Anda di halaman 1dari 174

pendahuluan

1
Pelestarian bangunan tua merupakan suatu pendekatan yang
strategis dalam pembangunan kota, karena pelestarian
menjamin kesinambungan nilai-nilai kehidupan dalam
proses pembangunan yang dilakukan manusia. Salah satu
cara untuk mendukung kegiatan pelestarian bangunan tua
adalah dengan pelaksanaan insentif dan disinsentif
pelestarian bangunan. Di Indonesia sendiri, terdapat
beberapa bentuk insentif dan disinsentif yang telah
dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan tentang
pelestarian bangunan.

Proses pelestarian bangunan tua, umumnya dikenal dengan


istilah konservasi yang kemudian dibagi berdasarkan jenis
kegiatan dan tingkat perubahannya. Menurut Fitch (1982)
yang dilengkapi dengan pendapat Busono (2009), jenis
kegiatan pemeliharaan bangunan serta tingkat perubahan
yang dapat terjadi dalam mempertahankan komponen
bangunan dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan, di
antaranya pengawetan (preservation), pemugaran
(restoration), penguatan (consolidation), pemakaian baru
(adaptive re-use), pembangunan ulang (reconstruction) dan

2
pembuatan kembaran (replication). Dalam penelitian kali ini,
penulis memilih untuk melakukan pelestarian konservasi
bangunan gedung PT PPI/ ex. Kantor Tjipta Niaga
(ROTTERDAM INTERNATIO) dengan mengaplikasikan
konsep adaptive re-use sebagai salah satu aplikasi konsep
konservasi bangunan tua. Gedung ini dipilih karena kondisi
fisiknya yang memprihatinkan dan harus dilestarikan karena
merupakan bagian dari sejarah kehidupan perdagangan di
kawasan Kota Tua. Aplikasi konsep adaptive re-use pada
bangunan ini dirasa tepat, karena lokasinya yang berada di
kawasan Kota Tua yang hampir setiap harinya dikunjungi
oleh para wisatawan lokal maupun asing. Sehingga bangunan
ini dapat memberikan pengalaman berwisata baru bagi
pengunjung dan memberikan manfaat secara ekonomi
kepada pengelola gedung hingga masyarakat sekitarnya.

Seperti yang kita ketahui konsep dasar konservasi adalah


memelihara dan melindungi tempat-tempat yang indah dan
berharga, agar tidak hancur atau berubah sampai batas-batas
yang wajar. Menekankan pada penggunaan kembali
bangunan lama, agar tidak terlantar, apakah dengan cara

3
menghidupkan kembali fungsi lama ataukah dengan
mengubah fungsi bangunan lama dengan fungsi baru yang
dibutuhkan. Sementara yang dimaksud dengan adaptive re-
use adalah membangun kembali bangunan lama untuk fungsi
baru. Konsep ini merupakan salah satu cara ekonomis dalam
menyelamatkan bangunan dan umumnya terjadi perubahan
yang besar terutama perubahan pada organisasi ruang
dalamnya.

Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis mengharapkan


upaya pelestarian bangunan tua di kawasan sepatutnya
mulai dikembangkan dalam pola pikir masyarakat. Hal ini
bertujuan agar masyarakat suatu kota maupun kawasan yang
memiliki potensi untuk dilestarikan dapat ikut berperan
serta dalam upaya pelestarian bangunan maupun kawasan
karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pelestarian
ini, baik bagi masyarakat hingga negara.

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menganalisis


teori-teori tentang arsitektur, perencanaan kota dan wilayah

4
yang berkaitan dengan proses pelestarian bangunan di suatu
kawasan/kota, sehingga dapat dicarikan pemecahannya dan
diharapkan menjadi salah satu metode analisis dalam
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan sejenis
serta menjadi sebuah referensi akademis.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Untuk menambah wawasan tentang bagaimana
langkah tepat untuk melakukan konservasi
bangunan tua di suatu kawasan/kota.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsep adaptive re-use
suatu bangunan tua terhadap pola pikir masyakat
agar berperan aktif dalam proses pelestarian
bangunan.
3. Untuk memberikan gambaran tentang ide/gagasan
kepada instansi pemerintah tentang proses
pelestarian bangunan bersejarah di suatu kawasan.
4. Untuk memberikan gambaran ide/gagasan
bagaimana penerapan konsep adaptive re-use
diaplikasikan pada bangunan Tjipta Niaga.

5
Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif komparatif. Penelitian kualitatif
komparatif adalah penelitian yang bersifat obyektif karena
berinteraksi terhadap fakta yang diteliti dan memberikan
gambaran berupa studi preseden sebagai pembanding objek
penelitian. Dalam penelitian ini, penulis melampirkan
beberapa studi preseden yang dianggap berhasil dalam
penerapan konsep adaptive re-use yaitu sebagai berikut:

Tabel 1: Studi Preseden sebagai salah satu aplikasi


Metode Penelitian Kualitatif Komparatif
Sumber: Penulis, 2014

1 2 3

Kawasan MICA Building Kawasan


Studi Preseden Clarke Quay Albert Dock
& Boat Quay
Singapura Singapura Liverpool
Lokasi
Daerah Bangunan Pelabuhan
Sejarah disepanjang pemerintahan utama kota
aliran sungai terbesar, yang
yang kumuh kemudian ditransformasi
dan sudah ditetapkan oleh
tidak layak sebagai pemerintah
digunakan monumen kota menjadi
kembali. Dan nasional dan tempat rekreasi
saat ini telah diberi
berubah kehidupan

6
1 2 3

fungsi yang baru


sehingga berupa
menjadi penyewa baru
kawasan pada tahun
ramai 1988
wisatawan.
Inisiatif Adanya peran Adanya
Faktor politik yang penting dari identitas
Pendukung kuat dari URA dan ekonomi yang
Keberhasilan pemerintah masyarakat unik dan
Adaptive Re-use dalam setempat kompetitif dan
mendorong untuk mampu
percepatan melestarikan bersaing
proses bangunan dengan
revitalisasi bersejarah kawasan-
kawasan urban
lainnya

Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan induktif


yaitu suatu pendekatan yang mengumpulkan data terlebih
dahulu baru membuat hipotesis. Dengan kata lain,
pendekatan induktif adalah sebagai proses mengambil
kesimpulan awal (atau pembentukan hipotesis) yang
didasarkan pada satu atau lebih fakta (bukti) yang
didapatkan. Dan dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif historis dan deskriptif karena
mengambil beberapa data secara historis dan data informasi

7
yang dianalisa maupun hasil analisanya berbentuk gambaran
tentang suatu fenomena yang terjadi.

