Anda di halaman 1dari 11

Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.

1
Juni 2017

Terapi bermain berpengaruh terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak autis
1
Sutinah
1
Program Studi Ners, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia
Ns.titin@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang : Anak autis mengalami gangguan dan keterlambatan secara kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi
masalah pada anak autis diantaranya terapi wicara, terapi bermain, terapi okupasi (melatih motorik
halus anak), terapi dengan obat-obatan, terapi dengan makanan, terapi integrasi sensorik, terapi
integrasi pendengaran dan terapi biomedik. Terapi bermain memberikan stimulasi dengan
menggunakan bermacam mainan yang berwarna seperti mobil, mainan dengan musik dan lain-lain.
Terapi ini memang nampak cukup memberikan hasil yang dapat dilihat dalam waktu relatif singkat,
sesuai dengan tingkatan gangguan autis yang dimilikinya. Berdasarkan fenomena diatas maka
peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat Pengaruh Terapi Bermain Terhadap
Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis di SDLB Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota
Jambi.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, pre experiment dengan desain one group
pretest posttest. Populasi dalam penelitian ini semua anak autis sebanyak 18 orang. Jumlah sampel
sebanyak 18 responden, sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara total sampling. Instrumen
penelitian menggunakan lembar observasi. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat
dengan uji T-dependent.
Hasil : Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh sesudah diberikan terapi bermain terhadap
kemampuan interaksi sosial. Nilai rata-rata kemampuan interaksi sosial sebelum dilakukan terapi
bermain sebesar 15,67 dan setelah diberikan terapi bermain sebesar 18,44 dengan P-value 0.000.
Kesimpulan : Terapi bermain dapat menjadi salah satu alternatif terapi yang bisa digunakan untuk
anak-anak autis dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial. Sehingga dapat disarankan
kepada guru di SDLB Prof. DR. Sri Soedewi Maschun Sofwan, SH agar lebih meningkatkan
pelaksanaan terapi bermain anak autis.

Kata kunci : Autis, Interaksi Sosial, Terapi Bermain

Abstract

Background: Children with autism disorder and delays in cognitive, language, behavior,
communication and social interaction. Several efforts could be done to overcome the problems in
autistic children including speech therapy, play therapy, occupational therapy (fine motor training),
treatment with drugs, food therapy, sensory integration therapy, auditory integration therapy and
biomedical therapies. Play therapy provides stimulation using a variety of colored toy cars, toy with
music and others. This therapy does seem provide the results that can be seen in a relatively short
time, according to its level of autistic disorder. Based on the phenomenon above, the researcher is
interested in doing research to see the Effect of Play Therapy Against Social Interaction Capabilities
Autistic Children in SDLB Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi.
Methods: This study is a quantitative research, pre experiment with one group pretest posttest
design. The population in this study is all children with autism as many as 18 people. The total
sample of 18 respondents, a sample is taken by total sampling. The research instrument used
observation sheet. Data analysis was performed using univariate and bivariate test of T-dependent.
Results: This study showed that there is an effect after therapy which is given with play therapy to
the ability of social interaction. The average value of social interaction skills before play therapy is at
15.67 and after therapy play is at 18.44 with a P-value of 0.000.
Conclusion: Play therapy can be an alternative therapy that can be used for children with autism to
improve social interaction skills. Therefore it can be suggested to teachers in SDLB Prof. DR. Sri
Soedewi Maschun Sofwan, SH in order to further improve the implementation of play therapy of
children with autism.

