Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

DENGAN MASALAH TB – HIV DI RUANG MAWAR RS PARU JEMBER

Oleh:
Qoriq Dwi Vega
NIM 162310101158

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Jalan Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan yang dibuat oleh:

Nama :
NIM :
Judul :

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, Januari 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

…………………………………. ………………………………………

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT ............................................................... 1
1.1. ANATOMI FISIOLOGI ........................................................................ 1
1.2. DEFINISI ................................................................................................ 5
1.2.1 Tuberkulosis ...................................................................................... 5
1.2.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ........................................... 5
1.3. EPIDEMIOLOGI ................................................................................... 6
1.3.1 Tuberkulosis ...................................................................................... 6
1.3.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ........................................... 7
1.4. ETIOLOGI.............................................................................................. 9
1.4.1 Tuberkulosis ...................................................................................... 9
1.4.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ........................................... 9
1.5. KLASIFIKASI ...................................................................................... 10
1.5.1 Tuberkulosis .................................................................................... 10
1.5.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ......................................... 11
1.6. PATOFISIOLOGI................................................................................ 12
1.6.1 Tuberkulosis .................................................................................... 12
1.6.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ......................................... 13
1.6.3 Pathway ........................................................................................... 15
1.7. MANIFESTASI KLINIS ..................................................................... 16
1.7.1 Tuberkulosis .................................................................................... 16
1.7.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ......................................... 16
1.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................ 17
1.8.1. Tuberkulosis .................................................................................... 17
1.8.2. Human Immunodeficiency Virus (HIV) ......................................... 19
1.9. PENATALAKSANAAN ...................................................................... 20
1.10. CLINICAL PATHWAY................................................................... 31

iii
BAB 2. PROSES KEPERWATAN ................................................................... 34
2.1 PENGKAJIAN ...................................................................................... 34
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ......................................................... 38
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN ...................................................... 40
2.4 EVALUASI KEPERAWATAN .......................................................... 44
DISCHARGE PLANNING ............................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46

iv
1

BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT

1.1.ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1. Tampak Anterior


Organ Respiratori

Gambar 2. Saluran
Pernafasan Bawah

Gambar 3. Penampakan
Mikroskopis Sebuah Lobul
2

Paru-paru (Pulmo) adalah organ yang bertugas mengatur pertukaran gas


dalam memenuhi suplai oksigen yang diperlukan oleh sel-sel dalam tubuh. Sistem
respiratori terbagi dua bagian yaitu sistem Respiratori atas dan Bawah. Sistem
respiratori juga bisa disebut dalam Sistem Respiratori Konduktif dan Respiratorik.
Zona Konduktif merupakan tempat penghantaran udara luar menuju dalam tubuh
melalui hidung, kavum nasi, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan
bronkiolus terminalis, fungsi dari zona konduktif ini untuk filtrasi,
menghangatkan udara, humidifikasi. Zona Respiratorik ini terdapat lebih dalam
dan mikroskopik yang rapuh dan mudah rusak oleh proses atau keadaan infeksi.
(Peate dan Muralitharan, 2017)

Berikut adalah penjelasan komponen respirasi dan fungsinya :

Hidung Lubang hidung memungkinkan udara untuk masuk dan


keluar rongga hidung; filter rongga hidung, menghangatkan,
dan melembabkan udara yang dihirup
Faring Membawa udara antara rongga hidung dan laring; filter,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup;
berfungsi sebagai jalan terusan untuk makanan dari mulut ke
kerongkongan; menyetarakan tekanan udara dengan telinga
tengah melalui tabung pendengaran
Laring Membawa udara antara faring dan trakea; mengandung pita
suara untuk menghasilkan suara dalam vokalisasi; mencegah
obyek masuk trakea
Trakea Membawa udara antara laring dan bronkus; filter,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup
Bronkus Membawa udara antara trakea dan bronkiolus; filter,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
Bronkiolus Mengatur laju aliran udara melalui bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi
Alveoli Memungkinkan pertukaran gas antara udara di alveoli dan
darah dalam kapiler sekitarnya
(Chalik, 2016)
3

Dalam Peate dan Muralitharan tahun 2017 dijelaskan, untuk bagian saluran
pernafasan atas udara masuk melalui hidung dan rongga mulut, hidung terbagi
dalam 2 bagian oleh septum nasi, tersusun dari tulang ethmoid. Dalam hidung
pada bagian sekitar conchae superior dan septum atas terdapat Reseptor Olfaktori
yang peka terhadap bau. Faring menghubungkan rongga nasal dan oral dengan
laring. Faring terbagi menjadi 3 yaitu nasofaring, orofaring, dang laringofaring.
Orofaring dan laringofaring dilewati oleh makanan minuman dan juga udara.
Untuk melindungi dari abrasi organ ini dilindungi oleh non‐keratinised stratified
squamous epithelium.

Saluran bagian atas ini juga memastikan udara yang masuk ke saluran bawah
telah hangat, lembab, dan bersih. Permukaan saluran ini terdapat mucus dan juga
terdapat jaringan kapiler. Reflek bersin sebagai salah satu perlindungan saluran
apabila terdapat benda asing masuk, dibantu pula oleh tonsil yang merupakan
Lymph Nodules yang menjadi sistem pertahanan tubuh. (Peate dan Muralitharan,
2017).

Saluran pernafasan bawah terdapat laring, trakea, bronkus primer kiri dan
kanan, dan 2 buah paru-paru. Paru berbentuk kerucut dan memenuhi torak,
dilindungi tulang torak yang terdiri dari iga dan sternum. Apex atau puncak paru
berada di atas Klavikula dan bagian bawah berada di atas otot cekung diafragma.
(Peate dan Muralitharan, 2017).

Laring- terdiri dari 9 buah jaringan kartilago, 3 tunggal dan 3 berpasangan,


bagian tunggal adalah kartilago thyroid (jakun), epiglotis dan cricoid-cartilage
(melindungi suara). Epligotis elastis membuka menutup terhadap udara dan benda
padat karena keadaan masuknya benda padat ke area pernafasan mengakibatkan
aspirasi dan menjadi kasus yang gawat darurat. (Peate dan Muralitharan, 2017).

Trakea-bagian ini juga dilapisi oleh pseudostratified ciliated columnar epithelium


yang mana debris akan terperangkap dan keluar dengan ssalah satu cara
dibatukkan. Tercapat kartilago berbentuk C yang mencegah trakea collaps saat
bernafas. (Peate dan Muralitharan, 2017).
4

Bronchial Tree-Paru terbagi atas bagian yang disebut Lobus. 3 di kanan dan 2 di
kiri. Cardiac Notch adalah tempat jantung berada adntara 2 paru. Paru dilindungi
oleh membran yang disebut Plura Parietal (melindungi dari toraks) dan Viseral
(melindungi paru), ruang antar pleura terisi cairan lubrikasi yang mengurangi
gesekan. Selain itu sifat dan cara kerja pleura ini seperti kaca basah yang saling
menempel, sehingga saat melakukan inspirasi dengan kenaikan dinding dada akan
ikut terrangkat dan saat dinding dada turun dan paru turun dan akan naik kembali
maka paru tidak akan kolaps (Peate dan Muralitharan, 2017).