Dalam pengkajian penelitian strategi penerapan konsep


adaptive re-use ini, maka perlu melampirkan penelitian
sejenis melalui studi banding jurnal terkait. Berikut beberapa
perbandingan penelitian sejenis (lihat tabel 2):

Tabel 2: Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebagai


bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian ini
Sumber: Penulis, 2014

1 2 3

JUDUL Re-Use Sebagai Kajian Konsep Adaptive Re-use –


Konsep Eko-Urban Adaptive Reuse Toko Merah
Pada Kawasan Sebagai
Kota Tua, Jakarta. Alternatif
Aplikasi Konsep
Konservasi

PENULIS Irpansa Ari Widyati Yuliandaru


Purwantiasning,
Handri Saputra
2014 2013 2012
TAHUN
Kawasan Kota Tua Gedung Tjipta Gedung Toko Merah,
LOKASI Jakarta Niaga, Kawasan Kawasan Kota Tua
PENELITIAN Kota Tua Jakarta Jakarta

8
1 2 3

PERMASA- Adaptive reuse Bangunan tua Aktifitas


LAHAN harus dilakukan bersejarah yang pengunjung yang
pada lingkup yang sudah tidak hanya terpusat di
lebih luas, tidak difungsikan lagi plaza Fatahillah
hanya melibatkan sehingga sehingga membawa
satu atau beberapa berakibat pada dampak
bangunan saja, rusak dan tidak terlupakannya area
melainkan harus terawatnya fisik lain padahal
melibatkan sebuah bangunan. Maka hubungan satu
kawasan. perlu dilakukan bangunan ke
konsep adaptive bangunan lain
re-use sebagai adalah
alternatif aplikasi berkesinambungan
konsep
konservasi

KESIMPU- Beberapa isu Adaptive re-use Toko Merah diubah


LAN penting dalam merupakan salah fungsinya menjadi
keberhasilan satu cara "Transit
strategi revitalisasi alternatif yang Destination" bagi
dalam konteks dinilai tepat para wisatawan.
kawasan yaitu karena dapat Sasarannya tidak
reuse bukan menghidupkan terbatas pada
sekedar kembali kalangan tertentu,
mengembalikan bangunan/kawas dengan
tampilan fisik dan an bersejarah pertimbangan
signifikan agar tetap ada di bahwa pengunjung
arsitektur semata tengah yang memadati
dan rehabilitasi perkembangan kawasan kota tua
secara individu zaman sebagai tidak hanya berasal
tidak akan alternatif dari dari satu daerah
memberikan konsep saja sehingga
perbedaan konservasi membentuk
signifikan karakter baru bagi

9
1 2 3

terhadap nilai gedung itu sendiri.


ekonomi suatu
kawasan

Dari beberapa penelitian sejenis tersebut di atas maka dapat


disimpulkan bahwasanya penelitian yang dilakukan penulis
akan diarahkan menuju penelitian yang bersifat melanjutkan
dan melengkapi dari penelitian sebelumnya.

10
teori konservasi

11
Pengertian Umum Pelestarian
Pelestarian berasal dari kata lestari yang artinya tetap
selama-lamanya, tidak berubah. Maka secara umum
pelestarian dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk
membuat sesuatu tetap selama-lamanya, tidak berubah dan
mempertahankan sesuatu sebagaimana mestinya.

Pada awalnya usaha pelestarian hanya menyangkut


pengelolaan lingkungan terkait ketersediaan sumber daya
alam, namun dalam perkembangannya pelestarian juga
mencakup dalam pemeliharaan lingkungan binaan yang
salah satunya merupakan bidang arsitektur. Upaya
pelestarian bidang arsitektur saat ini telah mencakup
kegiatan yang sangat luas, salah satunya lingkup bangunan
dan kawasan atau lingkungan (Bani 2004).

Dalam pendekatan terbaru, pelestarian tidak sebatas upaya


pemeliharaan, tetapi juga disertakan dengan kehidupan baru
yang berpotensi untuk kehidupan masyarakat setempat dan
fungsi-fungsi baru. Pamungkas (1998) menyimpulkan dalam

12
penelitiannya, bahwa kajian yang bersifat teoritis-konseptual
hendaknya ditindaklanjuti dengan perencanaan-perancangan
kawasan yang komprehensif, disertai dengan konsep
pemasarannya serta implementasinya, dengan sasaran pada
pengembangan/penataan kawasan studi yang berkualitas
dan berkarakter khas. Untuk mewujudkannya, peran arsitek
sangat dibutuhkan dan penting dalam menentukan fungsi
yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan.

Selain itu pelestarian juga merupakan salah satu upaya untuk


mewujudkan pusaka budaya masa mendatang (future
heritage). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh para
sejarawan bahwasanya sejarah adalah masa depan bangsa,
sementara masa kini dan masa depan adalah masa lalu
generasi berikutnya.

Lingkup Objek Pelestarian

Menurut Jacques dalam Bani (2004), konsep pelestarian pada


awalnya cenderung kepada kegiatan melestarikan bangunan

13
suatu museum, tetapi dalam perkembangannya saat ini
pelestarian tidak hanya mencakup skala bangunan saja.
Sementara menurut Shankland dalam Bani (2004), lingkup
pelestarian dibedakan atas:
a) Desa dan kota kecil bersejarah;
b) Kawasan bersejarah dalam kota besar;
c) Kota bersejarah; dan
d) Kelompok bangunan bersejarah.

Pada kawasan kota, objek dan lingkup pelestarian


digolongkan dalam beberapa luasan, antara lain:
a) Satuan Areal, yaitu berwujud sub wilayah
b) Satuan Pandang atau View, berupa aspek
visual yang memberikan bayangan metal
antara lain path, edge, node,district,
dan landmark
c) Satuan Fisik, berwujud bangunan, sederetan
bangunan, bahkan unsur bangunan seperti
struktur, ornamen dan lainnya.

14
Dari beberapa lingkup objek pelestarian di atas, yang
termasuk dalam kajian arsitektur adalah pelestarian baik
dalam lingkup areal maupun fisik yang berwujud bangunan
atau kawasan bangunan. Dan di dalamnya membahas
tentang unsur-unsur pembentuk bangunan seperti fasade,
ornamen, struktur dan unsur lainnya yang sarat tentang nilai
sejarah dan estetika bangunan.