Keywords: Autism, Social Interactions, Play Therapy

41
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

PENDAHULUAN SDLB, SMPLB, SMALB. Jumlah siswa


Autis merupakan gangguan pada TKLB yang mengalami autis 2 orang.
anak ditandai adanya gangguan dan Jumlah siswa SDLB yang mengalami autis
keterlambatan dalam bidang kognitif, 18 orang. SMPLB dan SMALB tidak ada
bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi siswanya yang mengalami autis.
sosial (1). Autisme merupakan kelainan Anak autis perlu mendapatkan
genetik yang polimorfis. Adapun beberapa terapi dalam rangka membangun kondisi
gangguannya adalah dalam bidang bicara, yang lebih baik. Melalui terapi secara rutin
bahasa, komunikasi, interaksi sosial, dan terpadu, diharapkan apa yang menjadi
sensoris, pola bermain, perilaku, serta kekurangan anak secara bertahap akan
emosi (2). Sedangkan menurut (3), autis dapat terpenuhi. Terapi bagi anak autis
adalah suatu gangguan perkembangan mempunyai tujuan mengurangi masalah
secara menyeluruh yang mengakibatkan perilaku, meningkatkan kemampuan dan
hambatan dalam kemampuan sosialisasi, perkembangan belajar anak dalam hal
komunikasi dan juga prilaku. Autis meliputi penguasaan bahasa dan membantu anak
gangguan pada aspek perilaku, interaksi autis agar mampu bersosialisasi dalam
sosial, komunikasi dan bahasa serta beradaptasi di lingkungan sosialnya (11).
gangguan emosi dan persepsi sensori Adapun terapi yang bisa dilakukan pada
bahkan pada aspek motoriknya (4). Autis anak autis yaitu terapi wicara, terapi
merupakan defisit kognitif yang muncul bermain, terapi okupasi (melatih motorik
saat masa anak-anak. Gangguan halus anak), terapi dengan obat-obatan,
perkembangan ditandai oleh fungsi sosial terapi dengan makanan, terapi integrasi
adaptif (5). sensorik, terapi integrasi pendengaran dan
Prevalensi gangguan autisme terapi biomedik (12). Terapi bermain yang
terjadi kira-kira 5 kasus per 10.000 anak diterapkan kepada anak autisme tertuju
atau 0,05%, anak laki-laki lebih sering pada penekanan-penekanan terhadap hal-
terkena gangguan autis dibandingkan hal berikut: permainan yang cocok,
dengan anak perempuan (6). Anak autis sensoris motor, dilakukan dengan gembira
terjadi pada usia sekolah sebesar 26,01%, dan berfungsi sebagai wahana hubungan
di California jumlah anak usia sekolah kasih sayang diantara keluarga, mudah
yang didiagnosis autis meningkat dilakukan, bersifat ekonomis dan mudah
sebanyak 210%. Prevalensi 1,68 per 1.000 dibuat atau diperoleh (13). Terapi
untuk anak autis berada di bawah 15 permainan yang diberikan kepada anak
tahun, di Hongkong prevalensi autisme autisme harus cocok atau sesuai sebagai
berada pada usia 5-19 tahun (7). Di bentuk kegiatan latihan terapi dapat
Indonesia mencapai 66 juta 805 jiwa, maka dilakukan secara aman, meningkatkan
diperkirakan terdapat dari 112 ribu anak kesehatan dan membantu kepuasan diri
autis pada rentang usia 5-19 tahun (8). anak autisme sesuai dengan harapannya
Berdasarkan data dari (9), tidak kurang (14).
dari 300 orang bahkan angka ini tidak bisa Penelitian lain yang terkait menurut
mewakili jumlah penderita autis di provinsi (15), tentang pengaruh pendekatan
Jambi secara keseluruhan dikarenakan bermain terhadap kemampuan interaksi
kurangnya pengetahuan orang tua sosial anak autis di Malang hasil uji
terhadap gejala penyakit ini. Autis juga statistik didapatkan p=0,001 (p<0,05) ini
tersebar di Kota Jambi. Menurut (10), menunjukkan pendekatan bermain
terdapat 1.475 orang yang tersebar berpengaruh terhadap kemampuan
disepuluh Kabupaten dan Kota. Autis di interaksi sosial anak autis. Penelitian lain
Kota Jambi 143 anak tersebar di Autis yang sejalan (16), tentang pengaruh terapi
Unggul Sakti 20, Kiddy Autism Centre 32, bermain flashcard untuk meningkatkan
Yayasan Bunga Bangsa 15 dan SLB Sri interaksi sosial pada anak autis di Miracle
Soedewi 76. SLB Prof. DR. Sri Soedewi Centre di Surabaya hasil uji statistik
Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi terdiri didapatkan Hasil penelitian menunjukkan
dari 3 jenjang pendidikan yaitu TKLB, bahwa dimensi kepatuhan kontak mata

42
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

saat sebelum dilakukan terapi flashcard cheklist diisi oleh peneliti, sebelum
memiliki rata-rata keseluruhan sebesar dilakukan terapi diadakan pengukuran
0,333 rata-rata tersebut meningkat menjadi kemampuan interaksi sosial anak autis
0,75. Nilai Z sebesar -2,032 dengan (pre-test), setelah dilakukan terapi
dukungan signifikan 0,042, hasil tersebut diadakan pengukuran (post-tes) untuk
menunjukkan signifikan. Dimensi bahasa melihat hasil sebelum dan setelah terapi
reseptif nilai rata-rata keseluruhan sebesar apakah ada pengaruh terapi bermain
0, 288 meningkat menjadi 0,689. Z terhadap kemampuan interaksi sosial anak
sebesar -2,201 dengan dukungan autis.
signifikansi 0,028, hasil tersebut Aspek yang diamati dilakukan
menunjukkan signifikan. Hasil wawancara berdasarkan hasil pengamatan, jika
pada tanggal 5 September 2016 terhadap responden melakukan komponen lembar
7 orang guru mengatakan bahwa ada observasi terapi bermain (ya) dan jika
terapi, tetapi tidak rutin dilaksanakan. responden tidak melakukan komponen
Selain wawancara dengan guru, peneliti lembar observasi dalam terapi bermain
juga melakukan studi pendahuluan tentang (tidak). Terapi bermain sendiri dilakukan
terapi bermain yang dilakukan di SDLB setiap hari dan proses pelaksanaan terapi
Prof. DR. Sri Soedewi Maschun Sofwan, bermain dibagi sesuai dengan jadwal yang
SH yang diberikan kepada anak autis telah ditetapkan. Setelah 3 minggu
berupa hanya menyediakan lingkungan dilakukan pengukuran kembali (post test)
yang aman sehingga klien bebas terhadap kemampuan interaksi sosial
mengekspresikan dirinya, tidak ada berdasarkan lembar observasi yang
mainan yang bisa digunakan oleh anak digunakan pada saat pengukuran pertama
autis bermain. Berdasarkan data dan (pre test) untuk mengetahui perkembangan
fenomena diatas maka peneliti tertarik kemampuan interaksi sosial anak autis
melakukan penelitian, adapun penelitian ini setelah mendapatkan terapi bermain di
bertujuan untuk mengetahui Pengaruh SLB Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun
Terapi Bermain Terhadap Kemampuan Sofwan, SH Jambi. Observasi dilakukan
Interaksi Sosial Pada Anak Autis di SDLB saat responden sedang tidak menjalani
Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, terapi apapun sehingga memungkinkan
SH Kota Jambi. responden untuk mempunyai keinginan
bermain bersama temannya. Sedangkan
METODE data sekunder merupakan data yang
Penelitian ini merupakan penelitian diperoleh dari data SDLB Prof. DR. Sri
kuantitatif, pre experiment dengan desain Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota
one group pretest posttest. Tempat Jambi.
penelitian SDLB Prof. DR. Sri Soedewi Hipotesa penelitian ini adalah ada
Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi. perbedaan kemampuan interaksi sosial
Populasi penelitian ini adalah seluruh anak pada anak autis sebelum dan setelah
autis berjumlah 18 orang. Tehnik dilakukan terapi bermain. Tehnik
pengambilan sampel total sampling. pengolahan data yang telah melalui
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 18 beberapa tahap: 1) Editing dilakukan untuk
responden. Penelitian dilakukan tanggal 3- melihat kelengkapan data 2) Coding
22 Oktober 2016. Pengumpulan data tindakan memberi kode pada kuesioner
diperoleh dengan dibantu terapis sebanyak responden 3) Entry data kegiatan
2 orang yang ada di SDLB Prof. DR. Sri memasukkan data kedalam program
Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi komputer untuk dilakukan analisis
ditambah dengan peneliti sebagai terapis menggunakan softwer statistic 4) Cleaning
juga, jadi total terapis 3 orang. kegiatan yang dilakukan untuk mengecek
Pengumpulan data, dibagi atas dua tehnik kembali apakah masih terdapat kesalahan
yaitu pengumpulan data primer dimana data atau tidak. Etika penelitian
peneliti mengadakan pertemuan dengan dilaksanakan untuk melindungi responden
para terapis untuk membicarakan tentang yang menjadi subyek penelitian. Etika
tata cara pengisian cheklist. Lembar penelitian merupakan hal yang sangat

