hias terdapat di Kecamatan Lasusua.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
a. kawasan perkebunan campuran terdapat di setiap kecamatan
dengan komoditi meliputi kelapa, kopi, kakao, pala, jambu
mente, lada, kemiri, enau, nilam, asam jawa, kapuk, sere wangi
dan jahe merah; dan
b. kawasan perkebunan khusus terdapat di setiap kecamatan
meliputi kawasan perkebunan kakao, cengkeh, sagu, kelapa
sawit dan pala.
-33-
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas:
a. ternak besar dan ternak kecil meliputi Sapi dan Kambing yang
tersebar di Kecamatan Tolala, Porehu, Pakue Utara, Pakue
Tengah, Rante Angin, Lasusua dan Lambai; dan
b. ternak unggas meliputi itik dan ayam yang tersebar di
Kecamatan Wawo, Batu Putih, Lasusua, Watunohu dan Ngapa.
(6) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), direncanakan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) terdiri atas lahan beririgasi, lahan tidak beririgasi dan lahan
cadangan pertanian yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Kolaka Utara.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan;
c. kawasan Minapolitan; dan
d. kawasan pulau-pulau kecil.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan perikanan tangkap terdapat pada wilayah laut di
Kecamatan Lasusua, Watunohu, Pakue Tengah, Pakue Utara,
Batu Putih dan Tolala, dengan kewenangan pengelolaan wilayah
laut kabupaten dari 0 (nol) sampai dengan 4 (empat) mil; dan
b. sarana dan prasarana perikanan tangkap berupa Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) terdiri atas:
1. PPI eksisting terdapat di Desa Pitulua Kecamatan Lasusua,
Desa Sipakainge Kecamatan Pakue, Kecamatan Olo-Oloho,
Watunohu, Rante Angin dan Tolala; dan
2. rencana PPI di Desa Tolala Kecamatan Tolala.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. budidaya perikanan laut dengan komoditi terdiri atas :
1. budidaya rumput laut terdapat di Kecamatan Lasusua,
Kodeoha, Lambai, Batu Putih, Pakue Utara, Pakue Tengah,
Pakue, Katoi, Watunohu, Wawo, Tiwu dan Tolala dengan
-34-
kawasan potensial seluas 4.260 (empat ribu dua ratus enam
puluh) hektar; dan
2. budidaya ikan laut terdapat di Kecamatan Rante Angin,
Pakue Tengah, Pakue, Watunohu dan Tiwu.
b. budidaya perikanan air tawar terdapat di
Kecamatan Kodeoha, Tiwu, Porehu, Ngapa dan Tolala serta
direncanakan di Kecamatan Wawo, Rante Angin, Lasusua, Pakue
Tengah, Pakue Utara, Batu Putih dan Porehu; dan
c. budidaya air payau berupa pengembangan tambak di Kecamatan
Batu Putih, Pakue Utara, Pakue Tengah, Pakue, Watunohu, Tiwu,
Rante Angin dan Kodeoha.
(4) Kawasan minapolitan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdapat di Kecamatan Tiwu, Watunohu, Ngapa dan Pakue.
(5) Kawasan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. pulau penghuni meliputi Pulau Makalibuara, Pulau Sapiri
Biccue, Pulau Sibiri Lopoe, Pulau Tenggara dan Pulau
Watumoheru; dan
b. pulau tidak berpenghuni meliputi Pulau Kabolehane, Pulau
Moheru Bicuue, Pulau Moheru Loppoe, Pulau Niuniule, Pulau
Ulusuo Beccue, Pulau Ulusuo Loppoe, Pulau Watomeror dan
Pulau Watumolomba.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Kolaka Utara.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. Wilayah Pertambangan (WP) terdiri atas Wilayah Usaha
Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR);
dan
b. Wilayah Kerja Pertambangan Rakyat (WKP) Minyak dan Gas
Bumi.
(2) Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, direncanakan seluas 225.208,85 (dua ratus dua
puluh lima ribu dua ratus delapan koma delapan puluh lima) hektar
terdiri atas:
-35-
a. wilayah pemanfaatan eksisting melalui Ijin Usaha Pertambangan
(IUP) terdapat di kawasan hutan, Areal Penggunaan Lain
(APL) dan wilayah perairan laut; dan
b. wilayah sebaran komoditas tambang terdiri atas:
1. mineral logam terdiri atas :
a) Emas terdapat di Kecamatan Rante Angin dan Porehu;
dan
b) Nikel terdapat di Kecamatan Lasusua, Pakue dan Batu
Putih.
2. mineral non logam terdiri atas :
a) Batu Kapur terdapat di Kecamatan Wawo; dan
b) Marmer terdapat di Kecamatan Batu Putih, Pakue,
Lasusua dan Rante Angin.
3. Batu Bara terdapat di Desa Lametusa Kecamatan Ngapa.
(3) Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, direncanakan pada lokasi yang telah dilakukan
usaha pertambangan rakyat dengan komoditas tambang terdiri atas
sirtu dan batu gunung yang tersebar di setiap kecamatan.
(4) Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Minyak dan Gas Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat pada Blok
Kolaka - Lasusua (Bone Bay I Blok) dengan luas total 8.044 (delapan
ribu empat puluh empat) kilometer persegi yang tersebar di perairan
Teluk Bone di Kabupaten Kolaka Utara dan Kolaka.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar; dan
b. kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, yaitu rencana kawasan industri pertambangan di
Kecamatan Tolala.