Seperti pada bagian sebelumnya, penulis telah membahas


sedikit tentang kegiatan dalam proses pelestarian/
pemeliharaan bangunan. Adapun pengertian dari bentuk
kegiatan tersebut adalah:
1. Restorasi

 Restorasi (dalam konteks luas) adalah kegiatan


mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada
kondisi sebelumnya dengan menghilangkan tambahan-
tambahan atau merakit kembali komponen eksisting
menggunakan material baru.
 Restorasi (dalam konteks terbatas) adalah kegiatan
pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan

15
lingkungan cagar budaya semirip mungkin ke bentuk
asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk
arsitektur dan struktur keadaaan asal tersebut dan agar
persyaratan teknis terpenuhi. (Ref.
UNESCO.PP.36/2005)

Gambar 1: Restorasi pada Candi Prambanan


sumber : http://warisanduniaku.blogspot.com/2011/12/candi-
prambanan.html

2. Preservasi
 Preservasi (dalam konteks luas) adalah kegiatan
pemeliharaan bentuk fisik suatu tempat dalam kondisi

16
eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut
dari kerusakan.
 Preservasi (dalam konteks terbatas) adalah bagian dari
perawatan dan pemeliharaan yang intinya
mempertahankan keadaan sekarang dari bangunan dan
lingkungan cagar budaya agar kelayakan fungsinya
terjaga dengan baik. (Ref. UNESCO.PP.36/2005)

Gambar 2: Lawang Sewu yang mengalami preservasi


sumber : http://sketsaskatsu.blogspot.com/2013/07

17
3. Konservasi
 Konservasi (dalam konteks luas) adalah semua proses
pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikan
budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan
mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan
preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsolidasi dan
revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan
kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.

Gambar 3: Gereja Blendug, Semarang yang telah dikonservasi


sumber : http://www.rihants.com/2013/03/konservasi-
bangunan.html

 Konservasi (dalam konteks terbatas) adalah upaya


perbaikan dalam rangka pemugaran yang
menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan

18
bahan yang digunakan sebagai konstruksi bangunan
agar persyaratan teknis dari bangunan itu terpenuhi.
(Ref. UNESCO.PP.36/2005)

4. Rekonstruksi
Adalah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali
dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan
lingkungan yang hancur akibat bencana alam atau lainnya,
rusak akibat terbengkalai atau keharusan pindah lokasi
karena salah satu sebab darurat, dengan menggunakan
bahan yang tersisa (terselamatkan) dengan penambahan
bahan bangunan baru dan kemudian menjadikan
bangunan tersebut layak fungsi dan memenuhi
persyaratan dari teknis bangunan tersebut. (Ref.
UNESCO.PP.36/2005)

19
Gambar 4: Taman Sari, Yogyakarta yang merupakan taman bekas
kerajaan Kesultanan Yogyakarta
sumber :
http://www.alumni.ugm.ac.id/simponi/?page=ibrt_ugm&bid=84

5. Konsolidasi
Adalah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada
pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang
rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis
bangunan terpenuhi dan bangunan tetap layak fungsi.
Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah
stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah
bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.

20
Gambar 5: Candi Borobudur yang mengalami proses konsolidasi untuk
memperkuat struktur yang mulai melemah
sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Borobudur

6. Revitalisasi
Adalah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk
mendapatkan nilai tambah yang optimal dari segi
ekonomi, sosial dan budaya dalam pemanfaatan bangunan
dan lingkungan cagar budaya dan dapat sebagai bagian
dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah
hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena
kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas.
(Ref. UNESCO.PP.36/2005, Ditjen PU-Ditjen Tata
Perkotaan dan Tata Pedesaan).

21
Gambar 6: Kawasan Clarke Quay dan Boat Quay, Singapura
sumber: http://www-singapore.com/food-dining/boatquay-clarkequay.htm

7. Pemugaran
Adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali
bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk
aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur
yang bisa dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis,
histories dan teknis. (Ref. PP.36/2005)

22
Gambar 7: Candi Borobudur yang mengalami
pemugaran merupakan salah satu upaya konservasi
bangunan bersejarah di Indonesia
sumber : http://fotowisata.com

Tujuan Pelestarian
Tujuan pelestarian seperti diungkapkan oleh Budiharjo
(1991:VII-5) adalah :
1. Mengembalikan wajah obyek konservasi
2. Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang
kehidupan masa kini

23
3. Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan
dengan perencanaan masa lalu yang tercermin dalam
obyek pelestarian.
4. Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota
dalam wujud fisik tiga dimensi.

Manfaat Pelestarian
Menurut Budihardjo (1995:8) manfaat dari upaya pelestarian
adalah:
1. Pelestarian memperkaya pengalaman visual, menyalurkan
hasrat berkesinambungan, berkaitan dengan masa lalu,
serta memberi pilihan untuk tinggal dan bekerja di
samping lingkungan modern.
2. Pelestarian memberi keamanan psikologis bagi seseorang
untuk dapat melihat menyentuh dan merasakan bukti –
bukti fisik sejarah.
3. Kelestarian mewariskan, menyediakan catatan historis
tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan masa
hidup manusia.

24
4. Kelestarian lingkungan lama adalah salah satu aset
komersil terbesar dalam kegiatan wisata internasional.
5. Dengan dilestarikannya warisan yang berharga dalam
keadaan baik maka generasi yang akan datang dapat
mempelajari warisan-warisan tersebut dan
menghargainya sebagaimana yang telah dilakukan oleh
para pendahulunya.

Dalam pelestarian bangunan tradisional ada beberapa


pertimbangan yaitu menurut Ficth (1982) menyatakan
bahwa pelestarian bangunan-bangunan bersejarah
bermanfaat dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kesan yang muncul dari bangunan tersebut merupakan
bukti visual atas semua yang terjadi sepanjang waktu.
Bentuk fisik ini dapat melacak penambahan, pengurangan,
pengrusakan yang dapat dijadikan sumber sejarah utama.
2. Integritas arsitektonis atau estetis bangunan dalam
ekspresi formal. Hal ini akan memperlihatkan apakah
tampilan bangunan tersebut menguat atau malah
melemahkan dibanding kondisi aslinya.

25
3. Perkembangan pembangunan artefak sepanjang waktu,
sebagai respon terhadap intervensi kegiatan atau individu
yang bernilai historis.

