Anda di halaman 1dari 16

PERAN INSTRUMEN SYARIAH DALAM MENGENDALIKAN INFLASI

DI INDONESIA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro dan


Makro Syariah
Dosen Pengampu : Dr. Erike Anggraeni, S.E.,M.E.Sy.

Oleh Kelompok 4:

Rahmat Fajar 1986010201

Sherly Yulina Sari 1986010206

Asfiatul Fauziyah 1986010207

Program Studi : Ekonomi Syariah

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1441H/2020 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Ekonomi Mikro dan Makro Syariahyang berkaitan denganPeran Instrumen
Syariah Dalam Mengendalikan Inflasi Di Indonesiatepat pada waktu yang telah
ditentukan. Yang akan digunakan untuk memenuhi salahsatu tugas mata
kuliahEkonomi Mikro dan Makro Syariahyang diampu oleh Ibu Dr. Erike
Anggraeni, S.E.,M.E.Sy.

Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk
belajar dan mempelajari lebih lanjut tentangPeran Instrumen Syariah Dalam
Mengendalikan Inflasi Di Indonesia. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan
penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan. Adanya
makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui tentang
Peran Instrumen Syariah Dalam Mengendalikan Inflasi Di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang membutuhkannya. Namun, makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
untuk masa yang akan datang

Bandar Lampung, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................. 4


B. Rumusan Masalah........................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Instrumen Syariah .............................................................. 6


B. Instrumen Syariah ........................................................................... 7
C. Peran Instrumen Moneter Syariah................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Usaha pengendalian keaadaan ekonomi disuatu negara disebut dengan
kebijakan moneter. Hal utamanya adalah mengatur kestabilan nilai uang dan
jumlah uang yang beredar ditanah air masing-masing negara. Kebijakan
makro ini diharapkan mampu merespon petumbuhan ekonomi secara mikro
sehingga pertumbuhan ekonomi real akan terwujud.
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi diIndonesia memiliki
tujuan untuk mencapaidan memelihara kestabilan nilai rupiah.Tujuan ini
sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentangBank
Indonesia. Koordinasi juga dilakukan oleh BankIndonesia dan Pemerintah
untukmengendalikan inflasi.Secara operasional, pengendalian sasaran-
sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing,penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
pengaturan kredit atau pembiayaan.
Bank Indonesiajuga dapat melakukan cara-carapengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah. Adanya perbedaan prinsip antaraekonomi Islam
dengan ekonomikonvensional yang terkait dengan masalahsistem bunga (pre-
determined rates)membawa implikasi pada perlakuan suatudesain kebijakan
moneter yang dapat mengakomodir kedua hal tersebut dan masih berada
dalam suatu kerangka kebijakan moneter yang utuh.Desain kebijakan moneter
dalam dual banking system di Indonesia hendaknya mengedepankan
konsistensi antara instrumen syariah dengan instrument konvensional serta
memperhatikan prinsipequality terhadap kedua jenis perbankan tersebut.
Sebagai negara yang menerapkan sistem moneter ganda, Indonesia juga
melakukan kebijakan moneter melalui OMS atau Operasi Moneter
Syariah.Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakanmoneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi

4
pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasar kanprinsip syariah.
Tujuan OMS yaitu mencapai target operasional pengendalian moneter syariah
dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank
Indonesia.1
Penerapan instrumen moneter syariah yang berdampingan langsung
denganinstrumen moneter konvensional memilikidampak yang cukup
signifikan terhadappengendalian inflasi (stabilitas harga) diIndonesia.Namun,
sebenarnya bagaimanakonstribusi instrumen moneter syariahsecara parsial
terhadap pengendalian inflasi belum diketahui pasti.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis rumuskan beberapa
masalah yang akan dikaji dalam makalah ini:
1. Bagaimana sejarah instrumen moneter syariah?
2. Apa saja instrumen moneter syariah?
3. Bagaimana peran instrumen moneter syariah dalam mengendalikan inflasi
di Indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah instrumen moneter syariah.
2. Untuk mengetahui apa saja instrumen moneter syariah.
3. Untuk mengetahui peran instrumen moneter syariah dalam
mengendalikan inflasi di Indonesia.