(3) Kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan yaitu
industri penggilingan padi yang terdapat di setiap kecamatan;
b. industri pengolahan hasil perkebunan terdiri atas:
1. industri pengolahan kakao terdapat di Desa Tambuha
Kecamatan Watunohu; dan
-36-
2. industri penyulingan minyak atsiri terdapat di
setiap kecamatan.
c. industri pengolahan hasil hutan terdiri atas:
1. industri bahan pembuatan bubuk tripleks terdapat di
Kecamatan Tolala;
2. industri penggergajian kayu olahan terdapat di Kecamatan
Tolala; dan
3. industri kerajinan mebel terdapat di setiap kecamatan.
d. industri pengolahan hasil pertambangan terdiri atas:
1. industri pengolahan tanah liat yaitu industri pembuatan batu
bata merah terdapat di setiap kecamatan;
2. industri batu pecah gelondongan dan suplit terdapat di
Kecamatan Lasusua; dan
3. industri pengolahan pasir dan batu yaitu industri batako
terdapat di Kecamatan Lasusua dan Ngapa.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) huruf f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata alam pegunungan/hutan;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam pantai;
c. kawasan peruntukan pariwisata sejarah dan budaya; dan
d. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan pariwisata alam pegunungan/hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Danau Biru/Matandahi terdapat di Desa Walasiho Kecamatan
Wawo;
b. danau di atas bukit terdapat di Desa Rantebaru Kecamatan
Rante Angin;
c. Air Terjun Sarambu terdapat di Desa Sarambu Kecamatan
Porehu;
d. Air Terjun Batu Tedong terdapat di Kecamatan Batu Putih;
e. Air Terjun Lapasi-pasi terdapat di Desa Lapasi-pasi Kecamatan
Lambai;
f. Pegunungan Mekongga terdapat di Kecamatan Rante Angin;
g. Goa Lelewao terdapat di Desa Lelewawo Kecamatan Tolala;
h. Goa Arupe terdapat di Kecamatan Porehu;
i. Goa Tinende terdapat di Kecamatan Ngapa;
j. Goa Wolatu terdapat di Desa Ngapa Kecamatan Ngapa;
-37-
k. Goa Ngapa terdapat di Desa Ngapa Kecamatan Ngapa;
l. Goa Watune terdapat di Desa Ngapa Kecamatan Ngapa;
m. Goa Watuliu terdapat di Kecamatan Lasusua;
n. Goa Pasonggi terdapat di Desa Rantebaru Kecamatan Rante
Angin;
o. Goa Kodeoha terdapat di Desa Lametuna Kecamatan Kodeoha;
p. Goa Kumapo Kodeoha terdapat di Desa Jabal Nur Kecamatan
Kodeoha;
q. Goa Katoi terdapat di Kecamatan Katoi;
r. Goa Datu terdapat di Kelurahan Batu Putih Kecamatan Batu
Putih; dan
s. Goa Sarambu terdapat di Desa Lelewawo Kecamatan Batu Putih.
(3) Kawasan pariwisata alam pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, meliputi :
a. pantai Tanjung Sapiriter terdapat di Kecamatan Tolala;
b. pantai Tanjung Tobaku terdapat di Kecamatan Katoi;
c. pantai pasir putih Batutoru terdapat di Kecamatan Wawo;
d. pantai pasir putih di Desa Lelewawo Kecamatan Batu Putih;
e. pantai pasir putih Pakue terdapat di Kecamatan Pakue Utara;
dan
f. pantai pasir putih Tolitoli terdapat di Kecamatan Lasusua.
(4) Kawasan pariwisata sejarah dan budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. situs Goa Lawalatu terdapat di Desa Koreiha Kecamatan Ngapa;
b. situs Goa Lametusa terdapat di Desa Parutellang Kecamatan
Ngapa;
c. situs Patung Babi Arupe terdapat di Desa Sarambu Kecamatan
Porehu;
d. perkampungan tradisional Suku Bajo terdapat di Desa Sulaho
Kecamatan Lasusua;
e. atraksi tarian Umoara, tarian Mondotambe, tarian Patampanua,
tarian petik cengkeh, tarian Mekako, tarian Marompong dan
tarian Pelangi;
f. upacara adat Mosehe dan Resesi Adat Perkawinan Tolaki; dan
g. atraksi musik tradisional yaitu musik Bambu.
(5) Kawasan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas :
a. permandian di Desa Porau Kecamatan Ngapa;
b. alun-alun kota di Kecamatan Lasusua; dan
c. rencana reklamasi Pantai Lacaria di Kecamatan Lasusua.
-38-
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan permukiman perkotaan di setiap ibukota kecamatan;
dan
b. rencana Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kecamatan Lasusua.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan permukiman perdesaan di kawasan perdesaan; dan
b. kawasan permukiman transmigrasi terdiri atas :
1. kawasan permukiman eks transmigrasi di Desa Lawata
Kecamatan Pakue Utara; dan
2. rencana transmigrasi di Desa Arupe Sarambu Kecamatan
Porehu.
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) huruf h, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; dan
b. kawasan peruntukan perkantoran.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan Pelatihan Brimob terdapat di Kecamatan Lasusua;
b. kantor Kepolisian Resort (Polres) terdapat di Totallang Kecamatan
Lasusua; dan
c. kantor Polsek dan Koramil terdapat di setiap kecamatan.
(3) Kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, merupakan kawasan perkantoran pemerintahan
kabupaten di Kecamatan Lasusua.
-39-
Pasal 32
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 30 dapat
dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang
bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah
mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya
mengkoordinasikan penataan ruang di daerah.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 33
(1) Kawasan strategis di daerah terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 34
Kawasan Strategis Nasional di daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) huruf a, yaitu rencana KSN Sorowako dsk di Kecamatan
Batu Putih, Porehu dan Tolala yang merupakan kawasan strategis dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 35
Kawasan Strategis Provinsi di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) huruf b, yaitu Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP)
Laiwoi di Kecamatan Tolala yang merupakan kawasan strategis dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 36
(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) huruf c, merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan ekonomi.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
-40-
a. kawasan strategis industri perkebunan berpusat di Kecamatan
Ngapa;
b. kawasan strategis agropolitan berpusat di Kecamatan Pakue
Tengah;
c. kawasan strategis minapolitan berpusat di Kecamatan Watunohu;
dan
d. kawasan strategis pertambangan berpusat di Kecamatan Tolala;
(3) Rincian kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
sampai dengan Pasal 36 tercantum dalam Lampiran XVIII yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
(1) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kolaka Utara disusun Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana
Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten.
(2) Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN
Pasal 38
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana
struktur ruang dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui
penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta
perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan
yang ditetapkan dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan.
-41-
(3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 40
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi
Pasal 41
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai
pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat ketentuan mengenai:
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat
dan tidak diperbolehkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. prasarana dan sarana minimum; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana nasional dan wilayah terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
-42-
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi;
4. kawasan sekitar prasarana sumberdaya air; dan
5. kawasan sekitar prasarana pengelolaan lingkungan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam
Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Arahan Perizinan
Pasal 42
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang
dalam pemberian izin pemanfaatan ruang mengacu pada rencana
tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat
(2) huruf b, terdiri atas :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin perubahan penggunaan tanah.