Metode dan Teknik Pelestarian


Dalam pelestarian diperlukan suatu metode dan teknik yang
tepat agar tindakan yang dilakukan dapat mempertahankan
obyek pelestarian. Menurut Attoe (dalam Catanese & Snyder,
1992) terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
memelihara bangunan pusaka, cara tersebut antara lain
melalui:
1. Perlindungan yang sah, metode ini menggunakan hukum
dan peraturan untuk mengendalikan apa yang terjadi
terhadap hal milik sejarah, misalnya :
 Pendaftaran bangunan pusaka yang sah
 Perjanjian yang bersifat membatasi, batasan-batasan
untuk mengendalikan penggunaan, perbaikan dan/atau
penjualan bangunan pusaka.
 Pedoman perancangan, untuk menghindari
pembangunan konstruksi baru yang tidak sesuai dalam
kawasan bangunan pusaka, dikeluarkan pedoman

26
perancangan yang mengendalikan fungsi, bahan
bangunan, tata informasi, garis sempadan, proporsi dan
gaya arsitektonis.
 Penentuan wilayah : penentuan sebuah kawasan
sebagai kawasan pusaka berikut pembatasan
pembangunan dan penggunaan yang diperbolehkan
terhadap bangunan pusaka di dalamnya, misalnya
pembangunan yang dilakukan hanya oleh mengubah
interior bangunan atau penggunaan bangunan harus
sesuai dengan fungsi semua.
2. Hukuman, undang-undang/peraturan juga merupakan
pelengkap sebagai alat pencegah bagi pengabaian atau
perusakan kekayaan pusaka.
3. Pinjaman, tersedianya pinjaman dapat menambah peluang
bagi perlindungan karena dalam banyak kasus nilai hak
milik akan bertambah melalui rehabilitasi dan perbaikan.
Pertambahan nilai berarti mengimbangi biaya pinjaman.
 Pembebasan pajak untuk bangunan pusaka yang
disumbangkan kepada organisasi pelestarian.
 Bantuan dana pelestarian

27
4. Penggunaan kembali adaptif, bangunan-bangunan pusaka
yang sudah tidak berfungsi dapat digunakan lagi dengan
fungsi baru yang sesuai.
5. Penjualan hak-hak pembangunan, dalam konteks nilai
lahan perkotaan yang tinggi, bangunan pusaka seringkali
dibongkar untuk mengeksploitasi nilai lahan tempat
bangunan pusaka berdiri. Untuk menghindari perusakan,
hak-hak pembangunan dapat dijual atau dipindahkan ke
lokasi lain dalam suatu daerah tertentu. (sumber :
Pelestarian Bangunan Pusaka)

Konservasi dalam Arsitektur

Secara harfiah, konservasi berasal dari kata Bahasa Inggris


yaitu conservation yang artinya perlindungan, pelestarian.
Dalam arsitektur, konservasi adalah proses pengelolaan
suatu tempat agar makna budayanya tetap terjaga
keasliannya. Berikut akan penulis uraikan beberapa
pengertian konservasi menurut para ahli:

28
1. Menurut Piagam Burra (1981), yang menjadi payung dari
semua kegiatan pelestarian adalah konservasi, yaitu
semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat guna
mempertahankan nilai kulturnya. Mencakup semua
kegiatan pemeliharaan dan disesuaikan dengan situasi
dan kondisi setempat.

2. Menurut Danisworo (1990), konservasi merupakan upaya


melestarikan suatu tempat yang memiliki makna, agar
makna dari tempat itu dapat dipertahankan. Tempat dapat
berupa bangunan maupun lingkungan, sedangkan makna
dapat berupa nilai historis, arsitektural, budaya atau
tradisi yang menunjukkan kualitas hidup manusianya.

3. Dari Aspek Proses Disain perkotaan (Shirvani; 1984),


konservasi harus memproteksi keberadaan lingkungan
dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau
kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya

4. Menurut ilmu lingkungan, konservasi adalah upaya


perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap
lingkungan dan sumber daya alam.

29
Dari pendapat-pendapat di atas maka dapat diketahui
bahwasanya konservasi adalah suatu upaya perlindungan
dan penjagaan terhadap suatu bangunan dan lingkungan dari
kerusakan-kerusakan di sekitarnya sehingga nilai sejarah,
arsitektural, estetika bangunan, nilai keilmuan dan nilai
sosial tetap dapat terpelihara untuk generasi mendatang.
Kegiatan konservasi ini meliputi seluruh kegiatan
pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan pengembangan
terhadap kemungkinan adanya pengalihan fungsi baru dari
bangunan tersebut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka
konservasi kawasan mencakup suatu upaya pencegahan
adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang
tidak sesuai, baik secara fisik maupun non-fisik.

Manfaat Konservasi
Beberapa manfaat yang diperoleh dari upaya pelestarian
menurut Budihardjo dalam Thamrin (1988: 11) di antaranya
adalah:

30
1. Memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat
untuk kontinuitas dan memberi kaitan yang berarti
dengan masa lalu.
2. Mewariskan arsitektur, menyediakan catatan historis
tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan masa
hidup manusia.
3. Kelestarian lingkungan lama merupakan salah satu aset
komersial dalam kegiatan wisata baik nasional maupun
internasional.

Motivasi Pengadaan Konservasi


Menurut Piagam Burra 1981 dalam Sidharta dan Budihardjo
(1989: 14), motivasi pengadaan konservasi antara lain
adalah:
1. Ditujukan untuk menangkap kembali makna kultural
suatu tempat dan harus bisa menjamin keamanan dan
pemeliharaanya di masa mendatang.
2. Dilandasi atas penghargaan terhadap keadaan semula
suatu tempat dan sedikit mungkin melakukan intervensi

31
fisik bangunan, agar tidak mengubah bukti-bukti sejarah
yang tersirat di dalamnya.
3. Kebijaksanaan yang sesuai untuk suatu tempat harus
didasarkan atas pemahaman terhadap makna kultural dan
kondisi fisik bangunannya.
4. Menjaga terpeliharanya latar visual yang sesuai, seperti
bentuk, skala warna tekstur dan bahan dari setiap
perubahaan baru yang berakibat buruk terhadap latar
visual, harus dicegah.