BAB II
1
Tujuankebijakanmoneter(www.bi.go.id/id/moneter/tujuankebijakan/Contents/Default.aspx)diak
ses 23 Maret 2020).

5
PEMBAHASAN

A. Sejarah Instrumen Syariah


Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan,
sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris
maupunhistoris bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi
lainnya.sistem keuanganpada zaman Rasulullah saw. di gunakan bimatalic
standard yaitu emas dan perak(dirham dan dinar) karena keduanya merupakan
alat pembayaran yang sah danberedar di masyarakat. Nilai tukar emas dan
perak pada masa Rasulallah saw. inirelativ stabil dengan nilai kurs dirham-
dinar 1:10, namun demikian, setabilitasnilai kurs pernah mengalami gangguan
karena adanya disequilibrium antarasupply dan demand. Misalkan pada masa
Bani Umayyah rasiokurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa
Abbasiyah beradapadakisaran1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan
nilai oaling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini
akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas
buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literatur konvensional
peristiwa inidi sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa
pemerintahanBany Mamluk dimana mata uang yang beredar tersebut dari
fulus(tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . Oleh ibnu
taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang
keluar uangkualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali
evolusi yaitu:
1. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang
aktifdalam peredaran
2. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter
dalammenentukan nilai tukar uang yang beredar.

6
3. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana
otoritasmoneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan
foreign currencyyang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan
emas yang dimiliki.
Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat
telahmemunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang
keberadaannyatidak diback-up oleh emas dan perak.2

B. Instrumen Moneter Syariah


Instrumen kebijakan moneter Islam dapat dikelompokan dalam dua kelompok
besar. Pertama, kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit, dan kedua
merealisasikan tujuan sosio-ekonomi.
1. Kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit
Kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit dapat berupa tindakan-
tindakan sebagai berikut:
a. Statutory reserve requirement
Pada ekonomi Islam, ini merupakan instrumen yangpenting, karena
diskon rate dan operasi pasar terbuka tidak dapat berlaku. Bank
komersial diwajibkanmenempatkan sebagian dananya yang berasal
dari demanddeposit pada bank central sebagai statutoty
reserve.Reserverequiremen ini hanya berlaku pada demand deposit,
bukanpada mudharabah deposit. Ini dikarenakan mudarabah
depositmerupakan penyertaan (equity) dari penabung pada
banktersebut di mana dimungkinkan memiliki laba maupunresiko rugi.
Sistem ini akan baik bila ditunjang denganpengawasan bank yang baik
pula.3

b. Credit Ceiling

2
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam,Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007 hlm. 177
3
Muhammad, Kebijakan Fiskal, Jakarta, Salemba Empat, 2002. h. 167.

7
Yaitu batasan nilai kredit tertinggi yang bisa diberikanbank komersial
untuk menjamin bahwa penciptaan kredittotal sesuai dengan target
moneter. Dengan hanyamengandalkan reserve requirement yang
memudahkanBank Sentral melakukan penyesuaian pada high
poweredmoney, belum bisa menjamin keberhasilan
manajemenmoneter, karena dapat terjadi ekspansi kredit
melampauidari jumlah yang ditargetkan. Hal ini terjadi karena
alirandana yang dapat diperkirakan dengan tepat hanya bisamasuk
dalam sistem perbankan yang berasal dari bermudharabahnya Bank
Sentral dengan bank komersial.
Sedangkan aliran dana dari sumber lain yang masuk dalam sistem
perbankan sulit ditentukan secara akurat.Yang turut mempengaruhi
adalah tidak jelasnyahubungan antara reserve requiremen yang ada
pada bankkomersial dengan ekspansi kredit. Singkatnya
perilakumoney suplay mencerminkan interaksi sebagai
faktorfaktorinternal dan eksternal yang komplek, makasebaiknyalah
ditetapkan credit ceiling.4

c. Demand Deposit
Untuk mempengaruhi reserves pada bank komersial, pemerintah
berwenang memindahkan demand deposit pemerintah yang ada pada
Bank Sentral kepada dan daribank komesial. Intrumen ini mempunyai
fungsi yangmirip dengan fungsi operasi pasar terbuka, dimana
BankSentral mempengaruhi langsung terhadap bankkomersial.