(2) Setiap izin-izin sebagai mana dimaksud pada ayat (1) harus
melampirkan tinjauan pertimbangan teknis pertanahan.
(3) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a –
e diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 44
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (2) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah
dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
-43-
(2) Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang didorong pengembangannya.
(3) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang dibatasi pengembangannya.
Pasal 45
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada
masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 46
(1) Insentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dapat berupa :
a. pemberian keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. pengurangan retribusi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
h. kemudahan perizinan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif yang
berasal dari pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 47
(1) Disinsentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dapat berupa :
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah;
c. kewajiban memberi imbalan;
d. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
e. pensyaratan khusus dalam perizinan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif
yang berasal dari pemerintah daerah diatur dengan Peraturan
Bupati.
-44-
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 48
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf
d, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan
sanksi administratif kepada setiap orang yang melakukan
pelanggaran di bidang penataan ruang.
(2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
c. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
(3) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 49
(1) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a, meliputi:
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang tidak sesuai dengan peruntukannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang sesuai dengan peruntukannya; dan
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
-45-
(2) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan; dan
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang
tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
(3) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c, meliputi:
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah
ditentukan;
c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien
dasar hijau;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi
bangunan;
e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan;
dan/atau
f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai
dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.
(4) Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ dan
sumberdaya alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang
berwenang.
Pasal 50
Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-46-
Pasal 51
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang
yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 52
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penataan ruang dan kerjasama
lintas sektor/antar bidang penataan ruang dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang
mengacu pada peraturan perundang-undangan.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 53
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata
ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan termasuk tata
letak dan tata bangunan;
c. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
-47-
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 54
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang;
c. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
d. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
e. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
f. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 55
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu dan aturan-
aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi,
dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 56
Peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan pada
tahap:
-48-
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 57
Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a, dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah
atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 58
Peran masyarakat pada tahap pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf b, dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. bekerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumberdaya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 59
Bentuk peran masyarakat pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, dapat berupa:
a. memberikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. mengikutsertakan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
-49-
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
Pasal 60
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan
secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 61
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan komunikasi penataan ruang yang
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 62
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
a. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan dan sesuai dengan
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai jangka waktu masa izin
pemanfaatan berakhir;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, maka izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan dan pemanfaatan
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, maka
dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan
ketentuan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan
pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini, maka izin
yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian
-50-
yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
diberikan penggantian yang layak.
c. setiap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan Peraturan Daerah ini,
maka akan dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Utara
berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas wilayah yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Utara dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau
dinamika internal wilayah.
(4) Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kolaka Utara Tahun 2012 -2032 dilengkapi dengan Rencana dan
Album Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan
hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini
ditetapkan, Rencana dan Album Peta sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan
berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.
-51-
Pasal 64
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Kolaka Utara.
Ditetapkan di Lasusua
pada tanggal 29 Desember 2012
RUSDA MAHMUD
Diundangkan di Lasusua
pada tanggal 29 Desember 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KOLAKA UTARA,
ISKANDAR
-52-
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA
NOMOR 6 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2012-2032
I. UMUM
Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
nyata, luas dan bertanggung jawab, Undang – Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam
proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian,
keseimbangan dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah,
antar sektor dan antar pemangku kepentingan. Penataan ruang tersebut
didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah
administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) memiliki
kedudukan untuk mewujudkan keterpaduan perencanaan tata ruang
wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota. RTRWN menjadi
pedoman penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam
upaya mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah provinsi dan kabupaten serta keserasian
antar sektor.
Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi
pedoman penataan ruang wilayah dalam upaya mewujudkan
keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah pengembangan serta keserasian antar sektor. Adapun fungsi
RTRWK adalah sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah dan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten,
acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah
kabupaten, acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten yang
dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta, pedoman untuk
penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten, dasar
pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten yang meliputi
indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan
-53-
disinsentif, serta arahan sanksi dan acuan dalam administrasi
pertanahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
mencakup ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi, sebagai tempat masyarakat melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya, serta merupakan suatu sumberdaya
yang harus ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana. Dengan
demikian RTRW Kabupaten Kolaka Utara sangatlah strategis untuk
menjadi pedoman dalam penyelenggaraan penataan ruang, serta untuk
menjaga kegiatan pembangunan agar tetap sesuai dengan kaidah-kaidah
pembangunan berkelanjutan, sekaligus mampu mewujudkan ruang
wilayah Kabupaten Kolaka Utara sebagai pusat agroindustri dan
pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “tujuan penataan ruang wilayah
kabupaten” merupakan arahan perwujudan ruang wilayah
kabupaten yang diinginkan pada masa yang akan datang,
disesuaikan dengan visi, misi dan rencana pembangunan
jangka panjang daerah, karakteristik tata ruang wilayah
kabupaten, isu strategis tata ruang wilayah kabupaten dan
kondisi obyektif yang diinginkan.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang wilayah
kabupaten” adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat dan
udara termasuk ruang di dalam bumi untuk mencapai tujuan
penataan ruang.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang wilayah
kabupaten” adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke
dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata
yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan
pola ruang wilayah kabupaten.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan “rencana struktur ruang wilayah
kabupaten” merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten
yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang
-54-
berhierarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem
jaringan prasarana wilayah terutama jaringan transportasi.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “lalu lintas dan angkutan
jalan” adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
lalulintas, angkutan jalan, jaringan lalulintas dan
angkutan jalan, prasarana lalulintas dan angkutan
jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta
pengelolaannya.
Yang dimaksud dengan “jalan” adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan
jalan kabel.
Yang dimaksud dengan “sistem jaringan jalan”
adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hirarki yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya
guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per
jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11
(sebelas) meter.
-55-
Jalan nasional di daerah yaitu jalan arteri primer
mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-
ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut
Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1.
Huruf b
Jalan kolektor primer menghubungkan secara
berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah,
atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal. Jalan kolektor primer didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
(empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan
jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.