Kriteria Konservasi

Dalam menetapkan suatu obyek pelestarian/konservasi


harus disesuaikan dengan dasar kriteria pemilihannya
terlebih dahulu. Menurut Attoe (1979), kriteria-kriteria yang
digunakan dalam mengkonservasi suatu obyek adalah
sebagai berikut:
1. Peranan sejarah
2. Keluarbiasaan
3. Dapat memperkuat citra kawasan
4. Estetika bangunan

32
5. Keaslian bangunan
6. Keterawatan bangunan

Batasan dan kriteria suatu obyek yang akan dilestarikan juga


mengacu pada UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya dan PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU
No. 5 Tahun 1992, yang dimaksud dengan benda cagar
budaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak
bergerak, yang berupa kesatuan kelompok atau bagian-
bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya
yang khas dan mewakili masa gaya yang khas sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.

Obyek Konservasi

Menurut Attoe dalam Kirana (1992:VII.8) obyek pelestarian


konservasi adalah:

33
1. Garis cakrawala dan koridor pandang, seperti
pengendalian terhadap ketinggian bangunan dan
pengarah pandangan tentang view dan vista yang baik.
2. Kawasan, seperti kawasan yang mewakili gaya tradisional
tertentu yang dilindungi dari ancaman kehancuran dan
penambahan figur-figur baru.
3. Wajah jalan, seperti pelestarian fasade bangunan dan
perlengkapan jalan.
4. Lingkungan alami
5. Kota dan desa
6. Bangunan
7. Benda dan penggalan

34
Gambar 8: Contoh diagram rencana konservasi
sumber : http://antariksaarticle.blogspot.com

Jenis Kegiatan Konservasi

Menurut Fitch (1982) yang dilengkapi dengan pendapat


Busono (2009), jenis kegiatan konservasi bangunan serta
tingkat perubahan yang dapat terjadi dalam
mempertahankan komponen bangunan dapat digolongkan
menjadi 6 tingkatan, yaitu:

35
a) Pengawetan (preservation), yaitu mempertahankan
bangunan seperti adanya saat akan diawetkan yang
dilakukan dengan alat bantu berupa zat pengawet,
teknologi dan sebagainya
Sifat dari metode ini adalah:
 Penampilan estetiknya tidak boleh ada yang ditambah
maupun dikurangi
 Intervensi apapun yang diperlukan dalam rangka
mengawetkan bangunan hanya boleh dilakukan pada
permukaan bangunan dan diusahakan seminimal
mungkin.
b) Pemugaran (restoration), yaitu pengembalian warisan
budaya ke kondisi awal perkembangan morfologinya.
Sifat dari metode ini adalah:
 Proses atau tahapan yang akan digunakan ditentukan
oleh kesejarahannya atau integritas estetikanya
 Tingkatan perubahan yang dilakukan lebih besar
dibanding dengan preservasi sederhana.

36
c) Penguatan (consolidation), yaitu usaha mempertahankan
bentuk dan bangun warisan budaya dengan menggunakan
alat bantu kebendaan.
Sifat dari metode ini adalah:
 Tingkat perubahan fisik pada bahan maupun elemen
bangunan digunakan untuk mempertahankan aspek
struktural bangunan
 Tolak ukur perubahan pada proses ini mulai dari
perubahan sederhana hingga perubahan radikal.

Gambar 9: Candi Prambanan merupakan salah satu contoh proyek


konservasi yang melalui proses preservation,
restoration dan consolidation
sumber : http://worldheritage.routes.travel/world-heritage-
site/prambanan-temple/

37
d) Pemakaian baru (adaptive re-use), yaitu membangun
kembali bangunan lama untuk fungsi baru.
Sifat dari metode ini adalah:
 Merupakan salah satu cara ekonomis dalam
menyelamatkan bangunan
 Umumnya terjadi perubahan yang besar dalam proses
ini terutama perubahan pada organisasi ruang
dalamnya.

Gambar 10: Galangan VOC, Sunda Kelapa-Jakarta


yang telah beralih fungsi menjadi restoran dan galeri seni
sumber : http://kotatuajakarta.org/

38
e) Pembangunan ulang (reconstruction), yaitu membangun
kembali bangunan yang sudah hilang.
Sifat dari metode ini adalah:
 Bangunan rekonstruksi bertindak sebagai pengganti
tiga dimensional dari struktur asli secara terukur,
bentuk fisiknya ditetapkan oleh bukti arkeologis, arsip
serta literature
 Memiliki tingkat perubahan yang paling besar.

f) Pembuatan kembaran (replication), yaitu penciptaan


yang meniru secara utuh warisan budaya yang masih ada,
dengan konstruksi baru.

Gambar 11: kawasan Taman Mini Indonesia dipenuhi oleh


replika warisan budaya Indonesia
sumber : http://visitindonesia1.blogspot.com

39
Sifat dari metode ini adalah:
 Memiliki sifat yang sama dengan rekonstruksi namun
secara fisik replika lebih akurat daripada rekonstruksi.
 Tingkat perubahan pada proses replika termasuk
dalam perubahan yang paling besar, namun memiliki
kegunaan yang spesifik misal sebagai museum.

40
teori
adaptive reuse

41
Adaptive re-use merupakan
salah satu cara dalam upaya
konservasi bangunan.

Secara umum adaptive re-use dilakukan sebagai alternatif


untuk melindungi dan menjaga bangunan bersejarah dengan
langkah mengalihkan fungsi lama menjadi fungsi baru yang
bermanfaat bagi masyarakat sekitar maupun kawasan itu
sendiri. Konsep ini umumnya digambarkan sebagai proses
yang secara struktural, bangunan dengan fungsi lama
dikembangkan menjadi fungsi baru yang dapat mewadahi
kebutuhan dan meningkatkan nilai ekonomi (Austin, 1988).
Konsep ini tidak sekedar mengembalikan tampilan fisik
arsitektur semata melainkan berusaha menghormati dan
menghargai nilai sejarah yang tersirat di dalamnya, langgam
arsitekturnya dengan mengalihkan fungsi baru yang lebih
tepat dan bermanfaat. Hal ini akan memberikan dampak

42
positif terhadap kawasan itu sendiri dan pemerintah
setempat.

Di dalam pelaksanaannya, konsep ini mengalami beberapa


kendala yang berbeda tergantung persepsi para pemegang
kekuasaan dalam pembangunan dan kondisi kawasan.
Kendala tersebut seperti adanya sikap tidak tanggap para
perencana yang berasumsi bahwasanya bangunan tua adalah
penghalang bagi kemajuan ekonomi karena banyaknya
bangunan tua yang diabaikan dan menjadi usang. Bangunan-
bangunan tersebut dianggap telah ketinggalan zaman dan
tidak mampu mewujudkan tuntutan fungsi masa kini.