d. Common pool
Yaitu instrumen yang mensyaratkan bank-bankkomersial untuk
menyisihkan sebagian deposit yangdikuasainya dalam proporsi tertentu
yang berdasarkankesepakatan bersama guna menanggulangi

4
Muhammad Umer Chapra, Al Qur’an: Menuju Sistem Moneter Yang Adil, Yogyakarta, Dana
Bhakti Wakaf Prima Yasa,2000. h. 145.

8
masalahlikuiditas. Instumen ini memiliki kemiripan fungsidengan
fasilitas re-diskonto pada Bank Sentralkonvensional untuk
memecahkan masalah likuiditas.5

e. Moral suasion
Yaitu kontak-kontak personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan
Bank Sentral dengan bankkomersial untuk memonitor kekuatan dan
masalah-masalahyang dihadapi bank-bank komersial.
Denganinstrumen ini Bank Sentral dapat dengan jelas dan
tepatmemberikan saran guna mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi perbankan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan
perbankan yang telah direncanakan.6
f. Equity-Base Instrumens
Equity-Base Instrumens adalah instrumen
berdasarkanpenyertaan.Instrumen ini dianjurkan karena beberapa
hal.Pertama, pembelian dan penjualan saham perusahaansektor publik
tidak menimbulkan keberatan.Kedua, tidakmembutuhkan sekuritas
pemerintah secara mendalam, Ketiga, variasi harga equity-base
instrumens yangdikeluarkan Bank Sentral pada operasi pasar
terbukatidak menuntut keuntungan atau pinalti dari
pemegangsaham.Keempat, kemungkinan naiknya harga saham
yangdibeli Bank Sentral dari pemegang saham dapatmenimbulkan
tindakan korupsi, khususnya ketika secarafundamental mereka tidak
menyetujuinya.

2. Merealisasikan Tujuan Sosio Ekonomi


a. Treating The Created Money as Fai’ yaitu uang inti yang diciptakan Bank
Sentral berasal dari pelaksanaan hak prerogatifnya. Hal ini
membawakeuntungan bagi bank central karena biaya yangdikeluarkan untuk
5
Muhammad, Kebijakan Fiskal, Jakarta, Salemba Empat, 2002. h. 167
6
Mulya Siregar, “Perlunya Manajemen Moneter yang DapatMemperkecil Kegiatan Spekulasi”,
Dalam AnaliticaIslamica, Vol. 2, November 2000. h. 101

9
menciptakan uang lebih kecil daripada nilai nominalnya, atau dikenal dengan
moneyseignoraga. Oleh karena itu, dengan adanya seignoragatersebut maka
sewajarnya Bank Sentral menyisihkandananya sebagai fai’ atau pajak, yang
utamanyadigunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dapatmemperbaiki
kondisi sosial ekonomi masyarakat miskindan dapat mengurangi ketimpangan
distribusipendapatan dan kekayaan. Pemerintah tidak bolehmenggunakan dana
ini untuk membiayai proyek-proyekyang hanya menguntungkan golongan
kaya. Denganinstrumen ini alokasi dana dapat dipertanggungjawabkan
penyalurannya kepada kegiatan-kegiatan yangbermanfaat dan produktif.
b. Goal Oriented Allocation Of Credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan
memberikan manfaat yang optimalbagi semua pelaku bisnis, juga akan
menghasilkan barangdan jasa yang dapat terdistribusikan kepada
semualapisan masyarakat. Pada kenyataannya hal ini sulitterjadi. Ini
dikarenakan dana yang dapat dihimpun olehperbankan umum sebagian
besar berasal dari penabungkecil, namun pada pemanfaatannya dalam
bentuk kreditlebih tertuju pada pengusaha-pengusaha besar.
Keengganan perbankan menyalurkan kredit pada usahakecil
dikarenakan adanya resiko yang lebih tinggi danpengeluaran yang
lebih besar dalam pembiayaan.Akibatnya usaha kecil sangat sulit
memperolehpembiayaan dari bank. Kalaupun bank
bersediamenyediakan dana untuk pembiayaan usaha kecil,
namundisertai dengan berbagai persyaratan yang menyuliskanmereka,
utamanya persyaratan jaminan. Dengan kondisiseperti ini, maka dapat
diperkirakan pertumbuhan dankelangsungan usaha kecil menjadi
terancam, meskipunpada dasarnya usaha kecil dapat berpotensi
memperluaskesempatan kerja, menghasilkan produksi
danmemperbaiki distribusi pendapatan. Untuk mengatasi hal ini perlu
adanya skimpenjaminan bagi bank dalam berpartisipasi
padapembiayaan usaha-usaha produktif yang tidak menyalahinilai-
nilai Islam. Melalui skim jaminan ini bank tidakdiharuskan meminta