Jaringan jalan kolektor primer K2 dimaksud
mengacu pada Keputusan Gubernur Sulawesi
Tenggara Nomor 554 Tahun 2010 tentang Penetapan
Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan
Propinsi dan Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara
Nomor 535 Tahun 2010 tentang Penetapan Ruas-
Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut
Fungsinya Sebagai Jalan Kolektor 2, Jalan Kolektor
3, Jalan Kolektor 4, Jalan Lokal dan Jalan
Lingkungan.
Huruf c
Jaringan jalan kabupaten meliputi jaringan jalan
lokal primer, jalan lingkungan primer dan jalan lokal
sekunder mengacu pada Keputusan Gubernur
Sulawesi Tenggara Nomor 535 Tahun 2010 tentang
Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan
Sekunder Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Kolektor
2, Jalan Kolektor 3, Jalan Kolektor 4, Jalan Lokal
dan Jalan Lingkungan.
Angka 1
Jalan lokal primer menghubungkan secara
berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan,
antarpusat kegiatan lokal, atau pusat
kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lingkungan serta antarpusat kegiatan
lingkungan. Jalan lokal primer didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
-56-
20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma
lima) meter.
Angka 2
Jalan lingkungan primer menghubungkan
antarpusat kegiatan di dalam kawasan
perdesaan dan jalan di dalam lingkungan
kawasan perdesaan. Jalan lingkungan primer
didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 15 (lima belas) kilometer per
jam dengan lebar badan jalan paling sedikit
6,5 (enam koma lima) meter.
Angka 3
Jalan lokal sekunder menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan. Jalan lokal
sekunder didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer
per jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.
Angka 4
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “prasarana lalu lintas” adalah
ruang lalu lintas, terminal dan perlengkapan jalan yang
meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas,
alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat
pengawasan dan pengamanan jalan serta fasilitas
pendukung.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “terminal” adalah pangkalan
kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk
mengatur kedatangan dan keberangkatan,
menaikkan dan menurunkan orang/atau barang
serta perpindahan moda angkutan.
Angka 1
Yang dimaksud dengan “terminal penumpang
tipe B” adalah terminal penumpang yang
berfungsi melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP),
angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan.
-57-
Angka 2
Yang dimaksud dengan “terminal penumpang
tipe C” adalah terminal penumpang yang
berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan perdesaan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “terminal barang” adalah
terminal yang berfungsi untuk keperluan
membongkar dan memuat barang baik antar kota
maupun dari perdesaan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jembatan timbang” adalah
seperangkat alat untuk menimbang kendaraan
barang/truk yang dapat dipasang secara tetap atau
alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan
untuk mengetahui berat kendaraan beserta
muatannya digunakan untuk pengawasan jalan
ataupun untuk mengukur besarnya muatan pada
industri, pelabuhan ataupun pertanian.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengujian kendaraan
bermotor” adalah serangkaian kegiatan menguji
dan/atau memeriksa bagian-bagian atau komponen -
komponen kendaraan bermotor, kereta gandengan,
dan kereta tempelan dalam rangka pemenuhan
terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “trayek angkutan” adalah
lintasan kendaraan umum atau rute untuk layanan
jasa angkutan orang dengan mobil bus yang
mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap,
lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak
terjadwal.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “lintas penyeberangan”
adalah suatu alur perairan di laut, selat, teluk,
-58-
sungai dan/atau danau yang ditetapkan sebagai
lintas penyeberangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pelabuhan penyeberangan”
adalah pelabuhan umum untuk kegiatan angkutan
penyeberangan.
Yang dimaksud dengan “angkutan penyeberangan”
adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan
yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh
perairan untuk mengangkut penumpang dan
kendaraan beserta muatannya.
Ayat (6)
Sistem jaringan perkeretaapian dimaksud merupakan
bagian dari Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
(RIPNAS) Tahun 2010-2030.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tatanan kepelabuhanan”
adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat
hierarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis
penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan
antar moda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “alur pelayaran” adalah
perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan
selamat untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau
danau.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pelabuhan pengumpul”
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat
angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah,
dan sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.
Huruf b
-59-
Yang dimaksud dengan “pelabuhan pengumpan”
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat
angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas,
merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpul dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam
provinsi.
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pelabuhan Tobaku dimaksud merupakan
Pelabuhan Lasusua dalam tatanan
kepelabuhanan nasional.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “terminal khusus” adalah
terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan
terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai
dengan usaha pokoknya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “trayek” adalah rute atau
pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tatanan kebandarudaraan”
adalah sistem kebandarudaraan yang
menggambarkan perencanaan bandar udara
berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan
ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi
alam dan geografi, keterpaduan intra dan antarmoda
-60-
transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan
dan keamanan penerbangan serta keterpaduan
dengan sektor pembangunan lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “ruang udara untuk
penerbangan” adalah ruang udara di atas daratan
atau perairan sampai dengan ruang udara yang
berbatasan dengan ruang antariksa (ruang udara
yang masih dimungkinkan digunakan sebagai
prasarana pesawat udara) yang didalamnya termasuk
ruang lalu lintas udara sesuai dengan definisi Air
Traffic Service (ATS) route berdasarkan ICAO ANNEX
11.
Ruang udara untuk penerbangan terdiri atas:
a. ruang udara di atas bandar udara yang
dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar
udara;
b. ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk operasi penerbangan; dan
c. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur
penerbangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bandar udara” adalah kawasan di
daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat
dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat
barang dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan penerbangan serta fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang lainnya.
Yang dimaksud dengan “bandar udara pengumpan” adalah
bandara udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan
mempengaruhi perekonomian terbatas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pembangkit tenaga listrik”
-61-
adalah fasilitas untuk kegiatan memproduksi tenaga
listrik.