43
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

penting dalam penelitian, mengingat HASIL


penelitian keperawatan berhubungan Jumlah responden sebanyak 18
langsung dengan manusia, maka segi anak autis, dengan karakteristik dapat
etika penelitian harus diperhatikan. Peneliti dilihat pada tabel 1. Hasil penelitian
memegang prinsip scientific attitude sikap menunjukkan bahwa karakteristik anak
ilmiah dan mempertimbangkan aspek autis mayoritas berjenis kelamin laki-laki
sosio, etika, harkat martabat kemanusiaan. (66,7%), responden lebih banyak berusia
Sebelum penelitian dilakukan, diatas 11 tahun (55,6%)
responden yang memenuhi syarat
diberikan penjelasan tentang tujuan Tabel 1
Karakteristik Responden (n=18 orang)
penelitian, manfaat penelitian, jaminan Karakteristik n %
kerahasiaan penelitian, kenyamanan, Jenis Kelamin
peran yang dapat dilakukan oleh Laki-laki 12 66.7
Perempuan 6 33.3
responden yang menjadi subyek Usia
penelitian. Setiap responden diberi hak 6-11 tahun 8 44.4
penuh untuk menyetujui atau menolak >11 tahun 10 55.6
menjadi responden dengan cara
menandatangani informed concent untuk Hasil penelitian menunjukkan
kesediaan menjadi responden dalam bahwa rata-rata kemampuan interaksi
penelitian ini yang telah disiapkan oleh sosial sebelum diberikan terapi bermain
peneliti. dalah 15.67 (95% CI:14.51-16.82), dengan
Penelitian ini dilaksanakan dengan standar deviasi 1.500 Nilai terendah 14
memperhatikan dan menjunjung tinggi dan nilai tertinggi 18. Dari hasil estimasi
etika penelitian. Prinsip pertama interval dapat disimpulkan bahwa 95% di
mempertimbangkan hak responden untuk yakini bahwa rata-rata kemampuan
mendapatkan informasi, terbuka yang interaksi sosial adalah 14.51 sampai
berkaitan dengan penelitian serta bebas dengan 16.82. Sedangkan rata-rata
menentukan pilihan (autonomy). Prinsip kemampuan interaksi sosial sesudah
kedua tidak menampilkan informasi nama, diberikan terapi bermain adalah 18.44
alamat asal responden dalam kuesioner (95% CI:17.16-19.73), dengan standar
dan alat ukur untuk menjamin kerahasiaan deviasi 1.667. Nilai terendah 16 dan nilai
(confidentiality) untuk itu peneliti akan tertinggi 20. Dari hasil estimasi interval
menggunakan nomor responden. Konotasi dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
keterbukaan dan keadilan (justice) dengan bahwa rata-rata kemampuan interaksi
menjelaskan prosedur penelitian dan sosial adalah 17.16 sampai dengan 19.73.
memperhatikan kejujuran (honesty) serta Dapat dilihat pada tabel 2:
ketelitian, responden bebas dari rasa tidak Tabel 2
nyaman fisik maupun psikologis (non Kemampuan Interaksi Sosial
Sebelum Dan Setelah
maleficence) dibuktikan dengan tempat Vari Mean SD Min Mak 95 % CI
penelitian yang nyaman. Analisa data
dilakukan melalui dua tahapyaitu analisa
univariat bertujuan untuk mendeskripsikan Kemamp 15.67 1.500 14 18 14.51-
setiap variabel penelitian dan bivariat uan interaksi 16.82
sosial
menggunakan uji T dependen, tingkat sebelum
kepercayaan yang digunakan 95% (α=
0,05), jika P<α=(0,05) maka Ha gagal Kemamp 18.44 1.667 16 20 17.16-
uan interaksi 19.73
ditolak berarti ada pengaruh sebelum dan sosial
sesudah perlakuan. Jika P>α (0,05) maka sesudah
Ha ditolak berarti tidak ada pengaruh
sebelum dan sesudah perlakuan.