Suplai darah-zona konduksi dan respiratori menerima darah dari berbagai arteri,
darah deoksigenasi dikirim menuju lobus melalui kapiler menuju arteri pulmonal
kiri dan kanan. Darah yang Reoksigen dibawa kembali ke jantung melalui vena
pulmonal (disalurkan ke seluruh tubuh). (Peate dan Muralitharan, 2017).

Respirasi-merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida di atmosfer dan


sel tubuh. Ventilasi Pulmonal : udara keluar masuk paru, Respirasi Eksternal :
Oksigen berdifusi dari paru menuju aliran darah dan karbon dioksida berdifusi
dari darah dan paru, Transportasi Gas : Oksigen dan Karbondioksida
didistribusikan antara paru dan jaringan tubuh, Respirasi Internal : oksigen
dikirim dan karbon dioksida dikumpulkan dari sel tubuh. (Peate dan Muralitharan,
2017).

Perlu diketahui juga bentuk dari bronkiolus kanan dan kiri berbeda, kanan lebih
landai dan kiri lebih menukik, ini sebabnya bakteri TB lebih sering menyerang
paru kanan, selain itu juga banyak alveolus di paru kanan menjadi sarang yang
ideal bagi bakteri aerob ini.
5

1.2. DEFINISI
1.2.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak
menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini dapat juga menyerang ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Penyakit ini ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet) dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di
bronkiolus atau alveolus. Bakteri TBC juga dapat masuk melalui saluran cerna,
melalui ingesti susu tercemar dan kadang melalui lesi kulit. Tuberkulosis secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Somantri, 2007).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Kemenkes RI, 2011)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada
di dunia sejak 500 tahun sebelum Masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan
pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir.(Kemenkes RI,
2014)

1.2.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. AIDS atau Acquires Immune Deficiency Syndrome adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebelan tubuh maka orang
tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (Infeksi Oportunistik)
yang sering berakibat fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan dengan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar
6

tidak masuk ke dalam stadium AIDS, sedangkan pengidap AIDS memerlukan


ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai
komplikasinya. (Kemenkes RI, 2015)
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan segala penyakit yang datang
(Green, 2016)
HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 (sel T), yang
membantu sistem kekebalan melawan infeksi. HIV yang tidak diobati,
mengurangi jumlah sel CD4 (sel T) dalam tubuh, membuat individu lebih rentan
mendapatkan infeksi lain. Seiring waktu, HIV dapat menghancurkan begitu
banyak sel-sel sehingga tubuh tidak dapat melawan infeksi dan penyakit. Infeksi
oportunistik ini memanfaatkan sistem kekebalan yang sangat lemah dan memberi
tanda bahwa orang tersebut menderita AIDS, yang merupakan tahap terakhir
infeksi HIV. (CDC, 2018)
TB dengan HIV sangat berhubungan dan apabila terdapat serangkaian
pemeriksaan biasanya diharuskan untuk dilakukan kedua tes ini. Saat sistem tubuh
sudah melemah karena HIV maka tubuh akan dengan mudah terjangkit TB, TB
akan menjadi aktif dengan menunjukkan gejala maupun laten yang tidak muncul
gejala dan dapat menularkan ke orang lain. Merupakan infeksi yang didapatkan
secara oportunistik. Lamanya durasi 2 penyakit ini menjadi samar apakah seorang
pasien terkena HIV terlebih dahulu ataukah TB terlebih dahulu. Sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan.

1.3. EPIDEMIOLOGI
1.3.1 Tuberkulosis
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam deliknews.com tahun
2017 menyebutkan terdapat penderita TB di Jawa Timur sebanyak 123.414 orang,
dari jumlah tersebut baru 39 persen yang ditemukan dan dari jumlah tersebut
sebanyak 89% telah mendapatkan pengobatan secara optimal. Insiden kasus ini
adalah 316/100.000.
Dalam Pedoman Nasional Penanggulangan TBC tahun 2011 Diperkirakan
sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
7

tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara
yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
- Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
- Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin
penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang
standar, dan sebagainya).
- Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
- Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
- Ifrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan.
4. Dampak pandemi HIV.
Pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan
HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang
sama, resistensi ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance =
MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan.
Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang
sulit ditangani. (Kemenkes RI, 2011)

1.3.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Pengidap HIV setiap tahun terus bertambah di setiap daerah. Kepala
bidang pengendalian penyakit dan masalah kesehatan dinkes jatim Ansarul
Fahruda dalam kominfo.jatimprov.go.id mengatakan berdasarkan data yang
dimiliki dinkes Jatim per September 2016, jumlah penderita HIV di Jawa Timur
8

mencapai 57.321 jiwa, dan baru 68% atau sekitar 39.157 jiwa yang berhasil
dideteksi. Sedangkan AIDS yang berhasil di deteksi mencapai 17.394 jiwa.
Sementara itu, dalam terasjatim.com dinyatakan Kabupaten Jember
menempati peringkat empat besar di Jawa Timur atas kasus HIV/AIDS.
Bedasarkan data pada Dinas Kesehatan Pemkab Jember, sejak tahun 2004 hingga
2016 jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 2.364 penderita dan 160 diantaranya
meninggal dunia. Kecamatan tertinggi pengidap HIV di Jember yaitu Kecamatan
Puger, Kencong dan Gumukmas.

Dampak antara hubungan ke dua penyakit ini, yang mampu meningkatkan


prevalens keduanya :
Pada TB:
-HIV adalah faktor resiko utama untuk perkembangan dari infeksi TB laten
terhadap infeksi TB aktif
-HIV meningkatkan kejadian TB
-HIV cara penularannya mengarah pada titik berat cara penularan TB juga
-HIV meningkatkan morbiditas pada pasien TB karena HIV penyakit yang terkait
-HIV meningkatkan reaksi obat yang merugikan terhadap pengobatan TB
-HIV meningkatkan tingkat kematian kasus TB
-HIV meningkatkan reiko TB berulang

Pada HIV :
-TB adalah penyakit oportunistik yang penting
-TB menular tidak hanya pada orang yang terinfeksi HIV tapi juga yang tidak
-TB menyebabkan penyakit parah dan meningkatkan perkembangan menjadi
AIDS
-TB pembunuh nomor satu pada HIV
(Ghana Health Service, 2007)
9

1.4.ETIOLOGI
1.4.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882 (Keman, 2005). Walaupun
sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang
organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan
asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk
menggandakan diri dan pertumbuhan pada media kultur (Herchline, 2013 dalam
Yunia dan Dharma, 2015).
Ada dua macam mikobakteria tubercolosis yaitu Tipe Human dan Tipe
Bovin. Basil Tipe Bovin berada disusu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis
usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang
berasal dari penderita TBC, dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirupnya
(Wim de Jong, 2005).