Pengembangan pembangkit tenaga listrik dilakukan
dengan memanfaatkan sumber energi tak
terbarukan, sumber energi terbarukan dan sumber
energi baru.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “jaringan prasarana energi”
adalah jaringan yang menyalurkan tenaga listrik atau
tenaga pembangkit listrik lainnya dari pembangkit ke
sistem distribusi untuk kepentingan umum.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pembangkit listrik tenaga
diesel” yaitu pembangkit listrik tenaga kecil yang
menggunakan tenaga disel sebagai tenaga
penggeraknya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pembangkit listrik tenaga
air” adalah suatu sistem pembangkit yang
memanfaatkan aliran air untuk diubah menjadi
energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini
biasa disebut hidro elektrik. Pembangkit listrik ini
bekerja dengan cara merubah energi air yang
mengalir (dari bendungan atau air terjun) menjadi
energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari
energi mekanik menjadi energi listrik (dengan
bantuan generator).
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pembangkit listrik tenaga
mikro hidro” adalah suatu pembangkit listrik tenaga
air skala kecil (bisa mencapai beberapa ratus KW).
Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang
memiliki perbedaan ketinggian tertentu, energi
tersebut dimanfaatkan untuk memutar turbin yang
dihubungkan dengan generator listrik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pembangkit listrik tenaga
surya” yaitu pembangkit listrik yang menggunakan
tenaga surya atau sinar matahari sebagai tenaga
penggeraknya.
-62-
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “transmisi tegangan listrik”
adalah penyaluran tegangan listrik dari
pembangkitan ke sistem distribusi atau ke
konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar
sistem.
Jaringan transmisi tenaga listrik yang menyalurkan
tenaga listrik untuk kepentingan umum disebut juga
dengan jaringan transmisi nasional yang dapat
merupakan jaringan transmisi tegangan tinggi, ekstra
tinggi, dan/atau ultra tinggi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “gardu induk” adalah
komponen sistem tenaga yang berfungsi sebagai
pusat penyaluran (transmisi) yang menghubungkan
sistem transmisi tegangan tinggi dengan saluran-
saluran dan gardu-gardu distribusi. Jadi pada bagian
ini terjadi penurunan tegangan tinggi ataupun
tegangan ekstra tinggi ke tegangan menengah 20 KV.
Huruf c
Jaringan pipa minyak dan gas bumi yang terdiri atas
pipa transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi
dikembangkan untuk menyalurkan minyak dan gas
bumi dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan
dan/atau penyimpanan, atau dari kilang pengolahan
atau penyimpanan ke konsumen sehingga fasilitas
produksi, kilang pengolahan, dan tempat
penyimpanan minyak dan gas bumi termasuk juga
dalam sistem jaringan energi nasional.
Yang dimaksud dengan “depo bahan bakar minyak”
adalah tempat penyimpanan minyak dari fasilitas
produksi, selanjutnya didistribusikan ke pengecer
atau konsumen.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “sistem jaringan kabel”
adalah sistem jaringan yang berhubungan dengan
telekomunikasi (menggunakan kabel).
Huruf b
-63-
Yang dimaksud dengan “sistem jaringan nirkabel”
adalah sistem jaringan yang berhubungan dengan
telekomunikasi, teknologi informasi dan teknik
komputer (tanpa menggunakan kabel).
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jaringan satelit” merupakan
piranti komunikasi yang memanfaatkan teknologi
satelit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “menara telekomunikasi”
yang selanjutnya disebut menara adalah bangunan
yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan
bangunan gedung yang dipergunakan untuk
kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat
berupa rangka baja simpul, dengan fungsi, desain
dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana
penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “air baku untuk air minum
rumah tangga yang selanjutnya disebut air baku”
adalah air yang dapat berasal dari sumber air
permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku
untuk air minum.
-64-
Huruf f
Yang dimaksud dengan “pengendali banjir” adalah
bangunan untuk mengendalikan tinggi muka air agar
tidak terjadi limpasan atau genangan yang
menimbulkan kerugian.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “sistem pengamanan pantai”
adalah untuk mengetahui karakteristik pantai, jenis
kerusakan pantai, penyebab kerusakan pantai,
gelombang pasang surut, gelombang akibat angin,
arus laut dan perencanaan bangunan pengamanan
pantai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “konservasi sumberdaya air” adalah
upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun generasi yang akan datang.
Yang dimaksud dengan “pendayagunaan sumberdaya air”
adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan,
pengembangan dan pengusahaan sumberdaya air secara
optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
Yang dimaksud dengan “pengendalian daya rusak air”
adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi dan
memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air.
Ayat (3)
WS dan DAS dalam daerah mengacu pada Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Penetapan Wilayah Sungai.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Kabupaten
dimaksud mengacu pada Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 390/KPTS/M/2007 tentang
Penetapan Status Daerah Irigasi yang Pengelolaannya
Menjadi Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
-65-
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “bendungan” adalah konstruksi
yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk
danau yang dapat digunakan untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Air. Kebanyakan juga memiliki bagian yang disebut
pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkannya
secara bertahap atau berkelanjutan.
Ayat (7)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “Sistem Penyediaan
Air Minum dengan jaringan perpipaan yang
selanjutnya disebut SPAM” merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik
dari prasarana dan sarana air minum yang
unit distribusinya melalui perpipaan dan unit
pelayanannya menggunakan sambungan
rumah/sambungan pekarangan, hidran
umum dan hidran kebakaran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (8)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “normalisasi sungai” adalah
pelurusan sungai yang sebelumnya berkelok-kelok
sebagai usaha untuk mengatasi banjir.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (9)
Huruf a
-66-
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi hutan mangrove”
adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove
yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang
dianggap baik dan mampu mengemban fungsi
ekologis dan ekonomis.
Yang dimaksud dengan “hutan mangrove” adalah
suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada tanah
aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai
yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan
oleh keberadaan jenis-jenis Avicennia Spp (Api-api),
Soneratia Spp. (Pedada), Rhizophora Spp (Bakau),
Bruguiera Spp (Tanjang), Lumnitzera excoecaria
(Tarumtum), Xylocarpus Spp (Nyirih), Anisoptera dan
Nypa Fruticans (Nipah).
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “sampah” adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah
rumah tangga maupun sampah sejenis sampah
rumah tangga.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “air minum” adalah air
minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “drainase” adalah prasarana
yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan
air atau ke bangunan resapan buatan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “air limbah” adalah sisa dari
suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud
cair.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
-67-
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Tempat Penampungan
Sementara” yang selanjutnya disingkat TPS adalah
tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Tempat Pemrosesan Akhir”
adalah tempat untuk memproses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan.
