Anda di halaman 1dari 30

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Shanghai Cooperation Organization (SCO)1 merupakan sebuah organisasi

regional yang didirikan pada tanggal 15 Juni 2001 yang beranggotakan Rusia,

Cina dan empat negara Asia Tengah; Kazakhstan, Kyrgistan, Tajikistan dan

Uzbekistan. 2 SCO merupakan kelanjutan dari kerjasama Shanghai Five 3 yang

dibentuk pada tahun 1996. 4 Lahirnya SCO yang menggabungkan dua kekuatan

besar antara Rusia dan Cina kerap kali disebut sebagai momentum lahirnya

sebuah poros kekuatan regional baru di dalam konstalasi politik dunia.

Terbentuknya sebuah strategic partnership (kemitraan strategis) Rusia

dengan Cina sebagai kekuatan besar dalam organisasi SCO akan meningkatkan

nilai strategis kawasan Eurasia dalam mendukung pola interaksi di kawasan,

termasuk dengan menempatkan kawasan Asia Tengah secara geopolitik sebagai

1
Shanghai Cooperation Organisation, selanjutnya akan disebut SCO.
2
Marina Sorkina, 2009-2010, Shanghai Cooperation Organisation (Geopolitics at the Crossroads
of Eurasia), Universiteit Gent. Hal 13. Dalam
http://lib.ugent.be/fulltxt/RUG01/001/458/385/RUG01-001458385_2011_0001_AC.pdf (diakses
tanggal 2 Nov 2013).
3
Shanghai Five merupakan sebuah kesepakatan yang dibentuk oleh Rusia dan China serta tiga
Negara Asia tengah lainnya, yaitu Kazhakhstan, Kyrgistan, dan Tajikistan pada tahun 1996 dengan
tujuan Treaty on Deepening Military Trust in Border Regions. Pada saat Shanghai Five,
Uzbekistan belum bergabung, hanya pada saat SCO terbentuklah Uzbekistan turut ambil bagian
dalam organisasi ini. Dirangkum dari artikel Dr. Shirin Akiner, The Shanghai Cooperation
Organization: A Networking Organisation for A Networking World, Global Strategy Forum.
Dalam http://www.globalstrategyforum.org/wp-content/uploads/The-Shanghai-Cooperation-
Organisation.pdf (diakses tanggal 10 Juli 2013).
4
Alyson J. K. Bailes, Pál Duncay, Pan Guang & Mikhail Troitskiy, 2007, The Shanghai
Cooperation Organization, SIPRI Policy Paper No. 17. Stockholm International Peace Research
Institute,. Hal. 1. Dalam http://books.sipri.org/files/PP/SIPRIPP17.pdf (diakses tanggal 10 Juli
2013).

1
5
jantung Eurasia (eurasian heartland) yang sangat strategis. Kawasan ini

dianggap strategis dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang sangat

potensial disamping masih terdapatnya aset-aset militer, fasilitas peluncuran

pesawat ruang angkasa serta sisa persenjataan nuklir peninggalan perang dingin. 6

Asia Tengah merupakan salah satu kawasan yang sangat strategis di dunia.

Asia tengah merupakan negara bekas Uni Soviet yang kaya akan hasil alam dan

energi, karena itu Asia Tengah merupakan jalur minyak potensial bagi negara-

negara di luar kawasan. Kawasan Asia Tengah terdiri dari lima negara, yaitu
7
Kazakhstan, Kyrgistan, Uzbekistan, Tajikistan, dan Turkmenistan. Dalam

kawasan ini sering kali timbul konflik-konflik etnis, gerakan separatis, maupun

teroris. Dengan kondisi seperti itu, Rusia sebagai negara yang sangat dekat dengan

Asia Tengah ingin selalu memantau keadaan negara bekas Uni Soviet tersebut.

Rusia sangat ingin jika negara-negara Asia Tengah bergantung terhadap Rusia

dalam bidang militer maupun secara ekonomi, bukan negara lain yang ingin juga

mempunyai pengaruh yang besar seperti Amerika Serikat (AS).8

5
Eurasian Heartland merupakan strategi klasik yang lahir pada saat perang Dunia I oleh Sir
Harlford Mackinder (1861-1947). Strategi ini menggambarkan skema strategi global yang identik
dengan konsep memenangkan perang, ekspansi territorial, penyebaran pengaruh yang mengarah
pada usaha pencapaian penguasaan dunia. Geoffrey Sloan, 1999, Sir Halford Mackinder: The
Heartland Theory Then and Now, Geopolitics, Geography and Strategy, Oxon, Frank
Cass Publisher,. Hal.16-18.
6
Lo Bobo. 2008. Axis of Convenience: Moscow, Beijing and the New Geopolitics, Royal Institute
of International Affairs, Chantam House, London, Brookings Institute Prees, Washington D.C,.
Hal 35.
7
Dmitri Trenin, 2001, The End of Eurasia: Russia on the Border between Geopolitics and
Globalization, Carnegie Moscow Center: Moscow. Hal. 218 dalam Bobo Lo, 2004, The Long
Sunset of Strategic Patnership: Russia’s Evolving China Policy, International Affairs 80, 2,. Hal
299 dalam
http://www.chathamhouse.org/sites/files/chathamhouse/public/International%20Affairs/Blanket%
20File%20Import/inta_384.pdf (diakses tanggal 4 Desember 2013).
8
Op.Cit., Lo Bobo. Hal.

2
Politik luar negeri Rusia yang mengacu pada penjagaan pengaruhnya di

kawasan mengindikasikan bahwa Rusia ingin menunjukkan power yang

dimilikinya terutama pada negara-negara pecahan Uni Soviet guna

mempertahankan, memperluas dan memperbesar pengaruhnya di kawasan akan

terbatasi ketika mulai masuknya great power baru di kawasan Asia Tengah. 9

Rusia sebagai great power merupakan inti dari karakteristik yang telah dibangun

kembali10 dan dilekatkan serta selalu dipelihara oleh Rusia baru pasca runtuhnya

Uni Soviet pada 31 Desember 1991.11 Karakter ini mendorong Rusia untuk selalu

bertindak sebagai rezim dalam kawasan yang paling berhak untuk menjamin dan

menjaga terciptanya stabilitas keamanan negara-negara di kawasannya.