10
jaminan kepada perusahaan yangmengajukan permohonan
pembiayaan. Dalam hal inibank mengahadapi tantangan dari
pembiayaan yangdilakukannya, yaitu perusahaan yang dibiayai
gagaldalam usahanya. Bila kegagalan tersebut karena penyimpangan
moral, maka bank akan memperoleh danakembali. Akan tetapi bila
kegagalan tersebut akibatkondisi ekonomi yang buruk, maka bank
harus ikut
menanggung resiko.
Adiwarman Karim membagi Instrumen-instrumen kebijakan moneter Islam
dalam tiga mazhab, yaitu:7
1. Mazhab Iqthisoduna (Baqir Ash Shadr)
a) Pada masa awal Islam, tidak diperlukan kebijakan moneter
karenahampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya
penggunaan uang.
b) Uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan
nilaitambah bagi perekonomian.
c) Perputaran uang dalam periode tertentu sama dengan nilai barang
danjasa yang diproduksi pada rentang waktu yang sama.
2. Mazhab kedua
Bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang ada agar dapat
dialokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif.Melalui
instrumen“dues of idle fund” yang dapat mempengaruhi besar kecilnya
permintaanuang agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktifitas
perekonomiansecara keseluruhan.
3. Mazhab Alternatif
Kebijakan moneter melalui “syuratiq process”, dimana suatu kebijakan
yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkanmusyawarah
sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Sehingga terjadiharmonisasi antara
kebijakan moneter dan sektor riil.

7
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam,Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007hlm.225

11
C. Peran Instrumen Moneter Syariah
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia memiliki
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan
ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang
Bank Indonesia. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. Adanya perbedaan
prinsip antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional yang terkait
dengan masalah sistem bunga (pre-determined rates) membawa implikasi
pada perlakuan suatu desain kebijakan moneter yang dapat mengakomodir
kedua hal tersebut dan masih berada dalam suatu kerangka kebijakan moneter
yang utuh.
Sebagai negara yang menerapkan sistem moneter ganda, Indonesia juga
melakukan kebijakan moneter melalui OMS atau Operasi Moneter Syariah.
Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
Tujuan OMS yaitu mencapai target operasional pengendalian moneter
syariah dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan
moneter Bank Indonesia. Penerapan instrumen moneter syariah yang
berdampingan langsung dengan instrumen moneter konvensional
memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap pengendalian inflasi
(stabilitas harga) di Indonesia. Namun, sebenarnya bagaimana konstribusi
instrumen moneter syariah secara parsial terhadap pengendalian inflasi
belum diketahui pasti.
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut
sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF).
Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah
sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer
(base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Ada dua jenis kebijakan
moneter yang dilakukan di Indonesia, kebijakan ekspansif dan kebijakan
kontraktif.