Yang dimaksud dengan “pengurugan berlapis bersih
(sanitary landfill)” adalah sarana pengurugan sampah
ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan
secara sistematik, dengan penyebaran dan
pemadatan sampah pada area pengurugan, serta
penutupan sampah setiap hari.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “sistem pembuangan air
limbah setempat” adalah sistem pembuangan dengan
fasilitas pembuangan berada dalam persil atau batas
tanah yang dimiliki.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sistem pembuangan air
limbah terpusat” adalah sistem pembuangan dengan
fasilitas pembuangan air limbah berada di luar persil
atau dipisahkan dengan batas jarak atau tanah yang
menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air
limbah dari rumah ke rumah secara bersamaan dan
kemudian dialirkan ke IPAL.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “IPAL” adalah suatu instalasi
pengolahan limbah yang menampung dan mengolah
air limbah dari beberapa industri yang berada di
daerah layanan.
Ayat (6)
-68-
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rencana pola ruang wilayah
kabupaten” adalah rencana distribusi peruntukan ruang
wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan
akhir masa berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun
mendatang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”kawasan hutan lindung”
adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan lindung.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Kawasan Suaka Alam
selanjutnya disingkat KSA” adalah kawasan dengan
ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Yang dimaksud dengan “Kawasan Pelestarian Alam
selanjutnya disingkat KPA” adalah kawasan dengan
ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di
perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kawasan rawan bencana
alam” adalah kondisi atau karakteristik geologis,
-69-
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan
untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Kawasan hutan lindung dimaksud mengacu pada Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK 465/Menhut
– II/2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas ± 110.105 Ha (Seratus
Sepuluh Ribu Seratus Lima) Hektar dan Perubahan Antar
Fungsi Kawasan Hutan seluas ± 115.111 Ha (Seratus Lima
Belas Ribu Seratus Sebelas) Hektar Di Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “sempadan pantai” adalah
kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai,
keselamatan bangunan dan ketersediaan ruang
untuk lalu lintas umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sempadan sungai” adalah
kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
fungsi sungai.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kawasan sekitar danau”
adalah kawasan sekeliling danau yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi danau.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Ruang Terbuka Hijau (RTH)”
adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
-70-
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “taman nasional” adalah
kawasan pelestarian alam baik daratan maupun
perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan” adalah kawasan yang merupakan
lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai
tinggi maupun bentukan geologi yang khas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan karst” adalah
kawasan batuan karbonat (batu gamping dan
dolomite) yang memperlihatkan morfologi karst.
Yang dimaksud dengan “Karst” adalah bentang alam
pada batuan karbonat yang bentuknya sangat khas
berupa bukit, lembah, dolina dan gua.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kawasan rawan bencana
geologi” adalah kawasan bencana alam yang
-71-
diakibatkan oleh aktifitas alam itu sendiri akibat dari
karakter khas bumi tempat terjadinya bencana yang
memberikan dampak besar bagi polulasi manusia.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Kawasan rawan tsunami dimaksud merupakan
kawasan yang diperkirakan terkena tsunami sebagai
dampak dari gempa bumi yang pernah terjadi di
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “zona kerentanan
tinggi” adalah daerah yang secara umum
mempunyai kerentanan tinggi untuk terjadi
gerakan tanah. Gerakan tanah berukuran
besar sampai kecil sering terjadi dan akan
cenderung meningkat.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “zona kerentanan
menengah” adalah daerah yang secara umum
mempunyai kerentanan menengah untuk
terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah besar
maupun kecil dapat terjadi terutama di daerah
yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir,
tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang
mengalami gangguan. Gerakan tanah lama
dapat aktif kembali terutama dipicu oleh curah
hujan yang tinggi.
Angka 3
Yang dimaksud dengan “zona kerentanan
rendah” adalah daerah yang secara umum
jarang terjadi gerakan tanah, kecuali jika
mengalami gangguan pada lerengnya, terutama
pada tebing sungai.
Ayat (4)
Huruf a
-72-
Yang dimaksud “kawasan imbuhan air tanah” adalah
daerah resapan air yang mampu menambah air
tanah secara alamiah pada cekungan air tanah.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi”
adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan. Kawasan peruntukan hutan
produksi dimaksudkan untuk menyediakan komoditas hasil
hutan dalam memenuhi kebutuhan untuk keperluan industri
sekaligus untuk melindungi kawasan hutan yang ditetapkan
sebagai hutan lindung dan hutan konservasi dari kerusakan
akibat pengambilan hasil hutan yang tidak terkendali.
Yang dimaksud dengan “kawasan hutan produksi terbatas”
adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk
budidaya hutan alam.
Kawasan peruntukan HPT dimaksud mengacu pada Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK 465/Menhut
– II/2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas ± 110.105 Ha (Seratus
Sepuluh Ribu Seratus Lima) Hektar dan Perubahan Antar
Fungsi Kawasan Hutan seluas ± 115.111 Ha (Seratus Lima
Belas Ribu Seratus Sebelas) Hektar Di Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Pasal 25
Ayat (1)
Kawasan peruntukan pertanian selain dimaksudkan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional juga dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan
penyediaan lapangan kerja.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kawasan hortikultura”
adalah hamparan sebaran usaha hortikultura yang
disatukan oleh faktor pengikat tertentu, baik faktor
alamiah, sosial budaya maupun faktor infrastruktur
fisik buatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perkebunan” adalah segala
-73-
kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam
ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan
barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “peternakan” adalah segala
urusan yang berkaitan dengan sumberdaya fisik,
benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin
peternakan, budidaya ternak, panen, pascapanen,
pengolahan, pemasaran dan pengusahaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “lahan pertanian pangan
berkelanjutan” adalah bidang lahan pertanian yang
ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara
konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Lahan pertanian pangan yang ditetapkan sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa:
a. lahan beririgasi;
b. lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang
surut (lebak); dan/atau
c. lahan tidak beririgasi.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Wilayah Usaha
Pertambangan” yang selanjutnya disebut WUP adalah
bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan
data, potensi dan/atau informasi geologi.