1.4.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dan kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lypadenopathy
Associated Virus (LAV) atau hormon T-cell Leukimia Virus (HTL-III yang juga
disebut Human T-cell Lymphotropic Virus (retrovirus)). Retrovirus mengubah
asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. Penularan
virus ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi dengan orang
yang telah terinfeksi HIV, jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril digunakan
bergantian, mendapat transfusi darah dengan HIV, dan ibu yang positif HIV
menularkan pada anak saat dalam kandungan/melahirkan normal/menyusui (K,
Amin H. A dan Hardhi, 2015)
10

1.5. KLASIFIKASI
1.5.1 Tuberkulosis
Menurut Klasifikasi dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Kemenkes Republik Indonesia tahun 2011
1. Berdasarkan Organ Tubuh (anatomical site) yang Terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
(Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB paru)

2. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, Keadan ini


Terutama Ditujukan pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
– Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
– 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
– 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
– 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
- Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
dengan HIV negatif.
11

- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.


3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe
pasien, yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif

b. Kasus yang sebelumnya diobati


- Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
- Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
- Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
c. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
d. Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang
- tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
- pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
- kembali diobati dengan BTA negative.

1.5.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Orang yang terinfeksi HIV dapat diklasiikasikan menjadi :
12

a. Kategori klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa atau remaja dengan
infeksi yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik Limpanenopati
generalist yang persisten (PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty)
Infeksi HIV primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi HIV
yang akut.

b. Kategori klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
- Angiomatosis baksilaris
- Kandidiasis orofaring/vulvavaginal (peristen, frekuen/responnya jelek
terhadap terapi)
- Dysplasia serviks (sedang/berat karsinoma serviks in situ)
- Gejala konstitusional seperti panas (38,50C) atau diare lebih dari 1
bulan.

c. Kategori klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
- Kandidiasis bronkus, trakea/paru-paru, esophagus
- Kanker serviks invansif
- Koksidiomikosis ekstrapumoner/diseminata
- Kriptokokosis ekstrapulmoner
- Kriptosporidosis internal kronis
- Cytomegalovirus (bukan hati, lien, atau kelenjar limfe)

1.6.PATOFISIOLOGI
1.6.1 Tuberkulosis
TB primer : Mikobakterium Tuberkulosis (MTB) yang mengalami inhalasi
melalui saluran napas mencapai permukaan alveoli, MTB tumbuh serta
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag dan membentuk sarang tuberkel
pneumonik yang disebut sarang primer atau kompleks primer. Melalui aliran limfe
13

MTB mencapai kelenjar limfe hilus. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer ditambah
limfangitis lokal ditambah limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer
TB post primer : Infeksi MTB post primer akan muncul beberapa bulan atau
tahun setelah terjadi infeksi primer karena reaktivasi atau reinfeksi. Hal ini terjadi
akibat daya tahan tubuh yang lemah. Infeksi tuberkulosis post primer dimulai
dengan sarang dini yang umumnya terdapat pada segmen apikal lobus superior
atau lobus inferior dengan kerusakan paru yang luas dan biasanya pada orang
dewasa. Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil
respon imun seluler dan reaksi hipersensitiviti tipe lambat terhadap antigen kuman
tuberkulosis, perjalanan infeksi tuberkulosis terjadi melalui 5 tahap.
Tahap pertama : terjadi rata-rata 3-8 minggu setelah masuknya kuman,
memberikan test tuberculin yang positif, disertai demam dan pada fase ini
terbentuk komplek primer.
Tahap kedua : berlangasung ratarata 3 bulan (1-8 bulan) sejak pertama kuman
masuk. Pada fase ini sering terjadi penyebaran milier atau terjadi meningitis TB.
Tahap ketiga : terjadi rata-rata dalam 3-7 bulan (1-12 bulan), pada fase ini terjadi
penyebaran infeksi ke pleura.
Tahap keempat : rata-rata dalam waktu 3 tahun (1 - 6 tahun), terjadi setelah
komplek primer mereda, tahap ini merupakan periode skeletal. (Mulyadi dan
Fitrika, 2011)

1.6.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi
mengoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi
tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Virus dibawa oleh
antigen-presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada model ini virus
dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual
di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi dengan
hibridisasi insitu dalam 7 sampai 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi
14

7-21 hari setelah infeksi. Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di
kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV.
Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi,
namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah
menurun sampai ke level ‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya
memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun ternyata
tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dari netralisasi antibodi
dengan melakukan adaptasi pada kapsulnya. Termasuk kemampuan
mengubah situs glikosilasinya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah
sehingga netralisasi yang diperantarai antibodi tidak dapat terjadi.
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.
Sebagian akan muncul gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu
setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare atau batuk. Setelah itu akan
dimulai infeksi HIV asimptomatik (tanpa tanda gejala). Masa tanpa gejala ini
umumnya berlangsung selam 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang
yang perjalanan penyakitnya amat cepat dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada
pula yang perjalanannya lambat (non-progressif).
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, Orang Dengan HIV
AIDS (ODHA) mulai menampakan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik
seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain.
15

1.6.3 Pathway

TB Primer Virus masuk


MTB melalui transfer
 berbagai media
Masuk melalui 
inhalasi HIV


Limfosit CD4+
Bersarang di alveoli

 Menghilangkan
Bertumbuh molekul permukaan
kembang di CD4+
makrofag 
 Gangguan respon
Aliran limfe imun progresif
 
Kelenjar limfe Antigrn presenting
 cells

Inflamasi
Kelenjar getah bening
 Imunitas menurun 
Pembesaran  Antibody muncul di
kelenjar getah Reaktifasi/reinfeksi sirkulasi
beninghius  
 TB Post Primer Level “Steady State”
Limfangitis lokal  (antigen tetap tidak
dan Kerusakan paru luas dapat mematikan
limfadenitis segmen apical virus)
regional superior dan inferior 
 Penyakit oportunistik
Memasuki 5 tahap:
I : 3-8 minggu
(demam, tuberculin
+)
II : 3 bulan (1-8
bulan) sejak masuk
(meningitis)
III : 3-7 bulan (1-12
bulan) dapat terjadi
pleuritic
IV : 3 tahun (1-6
bulan) akeletal
16