Kawasan Asia Tengah juga berdekatan dengan Cina. Cina merupakan

negara sedang berkembang pesat dalam bidang ekonomi, dan seiring dengan itu

pula Cina juga mulai memodernisasi pertahanan militernya. Secara geografis Cina

berbatasan langsung dengan Rusia dan negara-negara di Asia Tengah yang

merupakan negara pecahan Uni Soviet. Keinginan Cina untuk turut andil dalam

menciptakan keamanan di Asia Tengah adalah demi mengatasi permasalahan

separatis di Xinjiang dan juga untuk menjaga aliran impor energi dari negara Asia

Tengah. Energi yang berlimpah di Asia Tengah juga merupakan salah satu daya

9
Olga Oliker, dkk, 2009, Russian Foreign Policy: Source and Implication, Rand, Corporation
California. Hal. 67
10
Margarete Klein, Oktober 2009, Russia’s Millitary Capabilities “Great Power” Ambitions and
Reality, Berlin: Stiftung Wissenschaft udn Politik, Germany Institute for Internasional and Security
Affairs. Hal. 7.
11
Jacob Hedenskog, 2005 Russia as a Great Power; Dimensions of Security Under Putin, New
York: Routledge, halaman. Hal.11

3
tarik tersendiri bagi negara besar seperti Amerika Serikat dan sekutunya dalam

menguasai Asia Tengah.12

Hingga akhirnya munculah gagasan dari dua negara besar Rusia dan Cina

dalam mengamankan kawasan Asia Tengah. Kerjasama diantara keduanya diawali

dengan kunjungan Presiden Borist Yeltsin pada tahun 1995 ke Beijing, di mana

pada saat itu pemimpin kedua negara tersebut memiliki kesepahaman mengenai

kerjasama strategis yang akan dilaksanakan dengan memperkuat poros hubungan

Moskow-Beijing menggantikan perjanjian serupa pada tahun 1950 yang sempat

tidak berlaku dikarenakan adanya perang perbatasan pada tahun 1969. Hal ini

ditunjang adanya persamaan persepsi mengenai keyakinan mereka untuk

membendung dominasi Amerika Serikat terutama setelah berakhirnya Perang

Dingin dan kesepakatan untuk ikut menjadi bagian secara intensif dalam

pembentukan tatanan dunia baru yang bersifat multipolar.13

Hubungan yang terjalin antara Rusia dan Cina, terus mengalami fluktuasi

dan mengalami berbagai perubahan yang cukup mencolok sejak pertengahan abad

ke 20 hingga awal abad ke 21. Sejak Federasi Rusia masih berbentuk Uni Soviet

hingga pada akhirnya runtuh pada tahun 1991, kedua negara memiliki hubungan

yang cukup menarik untuk diamati, yang kerap kali diwarnai dengan kerjasama,

dan ketegangan yang fluktuatif dan penuh dengan ambiguitas. Dari menjadi

sekutu strategis pada tahun 1950an dengan sebutan brothers in arms, hingga

12
Stephen Blank, 1995, Energy, Economics, and Security in Central Asia: Russia and Its Rivals,
Startegic Studies Institute U.S. Army War College, Carlisle Barracks, Pa. 17013
13
Ibid,

4
berubah menjadi saingan dan mengalami hubungan yang panas di tahun 1960an.14

Hubungan Rusia dan Cina tetap tegang sepanjang dekade akibat Perang Dingin,

namun sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991, hubungan bilateral kedua negara

terlihat mulai mengalami perbaikan besar. Hubungan Rusia dan Cina mulai

dinormalisasi kembali sejak Mikhail Gorbachev mengunjungi Cina pada tahun

1989, mengakhiri konfrontasi terbuka selama 30 tahun antara kedua negara. 15

Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus mengalami penyesuaian dan

perbaikan yang intensif dimana pada 1996 melalui pertemuan Boris Yeltsin dan

Jiang Zemin, kedua negara secara resmi membentuk kemitraan strategis dalam

Shanghai Five bersama tiga negara Asia Tengah Kazakhstan, Kyrgistan,

Tajikistan.16

Munculnya SCO membuat babak baru di wilayah ini. Sebagai organisasi

regional di Asia Tengah yang mempunyai peran penting dalam integrasi regional

Asia Tengah, SCO mempunyai peran cukup penting. Kerjasama SCO berpusat

pada kekhawatiran yang berhubungan dengan keamanan negara-negara

anggotanya, seringkali menggambarkan ancaman utama yang dihadapi seperti

hadirnya outsider power di kawasan (AS dan aliansinya), separatis, teroris,

ekstremis. Selain itu, SCO yang dilandasi tujuan yang sama di kawasan tersebut

merupakan bentuk dari usaha Rusia bersama Cina guna mengurangi pengaruh

ancaman baik dari dalam maupun dari luar kawasan. Hal ini menjadi menarik

14
Westad Odd, Arne ed., 1998, Brothers in Arms: The Rise and Fall of The Sino-Soviet Alliance,
1945 1963. Washington, DC: Wodrow Wilson Center Press. Hal 5
15
Yana Leksyutina, Russian – Chinese Relations: Raprochement or Rivalry, Chair in Bev – Baillet
Latour Working Papers, No.37. (July, 2010), hal 4. Dalam
https://soc.kuleuven.be/web/files/11/74/WP37-Leksyutina.pdf (diakses tanggal, 2 september 2013)
16
Ibid,. Hal 4

5
ketika Rusia sebagai negara besar yang baru saja bangkit dari kehancurannya dan

berusaha tetap menjaga menjaga keutuhan pengaruhnya di negara-negara buffer

zone-nya. Selanjutnya yang menjadi menarik adalah bersatunya Rusia dan Cina

dalam sebuah strategic patnership (kemitraan strategis) yang mana sebelumnya

kedua negara ini memiliki sejarah ketegangan di masa lalu mengenai sengketa

perbatasan di kawasan Rusia Timur Jauh (Russian Far East; RFE).

1.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang permasalahan di atas penulis mencoba

merumuskan sebuah rumusan permasalahan sebagai berikut: Mengapa Rusia

membuat kemitraan strategis dengan Cina di Asia Tengah dalam Shanghai

Cooperation Organisation (SCO)?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam pembuatan penelitian ini penulis memiliki beberapa tujuan sebagai

berikut:

1. Guna menelisik lebih mendalam mengenai peta politik internasional Rusia

dalam kaitannya dengan terjalinnya aliasi antara Rusia dan Cina dalam

SCO.

2. Guna memahami kerjasama yang dilakukan oleh Rusia bersama dengan

Cina sebagai strategic patnership antara keduanya dalam menjaga

pengaruhnya di kawasan Eurasia.

6
3. Guna memahami Rusia sebagai great power di kawasan yang terus

berupaya menjaga kawasan post soviet state untuk tetap berada dalam

pengaruhnya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis:

1. Dapat menambah khasanah kajian teoritis tentang regional security

complex theory (RSCT)

2. Dapat memberi gambaran baru mengenai kajian kawasan Asia Tengah

pada khususnya dan kawasan Eurasia pada umumnya

1.4.2 Manfaat praktis:

1. Dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian setelah ini terutama yang

menyangkut Rusia, Cina, dan SCO juga menggenai fenomena serupa.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan

keilmuan khusus bagi kajian kawasan Eurasia (Eropa dan Asia).

3. Dapat memberi kotribusi bagi kajian Ilmu Hubungan Internasional

khususnya mengenai hubungan Rusia dan Cina dalam lingkup SCO.

1.5 Kajian Pustaka

1.5.1 Literatur Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang telah terlebih dahulu meneliti mengenai

respon Rusia terhadap ancaman yang mulai merambah pada negara-negara buffer-

zonenya yaitu negara bekas Uni Soviet. Penelitian yang pertama dari Dr. Shirin

7
Akiner,17 yang kedua penelitian yang ditulis oleh Anna Matveeva dan Antonio

Giustozzi,18 yang ketiga penelitian dari Stephen Blank,19 dan yang terakhir skripsi

dari Laillatur Riva.20

Penelitian yang pertama berjudul The Shanghai Cooperation Organization:

A Networking Organisation for A Networking World, dari Dr. Shirin Akiner.