Karena hal ini beberapa kota bahkan menghancurkan


kawasan-kawasan bernilai sejarah demi pembangunan baru
yang dianggap lebih tepat dan mampu meningkatkan
ekonomi/kesejahteraan masyarakat. Hal ini justru
mengorbankan identitas asli dari kawasan tersebut.

43
Kriteria Bangunan Adaptive Re-use
Berikut adalah beberapa kriteria yang menentukan apakah
bangunan harus dilestarikan dan digunakan kembali atau
hanya dibongkar (untuk luas tanah yang ditempatinya) yaitu:
1. Nilai sosial dari bangunan tersebut
Nilai sosial erat kaitannya dengan kondisi lokasi dan
kehidupan masyarakat sekitar.
2. Potensi penggunaan kembali tapak yang erat kaitannya
dengan kerusakan fisik dan dukungannya terhadap
penggunaan masa depan.
3. Pentingnya sejarah tapak, baik dari segi fisik dari jalan dan
daerah, serta peran tapak dalam pemahaman masyarakat
masa lalu.
4. Kondisi ekologi alam dari tapak, apakah tapak tersebut
cocok atau dapat mendukung lingkungan kerja yang akan
dirancang dalam tapak.

44
Manfaat Adaptive Re-Use dalam Konservasi

Seperti yang dikemukakan oleh Henehan dan Woodson yang


menyatakan bahwa ada beberapa manfaat yang diperoleh
dari penerapan konsep adaptive reuse pada sebuah kawasan
maupun bangunan tua bersejarah, yaitu:

1.Menjadikan kawasan atau bangunan


sebagai sumber sejarah dan budaya
dengan tetap mempertahankan nilai-
nilai sejarah yang tersirat di dalamnya
2.Meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat dengan adanya
fungsi baru dari kawasan atau
bangunan tersebut.

45
Sementara manfaat lainnya yang dapat kita petik adalah :
1. Mendukung strategi konservasi dan penghematan
sumber daya
2. Biaya konstruksi yang relatif lebih rendah
3. Biaya akuisisi lahan yang cukup ringan
4. Waktu pengerjaan/konstruksi yang lebih singkat
tergantung dari lingkup pekerjaannya
5. Menjembatani hubungan antara kehidupan masa lalu
dengan masa kini.

46
studi preseden
di asia

47
Metode adaptive re-use di berbagai wilayah di dunia dikenal
dengan istilah “building conversion”. Di negara-negara
wilayah Asia khususnya Singapura, metode ini sudah lama
dikembangkan pada bangunan bersejarah mereka. Di sana
terdapat berbagai macam bangunan yang telah mengalami
peralihan fungsi. Berikut akan penulis uraikan beberapa
bangunan di berbagai negara yang telah mengaplikasikan
konsep adaptive re-use :

Kawasan Clarke Quay dan Boat Quay

Clarke Quay dan Boat Quay adalah kawasan di sepanjang


sungai Singapura yang mengadopsi konsep konservasi
sehingga cukup terkenal dan dianggap berhasil. Daerah ini
pada awalnya merupakan daerah kumuh dan sudah tidak
sedap dipandang mata maupun digunakan kembali. Keadaan
ini memaksa pemerintah Singapura untuk merobohkan
bangunan-bangunan tua di sepanjang sungai dan
menggantinya dengan bangunan baru yang lebih modern dan
bermanfaat.

48
Namun atas berbagai macam masukan dan desakan dari para
perencana, maka diambillah suatu kebijakan untuk
melestarikan bangunan-bangunan tua tersebut menjadi
fungsi yang baru. Setelah pemerintah Singapura
berkomitmen membersihkan sungai selama 10 tahun dan
rampung pada tahun 1987, kawasan tepian sungai ini
akhirnya dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Gambar 12: Daerah Clarke Quay tempo dulu


sumber : http://teguhsan-journey.blogspot.com/2012/03/kongkow-di-boat-
quay-clarke-quay.html

Pemanfaatan maksimal tersebut salah satunya menyulap


bangunan-bangunan tua dengan sedikit perombakan pada

49
façade dan bagian dalamnya. Fungsi-fungsi lama pada
bangunan ini dirubah menjadi fungsi yang baru agar lebih
menguntungkan pemerintah Singapura dalam bidang
pariwisata. Selain itu dengan menutup jalur bagi kendaraan
bermotor sehingga ruang terbuka di depan bangunan
menjadi seperti hamparan pedestrian bagi para pejalan kaki
dan dapat digunakan untuk tempat makan terbuka bagi
beberapa kafe. (Dikutip dari Purwantiasning, 2005 dalam
http://publikasiku.blogspot.com/2005/12/non-published-04-
2005-konservasi-di.html)

Gambar 13: Daerah tepian sungai Singapura setelah dikonservasi


sumber : dokumentasi pribadi, 2013

50
Gambar 14: Daerah tepian sungai Singapura setelah dikonservasi
sumber : dokumentasi pribadi, 2013

Gambar 15: Daerah tepian sungai Singapura setelah dikonservasi


sumber : dokumentasi pribadi, 2013

51
Gambar 16: Daerah tepian sungai Singapura
setelah dikonservasi
sumber : dokumentasi pribadi, 2013

MICA Building, Singapura

Salah satu bangunan lain yang terkenal akan keberhasilan


proses konservasi di Singapura adalah gedung MICA (Ministry
of Information, Communication and Arts). Gedung ini
didirikan pada tahun 1934 sebagai Old Hill Street Police
Station (OSHPS) dan merupakan bangunan pemerintahan

52
terbesar dan sudah dianggap sebagai pencakar langit pada
saat itu. Bangunan ini ditetapkan sebagai monumen nasional
dan diberi kehidupan yang baru berupa penyewa baru pada
tahun 1988 dan sekarang dikenal dengan MICA Building.

