Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 46/PUU-VIII/2010
Disusun oleh :
UNIVERSITAS DIPONEGORO
MAGISTER KENOTARIATAN
2020
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 46/PUU-VIII/2010
Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim (Pemohon I) dan
permohonan untuk dilakukan pengujian Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1)
dikarenakan:
a. Perkawinan Pemohon I adalah sah sesuai dengan rukun nikah islam dan
norma konstitusional dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945. Namun, terhalang
b. Karena status perkawinan menjadi tidak sah, hal tersebut berdampak pada
menjadi anak diluar nikah (norma hukum Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan).
ketentuan Pasal 28B ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
Berdasarkan pada permohonan para pemohon diatas, maka isi pertimbangan hukum
permohonan a quo.
dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Karena dalam pasal tersebut memberikan
makna hilangnya hubungan perdata dengan ayahnya, hal tersebut tidak memiliki
kepastian hukum apabila dimaknai demikian. Seharusnya dalam ayat tersebut dibaca
bahwa anak diluar kawin memilik hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya
serta dengan laki-laki sebagai ayahnya termasuk hubungan perdata terhadap keluarga
Menurut saya, putusan hakim mengenai status anak di luar kawin pasti menuai
pro dan kontra dari berbagai pihak. Makna hukum mengenai anak yang dilahirkan di luar
perkawinan mengandung 2 (dua) makna, tidak hanya dimaknai bahwa anak dilahirkan
tanpa perkawinan (zina), tetapi juga memiliki makna bahwa anak tersebut di lahirkan di
luar perkawinan yang menurut dimata hukum tidak sah tetapi sah menurut hukum agama
atau sering disebut dengan pernikahan sirri. Menurut pendapat saya, anak dengan ayah
lainnya, apabila mengenai pewarisan sebagai ahli waris hal tersebut telah diatur dalam
“Bila Pewaris meninggal dengan meninggalkan keturunan yang sah dan atau suami istri,
maka anak luar kawin yang diakui mewaris 1/3 bagian, dari mereka yang sedianya harus
mendapat, seandainya mereka adalah anak sah” (dengan persyaratan tertentu). Akan
tetapi, ketentuan Pasal 867 KUHPerdata menentukan bahwa peraturan mengenai hukum
waris anak luar kawin tidak berlaku bagi anak yang dibenihkan karena zina atau dalam
sumbang. Oleh karena tidak diatur maka dapat disimpulkan bahwa mereka tidak berhak
mewaris.