Dalam tulisan ini menjelaskan mengenai SCO sebagai organisasi yang memang

dibentuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia Tengah. Dakam tulisan ini

Akiner mencoba memaparkan bentuk organisasi SCO, kiprahnya dalam dunia

internasional serta hubungannya dengan Negara-negara lain. Akiner juga

menjelaskan bahwa pada awal mua SCO yang dibentuk atas dasar menjaga

stabilitas di Negara tengga kemudia dengan Shanghai Spirit kemudian mulai

merambah kearah kerjasama yang lebih komplit antar anggotanya. Dengan

demikian diharapkan oraganisasi ini dapat menjaga kemanana bersama para

anggotanya.

Akiner juga menjelaskan tujuan awal dari SCO ini adanya memerangi tiga

hal yaitu melawan teroris, separatis, dan ekstrimis. Selain itu poin penting yang

tertera dalam SCO charter adalah membangun kepercayaan antar negara tengga.

Penelitian ini hanya fokus pada SCO secara umum, mulai dari bagaimana awal

17
Akiner, Shirin, Dr, 2010, The Shanghai Cooperation Organization: A Networking Organisation
for A Networking World, Global Strategy Forum. Dalam http://www.globalstrategyforum.org/wp-
content/uploads/The-Shanghai-Cooperation-Organisation.pdf (diakses tanggal 10 Juli 2013)
18
Anna Matveeva & Antonio Diustozzi, 2008, The SCO: A Regional Organisation in The Making,
Working Paper 39, Crisis States Research Center LSE. Dalam
http://eprints.lse.ac.uk/22937/1/wp39.2.pdf (diakses tanggal 17 Juli 2013)
19
Stephen Blank, 1995, Energy, Economics, and Security in Central Asia: Russia and Its Rivals,
Startegic Studies Institute U.S. Army War College, Carlisle Barracks, Pa. 17013. Dalam
http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/PUB119.pdf (diakses tanggal 17 Juli 2013)
20
Laillatur Riva, 2012, Dampak Perluasan Keanggotaan Uni Eropa ke Negara-Negara Baltik
Terhadap Soft Security Rusia, skripsi, UMM: Unpublished.

8
mula pembentukannya yang semula bernama Shanghai Five lalu bertransformasi

menjadi SCO.

Penelitian ini banyak mengulas aktifitas SCO dari semenjak awal

berdirinya. Sebagaimana SCO yang cakupan kerjasamanya tidak hanya dalam

bidang militer saja melainkan dalam bidang perdagangan, serta suplai energi.

Selain itu SCO yang pada awal mula berdirinya diarhkan guna mengatasi

ancaman di kawasan berkenaan dengan three evil; separatis, teroris, dan

ekstremis, dalam hal ini SCO membentuk suatu badan yang secara khusus

menangani persoalan ini, yaitu Regional Anti-Terrorist Structure (RATS).

Dan lagi, Akiner juga menuliskan, reaksi Barat terhadap SCO bahwa

sebagai sebagai organisasi regional pertama yang mana AS tidak termasuk di

dalamnya disebut banyak kalangan akademisi sebagai block tandingan AS.

Kalangan western menyebut SCO sebagai ‘beast of the east’, ‘OPEC with the

bombs’, dan ‘NATO’s evil twin’. SCO seyogyanya secara formal tidak diciptakan

untuk menjadi tandingan siapapun. SCO diciptakan untuk mencitakan

kepercayaan antar anggota serta untuk menjaga territorial anggota.

Penelitian ini meski tidak memiliki kesamaan secara alur pembahasan

namun pada dasarnya penelitian yang fokus membahas SCO secara mendalam

sangat membantu penulis dikarenakan SCO merupakan salah satu unit penting

dalam penelitian ini. Penelitian ini pun mengupas bagaimana hubungan SCO

bersama organisasi regional lainnya, serta bagaimana garis koordinasi antar

anggota dan negara-negara observer seperti Iran, Turkmenistan, Pakistan, India,

dan Mongolia.

9
Penelitian kedua merupakan sebuah jurnal dari Anna Matveeva dan Antonio

Giustozzi yang berjudul The SCO: A Regional Organisation In The Making.

Penelitian ini memaparkan mengenai SCO sebagai organisasi regional yang

bertujuan untuk memperkuat rasa saling percaya, bertetangga yang baik, dan

persahabatan di antara negara anggota; mengembangkan kerja sama yang efektif

di bidang politik urusan, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi,

budaya, pendidikan, energi, transportasi dan perlindungan terhadap lingkungan;

dan bekerjasama untuk memelihara perdamaian, keamanan dan stabilitas regional.

Matveeva dan Giustozzi juga memaparkan dinamika organisasi baik dalam

internal SCO maupun kondisi eksternal yang terjadi. Yang dalam kondisi inetrnal

dalam SCO, Rusia dan Cina sebagai dua negara dengan kekuatan yang lebih besar

dari pada keempat anggota lainnya kedua memiliki beberapa kesepahaman yang

berbeda. Intervensi dari luar anggota juga turur mewarnai dinamika dalam

oraganisasi yang terbentuk pada pada tahun 2001 ini.

Penelitian ini penulis gunakan sebagai penelitian terdahulu karena penelitian

ini memaparkan begitu banyak perkembangan aliansi Rusia dalam SCO dan juga

bagaimana kondisi internal di kawasan Asia Tengah. Selain itu penelitian ini juga

membantu penulis dalam mengetahui perkembangan separatis, teroris, dan

ekstremis yang menjadi salah satu permasalahan nasional yang sangat krusial di

masing-masing negara anggota SCO yang berusaha mereka atasi bersama melalui

SCO. Selain itu, penelitian ini juga mengulas perkembangan internal dalam

konteks hubungan negara-negara anggota SCO serta perkembangan eksternal

mengenai hubungan negara anggota SCO dengan negara lain seperti AS dan

10
negara aliansinya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang penulis

teliti adalah cakupannya yang sangat luas mengenai perkembangan organisasi

SCO, sedangkan penulis hanya meneliti mengenai bagaimana Rusia mencoba

menggunakan SCO dalam mengatasi ancaman di kawasan Asia Tengah.

Penelitian ketiga dari Stephen Blank yang berjudul Energy, Economics, and

Security in Central Asia: Russia and Its Rivals. Penelitian ini mengulas

bagaimana kiprah Rusia di Asia Tengah serta bagaimana Rusia menghadapi

negara-negara di luar kawasan yang mulai mengancam posisinya sebagai satu-

satunya hegemon di kawasan.

Menurut Blank ada banyak negara di luar kawasan yang mulai masuk di

Asia Tengah dengan berbagai kepentingan nasional mereka, seperti Turki, Iran,

India, Pakistan, AS, dan tak terkecuali Cina. Mayoritas kepentingan mereka di

kawasan adalah perihal ekonomi, dan keamanan. Rusia yang menobatkan dirinya

sebagai great power di kawasan merasa perlu mewaspadai kehadiran para rivalnya

itu di wilayah buffer zone-nya.

