DI INDONESIA
Oleh Kelompok 4:
1441H/2020 M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Ekonomi Mikro dan Makro Syariahyang berkaitan denganPeran Instrumen
Syariah Dalam Mengendalikan Inflasi Di Indonesiatepat pada waktu yang telah
ditentukan. Yang akan digunakan untuk memenuhi salahsatu tugas mata
kuliahEkonomi Mikro dan Makro Syariahyang diampu oleh Ibu Dr. Erike
Anggraeni, S.E.,M.E.Sy.
Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk
belajar dan mempelajari lebih lanjut tentangPeran Instrumen Syariah Dalam
Mengendalikan Inflasi Di Indonesia. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan
penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan. Adanya
makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui tentang
Peran Instrumen Syariah Dalam Mengendalikan Inflasi Di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang membutuhkannya. Namun, makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
untuk masa yang akan datang
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasar kanprinsip syariah.
Tujuan OMS yaitu mencapai target operasional pengendalian moneter syariah
dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank
Indonesia.1
Penerapan instrumen moneter syariah yang berdampingan langsung
denganinstrumen moneter konvensional memilikidampak yang cukup
signifikan terhadappengendalian inflasi (stabilitas harga) diIndonesia.Namun,
sebenarnya bagaimanakonstribusi instrumen moneter syariahsecara parsial
terhadap pengendalian inflasi belum diketahui pasti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis rumuskan beberapa
masalah yang akan dikaji dalam makalah ini:
1. Bagaimana sejarah instrumen moneter syariah?
2. Apa saja instrumen moneter syariah?
3. Bagaimana peran instrumen moneter syariah dalam mengendalikan inflasi
di Indonesia?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah instrumen moneter syariah.
2. Untuk mengetahui apa saja instrumen moneter syariah.
3. Untuk mengetahui peran instrumen moneter syariah dalam
mengendalikan inflasi di Indonesia.
BAB II
1
Tujuankebijakanmoneter(www.bi.go.id/id/moneter/tujuankebijakan/Contents/Default.aspx)diak
ses 23 Maret 2020).
5
PEMBAHASAN
6
3. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana
otoritasmoneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan
foreign currencyyang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan
emas yang dimiliki.
Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat
telahmemunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang
keberadaannyatidak diback-up oleh emas dan perak.2
b. Credit Ceiling
2
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam,Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007 hlm. 177
3
Muhammad, Kebijakan Fiskal, Jakarta, Salemba Empat, 2002. h. 167.
7
Yaitu batasan nilai kredit tertinggi yang bisa diberikanbank komersial
untuk menjamin bahwa penciptaan kredittotal sesuai dengan target
moneter. Dengan hanyamengandalkan reserve requirement yang
memudahkanBank Sentral melakukan penyesuaian pada high
poweredmoney, belum bisa menjamin keberhasilan
manajemenmoneter, karena dapat terjadi ekspansi kredit
melampauidari jumlah yang ditargetkan. Hal ini terjadi karena
alirandana yang dapat diperkirakan dengan tepat hanya bisamasuk
dalam sistem perbankan yang berasal dari bermudharabahnya Bank
Sentral dengan bank komersial.
Sedangkan aliran dana dari sumber lain yang masuk dalam sistem
perbankan sulit ditentukan secara akurat.Yang turut mempengaruhi
adalah tidak jelasnyahubungan antara reserve requiremen yang ada
pada bankkomersial dengan ekspansi kredit. Singkatnya
perilakumoney suplay mencerminkan interaksi sebagai
faktorfaktorinternal dan eksternal yang komplek, makasebaiknyalah
ditetapkan credit ceiling.4
c. Demand Deposit
Untuk mempengaruhi reserves pada bank komersial, pemerintah
berwenang memindahkan demand deposit pemerintah yang ada pada
Bank Sentral kepada dan daribank komesial. Intrumen ini mempunyai
fungsi yangmirip dengan fungsi operasi pasar terbuka, dimana
BankSentral mempengaruhi langsung terhadap bankkomersial.
d. Common pool
Yaitu instrumen yang mensyaratkan bank-bankkomersial untuk
menyisihkan sebagian deposit yangdikuasainya dalam proporsi tertentu
yang berdasarkankesepakatan bersama guna menanggulangi
4
Muhammad Umer Chapra, Al Qur’an: Menuju Sistem Moneter Yang Adil, Yogyakarta, Dana
Bhakti Wakaf Prima Yasa,2000. h. 145.