44
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

Setelah dilakukan analisis bivariat, signifikansi 0,028, hasil tersebut


diketahui adanya pebedaan nilai rata-rata menunjukkan signifikan.
kemampuan responden melakukan Penelitian terkait menurut (17)
interaksi sosial, dapat dilihat pada tabel 3. tentang efektifitas terapi bermain sosial
Tabel 3 untuk meningkatkan kemampuan dan
Pebedaan Kemampuan Interaksi Sosial
keterampilan sosial bagi anak dengan
Variabel Mean SD Std error p-value gangguan autisme di Surabaya
Kemamp 15.67 1.500 0.500 0.000
menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 30
uan interaksi pusat terapi dan sekolah bagi anak autis,
sosial sebelum memiliki siswa sebanyak 25 orang. Hal ini
Kemamp 18.44 1.667 0.556 menunjukan bahwa anak-anak di
uan interaksi Surabaya yang terdeteksi menderita
sosial setelah gangguan autis dan yang menjalani terapi
sebanyak 375 orang. Penelitian menurut
(18), tentang metode ABA:kemampuan
PEMBAHASAN bersosialisasi terhadap kemampuan
Hasil penelitian tentang pengaruh interaksi sosial anak autis di Jember hasil
terapi bermain terhadap kemampuan uji statistik didapatkan p=0,008 (p<0,05) ini
interaksi sosial di SDLB Prof. DR. Sri menunjukkan menunjukkan ada pengaruh
Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota secara bermakna metode ABA :
Jambi dengan 18 responden diketahui kemampuan bersosialisasi terhadap
adanya selisih nilai mean kemampuan kemampuan interaksi sosial anak autis.
interaksi sosial anak autis sebesar 2.77 Penelitian lain menurut (19),
dengan standar deviasi 1.500. Hasil uji tentang pengaruh social story terhadap
statistik didapatkan nilai p value 0,000 (p kemampuan berinteraksi sosial pada anak
value < 0,05), maka dapat disimpulkan ada autis di Surabaya Hasil penelitian secara
pengaruh terapi bermain terhadap kualitatif (analisis visual) menyatakan
kemampuan interaksi sosial anak autis di bahwa perlakuan social story cukup
SDLB Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun berpengaruh terhadap peningkatan
Sofwan, SH Kota Jambi. kemampuan T dan A untuk berinteralai
Penelitian lain yang terkait menurut sosial dengan teman sebaya Secara
(15), tentang pengaruh pendekatan kuantitatif (analisis statistik) temyata
bermain terhadap kemampuan interaksi perlakuan social story cukup signifikan
sosial anak autis di Malang hasil uji meningkatkan kemampuan berinteraksi
statistik didapatkan p=0,001 (p<0,05) ini sosial T dengan teman sebaya. Menurut
menunjukkan pendekatan bermain penelitian (20) tentang intervensi terapi
berpengaruh terhadap kemampuan audio dengan murottal surah AR-Rahman
interaksi sosial anak autis. Penelitian lain terhadap perilaku anak autis di Jawa Timur
yang sejalan (16), tentang pengaruh terapi didapatkan rata-rata nilai hasil pretest dan
bermain flashcard untuk meningkatkan posttest sebesar 5,06 dan 4,06
interaksi sosial pada anak autis di Miracle menunjukkan penurunan setelah
Centre di Surabaya hasil uji statistik mendapatkan terapi.
didapatkan Hasil penelitian menunjukkan Berbagai terapi mungkin telah
bahwa dimensi kepatuhan kontak mata diterapkan diberbagai pusat terapi yang
saat sebelum dilakukan terapi flashcard berbeda, namun yang banyak digunakan
memiliki rata-rata keseluruhan sebesar dan dianggap sebagai dasar dari
0,333 rata-rata tersebut meningkat menjadi pembentukan perilaku dan kontak sosial
0,75. Nilai Z sebesar -2,032 dengan adalah terapi perilaku dalam bentuk terapi
dukungan signifikan 0,042, hasil tersebut bermain. Terapi bermain ini memang
menunjukkan signifikan. Dimensi bahasa nampak cukup memberikan hasil yang
reseptif nilai rata-rata keseluruhan sebesar dapat dilihat dalam waktu relatif singkat,
0, 288 meningkat menjadi 0,689. Z sesuai dengan tingkatan gangguan
sebesar -2,201 dengan dukungan autisme yang dimilikinya (21). Bermain
adalah bagian integral dari masa kanak-