12
Kebijakan Ekspansif (Monetary Expansive Policy) adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan
untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada saat perekonomian
mengalami resesi atau depresi. Kebijkan moneter ekspansif ini disebut
juga sebagai kebijakan moneter longgar (easy monetary policy).
1. Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
2. Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham
dan obligasi)
3. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
4. Politi kredit selektif (pemberian kredit longgar)
Kebijakan Kontranktif (Monetary Contractive Policy) adalah kebijakan
yang dilakukan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan uang ketat (tight money
policy).
1. Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga, misalnya saham dan
obligasi)
2. Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
3. Politik kredit selektif (pengetatan pemeberian kredit)
Kedua jenis kebijakan moneter tersebut akan dilakukan untuk
mengendalikan inflasi di Indonesia. Pada pelaksanaan kebijakan ekspansif dan
kontraktiflah instrumen-instrumen moneter akan berperan penting. Kecuali
pada jenis kebijakan moneter yang berkaitan dengan tingkat bunga,
instrumen-instrumen moneter syariah aktif diterapkan untuk mengendalikan
inflasi. Pada saat perekonomian sedang mengalami inflasi, maka yang
dilakukan adalah kebijakan kontraktif. Salah satu instrumen yang diterapkan
adalah penjualan surat berharga.
Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka melakukan penjualan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
sebagai Operasi Moneter Syariah-nya (OMS). Sebaliknya, apabila

13
perekonomian sedang lesu dan perekonomian masyarakat melemah, Bank
Indonesia akan melakukan kebijakan ekspansif. SBI dan SBIS yang berada di
tangan masyarakat akan dibeli kembali.
Instrumen-instrumen moneter syariah yang diterapkan di Indonesia
merupakan ciri kebijakan moneter ganda yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
dimana pelaksanaannya berbarengan dengan instrumen-instrumen moneter
konvensional.8

BAB III

8
Eva Misfah Bayuni, “Konstribusi instrumen moneter syariah terhadap pengendalian inflasi di

Indonesia”, jurnal ekonomi dan keuangan syariah, vol. 2 No.1,2018, hal 19

14
PENUTUP

A. Kesimpulan

Instrumen kebijakan moneter Islam dapat dikelompokan dalam dua kelompok


besar. Pertama, kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit, dan kedua
merealisasikan tujuan sosio-ekonomi. Kontrol kwantitatif memiliki beberapa
tindakan yaitu seperti Statutory reserve requirement, Credit Ceiling, Demand
Deposit, Common Pool, Moral Suasion, Equity-Base Instrumens. Kedua
merealisasikan tujuan sosio-ekonomi, memiliki beberapa tindakan yaitu Treating
The Created Money as Fai’, Goal Oriented Allocation Of Credit. Pada
pelaksanaan kebijakan ekspansif dan kontraktiflah instrumen-instrumen moneter
akan berperan penting. Kecuali pada jenis kebijakan moneter yang berkaitan
dengan tingkat bunga, instrumen-instrumen moneter syariah aktif diterapkan
untuk mengendalikan inflasi. Pada saat perekonomian sedang mengalami inflasi,
maka yang dilakukan adalah kebijakan kontraktif. Salah satu instrumen yang
diterapkan adalah penjualan surat berharga. Bank Indonesia melalui Operasi
Pasar Terbuka melakukan penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai Operasi Moneter Syariah-nya
(OMS).

15
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam,Jakarta: Rajagrafindo Persada


Eva Misfah Bayuni, “Konstribusi instrumen moneter syariah terhadap
pengendalian inflasi di Indonesia”, jurnal ekonomi dan keuangan syariah, vol. 2

Muhammad Umer Chapra, Al Qur’an: Menuju Sistem Moneter Yang Adil,


Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf Prima Yasa

Muhammad, Kebijakan Fiskal, Jakarta, Salemba Empat

Mulya Siregar, “Perlunya Manajemen Moneter yang DapatMemperkecil


Kegiatan Spekulasi”, Dalam AnaliticaIslamica, Vol. 2

www.bi.go.id/id/moneter/tujuankebijakan/Contents/Default.aspx

16

Anda mungkin juga menyukai