Cina yang mulai meningkat kebutuhan akan energi karena tingkat produksi

yang semakin pesat sangat berkepentingan di Asia Tengah, mengingat negara-

negara di Asia Tengah memiliki banyak cadangan kekayaan alam tersebut. Selain

itu perihal perbatasan di Xinjiang serta kelompok ektrimis di sana. Rusia

memandang pertumbuhan yang dialami Cina di berbagai aspek seperti ekonomi,

dan keamanan merupakan ancaman sekaligus peluang bagi Rusia.

Penelitian ini digunakan sebagai literatur terdahulu karena penelitian ini

mengulas hubungan Rusia dengan negara-negara yang menjadi rivalnya di

11
kawasan yang salah satunya adalaha Cina. Penelitian ini dapat membantu penulis

dalam melihat pola prilaku Rusia dalam hubungannya dengan Cina di kawasan

Asia Tengah.

Penelitian yang keempat adalah dari skripsi milik Lailatur Riva yang

berjudul Dampak Perluasan Uni Eropa ke Negara-Negara Baltik Terhadap Soft

Security Rusia. Penelitian tersebut menguaraikan mengenai dampak perluasan Uni

Eropa, terutama tahap kelima ke (Central and Eastern Europe/CEE) khususnya

ke 3 negara Baltik yaitu Estonia, Latvia dan Lithuania yang merupakan negara-

negara pembentuk kesatuan Uni Soviet era Perang Dingin, adalah ancaman

menurut Rusia (berdasarkan karakteristik Rusia). Memang bukan ancaman secara

militer yang timbul, karena UE bukanlah suatu kerjasama/pakta/aliansi

pertahanan, melaikan organisasi regional. Jadi soft security Rusia lah yang

terancam.

Penelitian ini menggunakan Regional Security Complex Theory (RSCT).

Berdasarkan RSC tipe Great Power-concerned, Rusia sebagai rezim Great Power

di kawasannya, mengikrarkan dirinya sebagai yang paling berhak menjaga

keamanan negara-negara di kawasannya. Oleh karena itu Rusia pun bersikap

responsif karena dampak-dampak dari perluasan tersebut telah mengguncang

stabilitas kawasannya dan domestiknya. Dampak-dampak tersebut timbul sebagai

akibat dari adanya transformasi sistem di lingkungannya sebagai imbas dari

adopsi aturan-aturan dan standar-standar UE oleh negara-negara anggota baru dan

negara-negara tetangga baru (yang juga merupakan near abroad-nya Rusia).

12
Rusia, sebuah negara besar yang merupakan ex-Soviet paling powerful dan

Great Power di kawasannya, mempunyai karaktertik khas yang unik dan berbeda

dengan nilai-nilai UE dalam memterjemahkan aspek-aspek keamanan. Dengan ini

maka, Rusia memandang perluasan UE ke negara-negara Baltik sebagai ancaman

yang menjadi faktor utama Rusia dalam menyikapi hal ini dengan memberikan

respon-respon terkait dengan perluasan tersebut. Respon-respon ini marupakan

tindakan yang dikeluarkan Rusia sebagai reaksi atas dampak-dampak perluasan

UE yang mengakibatkan terganggunya keamanan kawasan dan internal Rusia,

terutama pada aspek-aspek keamanan non-militer (politik, ekonomi dan sosial,

yang diistilahkan sebagai soft security).

Dampak-dampak perluasan ini menerjang internal Rusia diakibatkan karena

adanya benturan kekuasaan dan pengaruh antara Rusia dengan UE (sebagai Great

Power dalam kawasannya masing-masing) yang terjadi di dalam satu kawasan

yang sama, dalam Regional Security Complex (RSC) Rusia. Dengan tipe RSC

Rusia yang merupakan Great Power-concerned, maka Rusia merupakan satu-

satunya power dalam kawasan tersebut yang berhak dan harus mewujudkan

pencapaian keamanan, keamanan kawasan yang nantinya bermuara pada

keamanan nasional masing-masing negara-negara di dalamnya, termasuk

keamanan domestik Rusia sendiri. Pola persamaan penelitian dengan peneliti

adalah tetap pada sosok Rusia yang merasa terancam atas hadirnya external power

di negara-negara bekas Uni Soiet yang mana negara tersebut merupakan bentuk

pertahanan Rusia di kawasan.

13
Penelitian ini digunakan sebagai literatur terdahulu mengingat penelitian ini

memiliki kesamaan dalam poin Rusia sebagai great power di kawasan yang

merasa berhak menjaga kawasannya dari adanya ancaman yang datang di

kawasan post soviet state. Jika dalam penelitian ini Lailatur Riva mengambil

fokus pada kawasan Baltik yang terdiri dari Latvia, Estonia dan Lithuania, maka

penulis meneliti usaha Rusia dalam melindungi kawasan Asia Tengah dan

mencegah ancaman yang datang di kawasan.

Tabel 1.1 Posisi Penelitian

No. Nama/Judul Metodologi Hasil


1 Dr. Shirin Akiner/ - Deskriptif Bahwa SCO merupkan
The Shanghai - Fokus pada organisasi regional di kawasan
Cooperation pembentukan Eurasia (Eropa-Asia) yang
Organization: A organisasi awal mulanya bertujuan untuk
Networking Shanghai strethening of regional peace,
Organisation for A Cooperation security and stability. SCO
Networking World Organization mencakup berbagai bidang
(SCO) kerjasama antara lain security,
economi, budaya, pendidikan
sertan lingkungan. SCO sering
dianggap sebagai counter
baance terhadap Barat, namun
secara formal organisasi ini
diciptakan untuk menciptakan
dan memperkuat kepercayaan
antar anggota.
2 Anna Matveeva - Deskriptif Bahwa terdapat berbagai
dan Antonio - Fokus pada SCO dinamika dalam SCO baik di
Giustozzi/ The sebagai organisasi luar oragnisasi maupun di
SCO: A Regional regional dalam organisasi. Mulai dari
Organisation in awal pembentukan SCO
The Making hingga bagaimana
(Jurnal) hubungannya dengan
organisasi lain di kawasan.
Selain itu SCO sebagai
organisasi regional di kawasan
yang terus berusaha untuk
menjaga kawasan dari
ancaman separatis, teroris, dan

14
ekstremis yang telah
berdiaspora dan menjadi
permasalahan di masing-
masing anggota SCO.
3 Stephen Blank/ - Deskriptif Rusia memiliki banyak rival
Energy, - Fokus pada Rusia di kawasan Asia Tegah yang
Economics, and dalam menghadapi dapat mengancam posisinya di
Security in Central para rivalnya di sana. Ada banyak negara
Asia: Russia and kawasan Asia outsider power yang masuk di
Its Rivals (Jurnal) Tengah kawasan mulai dari AS, Turki,
Iran, India, Pakistan, serta
Cina. Para rival Rusia di
kawasan tersebut hadir dengan
berbagai kepentingan, mulai
dari kepentingan energy,
ekonomi dan keamanan di
Asia Tengah, mengingat
kawasan ini merupakan
kawasan yang sangat strategis
secara geografis yang menjadi
jembatan antara western dan
eastern dan juga kawasan ini
kaya akan energi yang
dibutuhkan banyak negara
besar di dunia.
4 Lailatur Riva/ - Eksplanatif Bahwa perluasan UE,
Dampak Perluasan - Memakai terutama tahap kelima ke CEE
Uni Eropa ke Regional Security khususnya ke 3 negara Baltik
negara-negara Complex Theory yaitu Estonia, Latvia dan
Baltik terhadap - Fokus pada Lithuania yang merupakan
soft security Rusia karakteristik negara-negara post soviet
(Skripsi) Rusia state, adalah ancaman
menurut Rusia (berdasarkan
karakteristik Rusia) bagi soft
security nasionalnya. Rusia
pun bersikap responsif karena
dampak-dampak dari
perluasan tersebut telah
mengguncang stabilitas
kawasannya dan domestiknya.
5 Siti Mukarramah - Eksplanatif Rusia sebagai negara besar di
(penulis)/ Analisa - Memakai kawasan Asia Tengah terus
Kemitraan Regional Security berusaha menjaga
Strategis Rusia Complex Theory pengaruhnya dari berbagai
dengan Cina di dan Neo ancaman di Asia Tengah.
Kawasan Asia Eurasianism Ancaman tersebut mulai dari