45
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

kanak, media yang unik untuk untuk membantu mengembangkan


memfasilitasi perkembangan ekspresi ketrampilan sosial, menumbuhkan
bahasa, keterampilan komunikasi, kesadaran akan keberadaan orang lain
perkembangan emosi, keterampilan sosial, dan lingkungan sosialnya,
keterampilan pengambilan keputusan dan mengembangkan keterampilan bicara,
perkembangan kognitif pada anak-anak mengurangi perilaku stereotip, dan
(22). Bermain juga dikatakan sebagai mengendalikan agresivitas.
media untuk eksplorasi dan penemuan Hal ini dapat dilakukan dengan
hubungan interpersonal, eksperimen melatihkan gerakan-gerakan tertentu
dalam peran orang dewasa, dan kepada anak, misalnya tepuk tangan,
memahami perasaannya sendiri. Bermain merentangkan tangan, menyusun balok,
adalah bentuk ekspresi diri yang paling bermain palu dan pasak, dan alat bermain
lengkap yang pernah dikembangkan yang lain. Dengan mengenalkan gerakan
manusia (23). yang lain dan berbagai alat bermain yang
Bermain adalah rangkaian perilaku dapat digunakan maka diharapkan dapat
yang sangat kompleks dan multi- digunakan untuk mengalihkan agresivitas
dimensional, yang berubah secara yang muncul, juga jika anak sering
signifikan seiring pertumbuhan dan menyakiti diri sendiri. Mengenalkan anak
perkembangan anak, yang lebih mudah pada permainan konstruktif seperti
untuk diamati daripada untuk didefinisikan menyusun balok juga akan memberi
dengan kata-kata (24). Terapi bermain kegiatan lain sehingga diharapkan perilaku
adalah unsur yang paling penting untuk stereotip yang tidak bermanfaat dapat
perkembangan anak baik fisik, emosi, diminimalkan. Anak autis sebagaimana
mental, intelektual, kreativitas dan sosial diketahui mengalami gangguan interaksi
(12). Terapi permainan yang diberikan sosial yang ditandai dengan kegagalan
kepada anak autisme harus cocok atau membina hubungan sosial dengan teman
sesuai. Yang dimaksud dengan kecocokan sebaya, dimana mereka tidak mampu
atau appropiate adalah semua kegiatan berbagi emosi, aktivitas, dan interes
terapi permainan harus diprogram dan bersama.
dapat dilaksanakan dengan keberadaan Indikator dari interaksi sosial anak
anak autisme. Dengan demikian, tugas- autis adalah hubungan timbal balik yang
tugas yang diberikan sebagai bentuk dilakukan antara anak autis dengan orang-
kegiatan latihan terapi dapat dilakukan orang disekitarnya, disamping kualitas
secara aman, meningkatkan kesehatan, hubungan itu sendiri. Meskipun selama ini
dan membantu kepuasan diri anak autisme pendekatan bermain sudah banyak
sesuai dengan harapannya (14). dilakukan dan diterapkan untuk mengatasi
Program terapi bermain biasanya berbagai masalah anak autis antara lain
diikuti dengan irama gerak yang ritmis untuk mengatasi kendala bahasa,
sesuai dengan unsur-unsur gerak tubuh disamping interaksi sosial, namun masih
berdasarkan persepsi gerak atau terbatas aplikasinya tidak dilakukan secara
perceptual motor therapy. Hal ini dilakukan kelompok. Terapi bermain ini setelah
agar anak autisme dapat melatih dilakukan secara berkelompok
keterampilan gerak gross motor, fine menunjukkan peningkatan dalam bidang
motor, visual dan perencanaan gerak atau perkembangan bahasa, interaksi sosial
motor planning (22). Program terapi dan berkurangnya perilaku stereotip.
bermain biasanya diikuti dengan irama Mereka juga dapat mentransfer
gerak yang ritmis sesuai dengan unsur- keterampilan ini diluar setting bermain.
unsur gerak tubuh berdasarkan persepsi Oleh sebab itu terapi bermain ini
gerak atau perceptual motor therapy. Hal disarankan lebih baik dilakukan secara
ini dilakukan agar anak autisme dapat kelompok bagi anak-anak autistik dengan
melatih keterampilan gerak gross motor, anak-anak normal dan secara hati-hati
fine motor, visual dan perencanaan gerak memilih alat bermain dan jenis permainan
atau motor planning (21). Pada anak yang dapat memfasilitasi proses bermain
autisme, terapi bermain dapat dilakukan dan interaksi diantara mereka.