-74-
Yang dimaksud dengan “Wilayah Pertambangan
Rakyat” yang selanjutnya disebut WPR adalah bagian
dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha
pertambangan rakyat.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
WUP ditetapkan oleh Menteri. Menteri dapat melimpahkan
kewenangan penetapan WUP untuk pertambangan, mineral
bukan logam dan WUP untuk pertambangan batuan pada
Gubernur.
Ayat (3)
WPR ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Wilayah Kerja” adalah daerah
tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia
untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
Yang dimaksud dengan “Minyak Bumi” adalah hasil proses
alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk
aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang
diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan
dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Yang dimaksud dengan “Gas Bumi” adalah hasil proses
alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari
proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kawasan industri” adalah kawasan
tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan
Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 (lima puluh)
hektar dalam satu hamparan.
Perusahaan Industri yang akan menjalankan industri
setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009
-75-
tentang Kawasan Industri mulai berlaku, wajib berlokasi di
Kawasan Industri. Kewajiban berlokasi di Kawasan Industri
dikecualikan bagi:
a. Perusahaan Industri yang menggunakan bahan baku
dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi
khusus.
b. Industri mikro, kecil dan menengah.
c. Perusahaan Industri yang akan menjalankan industri
dan berlokasi di daerah kabupaten/kota yang belum
memiliki kawasan industri atau yang telah memiliki
kawasan industri namun seluruh kaveling industri
dalam kawasan industrinya telah habis.
Ayat (3)
Luas lahan Kawasan Industri Tertentu untuk Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah paling rendah 5 (lima) hektar dalam
satu hamparan.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan pariwisata”
adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi
kepariwisataan yang dapat mencakup sebagian areal dalam
kawasan lindung atau kawasan budidaya lainnya dan
didalamnya terdapat daya tarik dan fasilitas penunjang
pariwisata. Kebutuhan pariwisata berkaitan dengan segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengelolaan objek dan daya tarik wisata yang mencakup :
a. objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora dan
fauna; dan
b. objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang
berwujud museum, peninggalan purbakala,
peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata
tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman
rekreasi dan tempat hiburan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
-76-
Ayat (1)
Kawasan peruntukan permukiman dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan, serta tempat kerja yang
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas
untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan
sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdayaguna
dan berhasil guna.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan
permukiman perkotaan” adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan
permukiman perdesaan” adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kawasan strategis” merupakan
kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang
mempunyai pengaruh besar terhadap:
a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di
bidang lainnya; dan/atau
c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
-77-
Yang dimaksud dengan “kawasan strategis kabupaten dari
sudut pertumbuhan ekonomi” berupa :
- potensi ekonomi cepat tumbuh;
- sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan
ekonomi;
- potensi ekspor;
- dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang
kegiatan ekonomi;
- kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
- fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan
dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan;
- fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber
energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi; atau
- kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan
tertinggal di dalam wilayah kabupaten.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengembangan minapolitan mencakup
pengembangan empat subsistem dari sistem dan
usaha agribisnis berbasis perikanan terdiri atas:
a. subsistem agribisnis hulu (up-stream
agribusiness) perikanan, yakni kegiatan yang
menghasilkan sarana produksi bagi usaha
penangkapan dan budidaya ikan seperti usaha
mesin dan peralatan tangkap dan budidaya;
b. subsistem usaha penangkapan dan budidaya (on-
farm agribusiness), seperti usaha penangkapan
ikan, budidaya udang, rumput laut, dan ikan
laut, serta budidaya ikan air tawar;
c. subsistem agribisnis hilir (down-stream
agribusiness) perikanan, yakni industri yang
-78-
mengolah hasil perikanan beserta
perdagangannya; dan
d. subsistem jasa penunjang (supporting
agribusiness) yakni kegiatan-kegiatan yang
menyediakan jasa, seperti perkreditan, asuransi,
transportasi, pendidikan dan penyuluhan
perikanan, penelitian dan pengembangan serta
kebijakan pemerintah daerah.
Keempat subsistem tersebut harus dikembangkan
secara simultan dan harmonis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Rencana Tata Ruang Wilayah
kabupaten” yang selanjutnya disingkat RTRW kabupaten
adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari
wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari
RTRW provinsi dan berisi tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur
ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah
kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten,
arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dan
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten.
Yang dimaksud dengan “Rencana Detail Tata Ruang
kabupaten” yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah
kabupaten yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten.
Yang dimaksud dengan “peraturan zonasi” adalah
ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Yang dimaksud dengan “Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Kabupaten” yang selanjutnya disingkat RTR
Kawasan Strategis Kabupaten adalah rencana tata ruang
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten
terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan,
ekonomi, sosial budaya dan/atau lingkungan.
Ayat (2)
-79-
Cukup jelas.
Pasal 38
Yang dimaksud dengan “arahan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten” adalah arahan pengembangan wilayah untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten
sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan
pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten
beserta pembiayaannya dalam suatu indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana
program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana dan
waktu pelaksanaan.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten” adalah ketentuan-
ketentuan yang dibuat/disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk
indikasi arahan peraturan zonasi sistem kabupaten,
arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “ketentuan umum peraturan
zonasi” adalah arahan yang disusun untuk menjadi
dasar bagi penyusunan ketentuan umum peraturan
zonasi dan peraturan zonasi yang lebih detail,
maupun bagi pemanfaatan ruang/penataan
kabupaten terutama pada kawasan strategis
kabupaten dan zona sekitar jaringan prasarana
wilayah kabupaten. Ketentuan zonasi meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang yang
diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang paling
sedikit terdiri atas:
1. koefisien dasar bangunan maksimum;
2. koefisien lantai bangunan maksimum;
3. ketinggian bangunan maksimum; dan
4. koefisien dasar hijau minimum.