15
Tengah dalam - Fokus pada Rusia masuknya pengaruh AS di
Shanghai dalam menjalin kawasan bersama aliansinya
Cooperation kemistraan NATO dan UE, serta ancaman
Organisation strategis dengan dari separatis, teroris dan
(SCO) Cina dalam SCO ekstremis di kawasan Asia
Tengah. Melihat hal itu
membuat Rusia memilih untuk
beraliasi dengan Cina dalam
SCO yang mana keamanan di
Asia Tengah juga menjadi
penting bagi Cina dalam
mengatasi separatis di
Xinjiang dan mengamankan
pasokan energi dari kawasan
tersebut. Selain itu Cina juga
berbatasan langsung dengan
Rusia dan negara-negara di
Asia Tengah.

1.6 Kerangka Pemikiran/Kajian Teoritis

1.6.1 Regional Security Complex Theory (RSCT)

Guna menjelaskan fenomena di kawasan Rusia dan negara post soviet

Rusia dalam menciptakan keamanan bersama di kawasan dengan membuat

ketmitraan strategis dengan Cina dalam bentuk SCO, peneliti menggunakan

regional security complex theory (RSCT) sebagai alat analisa. Barry Buzan dan

Ole Waever dalam buku Regions and Powers the Structure of International

Security. Membahas mengenai Regional Security Complex (RSC) yang meliputi

berbagai macam unsur-unsur seperti geografi, etnisitas serta budaya masyarakat

sekitar wilayah tersebut. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi adanya saling

16
ketergantungan antar negara satu dengan negara lainnya yang kemudian akan

menimbulkan munculnnya satu kompleksitas keamanan regional.21

RSCT adalah teori yang menekankan perhatiannya pada signifikansi unsur

kawasan (region) dalam memahami dinamika keamanan internasional. Sebuah

kawasan bisa dikualifikasikan sebagai RSC jika memenuhi poin sebagai

sekelompok negara atau entitas lain yang harus memiliki kadar kesaling-

ketergantungan security yang cukup bagi keduanya untuk menetapkan dirinya

sebagai satu kesatuan dan untuk membedakan mereka dari kawasan-kawasan

security yang mengelilinginya. 22 Definisi kawasan (region) dalam RSCT lebih

dilihat dari kacamata keamanan sehingga suatu wilayah didefinisikan berdasarkan

jangkauan pengaruhnya terhadap suatu isu keamanan. RSCT secara definitif

menurut Barry Buzan dan Ole Waever adalah:

“A set of units whose major processes of securitisation,


desecuritisation, or both are so interlinked that their security
problems cannot reasonably be analysed or resolved apart from one
another”23

Bahwa RSCT lebih mengacu kepada sekumpulan unit yang memiliki proses

sekuritisasi,24 desekuritisasi,25 atau keduanya saling terhubung atau mengikat, dan

21
Barry Buzan and Ole Waever, 2003, Regions and Powers: The Structure of International
Security, United Kingdom: Cambridge University Press,. Hal. 43
22
Ibid,.
23
Ibid,. Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 44
24
Dalam Sekuritisasi keamanan lebih kepada speech act dari aktor negara, seperti yang dikatakan
Waever, “something is a security problem when the elites declare it to be so..”. Aktor melakukan
perlusasan cakupan keamanan nasional ke dalam berbagai bidang sehinggasemua masalah bisa
dilihat sebagai keamanan nasional melalui proses politik. Sebagaimana yang ditekankan penganut
konstruktivisme, kemanan juga dilihat sebagai suatu hal yang dikonstruksikan, bukan merupakan
suatu hal yang mutlak adanya. Politisasi isu yang dilakukan aktor menyebabkan isu yang tadinya
bukan merupakan isu keamanan berubah menjadi isu yang mengancam dan membutuhkan agenda
nasional untuk mengatasinya. Melalui sekuritisasi, terjadi pergeseran isu dari yang mulanya hanya
isu politik biasa, menjadi isu yang diasumsikan urgent dan butuh penangan cepat bahkan tanpa

17
dapat menyebabkan masalah keamanan negara-negara tersebut, dan ini tidak dapat

dianalisa secara terpisah satu sama lain.26 Maksudnya di sini adalah RSCT adalah

proses sekuritisasi dan desekuritisasi yang dilakukan oleh aktor dalam regional

yang tidak bisa terlepas dari persinggungan permasalahan keamanan negara-

negara di kawasan tersebut.

Dalam RSCT, sekuritisasi dan desekuritisasi menempati gagasan paling

utama mengenai unsur pembentukan kompleksitas keamanan, termasuk aktor

yang berperan di dalamnya. Sebab sekuritisasi adalah gagasan politik yang

dilegitimasi oleh negara yang nantinya akan berkembang mejadi kebijakan politis.

Hal itulah mengapa Buzan dan Waever mengatakan sekuritasi dan desekuritisasi

domestik juga ikut mempengaruhi sekuritisasi dan desekuritisasi eksternal

(regional).27

Level analisa yang digunakan dalam RSCT adalah regional dengan

konsentrasi pembahasan kemanan.28 Level regional merujuk pada kondisi negara,

aktor, atau unit di dalamnya berinteraksi bersama, yang mana keamanan mereka

peraturan normal dan aturan-aturan pembuatan keputusan lainnya. Inilah esensi dari sekuritisasi.
Dirangkum dari Rita Taureck, 2006, Securitization Theory and Securitization Studies, Journal of
International Relations and Development, The University of Warwick,. Dalam
http://wrap.warwick.ac.uk/1082/1/WRAP_Floyd_Securitization_theory_and_securitization_studie
s_WRAP.pdf diakses tanggal 10 September 2014
25
Desekuritisasi adalah proses normalisasi suatu isu. Jika sekuritsasi membutuhkan speech act,
maka desekuritisasi pengurangan speech act, bahkan tidak perlu ada sama sekali. Desekuritsasi
juga merupakan produk politik yang dilakukan oleh elit suau negara di mana melihat suatu isu
keamanan sebagai isu politik biasa dan tidak perlu penyikapan khusus. Dengan kata lain
desekuritisasi merupakan kebalikan dari sekuritisasi. Ibid, Rita Taureck.
26
Ibid, Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 44
27
Ibid,
28
Ibid, Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 48