8
masalahlikuiditas. Instumen ini memiliki kemiripan fungsidengan
fasilitas re-diskonto pada Bank Sentralkonvensional untuk
memecahkan masalah likuiditas.5
e. Moral suasion
Yaitu kontak-kontak personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan
Bank Sentral dengan bankkomersial untuk memonitor kekuatan dan
masalah-masalahyang dihadapi bank-bank komersial.
Denganinstrumen ini Bank Sentral dapat dengan jelas dan
tepatmemberikan saran guna mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi perbankan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan
perbankan yang telah direncanakan.6
f. Equity-Base Instrumens
Equity-Base Instrumens adalah instrumen
berdasarkanpenyertaan.Instrumen ini dianjurkan karena beberapa
hal.Pertama, pembelian dan penjualan saham perusahaansektor publik
tidak menimbulkan keberatan.Kedua, tidakmembutuhkan sekuritas
pemerintah secara mendalam, Ketiga, variasi harga equity-base
instrumens yangdikeluarkan Bank Sentral pada operasi pasar
terbukatidak menuntut keuntungan atau pinalti dari
pemegangsaham.Keempat, kemungkinan naiknya harga saham
yangdibeli Bank Sentral dari pemegang saham dapatmenimbulkan
tindakan korupsi, khususnya ketika secarafundamental mereka tidak
menyetujuinya.
9
menciptakan uang lebih kecil daripada nilai nominalnya, atau dikenal dengan
moneyseignoraga. Oleh karena itu, dengan adanya seignoragatersebut maka
sewajarnya Bank Sentral menyisihkandananya sebagai fai’ atau pajak, yang
utamanyadigunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dapatmemperbaiki
kondisi sosial ekonomi masyarakat miskindan dapat mengurangi ketimpangan
distribusipendapatan dan kekayaan. Pemerintah tidak bolehmenggunakan dana
ini untuk membiayai proyek-proyekyang hanya menguntungkan golongan
kaya. Denganinstrumen ini alokasi dana dapat dipertanggungjawabkan
penyalurannya kepada kegiatan-kegiatan yangbermanfaat dan produktif.
b. Goal Oriented Allocation Of Credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan
memberikan manfaat yang optimalbagi semua pelaku bisnis, juga akan
menghasilkan barangdan jasa yang dapat terdistribusikan kepada
semualapisan masyarakat. Pada kenyataannya hal ini sulitterjadi. Ini
dikarenakan dana yang dapat dihimpun olehperbankan umum sebagian
besar berasal dari penabungkecil, namun pada pemanfaatannya dalam
bentuk kreditlebih tertuju pada pengusaha-pengusaha besar.
Keengganan perbankan menyalurkan kredit pada usahakecil
dikarenakan adanya resiko yang lebih tinggi danpengeluaran yang
lebih besar dalam pembiayaan.Akibatnya usaha kecil sangat sulit
memperolehpembiayaan dari bank. Kalaupun bank
bersediamenyediakan dana untuk pembiayaan usaha kecil,
namundisertai dengan berbagai persyaratan yang menyuliskanmereka,
utamanya persyaratan jaminan. Dengan kondisiseperti ini, maka dapat
diperkirakan pertumbuhan dankelangsungan usaha kecil menjadi
terancam, meskipunpada dasarnya usaha kecil dapat berpotensi
memperluaskesempatan kerja, menghasilkan produksi
danmemperbaiki distribusi pendapatan. Untuk mengatasi hal ini perlu
adanya skimpenjaminan bagi bank dalam berpartisipasi
padapembiayaan usaha-usaha produktif yang tidak menyalahinilai-
nilai Islam. Melalui skim jaminan ini bank tidakdiharuskan meminta
10
jaminan kepada perusahaan yangmengajukan permohonan
pembiayaan. Dalam hal inibank mengahadapi tantangan dari
pembiayaan yangdilakukannya, yaitu perusahaan yang dibiayai
gagaldalam usahanya. Bila kegagalan tersebut karena penyimpangan
moral, maka bank akan memperoleh danakembali. Akan tetapi bila
kegagalan tersebut akibatkondisi ekonomi yang buruk, maka bank
harus ikut
menanggung resiko.