1.7. MANIFESTASI KLINIS


1.7.1 Tuberkulosis
Manifestasi Klimis TB Paru Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih
bisa disertai keluar darah, Sesak nafas, Nyeri dada, Nafsu makan berkurang, BB
menurun, dan Keringat dingin tanpa tahu penyebabnya.
Manifestasi klinis TB pada HIV/AIDS menyerupai akibat infeksi lain,
berupa :
- demam berkepanjangan (100%)
- penurunan berat badan dramatis (74%)
- batuk (37%)
- diare kronis (28%)
- meningitis (12%)
- sesak nafas (5%)
- Hematochezia (3,5%)
- Obstruksi saluran cerna (2,6%).
Menurut WHO manifestasi koinfeksi dapat ditinjau dari keluhannya
berupa infeksi menular seksual, herpes zoster. (sering disertai jaringan parut),
pneumonia (baru atau rekuren), infeksi bakteri berat, baru masuk program terapi
OAT, penurunan berat badan > 10% dari berat badan basal, diare kronis > 1
bulan, nyeri retrospinal saat menelan (curiga kandidiasis esophageal), kaki terasa
panas akibat neuropati perifer sensorik. Sedangkan gejala yang timbul berupa
jaringan parut akibat herpes zoster, rash kulit popular dan gatal, sarkoma kaposi,
limpadenopati generalisata simetris, kandidiasis oris, kheilitis angularis,
gingivitis necrotizing, ulserasi aphthous besar, ulserasi genital dengan nyeri
persisten.

1.7.2 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Berdasarkan gambaran klinik (WHO 2006)

Fase klinik HIV


a. Fase klinik 1 (tanpa gejala)
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
17

b. Fase klinik 2 (ringan)


Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis,
tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir,
ulkus mucus berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi
jamur pada kuku.

c. Fase klinik 3 (lanjut)


Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab sampai >1
bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan). Kandidiasis oral
menetap. TB pulmonal, plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya :
pneumonia, empyema (nanah di rongga tubuh terutama di pleura, abses pada otot
skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi
berat pada pelvic, acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau
periodonitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl), neutropenia
(<0,5 x 109/l) dan atau trombositopenia kronik (<50 x 109/l).

d. Fase klinik 4 (parah)


Gejala menjadi kurus (HIV Wasting syndrome), pneumocystis pneumonia
(pneumonia karena pneumocytis carinii), pneumonia bakteri berulang, infeksi
herpes simplex kronik (orolabial, genital atau anorektal >1 bulan) Oesophageal
candidiasis, TBC ekstrapulmonal, cystomegalovirus, Toxoplasma di SSP, HIV
encephalopathy, meningitis, infection multivocal, lymphoma, invasive cervical
carcinoma, leukoencephalopathy.

1.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.8.1. Tuberkulosis
a) Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkatkan, lomfositosis
b) Pemeriksaan sputum BTA untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
18

c) Tes PAP (periksidase Anti Peroksidase)


Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
d) Tes mantoux/ tuberculin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
e) Tehnik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorgnisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi
f) becton Dickinson diagnostic instrument system (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism
asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis
g) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang diretakkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah
h) pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diangnosis TB, yaitu:
1) bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segment aplikal lobus
bawah
2) bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
3) adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
5) adanya klasifikasi
6) bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7) bayangan millie
19

Gambaran hasil Rontgen thorax PA TB Aktif

1.8.2. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


1. Tes CD4

(tabel Diagnosis HIV berdasarkan LAB)


Tes CD4 adalah tes baku untuk menilai prognosa berlanjut ke AIDS atau ke
kematian untuk membentuk diagnosis diferensial pada pasien bergejala dan untuk
mengambil keputusan terapeutik mengenai terapi anti retroviral dan profilaksis
untuk patogen oportunistik.
Kategori Imun <12 bulan 1-5 tahun 6-12 tahun
No/mm3 % No/mm3 % No/mm3 No/mm3
Kategori I : tidak ada >1500 >25 >1000 >25 >500 >25
suspensi
Kategori 2 : Suspensi 750- 15- 500-999 15- 200-499 15-24
Sedang 1499 24 24
Kategori 3 : Suspensi >750 >15 >500 >15 >200 >15
Berat
20

2. ELISA (Enzyme-Linked Imunosor Bend Assay)


Bereaksi dengan antibodi yang ada dalam serum dengan memperlihatkan
warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar.
3. Western Blot
Dilakukan setelah pemeriksaan ELISA dinyatakan positif.

1.9. PENATALAKSANAAN
1.9.1. Non-Farmakologik
1. Terapi umum untuk pasien TB : Istirahat yang cukup, Diet TKTP (tinggi
kalori tinggi protein)

1.9.2. Farmakologik
1. Medikamentosa, dasar terapi medikamentosa TB Paru adalah
a. Kombinasi : minimal dua macam tuberkulostika
b. Kontinyu : minum obat setiap hari
c. Lama : berbulan-bulan
d. Bila obat pertama sudah diganti maka dianggap sudah resisten terhadap obat
tersebut.
e. Semua obat sebaiknya di berikan dalam dosis tunggal (kecuali pirazinamaid)

2. Tujuan, dan Prinsip Pengobatan


Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT)(Kemenkes, 2011).

3. Pengelompokan obat OAT


Golongan 1 First line drugs (obat primer)
a) INH (isoniazid)
Isoniazid berkeja dengan cara menghambat sintesis asam mikolik, asam mikolik
yaitu suatu kompenen dari esensial dinding sel bakteri. Mekanisme ini yang akan
menimbulkan efek terapi obat pada pasien TB yang bersifat bakterisid terhadap
21

organisme Mycobacterium tuberculosis yang aktif secara intraseluler dan


ekstraseluler. Cara kerja INH dapat terjadi peningkatan pada ekskresi piridoksin
(vitamin B6).
Piridoksin fosfat yang merupakan derivat piridoksin dibutuhkan untuk sintesis
asam d-aminolevulenat, sebuat enzim yang berfung sebagai pembentukkkan heme.
Heme sendiri adalah suatu bagian dari sek darah merah dan akan memberikan
pigmen berwarna merah pada darah. Defisiensi piridoksin yang disebabkan oleh
INH dapat menyebabkan anemia sideroblastik.
b) Rifampisin
Rifampisin merupakan obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Rifampicin sering dipakai untuk mencegah infeksi
yang serius. Rifampisin bekerja sebagai pembunuh bakteri yang menyebabkan
infeksi, cara kerjanya dengan menonaktifkan enzim RNA polimerase. RNA
polimerase untuk membuat protein dan untuk mengetahui inforasi tentang genetik
(DNA).
c) Ethambutol
Ethambutol adalah obat antibiotik untuk menghentikan pertumbuhan bakteri.
Ethambutol cara penggunaannya bersama dengan obat lain untuk mengobati
tuberculosis. Selain digunakan untuk mengobati tuberculosis obat ini juga bisa
mengobati infeksi MAC (Mycobacterium Avium Complex) bersama dengan obat
lain.
d) Streptomisin
Streptomisin adalah obat anti biotik golongan aminoglikosida yang memiliki
spektrum kerja yang menengah. Obat ini digunakan untuk mengatasi jumlah
infeksu pada tuberculosis, radang pada endokardium jantung, tularemia, wabah
pes, bekteremia, meningitis, pneumonia, brucellosis, dan infeksi saluran kemih.
Mekanisme kerja pada obat ini ialah berdasarkan hambatan sintesa protein kuman
dengan pengikatan RNA ribosomal. Obat anti biotik ini toksisitas intuk organ
pendengaran dan keseimbangan. Oleh karena itu, obat ini digunakan dengan
jangka waktu yang lama supaya tidak menimbulkan efek neurotoksis terhadap
saraf cranial e 8 yaitu dapat menimbulkan ketulian permanen.
22

e) Pirazinamide
Pirazinamid adalah anlog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat
pirazinamaide ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh akan
dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase yang menjadi asam pirazinoat yang aktif
sebagai tuberkulostatik hanya untuk yang bersifat asam medianya. Pirazinamid ini
mudah diserah oleh usus dan tersebar luar keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama
melalu filtrasi glomelurus. Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan
500 mg.

Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri
dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 m

Golongan 2 obat suntik Second line drugs (bila yang pertama resisten)
a) Kapreomisin
Kpreomisin adalah suatu obat anti tuberculosis polipeptida yang dihasilkan oleh
streptomyces sp. Obat ini digunakan untuk infeksi paru oleh M tuberculosis yang
resisten terhadap obat primer. Obat ini efeknya sama dengan obat streptomisin
dan obat ini juga digunakan dengan untuk kuman yang telah resisten terhadap
streptomisin.
b) Amikacin
Amikacin adalah obat yang bisa menghambat pertumbuhan bakteri, obat amikacin
ini bisa membuat bakteri gagal memproduksi protein untuk bertahan hidup dalam
tubuh seseorang yang terinfeksi.
c) Kanamisin
Kanamycin adalah golongan obat antibiotik aminiglikosida digunakan untuk
mengatasi infeksi bakteri serius pada berbagai bagian tubuh. Obat kanamisin ini
bekerja dengan cara membunuh bakteri. Selain itu, obat ini juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat sintesa protein dalam sel
23

bakteri. Karena merupakan obat antibiotik, maka kanamycin tidak bisa digunakan
untuk infeksi akibat virus, termasuk flu.

Golongan 3 atau Golongan Floroquinolone


a) Ofloxacin
Obat oflaxacin adalah obat yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi bakteri
seperti infeksu pada paru, infeksi menular seksual, serta infeksi kulit dan jaringan
lunak. Obat ofloxacin ini dapat membunuh bakteri penyebab infeksi dengan cara
menghambat enim DNA girase, yang berperan penting dalam pertumbuhan
bakteri
b) Levofloxacin
Obat levofloxacin adalah obat untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri,
obat ini termasuk antibiotik quinolone yang digunakan untuk mengobati penderita
yang terkena sinusitis, pneumonia, tuberkulosis, bronkitis, dll.
Mekanisme kerja obat levofloxacin adalah isomer optik S(-) ofloxacin yang
memiliki spektrum anti bakteri luas. Levofloxacin efektif untuk bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif (termauk anaerob) dan bakteri atipikal chlamydia
pneumonia dan mycoplasma pneumonia. Efek bakterisidal levofloxacin berada
pada konsentrasi sebanding atau lebih besar dari konsentrasi penghambatnya
dengan menghambat DNA-gyrase yaitu suatu topoisomerase tipe II sehingga
menghambat replikasi dan transkripsi DNA bakteri
c) Moxifloxacin
Moxifloxacin adalah obat yang digunakan untuk mengobati berbagai infeksi
bakteri. Obat moxifloxacin ini termasuk dalam kelas obat yang disebut antibiotik
kuinolon. Obat ini bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Antibiotik
ini hanya mengobati infeksi bakteri. Antibiotik ini tidak akan bekerja untuk
infeksi virus (seperti pilek, flu). penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau
berlebihan dapat menyebabkan efektivitasnya menurun.

Golongan 4 atau Obat Bakteriostatik Lini kedua


a) Ethionamide
Obat ethionamide umumnya digunakan bersamaan dengan obat lain untuk
mengobati tuberculosis (TB). Ethionamide merupakan antibiotik dan obat ini
24

bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Antibiotik ini hanya bisa


mengobati infeksi bakteri dan tidak bekerja pada infeksi virus (seperti pilek, flu).
Penggunaan yang tidak sesuai dapat mengurangi efektivitas antibiotik
b) Prothionamide
Mekanisme kerja didasarkan pada proses sintesis asam mikolievyh yang
merupakan komponen penting dari dinding sel agen struktur tuberculosis yang
dapat membloki Mycobacterium. Protionamida memiliki khasiat antagonis asam
nikotinat. Dosis tinggi obat ini dapat menyebabkan mengganggu proses sintesis
protein pada sel mycobacterium.
Obat prothionamide ini memiliki efek bakteriostatik pada mikroorganisme
ekstraselular, intraseluler, pada reproduksi mycobacterium tuberculosis, termasuk
obat ini juga mempengaruhi bentuk atipikal. Perlawanan silang lengkap dicatat
antara preparat etionamid dan protionamida.
c) Cycloserine
Obat cycloserine sama dengan obat ethionamide umumnya digunakan bersamaan
dengan obat lain untuk mengobati tuberculosis (TB). Cycloserine merupakan
antibiotik dan obat ini bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri obat ini
juga bisa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kencing.. Antibiotik ini
hanya bisa mengobati infeksi bakteri dan tidak bekerja pada infeksi virus (seperti
pilek, flu). Penggunaan yang tidak sesuai dapat mengurangi efektivitas antibiotik
d) Para amino salisilat (PAS)
Obat PAS yang mempunyai rumus molekul yang sama dengan asam para
aminobenzoat (PABA), mekanisme kerja obat ini sangat mirip dengan sulfonamid.
Karena sulfonamid tidak efektif terhadap M. Tuberculosis dan PAS tidak efektif
terhadap kuman yang sensitif terhadap sulfonamid, maka enzim yang bertanggung
jawab untuk biosintesis folat pada berbagai macam mikroba bersifat spesifik.

Golongan 5 atau Obat belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh
WHO
a) clofazimine
b) Linezolid
c) Amoxilin Clavulanate (Amx-Clv)
d) Thiocetazone
25

e) Clarithromycin
f) Imipenem

4. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai


berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).

5. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan


lanjutan.
I. Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.

II. Tahap Lanjutan


a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
26

Kisaran Dosis OAT Lini Pertama bagi Pasien Dewasa

H : Isoniazid R : Rifampisin Z : Pyrazinamide E : Ethambutol S : Streptomycin

Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1; 2HRZE/4H3R3

Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)/S/(HRZE)/5(HR)3E3


27

Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2 : HRZES/HRZE/5H3R3E3

6. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya


Efek samping ringan OAT

Efek samping berat OAT


28

7. Penanganan efek samping obat:


a. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi
secara simptomatik
b. Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian salisilat /
allopurinol
c. Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan seperti
tertulis di atas
d. Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang
umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian dosis
rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan
dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap
obat lainnya
e. Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok
atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol,
gangguan nervus.