Gedung Hill Street ini mengalami sedikit


perombakan pada façade jendelanya.
Semua jendela yang berjumlah 911 ini
dicat dalam berbagai macam warna
seperti hijau, merah, kuning dan biru
sehingga menarik perhatian para
wisatawan.
(Dikutip dari Anonim, 2010 dalam http://www.wisata
singapura.web.id/2010/05/15/mica-building-gedung-warna-
warni-nan-cantik-dan-antik/)

53
Gambar 17: Fasade gedung MICA dipenuhi jendela warna-warni
sumber : dokumentasi pribadi, 2013

54
studi preseden
di eropa

55
Selain di negara-negara wilayah Asia, metode ini juga sudah
lama dikembangkan di negara-negara wilayah Eropa. Di sana
terdapat berbagai macam bangunan bersejarah yang telah
mengalami peralihan fungsi. Berikut akan penulis uraikan
beberapa bangunan di berbagai negara yang telah
mengaplikasikan konsep adaptive re-use :

Kawasan Albert Dock, Liverpool

Albert Dock dulunya merupakan pelabuhan utama kota


Liverpool. Salah satunya fungsinya adalah menghubungkan
Liverpool dengan beberapa kota, di antaranya Birmingham
dan Leeds. Saat ini Albert Dock tidak hanya menjadi
pelabuhan, ia telah ditransformasi oleh pemerintah kota
menjadi tempat rekreasi.

Bekas bangunan galangan kapal telah dialihfungsikan agar


sesuai dengan kebutuhan kekinian. Karena berukuran
lumayan besar, maka cukup banyak fungsi baru yang bisa
ditampung oleh bangunan lama sisa kejayaan masa

56
pelabuhan. Salah satunya adalah bekas rumah pompa yang
dahulu berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan level
air di dock dialihfungsikan menjadi sebuah bar yang cantik,
The Pump House. (Dikutip dari Gedemahaputra, 2014
dalamhttp://gedemahaputra.wordpress.com/2014/03/02/me
nikmati-sekeping-masa-lalu-di-liverpool/)

Gambar 18: Kawasan Albert Dock yang dahulunya merupakan


pelabuhan utama kota Liverpool
sumber : http://dredarmy.blogspot.com/2011_12_01_archive.html

57
Gambar 19: The pump house yang telah beralihfungsi menjadi bar yang
cantik dan ramai pengunjung
sumber : http://gedemahaputra.wordpress.com/2014/03/02/menikmati-
sekeping-masa-lalu-di-liverpool/

Beberapa studi preseden di atas dapat dikategorikan


berhasil. Hal ini dapat dilihat dari hidupnya lagi suatu kota/
kawasan/ bangunan dengan wujud/ fungsi yang baru.
Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya strategi yang
diterapkan di dalamnya. Strategi-strategi tersebut antara
lain:

58
1. Tersedianya inisiatif politik (political will) yang kuat
dari pemerintah dalam mendorong percepatan proses
revitalisasi.

Adanya kemauan politik pemerintah yang menjadi kunci


utama keberhasilan konsep revitalisasi. Pemerintah kota
sebagai pemegang otoritas politik harusnya melihat
revitalisasi sebagai peluang. Urban Redevelopment
Authority (URA) di Singapura dan Hongkong adalah badan
pemerintah yang paling aktif dalam mengembangkan
konsep-konsep revitalisasi untuk menghidupkan kembali
kawasan-kawasan tua yang mati secara ekonomi.
(Dikutip dari: Ridwan Kamil, 2008 dalam
http://ridwankamil.wordpress.com/2008/09/27/strategire
vitalisasi-kota-kota-asia-dalam-konteks-persaingan-
global/)

2. Dibentuknya suatu badan pengelola kawasan yang


akan direvitalisasi dimana anggotanya terdiri dari
para pemangku kepentingan (stake holders)

59
Di negara Inggris, tepatnya di kota Liverpool terdapat
suatu organisasi swasta yang mengurus program
revitalisasi kawasan maupun bangunan tua yang dikenal
dengan Urban Splash. Urban Splash inilah yang berusaha
memunculkan setiap karakter dan keunggulan masing-
masing bangunan tua di Liverpool dengan fungsi yang
baru.

Sementara di Singapura, badan pengelola revitalisasi tetap


dari pemerintah. Hal ini terjadi karena badan
pemerintahan saja sudah cukup memiliki pengalaman
solid dan visi ekonomi global yang kompetitif. (Dikutip
dari Purwantiasning, 2005 dalam http://publikasiku.
blogspot.com)

3. Memiliki konsep pengembangan kawasan campuran


(mixed-use) yang terpadu dan terintegrasi (integrated
development)
Kesuksesan kawasan-kawasan yang direvitalisasi di
negara Asia maupun Eropa antara lain diperkuat oleh
konsep Master Plan yang terpadu. Dokumen Master Plan

60
ini memuat berbagai macam strategi perencanaan
kawasan yang komprehensif. Di kawasan Clarke Quay dan
Boat Quay, konsep tata guna lahannya menggunakan
pendekatan konsep high & best use dan dynamic tenant
mix yang dilengkapi dengan panduan desain spasial
kawasan dan desain perangkat streetscape yang atraktif.
(Dikutip dari Ridwan Kamil, 2008 dalam
http://ridwankamil.wordpress.com/2008/09/27/strategire
vitalisasi-kota-kota-asia-dalam-konteks-persaingan-
global/)

4. Memiliki satu strategi identitas ekonomi (district


economic identity) yang unik dan kompetitif untuk
bisa bersaing dengan kawasan-kawasan urban
lainnya
Salah satu alasan matinya aktivitas ekonomi di kawasan
urban adalah ketidakmampuan kawasan tersebut untuk
beradaptasi terhadap tantangan ekonomi baru. Salah satu
konsep strategi revitalisasi terpenting adalah melakukan
reposisi identitas ekonomi atau economic re-
positioning. Contohnya adalah kawasan Far East Square di

61
Chinatown dan kawasan Mohamed Sultan, keduanya
berhasil direvitalisasi dari kawasan perdagangan umum
dan hunian yang terlantar menjadi kawasan wisata makan
dan hiburan yang aktif dan sukses. (Dikutip dari Ridwan
Kamil, 2008 dalam http://ridwankamil.wordpress.com
/2008/09/27/strategirevitalisasi-kota-kota-asia-dalam-
konteks-persaingan-global/)

62
kawasan kota
lama jakarta

63
Kota Tua sebagai Kawasan Konservasi

Pada masa lalu, Jakarta Kota (Oud Batavia) adalah ibukota


Batavia dan merupakan pusat penting kegiatan ekonomi dan
politik Pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan buku harian
seorang prajurit tua Gedenkschrijften van een oud koloniaal
Clockener Brousson mengungkapkan bahwa Kota Tua Jakarta
pernah mengalami masa kejayaan pada pertengahan abad
ke-17, sehingga sempat mendapat julukan sebagai Queen of
the East (Sejarah Kota Tua, Dinas Kebudayaan &
Permuseuman Provinsi DKI Jakarta, 2007).