46
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

Fasilitator dewasa hanya berperan bermain dan berhubungan dengan orang


sebagai pendukung dan mendorong lain, sebagaimana dijelaskan bahwa anak
terjadinya proses interaksi yang tepat. Hal autis tidak memunjukkan konsistensi
ini yang sama dilakukan oleh Mundschenk dalam berinteraksi. Adakalanya anak autis
& Sasso juga menggunakan terapi bermain menujukkan kemampuannya, seperti
kelompok ini. Mereka melatih anak-anak mengikuti perintah guru. Berdasarkan hasil
non-autistik untuk berinteraksi dengan penelitian, terkadang anak memberikan
anak-anak autistik dalam kelompok. respon yang sesuai dengan yang
Namun efektivitas penggunaan terapi diharapkan guru, namun terkadang diam
bermain masih cukup sulit diketahui karena dan memperhatikan hal lain yang ada
sampai saat ini kebanyakan literature disekelilingnya. Menurut (25) interaksi
masih memaparkan hasil kasus per kasus. sosial meliputi hubungan antara manusia
Terbukti dalam penelitian ini pendekatan dengan manusia (individu dengan
bermain yang disetting dengan cara individu), individu dengan kelompok dan
kelompok dengan menggunakan teman antar kelompok, yang mana dalam
sebaya yang autis mampu meningkatkan hubungan tersebut terdapat hubungan
kemampuan interaksi sosial anak autis saling mempengaruhi secara timbal balik.
tersebut. Kelebihan lain dengan Dari hasil penelitian kemampuan interaksi
pendekatan kelompok bersama teman sosial anak juga mengalami gangguan
sebaya yang menjadi intervensi dalam seperti, tidak bisa bermain dengan teman
penelitian ini, dapat merangsang orangtua sebaya, kurang mampu mengadakan
dan pengasuh di rumah untuk hubungan sosial dan emosional secara
memperlakukan anak autis tidak “istimewa” timbal balik.
meraka harus dipersiapkan untuk Anak tidak mampu memahami
memasuki lingkup sosial yang lebih luas ekspresi wajah orang ataupun untuk
dari keluarga. mengekpresikan perasaannya, baik dalam
Hasil penelitian setelah dilakukan bentuk vokal maupun ekspresi wajah.
terapi bermain menunjukkan perbedaan Kondisi tersebut menyebabkan anak tidak
rerata masing-masing aspek interaksi dapat berempati kepada orang lain. Anak-
sosial (hubungan timbal balik dan kualitas anak yang tidak dapat terlibat dalam
interaksi), maupun total interaksi sosial bermain sosial maka mereka tidak akan
secara analitik terdapat perbedaan setiap memiliki hubungan pertemanan dengan
aspek interaksi sosial sebelum dan setelah teman seusianya. Anak autis tidak akan
dilakukan pendekatan bermain. Hal yang bergabung dalam aktivitas sosial dan
sama juga saat dikompilasi aspek-aspek memilih terpisah dari kelompok temannya.
tersebut menjadi total interaksi sosial Terapi bermain dapat memberikan
menunjukkan perbedaan yang bermakna kontribusi terhadap peningkatan
sebelum dan setelah dilakukan kemampuan dan keterampilan melakukan
pendekatan bermain. Hasil ini interaksi sosial anak dengan gangguan
mengindikasikan terdapat pengaruh yang autis, karena terapi ini dilakukan secara
luar biasa pendekatan bermain secara berkelompok, anak diharuskan untuk
kelompok terhadap perkembangan melakukan interaksi dengan teman dan
interaksi sosial anak autis. Hasil ini tidak terapis, sedangkan dalam satu kelompok
berbeda dengan yang dilakukan oleh juga terdiri dari anak dengan gangguan
peneliti-peneliti sebelumnya bahwa teknik autism dan anak normal. Hal ini yang
olah raga sambil bermain pada anak autis cukup membantu untuk memberikan
didapatkan kesimpulan program stimulasi yang variatif dan adekuat
pembelajaran yang bersifat permainan terhadap anak dengan gangguan autis.
sangat efektif bagi anak penyandang autis, Terapi bermain kelompok selain dikemas
khususnya bagi tingkat konsentrasi dalam bentuk permainan, juga diberikan
mereka. tugas-tugas yang variatif sehingga anak
Anak autis memiliki karakteristik tidak merasa bosan. Pelaksanaan terapi ini
tertentu dalam berkomunikasi antara lain, di ruang yang berukuran luas dan agak
adanya permasalahan dalam berinteraksi, terbuka, sehingga anak memiliki

47
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

keleluasaan untuk bergerak dan tidak perkembangan emosi positif, kepribadian


merasa takut. Sehingga kondisi ini cukup yang adekuat serta kepedulian terhadap
menyenangkan dan diharapkan tidak orang lain. Kondisi seperti ini juga akan
menimbulkan trauma bagi anak. membangun kesadaran bagi orang tua dan
Jumlah anak dengan terapis dan anggota keluarga lain untuk dapat
fasilitator adalah 2:1, sehingga perhatian menerima keadaan anak sebagaimana
masih sangat intensif dan terpusat. Hal ini adanya. Tidak memberikan beban yang
cukup memberikan makna yang signifikan dianggap berat, namun dapat menyadari
untuk proses modeling dan imitasi, apa kelebihan dan keistimewaan anak
mengingat anak-anak secara umum lebih dengan gangguan seperti ini. Hal ini sesuai
memperhatikan apa yang diajarkan guru dengan hasil penelitian (27) menemukan
atau terapisnya dari pada yang diajarkan bahwa perkembangan kemampuan
oleh orang tuanya. Pemahaman aspek pra komunikasi dan interaksi anak dengan
akademik juga dikemas dalam bentuk gangguan autism dapat diprediksikan dari
bermain, dengan demikian anak tidak seberapa intens keterlibatan orang tua
merasakan adanya paksaan untuk atau pengasuh terhadap interaksi dan
memahami atau mengingat sesuatu, hubungan dengan aktivitas anak.
namun karena adanya intensitas yang Anak autis dalam penelitian ini
tinggi dan berkelanjutan, maka anak akan adalah anak yang mengalami kesulitan
dapat menyimpan memorinya secara dalam melakukan interaksi sosial. Hal ini
cukup kuat. dikarenakan karakteristik anak autis yang
Selain itu berdasarkan penelitian suka bermain sendiri. Menurut (28),
(26) menemukan bahwa intervensi atau menyebutkan bahwa interaksi sosial
terapi yang dibutuhkan untuk anak dengan merupakan kesulitan yang nyata bagi anak
gangguan autism dimasa mendatang autis. Perilaku sosial yang dikembangkan
adalah intervensi yang komprehensif yang dalam penelitian ini adalah kemampuan
dapat memberikan situasi “joint attention“ bekerjasama, kemampuan berbagi, dan
dan “symbolic play”. Hal ini bertujuan untuk mengikuti suatu kegiatan dengan teman.
memberikan pelajaran kepada anak bahwa Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh
anak harus memahami apa yang ada Lawrence (1997) dan Hurlock (1991) (29)
dibalik suatu tindakan. Sehingga dapat bahwa sasaran perkembangan sosial anak
diharapkan ia dapat memahami dirinya dan difokuskan pada interaksi sosial yang
memanajemeni dirinya. Bermain simbolik meliputi: kerjasama, tolong menolong,
ini selain dapat menumbuh kembangkan berbagi, simpati, empati, dan kesadaran
kemampuan anak dalam memahami suatu membutuhkan orang lain. Interaksi sosial
situasi, anak juga dapat mengembangkan tersebut diharapkan dapat dimiliki anak.
pemahaman terhadap perannya dalam Sehingga diciptakan kegiatan yang banyak
lingkungan. memberikan kesempatan kepada anak
Perkembangan empati juga akan untuk berkomunikasi dan berinteraksi
mengikutinya pelan-pelan. Terapi bermain sosial, agar mereka dapat menikmati
ini juga dapat mempengaruhi kegiatan dengan teman sebayanya.
perkembangan nilai-nilai dan relasi sosial Anak autis mengalami gangguan
didalam keluarga, sehingga diharapkan dalam interaksi sosial, dimana anak kurang
juga akan dapat menumbuhkan emosi mampu dalam melakukan interaksi sosial
positif bagi anggota keluarga lain. Dengan dengan teman sebaya di kelas, seperti
demikian maka terapi ini akan semakin ketidakmampuan anak dalam berbagi
dapat berjalan secara intensif dan alamiah. barang dengan teman, bergabung dalam
Oleh karena itu tingkat keberhasilannya suatu aktifitas bersama teman, dan saling
juga akan semakin tinggi. bekerjasama dalam menyelesaikan tugas
Keterlibatan orang tua dan anggota atau permainan. Hal ini sejalan dengan
keluarga lain tidak hanya mendorong pendapat (30), bahwa ciri yang khas pada
perkembangan kemampuan dan anak-anak autis ini adalah senantiasa
keterampilan sosial anak, namun juga berusaha menarik diri (menyendiri) dimana
akan memberikan dukungan bagi lebih banyak menghabiskan waktunya