18
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Regional merupakan kawasan

tempat bertemunya kepentingan nasional dan global secara bersamaan.29

Selain itu, region juga dipahami sebagai subsistem supranasional dari

sistem internasional. 30 Analisa mengenai RSC ini meliputi unsur-unsur seperti

geografi, etnisitas, dan budaya masyarakat di suatu regional tertentu. Ketiga faktor

ini nantinya dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sistem politik,

yang pada akhirnya akan menimbulkan adanya saling ketergantungan antar negara

satu dengan negara lain. Dan akan bermuara pada munculnya sistem pertahanan

keamanan regional. Unsur yang terpenting dalam pembentukan RSC ini, menurut

Barry Buzan, adalah adanya saling interdependesi dan interaksi dalam kerjasama

keamanan antar negara-negara di dalam kawasan tersebut. 31 Walaupun sudah

terbentuk hubungan saling interdependensi dan interaksi kerjasama keamanan

antar negara-negara RSC, Buzan tidak menyangkal akan tetap adanya sebuah

interaksi yang selalu terdapat suatu persaingan, perimbangan kekuasaan, berbagai

bentuk aliansi dan juga masuknya kekuatan eksternal ke dalamnya.32

Buzzan & Wæver, mengemukakan bahwa:

“The central idea in RSCT is that, since most threats travel more
easily over short distances than long ones, security interdependence is
normally patterned into regionally based clusters: security complexes.
[…] Processes of securitization and thus the degree of security
interdependence are more intense between actors inside such

29
Ibid, Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 37
30
Björn Hettne, Beyond the ‘New’ Regionalism,
http://www.iei.liu.se/content/1/c4/36/46/autumn%202005/ h05%20-%20NPE_Hettne_3.pdf,
diakses pada 18 Mei 2014
31
Barry Buzan dkk., The European Security Order Recast: Scenarios for the Post-Cold War Era,
London:Pinter, 1990, hal.77
32
Op. Cit., Barry Buzan dan Ole Waefer,. hal. 47

19
complexes than they are between actors inside the complex and
outside of it.”33
Teori yang dikemukakan oleh Buzzan tersebut menggambarkan sebuah

situasi bahwa ancaman yang ada dapat semakin mudah menyebar, baik pada jarak

dekat maupun pada jarak yang jauh. Oleh karena itu, terjadilah suatu

interdependesi keamanan dalam suatu kawasan, sehingga menjadikan keamanan

tersebut menjadi semakin kompleks. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya

hubungan antar aktor yang terlibat, baik secara langsung di dalam kompleksitas

tersebut ataupun aktor yang terlibat di luar kompleksitas keamanan yang sudah

ada.

Barry buzan dan Ole Waever juga merumuskan empat struktur penting

dalam RSCT untuk mengidentifikasi dan menilai perubahan di tingkat regional.

Pertama, batas wilayah, yang menjadi pembeda antara RSC dengan negara-negara

di sekitarnya. Kedua, struktur anarkis, RSC harus terdiri dari minimal dua unit

otonom. Ketiga, polaritas, distribusi kekuasaan antar unit dalam kawasan.

Keempat, konstruksi sosial, meliputi pola amity dan emity antar unit.34

Dalam sebuah sistem internasional anarkis, RSC akan menjadi substruktur

yang diharapkan, yang memiliki efek mediasi penting dalam dinamika global,

bagaimana polaritas great power sebenarnya beroperasi di sistem internasional.

Hal ini membuat teori dengan kebanyakan aliran realis, dan banyak basis liberal,

berpikir tentang sistem internasional. Di lain pemikiran, teori ini memiliki akar

konstruktivis, karena pembentukan dan pengoperasian RSC pada pola

persahabatan (amity) dan permusuhan (enmity) di antara unit dalam sistem, yang

33
Ibid,.hal. 4
34
Ibid, Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 53

20
membuat sistem regional tergantung pada tindakan dan interpretasi pelaku, bukan

hanya refleksi mekanis distribusi kekuasaan.

Pola relasi antara amity dan enmity antar negara di kawasan menjadi hal

yang sangat penting dalam RSCT. Amity dimaksudkan sebagai hubungan yang

dekat antar negara, yang melahirkan adanya ekspektasi perlindungan dan

dukungan, sedangkan enmity dimengerti sebagai hubungan yang berlandaskan

ketakutan dan kecurigaan. Pola amity dan enmity tersebut dibangun berdasarkan

faktor sejarah dan budaya umum secara sosial. Pembentukan konflik hasil akhir

yang negatif, dan yang pertengahan menghasilkan rezim keamanan (security

rezim), serta yang positif menghasilkan komunitas keamanan (security

community).35

Keamanan nasional suatu negara tidak bisa hanya berdasarkan keamanan

negara itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh keamanan kawasannya. Oleh

karena itu, keamanan suatu negara tidak bisa dipisahkan dari negara-negara yang

lain di sekitarnya. 36 Kedekatan geografis suatu negara dengan negara lain

mempunyai andil yang besar dalam menentukan keamanan nasional negara

tersebut. Hal ini sangat wajar karena aksi/tindakan negara tetangga menjadi hal

yang diperhitungkan dalam pengambilan kebijakan di negara tersebut.

Seperti halnya situasi RSC di kawasan Rusia, Rusia sebuah negara besar

yang dikelilingi perbatasan langsung terbanyak di dunia dengan negara-negara

yang menyebar dari barat hingga selatan wilayahnya. Namun yang menjadi fokus

Rusia tentu saja adalah negara-negara terdekat yang pada sejarahnya pernah

35
Ibid, Barry Buzan dan Ole Waever,. Hal. 47-49
36
Barry Buzan and Ole Waever, Op. Cit.

21
menjadi satu kesatuan dalam Uni Soviet. Oleh karena itu, region dalam meneliti

Rusia mengarah pada kawasan Rusia dan negara-negara pecahan Uni Soviet, baik

yang tergabung dalam CIS maupun tidak (yang disebut Rusia dengan term near

abroad). Kawasan Rusia dapat disebut sebagai RSC karena sudah memenuhi

kualifikasi.

Penting untuk menekankan perhatian pada menemukan definisi dari apa

itu wujud keamanan dalam kawasan menurut Rusia. Dalam the theories of

Russian Foreign Policy: the imposed insecurity theory37 dikatakan bahwa;

“This theory closely concerns about nations in close proximity to


Russia. This theory holds that Russian security depends directly on
the insecurity of its neighbours. By keeping neighbouring nations in
a near-constant state uncertainty and dependence, this will ideally
keep that nation dependent on Russia for economic or social
stability. A theory of imposed insecurity foresees an aggressive
Russia constantly pushing and prodding at the borders of
neighbouring states to exploit their weakness and keep them from
fully embracing the West”.

Dari sini definisi RSC berdasarkan sudut pandang Rusia yaitu, bagi Rusia

wujud keamanan dalam kawasannya adalah ketika near abroad-nya berada pada

suatu kondisi tidak aman sehingga akan terus bergantung pada Rusia. Maka

keamanan regional di kawasannya akan terwujud jika hanya ada Rusia saja yang

berperan sebagai Great Power di kawasan tersebut. Namun, keamanan kawasan

Rusia menjadi terancam karena selain hadirnya AS dan aliansinya NATO dan UE

di kawasannya.