Adiwarman Karim membagi Instrumen-instrumen kebijakan moneter Islam
dalam tiga mazhab, yaitu:7
1. Mazhab Iqthisoduna (Baqir Ash Shadr)
a) Pada masa awal Islam, tidak diperlukan kebijakan moneter
karenahampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya
penggunaan uang.
b) Uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan
nilaitambah bagi perekonomian.
c) Perputaran uang dalam periode tertentu sama dengan nilai barang
danjasa yang diproduksi pada rentang waktu yang sama.
2. Mazhab kedua
Bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang ada agar dapat
dialokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif.Melalui
instrumen“dues of idle fund” yang dapat mempengaruhi besar kecilnya
permintaanuang agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktifitas
perekonomiansecara keseluruhan.
3. Mazhab Alternatif
Kebijakan moneter melalui “syuratiq process”, dimana suatu kebijakan
yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkanmusyawarah
sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Sehingga terjadiharmonisasi antara
kebijakan moneter dan sektor riil.
7
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam,Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007hlm.225
11
C. Peran Instrumen Moneter Syariah
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia memiliki
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan
ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang
Bank Indonesia. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. Adanya perbedaan
prinsip antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional yang terkait
dengan masalah sistem bunga (pre-determined rates) membawa implikasi
pada perlakuan suatu desain kebijakan moneter yang dapat mengakomodir
kedua hal tersebut dan masih berada dalam suatu kerangka kebijakan moneter
yang utuh.
Sebagai negara yang menerapkan sistem moneter ganda, Indonesia juga
melakukan kebijakan moneter melalui OMS atau Operasi Moneter Syariah.
Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
Tujuan OMS yaitu mencapai target operasional pengendalian moneter
syariah dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan
moneter Bank Indonesia. Penerapan instrumen moneter syariah yang
berdampingan langsung dengan instrumen moneter konvensional
memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap pengendalian inflasi
(stabilitas harga) di Indonesia. Namun, sebenarnya bagaimana konstribusi
instrumen moneter syariah secara parsial terhadap pengendalian inflasi
belum diketahui pasti.
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut
sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF).
Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah
sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer
(base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Ada dua jenis kebijakan
moneter yang dilakukan di Indonesia, kebijakan ekspansif dan kebijakan
kontraktif.
12
Kebijakan Ekspansif (Monetary Expansive Policy) adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan
untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada saat perekonomian
mengalami resesi atau depresi. Kebijkan moneter ekspansif ini disebut
juga sebagai kebijakan moneter longgar (easy monetary policy).
1. Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
2. Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham
dan obligasi)
3. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
4. Politi kredit selektif (pemberian kredit longgar)
Kebijakan Kontranktif (Monetary Contractive Policy) adalah kebijakan
yang dilakukan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan uang ketat (tight money
policy).
1. Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga, misalnya saham dan
obligasi)
2. Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
3. Politik kredit selektif (pengetatan pemeberian kredit)
Kedua jenis kebijakan moneter tersebut akan dilakukan untuk
mengendalikan inflasi di Indonesia. Pada pelaksanaan kebijakan ekspansif dan
kontraktiflah instrumen-instrumen moneter akan berperan penting. Kecuali
pada jenis kebijakan moneter yang berkaitan dengan tingkat bunga,
instrumen-instrumen moneter syariah aktif diterapkan untuk mengendalikan
inflasi. Pada saat perekonomian sedang mengalami inflasi, maka yang
dilakukan adalah kebijakan kontraktif. Salah satu instrumen yang diterapkan
adalah penjualan surat berharga.
Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka melakukan penjualan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
sebagai Operasi Moneter Syariah-nya (OMS). Sebaliknya, apabila
13
perekonomian sedang lesu dan perekonomian masyarakat melemah, Bank
Indonesia akan melakukan kebijakan ekspansif. SBI dan SBIS yang berada di
tangan masyarakat akan dibeli kembali.
Instrumen-instrumen moneter syariah yang diterapkan di Indonesia
merupakan ciri kebijakan moneter ganda yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
dimana pelaksanaannya berbarengan dengan instrumen-instrumen moneter
konvensional.8
BAB III
8
Eva Misfah Bayuni, “Konstribusi instrumen moneter syariah terhadap pengendalian inflasi di
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
www.bi.go.id/id/moneter/tujuankebijakan/Contents/Default.aspx
16