48
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

sendiri daripada dengan orang lain, tampak diperlukan untuk kehidupan, seperti
sangat pendiam, serta tidak dapat berbagi, membangun persahabatan,
merespon terhadap isyarat sosial atau menyelesaikan masalah, menunggu,
ajakan untuk berbicara dengan orang lain bergiliran, dan lain lain. Namun pada
disekitarnya. Hal ini berarti bahwa anak penelitian ini bermain tidak hanya untuk
autis kurang dalam menunjukkan interaksi melatih kemampuan sosial anak namun
sosial. dengan bermain juga dapat meningkatkan
Sedangkan pada fase intervensi motivasi anak untuk belajar, karena
menunjukkan bahwa terapi bermain telah bermain menyenangkan, khususnya anak
mengubah interaksi sosial anak menjadi autis dengan karakteristik yang hampir
lebih baik dan meningkat. Berdasar hasil sama. Dengan demikian dapat dinyatakan
analisis data yang telah diuraikan bahwa penerapan terapi bermain dapat
sebelumnya yaitu interaksi sosial anak meningkatkan interaksi sosial anak autis di
sebelum diberikan terapi bermain hanya SDLB Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun
menunjukkan 18 kali saja, tapi pada saat Sofwan, SH Kota Jambi.
setelah diberikan intervensi dengan terapi
bermain frekuensi interaksi sosial anak KESIMPULAN
naik menjadi 20 kali. Hal ini sesuai yang Rata-rata total kemampuan
diungkapkan oleh (13), menjelaskan interaksi sosial sebelum diberikan terapi
bahwa anak autis sering kali memiliki bermain adalah 15.67 dengan standar
kesulitan dalam berinteraksi dengan anak deviasi 1.500, sedangkan rata-rata total
lain maupun dengan orang dewasa, kemampuan interaksi sosial sesudah
bermain adalah salah satu cara untuk diberikan terapi adalah 18.44 dengan
mengajarkan kepada anak cara standar deviasi 1.667. Dengan demikian
berkomunikasi dan berinteraksi dengan ada perbedaan kemampuan interaksi
orang lain. sosial anak sebelum dan sesudah
Terapi bermain telah mengubah diberikan terapi bermain.
interaksi sosial anak menjadi lebih baik
dan meningkat. Parachute play ini DAFTAR PUSTAKA
mempermudah anak untuk meningkatkan
kemampuannya dalam berbagi dengan 1. Berhman K dan NA. Ilmu Kesehatan
teman. Kemampuan berbagi yang Anak. 12th ed. Jakarta: Penerbit
ditingkatkan melalui parachute play adalah Buku Kedokteran EGC; 2001.
anak dapat berbagi tempat untuk
memainkan parasut sesuai dengan posisi 2. Ginanjar G. Apa yang Dokter Anda
masing-masing, dan juga berbagi alat Tidak Katakan tentang Demam
permainan parasut dan bola-bola yang Berdarah. Jakarta: PT. Mizan
digunakan untuk bermain. Kemampuan Publika; 2011.
bekerjasama yang dikembangkan dengan
parachute play adalah anak bersama- 3. Eko Handayani. Anak Dengan
sama dengan teman menaikkan parasut ke Gangguan Autism. Jakarta:
atas, ke bawah, dan membuat gelombang Universitas Terbuka; 2010.
secara bersama-sama sesuai intruksi yang
diberikan guru. Sedangkan kemampuan 4. Hurlock E. Perkembangan Anak.
anak mengikuti kegiatan, terlihat anak 2nd ed. Tjandrasa dr. MM, editor.
dapat bermain parasut dari awal hingga Jakarta: Erlangga; 2010.
permainan selesai.
Hal ini sesuai yang diungkapkan
5. Malhotra, S; Khan WB. Quality of
oleh (31) bahwa manfaat dari permainan
Life of Parents having Children with
adalah dapat dijadikan sebagai motivasi
Developmental Disabilities. Delhi
anak untuk bersosialisasi, dapat
Psychiatry journal. 15 (1): 171-176.
mengembangkan kemampuan anak untuk
2012.
berkomunikasi, dan dapat membantu anak
untuk mempelajari keterampilan yang