8. Komplikasi
TB paru apabila tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Komplikasi dini
a. Pleuritis : Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru (kavitas).
b. Efusi pleura : efusi pelura eksudatif disebabkan oleh peradangan, cedera pada
paru-paru, tumor, dan penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh getah bening.
c. Epiema : Bila terjadi infeksi, produksi cairan di ruang pleura ini akan lebih
banyak, sehingga penyerapan cairan yang dilakukan oleh tubuh tidak dapat
mengimbanginya. Cairan pleura yang terinfeksi semakin mengental, membentuk
29

nanah, dan dapat menyebabkan lapisan paru-paru dengan rongga dada menempel
serta membentuk kantung-kantung. Kantung nanah inilah yang disebut empiema.
d. Laringitis : infeksi bakteri ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan,
sputum yang mengandung bakteri, atau penyebaran melalui darah atau limfe.
e. Peritonitis : infeksi kumannya berasal dari penyebaran secara hematogen.
Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis
ini bentuk yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau
nekrose (infeksi transmural) dari kelainan organ visera dengan inokulasi bakterial
pada rongga peritoneum.

2. Komplikasi pada stadium lanjut


a. Hemoptisis masif : Pendarahan pada saluran nafas bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovelemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan oleh diktus
c. Bronkietaksis : Pelebaran bronkus dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif pada paru)
d. Pneumotoraks spontan
Kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal dan
sebagainya.

9. Pengobatan Tuberkulosis dengan infeksi HIV/AIDS


Tatalaksanan pengobatan TB pada ODHA adalah sama seperti pasien TB lainnya.
Pada prinsipnya pengobatan TB diberikan segera, sedangkan pengobatan ARV
dimulai berdasarkan stadium klinis HIV atau hasil CD4. Penting diperhatikan dari
pengobatan TB pada ODHA adalah apakah pasien tersebut sedang dalam
pengobatan ARV atau tidak.
Bila pasien tidak dalam pengobatan ARV, segera mulai pengobatan TB.
Pemberian ARV dilakukan dengan prinsip :
-Semua ODHA dengan stadium klinis 3 perlu dipikirkan untuk mulai pengobatan
ARV bila CD4 < 350/mm3 tapi harus dimulai sebelum CD4 turun dibawah
200/mm3.
30

-Semua ODHA stadium klinis 3 yang hamil atau menderita TB dengan CD4
< 350/mm3 harus dimulai pengobatan ARV.
· Semua ODHA stadium klinis 4 perlu diberikan pengobatan ARV tanpa
memandang nilai CD4.
-Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TB tidak
dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata I), rujuk pasien tersebut ke
RS rujukan pengobatan ARV.
31

1.10. CLINICAL PATHWAY

Hubungan seksual Transfusi darah yang Tertusuk jarum bekas Ibu hamil menderita HIV
dengan pasangan yang terinfeksi HIV penderita HIV
berganti-ganti, dengan
yang terinfeksi HIV
Bayi mendapat asupan dari
Virus masuk melalui luka berdarah placenta yang terinfeksi hiv

Mukosa, vagina, anus


lecet atau luka
Virus masuk kedalam peredaran darah dan menginvasi sel target hospes

Sperma/cairan vagina
terinfeksi masuk ke T helper/CD 4 makrofag Sel B
dalam tubuh pejamu

Transkripsi RNA virus dan DNA sel, struktur sel berubah

Sel penjamu ( T helper, limfosit B, makrofag) mengalami kelumpuhan

Sistem kekebalan tubuh menurun, jumlah limfosit T menurun


32

Sistem kardiovaskuler Sistem integumen Penderita TB


Infeksi oportunistik
Sistem saraf Sistem pencernaan
batuk

Mual, muntah, anoreksia Sistem respirasi

inhalasi Bakteri M. TB

Asam lambung  Menembus mekanisme sistem


pertahanan
Ketidakseimbangan Droplet nuclei
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Menyebar ke
peritoneum Mengaktivasi sistem imun
Gangguan pertukaran gas

Perubahan bentuk inflamasi


Perubahan cairan
tubuh Defisit perawatan diri
intra pleura

Peningkatan sekret
Gangguan citra di saluran nafas Sesak nafas
Intoleransi aktivitas
tubuh
Pecahnya
pembuluh darah Kebutuhan O2 tidak terpenuhi
Jumlah cairan pleura Batuk produktif
meningkat

Kerusakan membran alveolar-kapiler, merusak pleura


33

Resiko Hambatan Religiositas


Ekspansi paru  Batuk darah Penumpukan secret

Distres Spiritual
Penumpukan CO2 Ketidakefektian
dalam paru bersihan jalan
nafas
Isolasi Sosial

Sesak nafas Resiko syok


hipovolemik
Harga Diri Rendah

Pola nafas tidak Resiko


efektif perdarahan Koping maladaptif

Menekan paru Lingkungan sosial tidak adaptif


konsisten

Nyeri
Menekan diafragma Pendidikan rendah Ketidaktahuan penderita

Produksi HCl meningkat Mual Defisit pengetahuan


34

BAB 2. PROSES KEPERWATAN


1.1 PENGKAJIAN

a. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no
register/MR, serta penanggung jawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik: TBC
2) Keluhan Utama: sesak nafas
3) Riwayat penyakit sekarang: klien dengan TBC mengalami demam,
batuk kurang lebih selama 3 minggu, nafas sesak , kurangnya nafsu
makan , nyeri dada
4) Riwayat kesehatan terdahulu:
a) Penyakit yang pernah dialami: tes HIV positif
b) Alergi (obat, makanan, plester, dll)
c) Imunisasi
d) Kebiasaan/pola hidup/life style: merokok, minum alkohol, seks
bebas
e) Obat-obat yang digunakan : penyalahgunaan obat
5) Riwayat penyakit keluarga: Mencari tahu anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit atau sedang mengidap HIV atau TB
Genogram: diisi pohon keluarga tiga generasi

1. Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
- Antropometeri : mengalami penurunan berat badan
- Biomedical sign : Hb, leukosit, GDA, trombosit berada diatas/dibawah
normal.
- Clinical Sign : takipneu/bradipneu, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, hipertermi/hipotermi, SaO2 <95%
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan): mengalami penurunan nafsu
makan, intake cairan menurun
35

c. Pola eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)


Diisi pola BAK dan BAB pasien
d. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Sebelum MRS Saat MRS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4