Pola relasi yang terjadi di kawasan Asia Tengah dalam mengatasi persoalan

yang di hadapi di kawasan, kemitraan Rusia engan Cina berikut negara-negara


37
Tyler J. Pack, 2011, Chechnya, Georgia, and Theories for Foreign Policy, All graduate Reports
and Creative Projects, Paper 10, diambil dari at http://digitalcommons.usu.edu/gradreports/10
diakses tanggal 29 Sepetember 2014.

22
Asia Tengah dalam SCO terwujud dalam pola relasi amity yang mana dari aliansi

ini tercipta sebuah security community demi menjaga keamanan para anggota di

kawasan yang salah satunya tercipta dalam bentuk latihan militer bersama dalam

Peace Mission 2005, 2006, dan 2007.

1.6.2 Teori Neo-Eurasianisme

Guna menjelaskan prilaku Rusia sebagai great power di kawasan yang

berusaha menjaga kawasan Eurasia penulis menggunakan teori neo-eurasianisme

yang digagas oleh Aleksandr Dugin. Teori ini diawali oleh teori eurasianisme

klasik yang berkembang sejak abad dua puluh. Teori ini berkembang berdasarkan

dua dimensi waktu yakni teori eurasianisme klasik yang muncul awal abad dua

puluh oleh para intelektual Rusia antara lain Trubeckoy, Savickiy, Alekseev,

Suvchinckiy, Iljin, Bromberg, Hara-Davan, dan lain-lain. 38 Teori Eurasianisme

klasik ini berkembang menjadi neo-eurasianisme atau disebut Eurasia pada tahun

1980an hingga saat ini.39

Teori neo-eurasianisme menjelaskan keterfokusan pada konsep great power

dan kemakmuran melalui pendekatan geopolitik kawasan Eurasia –Eropa dan

Asia– sebagai kawasan sentral dunia. Jika dikaitkan dengan konsep geopolitik,

terdapat dua teori geopolitik yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan

38
Ray Silvius, 2014, The Russian State, Eurasianism, and Civilisations in the Contemporary
Global Political Economy, Journal of Global Faultlines, vol. 2. Dalam
http://www.keele.ac.uk/media/keeleuniversity/fachumsocsci/spire/docs/globalfaultlines/volume2/T
he%20Russian%20State%20Eurasianism%20and%20Civilisations%20in%20the%20%20Contem
poary%20Global%20Economy.pdf diakses tanggal 29 Desember 2014
39
Anton Shekhovtsov & Andreas Umland, Is Aleksandr Dugin a Traditionalist?“Neo-
Eurasianism” and Perennial Philosophy. Dalam
http://www.researchgate.net/profile/Andreas_Umland/publication/229445632_Is_Aleksandr_Dugi
n_a_Traditionalist_Neo-
Eurasianism_and_Perennial_Philosophy/links/00b7d5152e08a728ca000000.pdf diakses tanggal 29
Desember 2014.

23
dengan teori Eurasianisme, yakni heartland theory oleh Mackinder dan rimland

theory oleh Nicholas J. Spkyman. Berdasarkan teori heartland, dunia terbagi

menjadi tiga wilayah, yakni satu, world-island meliputi Eropa, Asia, and Afrika;

dua, offshore island meliputi Inggris (great britain) dan Kepulauan Jepang; dan

tiga, outlying island meliputi kontinental Amerika Utara, Amerika Selatan, dan

Australia. Sedangkan heartland yang dimaksudkan dalam teori ini adalah Rusia.40

Mackinder menyatakan bahwa:

“Who rules East Europe commands the heartland; who rules the
heartland commands the World-Island; who rules the World-Island
controls the world”.41

Secara singkat, Mackinder menyatakan siapa yang mampu menguasai Eropa

Timur akan memiliki kekuasaan akan heartland dan yang menguasai heartland

akan mampu menguasai world-island yang secara keseluruhan menguasai dunia.

Pernyataan Mackinder ini diperkuat dengan teori yang dinyatakan oleh Nicholas J.

Spkyman melalui teori rimland-nya pada masa perang dingin. Teori ini

menyatakan dunia terbagi menjadi empat wilayah, yaitu heartland, rimland

(world–island dan offshore), oceanic belt serta new world (Amerika). Wilayah

rimland (world–island dan offshore) yang dimaksud adalah wilayah Eurasia,

Eropa Timur dan Asia Tengah. Secara tersirat, teori ini menyatakan wilayah

rimland merupakan wilayah dengan sumber daya (resources) paling berpengaruh.

Spkyman menyatakan bahwa:

40
Ibid,
41
Sir Halford J. Mackinder, 1947, Democratic Ideals and Reality: A Study in the Politics of
Reconstruction, NDU Press defense classic. Hal 18. dalam
http://mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/139619/ipublicationdocument_singledocument/eda
9e313-7e1b-41f3-a9d7-44b84da4ae5f/en/1942_Democratic_Ideals_Reality.pdf
(diakses tanggal 29 Desember 2014)

24
“Who controls the Rimland rules Eurasia; Who rules Eurasia
controls the destinies of the world.”42

Penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan di wilayah rimland

berarti mengontrol dunia karena wilayah tersebut memiliki letak strategis untuk

dikuasai. Secara tersirat, dua teori ini menyatakan bahwa wilayah Eurasia

memiliki letak yang strategis untuk dikuasai dan didominasi. Dominasi wilayah,

sumber daya dan penduduk (masyarakat) di Eurasia menjadikan suatu negara

mendominasi dunia. Upaya dominasi di wilayah Eurasia tersebut akan menjadikan

suatu negara menjadi great power dunia karena ketika suatu negara mendominasi

wilayah Eurasia maka negara tersebut mengontrol dunia. Rusia menggunakan

konsep geopolitik ini sebagai justifikasi dari tindakan eksternalnya berdasarkan

teori eurasianisme.

Neo-eurasianisme, terutama di era pasca-Perang Dingin, memiliki premis

dasar yang menginginkan kembalinya Rusia sebagai kekuatan besar di dunia.

Demi tujuan tersebut Rusia harus bisa mengontrol kawasan heartland karena

kawasan itu adalah jalan utama menuju penguasaan dunia.43

Teori heartland dan rimland menyatakan wilayah Rusia strategis sebagai

jembatan antara Eropa dan Asia yang menguntungkan Rusia secara tidak langsung.

Hal tersebut dijadikan Rusia sebagai upaya mendominasi wilayah Eurasia yang

diperkuat dengan teori eurasianisme yang berkembang pada tahun 1980-an. Teori

tersebut menggunakan konsep geopolitik yang membagi wilayah dunia

berdasarkan empat wilayah yakni wilayah pertama Eropa dan Afrika yang terdiri

42
Ibid,
43
JohnT. Payne, 2004. Geopolitics, Globalization, and the Age of Terrorism. dalam
http://www.raleightavern.org/geopolitics.htm diakses 10 Mei 2009.