49
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

6. Kaplan, H.I., Sadock B. Retardasi Anak Autis di Miracle Centre


Mental dalam Sinopsis Psikiatri. Surabaya. Persona, Jurnal Psikologi
Tanggerang: Binarupa Aksara; Indonesia Januari 2015, Vol. 4, No.
2010. 01, hal 51 - 60. 2015.

7. Fambonne E. Epidemiological 17. Wahidah. Efektifitas Terapi Bermain


Surveys of Autism and Other Sosial Untu Meningkatkan
Pervasive Developmental Disorders: Kemampuan Dan Keterampilan
An Update. Journal of Autism and Sosial Bagi Anak Dengan Gangguan
Developmental Disorders. Volume Autism. 2011. 2011.
33, Issue 4, pp 365-382. 2003.
18. Ratna Sari Hardiani SR. Metode
8. Depkes. Mari Kenali dan Peduli ABA (Applied Behaviour
terhadap Anak Autisme. 2011. Analysis):Kemampuan
Bersosialisasi Terhadap
9. Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Kemampuan Interaksi Sosial Anak
Laporan Kerja Tahun 2016 dan Autis. Jurnal Keperawatan
Rencana Kegiatan Tahun 2017 Soedirman. Vol 7 No. 1, Maret.
PPKS Provinsi Jambi. Jambi; 2016. 2012.

10. Dinas Sosial. Laporan Tahunan 19. Sugiarto S, Prambahan DS, Pratitis
Kota Jambi. Jambi; 2016. T. Pengaruh Social Story Terhadap
Kemampuan Berinteraksi Sosial ?
11. Bektiningsih K. Program Terapi ada Anak Autis. 2004;19(3):2004.
Anak Autis Di SLB Negeri
Semarang. Jurnal Kependidikan. 20. Eva Dwi Mayrani EH. Intervensi
Volume 39, Nomor 2, November. Terapi Audio Dengan Murottal Surah
Hal. 85-110. 2009. AR-Rahman Terhadap Perilaku
Anak Autis. Jurnal Keperawatan
12. Adriana D. Tumbuh Kembang & Soedirman (The Soedirman Journal
Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: of Nursing). Vol 8. No 2. Juli. 2013.
Salemba Medika; 2011.
21. Chalidah ES. Terapi Permainan
13. Danuatmaja B. Terapi Anak Autis Di Bagi Anak Yang Memerlukan
Rumah. Jakarta: Puspa Swara; Layanan PendidikanKhusus.
2003. Jakarta: Depdiknas; 2012.

14. Davison, Gerald C., Neale, John M., 22. Maulana M. Anak autis. mendidik
& Kring AM. Psikologi Abnormal. anak autis dan gangguan mental
sembilan. Jakarta: PT Raja Garfindo lain 60 menuju anak cerdas dan
Persada; 2011. sehat. Yogyakarta: AR. Russ Media
Group; 2009.
15. Septyasih.Rossyana, Prastiwi.Swito
SD. Pengaruh Pendekatan Bermain 23. Azwandi Y. Mengenal dan
Terhadap Kemampuan Interaksi Membantu Penyandang Autis.
Sosial Anak Autis. Jurnal Jakarta: Departemen Pendidikan
Keperawatan. Vol 5 No 1 Hal 39-47 Nasional; 2010.
ISSN 2086-3071. 2014. p. VOL 5
NO1 HAL 39–47. 24. Djiwandono SE. Konseling dan
Terapi dengan Anak dan Orang Tua.
16. Dinar Rapmauli T AM. Pengaruh Jakarta: Grasindo; 2010.
Terapi Bermain FlashcardUntuk
Meningkatkan Interaksi Sosial Pada

50
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1
Juni 2017

25. Yuli Tri. Pola Interaksi Sosial Anak 28. Yuwono J. Memahami Anak Autis.
Autis di Sekolah Khusus Autis. Jakarta: Alfabeta; 2009.
Universitas Muhammadiyah
Surakarta; 2008. 29. Nugraha AD. Metode
Pengembangan Sosial Emosional.
26. Kasari C. Assessing Change in Jakarta: Universitas Terbuka; 2008.
Early Intervention Programs for
Children with Autism. Journal of 30. Haryana. Perkembangan Interaksi
Autism and Developmental Sosial Anak Autis Dan Komunikasi
Disorders. Volume 32, Issue 5, pp Anak Autis. Bandung: Kementrian
447-461. 2002. Pendidikan dan Kebudayaan; 2012.

27. Siller., M., and Sigman. M. The 31. Griffin, Simone dan Sandler D. 300
Behaviors of Parents of Children Permainan Dan Aktifitas Untuk Anak
with Autism Predict the Subsequent Autis. Jakarta: PT Gramedia
Development of Their Children’s Pustaka Utama; 2010.
Communication. Journal of Autism
and Developmental Disorders.
Volume 32. Issue 2. pp 77-89. 2002.

51

Anda mungkin juga menyukai