Makan / minum  
Toileting  
Berpakaian  
Mobilitas di tempat tidur  
Berpindah  
Ambulasi / ROM  
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:
dibantu alat, 4: mandiri
- Status Oksigenasi : takipneu
- Fungsi kardiovaskuler : takikardi/bradikardi
- Terapi oksigen : menggunakan terapi masker oksigen
e. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Mengalami gangguan pola tidur karena sesak nafas dan nyeri dada
f. Pola kognitif & perceptual
Fungsi Kognitif dan Memori : tidak mengalami gangguan
g. Pola persepsi diri
Gambaran diri : merasa tidak berdaya
Identitas diri : cenderung menutupi identitasnya
Harga diri : pasien dengan TB-HIV mengalami penurunan harga diri karena
stigma yang melekat pada masyarakat
Ideal Diri : menyangkal kondisi yang sedang dialami
h. Pola seksualitas & reproduksi
Pasien dengan TB-HIV akan mengalami gangguan pemenuhan hasrat seksual
i. Sistem Genitourologi
Pasien dengan TB-HIV akan mengalami gangguan berkemih karena
Terinfeksi penyakit menular seksual yang menyerang bagian genital.
36

j. Pola peran & hubungan


Umumnya pasien dengan TB-HIV akan dikucilkan dan dijauhi oleh
lingkungannya.
k. Pola manajemen koping-stress
Umumnya pasien dengan TB-HIV akan mengalami depresi karena kondisi
kesehatan yang terus menurun dan terbatas dalam melakukan aktivitas.
l. System nilai & keyakinan
Pasien dengan TB-HIV memiliki keyakinan yang rendah terhadap spiritual.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
a. Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pasien compos mentis
b. Berat badan : berat badan pasien mengalami penurunan
c. Tekanan darah : tekanan darah pasien menurun
d. Suhu : suhu pasien tinggi
e. Pernafasan : pasien dengan nafas pendek dan cepat
f. Nadi : pasien mengalami peningkatan denyut nadi
g. Kepala :Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan.
h. Rambut :Pada klien biasanya rambutnya merata serta kulit kepala
klien bersih, dan tidak rontok.
i. Wajah :Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena nyeri
dada yang dirasakannya pada saat batuk
j. Mata : terdapat lingkaran hitam pada kelopak mata karena
kurang tidur akibat nyeri, mata simetris kiri dan kanan,
konjungtiva pucat, sclera ikterik, pupil bulat
k. Hidung : tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas cuping hidung.
l. Mulut : bibir kering, lidah kotor, biasanya ada caries pada gigi,
terdapat sariawan
m. Leher : tidak ada adanya pembesaran kelenjer thyroid.
n. Dada/Thorak
Inspeksi : adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah, epsitaksis, tidak terdapat luka
37

Palpasi : Fremitus suara meningkat + +


Perkusi : Suara ketok redup (dullness) + +
Auskultasi : Suara napas bronkial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring.
o. Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat (pada pasien sangat kurus)
- +
Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari.
- -
Perkusi : bunyi redup
Auskultasi : irama jantung cepat, tidak terdapat suara jantung tambahan
p. Perut/Abdomen
Inspeksi : perutnya datar, tidak ada luka dan lesi,
Auskultasi : terjadi penurunan bising usus.
Palpasi : tidak ada masa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : tidak kembung, timpani
q. Sistem integrumen
terjadi perubahan pada kelembapan atau turgor kulit jelek karena keringat dingin
dimalam hari dan hipertermi, tidak ikterus
r. Ekstermitas
ada edema pada ekstermitas atas dan bawah, dan kekuatan otot lemah.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkatkan, lomfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
c. Tes PAP (periksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes mantoux/ tuberculin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
e. Tehnik polymerase chain reaction
38

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun


hanya satu mikroorgnisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi
f. becton Dickinson diagnostic instrument system (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism
asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis
i) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang diretakkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah
j) pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diangnosis TB, yaitu:
- bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segment aplikal lobus
bawah
- bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
- adanya kavitas, tunggal atau ganda
- kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
- adanya klasifikasi
- bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudianbayangan
millie

1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan
2. Pola nafas tidak efektif b.d deformitas dinding dada
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakadekuatan intake nutrisi
4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
5. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
7. Resiko perdarahan
8. Resiko syok
39

9. Defisit pengetahuan
10. Mual
11. Defisit Perawatan diri
12. Gangguan citra tubuh
13. Harga Diri Rendah
14. Isosali Sosial
15. Distres Spiritual
16. Resiko Hambatan Religiositas
40

1.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Dx.
NOC NIC Rasional
Dx Keperawatan
Ketidakefektif Tujuan: 1. Kaji keluhan pasien. 1. untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan
an bersihan Setelah dilakukan tindakan pasien sehingga dapat mengetahui apa yang
jalan nafas b.d keperawatan selama 3 x 24 jam pasien keluhkan dan dapat merencanakan
sekresi yang diharapkan bersihan jalan nafas 2. Kaji frekuensi dan suatu tindakan untuk mengatasi keluhan.
tertahan kembali efektif kedalaman pernafasan 2. untuk mengetahui sejauh mana perubahan
Kriteria Hasil: kondisi pernafasan pasien dan gerakan dada
- Pasien mengatakan sesak pasien saat bernafas sehingga penulis dapat
nafas berkurang / hilang. mengetahui adanya perubahan kondisi
- Pasien mengatakan sekret pernafasan saat bernafas
berkurang. 3. Berikan posisi semi 3. memaksimalkan ekspansi paru, yaitu untuk
00031
- Respiratory rate dalam batas fowler. memudahkan upaya pernafasan dan
normal : 14 - 20 x/ menit. memberikan kenyamanan saat bernafas
- Suara nafas vesikuler 4. Dorong dan latih batuk 4. untuk membantu memudahkan pengeluaran
efektif. sekret, karena sesak nafas yang dialami
biasanya diakibatkan adanya penumpukan
sekret sehingga dengan mendorong dan
melatih batuk efektif sebagai upaya untuk
mengeluarkan sekret yang menghalangi jalan
nafas pasien
5. Kaji pungsi pernapasan 5. Penurunan bunyi napas dapat menunjukan
41

seperti bunyi napas, atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi


irama, kedalaman secret.
6. Anjurkan pasien 6. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
untuk banyak minum mengencerkan secret.
air putih hangat 2000-
2500 cc. 7. Untuk mengetahui status perubahan kondisi
7. Observasi TTV Pasien pasien
Ketidakefektif Tujuan: Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
an pola nafas Setelah dilakukan perawatan 1. Posisikan klien untuk 1. Posisi semi fowler dapat memaksimalkan
b.d deformitas selama 3x24 jam, klien memaksimalkan pengembangan dada dan mengurangi tekanan
dinding dada menunjukkan keefektifan pola ventilasi diafragma oleh abdomen
nafas dengan kriteria hasil : 2. Motivasi klien untuk 2. Bernafas pelan dan dalam supaya oksigen
a. Mampu mengeluarkan bernafas pelan dan yang masuk dapat diserap optimal
sputum, bernafas dengan dalam
mudah, 3. Intruksikan bagaimana 3. Batuk efektif dapat mengurangi sekret dan
00032 b. Menunjukkan jalan nafas untuk melakukan mengoptimalkan tenaga klien sehingga tidak
yang paten (klien tidak batuk efektif kelelahan.
merasa tercekik, irama nafas Terapi oksigen Terapi oksigen
= reguler, frekuensi 1. Batasi aktivitas 1. Mengurangi paparan polusi, mencegah
pernafasan = 16-24 x/menit, merokok bronkokontriksi
tidak ada suara nafas 2. Berikan oksigen 2. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen klien
abnormal) tambahan seperti yang 3. Mencegah terhambatnya pemberian oksigen
c. Mampu mengidentifikasikan diperintahkan yang berakibat klien kekurangan oksigen
dan mencegah faktor yang 3. Monitor aliran oksigen
42