c. ketentuan prasarana dan sarana minimum
-80-
sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
mendukung berfungsinya zona secara optimal;
dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang pada
kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana,
kawasan keselamatan operasi penerbangan, dan
kawasan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “ketentuan perizinan” adalah
arahan-arahan tentang perizinan yang terkait dengan
izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan harus dimiliki
sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ketentuan insentif dan
disinsentif” adalah arahan yang diterapkan untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang dan arahan
untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “arahan sanksi” adalah
arahan untuk memberi sanksi bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran dalam pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang
berlaku.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
-81-
Yang dimaksud dengan “izin prinsip” adalah izin dari
pemerintah yang secara perinsip menyetujui
dilaksanakannya atau beroperasinya kegiatan terkait
pemanfaatan ruang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “izin lokasi” adalah izin dari
pemerintah yang diberikan kepada seseorang atau
kelompok untuk memperoleh ruang yang diperlukan
dalam rangka melakukan aktivitasnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “izin penggunaan
pemanfaatan tanah” adalah izin dari pemerintah yang
diberikan kepada seseorang atau kelompok untuk
pemanfaatan tanah sesui tata ruang wilayah dalam
rangka melakukan aktivitasnya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “izin mendirikan bangunan”
adalah izin yang diberikan oleh pemerintah kepada
pemilik tanah atau lahan untuk mendirikan
bangunan sesuai dengan fungsi yang telah
ditetapkan tata ruang wilayah.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah
dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai
dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif
dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk
perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala
besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang
yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara
bersamaan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemberian insentif” merupakan
pemberian kepada masyarakat perorangan, badan usaha
dan pemerintah daerah yang dilakukan sebagai upaya
untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan
-82-
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang yang
ditetapkan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pengenaan disinsentif” merupakan
pengenaan prasyarat yang ketat dalam proses dan prosedur
administratif kepada masyarakat perorangan, badan usaha
dan pemerintah daerah yang dilakukan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
kabupaten dan sebagai perangkat untuk
mencegah/membatasi/mengurangi kegiatan pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
kabupaten.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Huruf a
Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
dimaksudkan sebagai kewajiban setiap orang untuk
memiliki izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
-83-
Cukup jelas.
Huruf f
Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin agar
masyarakat dapat mencapai kawasan yang dinyatakan
dalam peraturan perundang-undangan sebagai milik
umum. Kewajiban memberikan akses dilakukan apabila
memenuhi syarat berikut :
a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan/atau
b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
Yang termasuk dalam kawasan yang dinyatakan sebagai
milik umum, antara lain, adalah sumber air dan pesisir
pantai.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Yang dimaksud dengan “peran masyarakat” adalah
kegiatan/aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Pasal 57
Huruf a
Masukan dapat berupa informasi, bantuan pemikiran,
usul, saran, pendapat, pertimbangan, dan/atau tanggapan.
Angka 1
Persiapan penyusunan rencana tata ruang
merupakan kegiatan untuk mempersiapkan
penyusunan rencana tata ruang dalam satu wilayah
tertentu termasuk penyusunan kerangka acuan
(Terms of Reference) yang memuat latar belakang,
tujuan dan sasaran, ruang lingkup, jadwal
pelaksanaan, serta sumber pembiayaan.
Angka 2
Penentuan arah pengembangan wilayah atau
kawasan merupakan kegiatan untuk menentukan
arah pengembangan wilayah atau kawasan yang
akan dicapai ditinjau dari aspek ekonomi, sosial,
budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan
serta fungsi pertahanan keamanan.
Angka 3
Pengidentifikasian potensi dan masalah
pembangunan merupakan kegiatan untuk
mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah
pembangunan dalam satu wilayah atau kawasan
-84-
perencanaan termasuk bantuan untuk memperjelas
hak atas ruang.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Huruf b
Bentuk-bentuk kerjasama antara lain kerjasama dalam
penelitian dan pengembangan, penyelenggaraan forum
konsultasi, serta penyebarluasan informasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
kerjasama, masyarakat antara lain dapat memberikan
bantuan teknik dan/atau keahlian.
Pasal 58
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kerjasama masyarakat dengan Pemerintah/pemerintah
daerah antara lain dapat berbentuk public private
participation, privatisasi, ruilslag, dan turn key. Dalam
kerjasama, masyarakat antara lain dapat memberikan
bantuan teknik dan/atau keahlian.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah nilai-nilai
luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 59
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “dugaan penyimpangan atau
pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang” antara lain
adalah :
a. adanya indikasi memanfaatkan ruang dengan izin
pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan
-85-
peruntukannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di
lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di
lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pembangunan” adalah kegiatan
fisik yang memanfaatkan ruang. Pengajuan keberatan
harus disertai dengan alasan yang jelas, dapat
dipertanggungjawabkan dengan mencantumkan identitas
yang jelas, dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun
2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
Penataan Ruang.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Rencana tata ruang disusun untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun dengan visi yang lebih jauh ke depan yang
merupakan matra spasial dari rencana pembangunan
jangka panjang daerah. Apabila jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun rencana tata ruang berakhir, maka dalam
penyusunan rencana tata ruang yang baru hak yang telah
dimiliki orang yang jangka waktunya melebihi jangka
waktu rencana tata ruang tetap diakui.
Ayat (2)
Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya
untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan
kebutuhan pembangunan yang memperhatikan
perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal,
serta pelaksanaan pemanfaatan ruang. Hasil peninjauan
kembali rencana tata ruang wilayah kabupaten berisi
rekomendasi tindak lanjut sebagai berikut :
a. perlu dilakukan revisi karena adanya perubahan
kebijakan dan strategi nasional yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dan/atau terjadi
-86-
dinamika internal kabupaten yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten secara mendasar; atau
b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada
perubahan kebijakan dan strategi nasional dan tidak
terjadi dinamika internal kabupaten yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten secara
mendasar. Dinamika internal ruang kabupaten secara
mendasar, antara lain, berkaitan dengan bencana alam
skala besar dan pemekaran wilayah kecamatan yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Peninjauan kembali dan revisi dalam waktu kurang dari 5
(lima) tahun dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan
kabupaten dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang kabupaten dan/atau dinamika internal kabupaten
yang tidak mengubah kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten. Peninjauan kembali dan revisi
rencana tata ruang wilayah kabupaten dilakukan bukan
untuk pemutihan penyimpangan pemanfaatan ruang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehutanan,
peruntukan ruang bagian wilayah kabupaten disesuaikan
dan diintegrasikan ke dalam peta rencana pola ruang
kabupaten. Pengintegrasiannya ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 64
Cukup jelas.
-87-