25
dari Uni Eropa, Islam-Arab Afrika dan wilayah sub-tropis Afrika; kedua wilayah

Asia Pasifik yang terdiri dari Jepang, negara-negara Asia Timur dan Indochina,

Australia dan Selandia Baru; yang ketiga wilayah Eurasia yakni Rusia dan negara-

negara Commonwealth of Independent States (CIS) 44 , 45 India, dan Cina; dan

keempat wilayah Amerika yakni Amerika Utara, Amerika Tengah dan Amerika

Selatan.46

Teori neo-eurasianisme ini menjelaskan terdapat kepentingan politik dan

keamanan yang digunakan oleh Rusia melalui kawasan Eurasia sebagai poin

strategis kebijakan luar negeri. Rusia menggunakan kawasan Asia Tengah sebagai

alat strategisnya secara geografis, politik, dan keamanan wilayah untuk

mengamankan wilayahnya dan membantu upaya Rusia memainkan peran sebagai

negara great power di dunia internasional melalui upaya dominasi Rusia di

kawasan post soviet state.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Level Analisa

Dalam penelitian ini Rusia yang masuk dalam level negara sebagai variabel

dependen atau unit analisa, sedangkan variabel independen atau unit

eksplanasinya adalah SCO yang masuk dalam level sistem karena SCO

44
Commonwealth of Independent States, selanjutnya akan disebut CIS
45
CIS atau Persemakmuran Negara-Negara Merdeka atau SNG (Sodruzhestvo Nezavisimikh
Gosudarstv) terbentuk seiring dengan proses kehancuran Uni Soviet (USSR) di penghujung abad
20. Dalam A. Fahrurodji, 2005, Rusia Baru Menuju Demokrasi; Pengantar Sejarah dan Latar
Belakang Budayanya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 227
46
Ištok, Robert, & Zuzana Jakabová. 2011, Geopolitical Conception of Globalization in the
Interpretation of Alexander Dugin, In The Scale of Globalization; Think Globally, Act Locally,
Change Individually in the 21st Century, 112-117. Ostrava: University of Ostrava. Dalam
http://conference.osu.eu/globalization/publ2011/112-117_Istok-Jakabova.pdf (diakses tanggal 29
Desember 2014)

26
merupakan suatu bentuk regionalisasi pengelompokan negara-negara di kawasan

yang melibatkan lebih dari dua negara yang dalam kebijakannya mampu

berpengaruh terhadap kostalasi politik di kawasan. Maka dari itu bentuk penelitian

ini adalah induksionis karena unit eksplanasinya lebih tinggi tingkatannya yakni

sistem internasional, dibandingkan unit analisanya yakni Rusia sebagai negara.47

1.7.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian

eksplanatif. 48 Jenis penelitian eksplanatiaf ialah penelitian yang melibatkan

hubungan dua ariabel atau lebih melalui penggunaan teori dan konsep-konsep

dalam menjelaskan suatu fenomena. Penelitian eksplanatif juga mengharuskan

penulis menentukan hipotesis dalam penelitiannya.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi literatur.

Data didapat dari berbagai sumber baik itu dalam bentuk tulisan seperti buku,

aktikel, jurnal, referensi internet, majalah maupun dalam bentuk diskusi lepas

yang kemudian diolah dengan menggunakan analisa secara mendalam terhadap

data tersebut.

1.7.4 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,

yaitu data-data serta informasi yang diperoleh disampaikan dengan eksplanasi

yang berorientasi pada penelaahan fenomena yang sedang diteliti, yang pada

47
Mochtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, PT. Pustaka
LP3ES Indonesia, Jakarta, hal. 39
48
Uber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Adhitama, hal. 30-41

27
akhirnya menghasilkan pemahaman tentang fenomena yang menjadi topik

penelitian.

1.8 Ruang Lingkup Penelitian

1.8.1 Batasan Materi

Agar penelitian ini fokus maka penulis perlu memberi batasan penelitian

guna, tujuannya adalah agar pembahasan masalah dapat terarah pada pokok

bahasan yang ingin diteliti. Adapun batasan materi dari penelitian ini adalah

penulis akan membahas mengenai kepentingan Rusia membuat kemitraan

strategis dengan Cina SCO, dalam krangka regional security complex. Hanya

pada bagaimana Rusia sebagai great power di kawasan mencoba melakukan

preventive action terhadap ancaman yang datang dari luar kawasan dengan

menjalin sebuah kemitraan strategis dengan Cina berikut negara-negara Asia

Tengah dalam menjaga keamanan regional kawasan Eurasia melalui SCO.

1.8.2 Batasan Waktu

Batasan waktu yang digunakan oleh penulis adalah pada saat dibentuknya

SCO pada tahun 2001 hingga berakhirnya pemerintahan Presiden Vladimir Putin

yang kedua yaitu pada tahun 2008. Namun tidak menutup kemungkinan untuk

data tambahan, penulis mengambil data sebelum tahun 2001 yaitu pada saat

terbentuknya Shanghai Five pada tahun 1996 pada masa pemerintahan Presiden

Boris Yeltsin yang merupakan cikal bakal dari terbentuknya SCO, dan sesudah

tahun 2008 demi menjaga keakuratan penelitian.

28
1.9 Hipotesa

SCO merupakan suatu bentuk langkah yang dilakukan Rusia dalam

mengahadapi persoalan (hadirnya AS dan aliansinya, separatis, teroris, dan

ekstremis) di kawasan. Rusia sebagai great power di kawasan berusaha untuk

menciptakan sebuah keamanan bersama di kawasan dalam menghadapi

kompleksitas keamanan yang dapat mengganggu stabilitas nasional anggota dan

kawasan. SCO sebagai wujud dari kemitraan strategis (strategic partnership)

Rusia dengan Cina dan negara-negara Asia Tengah diupayakan Rusia sebagai

preventive action akan terjadinya konflik di antar negara di kawasan yang juga

akan berdampak pada kawasan lain di sekitarnya, selain itu terganggunya

pengaruh Rusia di kawasan Asia Tengah dengan hadirnya outsider power juga

menjadi alasan Rusia dalam bermitra dengan Cina dalam SCO.

29
1.10 Sistematika Penelitian

Tabel 1.2 Sistematika Penelitian

Bab Bahasan Pokok


Bab I: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Kajian Pustaka
1.6 Kerangka Pemikiran
1.7 Metodologi Penelitian
1.8 Ruang Lingkup Penelitian
1.9 Hipotesa
1.10 Sistematika Penelitian
Bab II: Pembentukan 2.1 Pembentukan Shanghai Cooperation
Shanghai Cooperation Organization (SCO
Organization (SCO), 2.2 Fluktuasi Hubungan Rusia-Cina
Hubungan Rusia dengan 2.3 Stabilitas Internal di Asia Tengah
Cina dan Negara-Negara 2.4 Hubungan Rusia dengan negara-negara Asia
Asia Tengah Tengah
Bab III: SCO sebagai 3.1 Ancaman di Kawasan
Strategi Rusia dalam 3.2 SCO sebagai Preventive Action Rusia di
Membendung Ancaman di kawasan
Kawasan Asia Tengah 3.3 Kepentingan Rusia dalam SCO

Bab IV: Penutup 4.1 Kesimpulan


4.2 Diskusi lanjutan

30

Anda mungkin juga menyukai