menjadi penyebab. 4. Monitor kecemasan 4. Meminimalisir kecemasan yang dapat


d. Saturasi O2 = 95-100%. pasien yang berkaitan meningkatkan HR dan RR dan resiko sesak
dengan kebutuhan kembali
mendapatkan terapi
oksigen
Monitor pernafasan Monitor pernafasan
1. Monitor kecepatan, 1. Mengetahui perkembangan kondisi klien
irama, kedalaman dan setelah dilakukan perawatan
kesulitan bernafas
2. Monitor suara nafas 2. Mengetahui perkembangan kondisi klien
tambahan setelah dilakukan perawatan
3. Monitor pola nafas 3. Mengetahui perkembangan kondisi klien
setelah dilakukan perawatan
4. Monitor saturasi 4. Mengetahui perkembangan kondisi klien
oksigen setelah dilakukan perawatan
5. Monitor keluhan sesak 5. Mengetahui perkembangan kondisi klien
klien setelah dilakukan perawatan
6. Monitor tanda-tanda 6. Mengetahui perkembangan kondisi klien
vital setelah dilakukan perawatan
Ketidakseimb Tujuan: 1. Kaji status nutrisi 1. untuk mengetahui asupan gizi yang
angan nutrisi Setelah dilakukan tindakan pasien. dikonsumsi sehingga dapat mengetahui
00002 kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam adanya perubahan kebutuhan nutrisi pada
kebutuhan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
tubuh b.d terpenuhi 2. Anjurkan makan 2. untuk mencegah terjadinya mual dan
43

ketidakadekua Kriteria Hasil: sedikit tapi sering. mencegah rasa bosan terhadap makanan yang
tan intake - Pasien dapat mempertahankan diberikan.
nutrisi status nutrisi yang adekuat. 3. Monitor tanda-tanda 3. untuk mengetahui kondisi dan memantau
- Nafsu makan pasien vital. tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory
meningkat. 4. Anjurkan keluarga rate pasien
- Pasien mengatakan mual pasien untuk 4. untuk menambah nafsu makan karena
berkurang / hilang memberikan makanan biasanya makanan yang disukai akan
yang disukai pasien. membuat berkeinginan untuk makan.
5. Kolaborasi dengan ahli 5. pemberian diet tinggi kalori dan tinggi
gizi untuk menentukan protein dapat meningkatkan nutrisi yang
komposisi diet. mengandung energy.
44

1.4 EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses
(formatting) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang
dilaksanakan secara terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan
.sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk
menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.

1.5 DISCHARGE PLANNING

a. Identitas
Diisi identitas pasien, tanggal MRS dan KRS, nomor RM, alamat, tanggal
lahir, penanggung jawab pasien.
b. Diagnosa utama dan diagnosa sekunder
Diisi dagnosa utama yang ditegakkan dan diagnosa sekunder pada saat
MRS
c. Data saat pasien pulang
Diisi data terakhir sebelum pasien KRS
d. Berat badan MRS dan KRS
Diisi berat badan saat MRS dan saat terakhir sebelum KRS
e. Tanda-tanda vital
Diisi tanda-tanda vital pasien sebelum krs
f. Diet saat dirawat
Diet saat dirawat di rumah sakit untuk acuan konsumsi makanan dirumah
g. Obat selama di rumah sakit dan dirumah
Diisi catatan obat yang telah diberikan dan yang akan diberikan kepada
pasien saat krs
45

h. Hasil laboratorium
Diisi hasil lab saat mrs dan hasil lab terakhir sebelum krs
i. Penyuluhan kesehatan
- Pelajari penyebab dan penularan dari TB serta pencegahan saat di luar
rumah.
- Pahami tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan secret di saluran pernapasan.
- Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
- Lakukan pernapasan diafragma : menahan nafas selama 3-5 detik
kemudian secara perlahan – lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
- Selalu menjaga kebersihan mulut dan pelajari cara yang baik saat batuk
dan setelah batuk juga cara pengontrolan batuk.
- Jalankan terapi OAT dan ART dengan teratur dan jangan sampai putus
tanpa instruksi.
- Berhenti merokok dan minum alcohol.
- Olahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat
cukup.
j. Kontrol
Diisi jadwal kontrol pasien setelah krs
46

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6.


Singapore: CV. Mocomedia.

Bhalla, A. S., Goyal, A., Guleria, R., & Gupta, A. K. (2015). Chest tuberculosis:
Radiological review and imaging recommendations. The Indian journal of
radiology & imaging, 25(3), 213-25.

CDC. 2018. About HIV/AIDS

Chalik, R. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Anatomi Fisiologi Manusia

Ghana Health Service. 2007. Guidelines for the clinical management of TB and
hiv co-infection in ghana. (July)

Herdman, T. Kamitsuru, S. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions and


Classification 2015-2017. Edisi 10. Oxford: Blackwell.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Kemenkes RI. 2014. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI-
TUBERKULOSIS

Kemenkes RI. 2014b. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Kemenkes RI. 2015. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI-
Situasi Dan Analisis HIV AIDS

Moordead, S. dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC)-Pengukuran


Outcome Kesehatan. Edisi 5. Singapore: CV. Macomedia.

Mulyadi dan Y. Fitrika. 2011. HUBUNGAN tuberkulosis dengan hiv / aids


correlation between tuberculosis with hiv / aids. Jurnal PSIK – FK Unsyiah.
II(2)

Peate, I. dan N. Muralitharan. 2017. Fundamentals of Anatomy and Physiology


47

For Nursing and Healthcare Strudent

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. TUBERCULOSIS-Pedoman


diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

Sabhrina, Andisa. 2018. Halo Sehat : Apa Saja Jenis Tes HIV yang Mungkin
Dianjurkan Dokter?. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/jenis-tes-
hiv/. [diakses pada Rabu 09 Januari 2019]

Yunia, A. dan K. Dharma. 2015. DAMPAK kesehatan lingkungan rumah yang


berhubungan dengan tuberkulosis paru di kabupaten indragiri hilir kecamatan
keritang (puskesmas kotabaru). MEDIASAINS. XIII(2)

Anda mungkin juga menyukai