Kawasan Kota Tua merupakan salah satu dari sekian banyak


peninggalan bersejarah dari masa penjajahan yang masih
tersisa hingga saat ini. Di kawasan ini terdapat berbagai
macam jenis bangunan yang masih berdiri tegak di tengah
kota Jakarta. Tetapi beberapa dari gedung di kawasan ini
kondisinya sangat memprihatinkan. Kondisi seperti ini
sangat disayangkan, sehingga dibuatlah suatu tim oleh
PEMDA DKI Jakarta yaitu kelompok Pelestarian Kota Tua
Jakarta dan PT Pembangunan Kota Tua Jakarta yang diketuai

64
oleh Bapak SD Darmono, selaku presiden direktur PT
Jababeka. Kedua tim ini nantinya akan berfungsi
mengembangkan Kota Tua Jakarta dengan melakukan
revitalisasi.

Gambar 20: Zona Kawasan Kota Tua sebagai kawasan


cagar budaya
sumber : http://id.scribd.com/doc/200121635/Arling-
Kota-Tua

65
Program revitalisasi Kota Tua yang dilakukan Pemprov DKI
Jakarta dan konsorsium BUMN dan pihak swasta melibatkan
para pakar antara lain Sofyan Djalil. Dengan struktur antara
lain sebagai penasihat bidang hubungan kelembagaan Sofyan
Djalil, penasihat bidang seni rupa dan museum Oei Hong
Djien, penasihat bidang arsitektur dan heritage Han Awal,
dan lain-lain. Dalam jangka waktu enam bulan, target dari
konsorsium tersebut adalah merevitalisasi Museum
Fatahillah, selesai melaksanakan adaptive re-use dari Kantor
Pos Fatahillah untuk dijadikan visitor center dan Jakarta
Museum of Contemporary Art serta mengadakan Fiesta Kota
Tua di Fatahillah Square berupa public performance, food
festival, dan pesta rakyat. Program ini bertujuan untuk
menghidupkan kembali nilai sejarah kawasan Kota Tua
sebagai Culture District dengan prinsip public private
partnership. (dikutip dari hasil diskusi dengan kelompok PT
Pembangunan Jakarta dan kelompok Pelestarian Kota Tua
pada tanggal 14 Maret 2014)

66
Gambar 21: Suasana diskusi pembahasan tujuan dari program revitalisasi
kawasan Kota Tua, Jakarta
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

Dari program revitalisasi di atas, maka dapat dilihat


bahwasanya sebagian dari gedung yang terletak di kawasan
Kota Tua akan di alihfungsikan menjadi fungsi baru yang
menunjang program revitalisasi suatu kawasan. Maka dari
itu penulis mengambil salah satu gedung yang berada di
kawasan Kota Tua Jakarta yang dimiliki oleh BUMN, yaitu
gedung PT P.P.I (ex. Tjipta Niaga). Pelestarian bangunan
ini difokuskan kearah konservasi adaptive re-use agar saling
melengkapi dengan bangunan di sekitarnya.

67
Peran PT P.P.I dalam Revitalisasi Kota Tua
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT P.P.I) sangat
berperan penting dalam program revitalisasi Kota Tua. Hal
ini dapat dilihat dari keikutsertaannya Direktur Divisi
Manajemen Aset PT P.P.I yaitu Bapak Robert Tambunan
sebagai Ketua Jakarta Heritage Trust. Dengan adanya JHT,
beliau menilai tidak ada lagi (yang semula dibentuk sebagai
Paguyuban Kota Tua) yang menyalahgunakan wewenang,
salah satu contohnya adalah organisasi dijalankan orang
yang tidak memiliki, atau mengelola bangunan. Akibatnya,
banyak kebijakan Paguyuban Kota Tua yang berlawanan
dengan kepentingan pemilik dan pengelola bangunan.

Gambar 22: Bapak Robert Tambunan yang


memprakarsai terbentuknya Jakarta
Heritage Trust
sumber :
http://jakartaheritagetrust.wordpress.co
m/about/

68
Gambar 23: Logo Jakarta Heritage Trust
sumber :
http://jakartaheritagetrust.wordpress.com/

Selama ini PT P.P.I terus mengawasi dan mengontrol


bangunan-bangunan yang mereka miliki (tidak hanya di Kota
Tua). Mereka melakukan beberapa cara untuk tetap menjaga
keaslian nilai sejarah dari bangunan itu sendiri. Namun
mereka juga mengalami beberapa kendala seperti estimasi
biaya, pengamanan fisik, perawatan fisik, legalitas dan pajak.

Kawasan Kota Lama Jakarta, terdiri dari berbagai macam


bangunan dengan fungsi dan kepemilikan yang berbeda.
Salah satu pihak BUMN yang memiliki aset di kawasan
tersebut adalah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT

69
P.P.I). PT P.P.I kurang lebih memiliki 16 gedung di kawasan
Kota Lama Jakarta. Pada umumnya gedung-gedung ini saling
berdekatan atau berada di satu blok yang sama. Gedung-
gedung tersebut antara lain yaitu Toko Merah, gedung Tjipta
Niaga dan gedung Pasar Kota Tua.

Beberapa aset mereka saat ini kondisinya cukup


memprihatinkan dan sudah tidak digunakan lagi. Tetapi saat
ini mulai dilakukan proses revitalisasi yang diawali dengan
revitalisasi gedung Toko Merah. Selain itu PT P.P.I juga akan
merevitalisasi beberapa aset gedung yang dimiliki dengan
cara membuat fungsi baru. Hal ini bertujuan agar nilai
sejarah dari bangunan tersebut tetap terjaga dan
meningkatkan perekonomian bagi perusahaan maupun
lingkungan sekitar. (Dikutip dari hasil wawancara dengan
Bapak Pras selaku Wakil Direktur Divisi Manajemen Aset PT
P.P.I pada tanggal 26 Maret 2014).

Aset PT P.P.I tersebar di beberapa titik di kawasan Kota Lama


Jakarta. Salah satunya adalah di titik Jalan Kalibesar Timur
dan Jalan Pintu Besar Utara. Di blok ini terdapat 4 gedung

70
milik PT P.P.I yang salah satu di antaranya adalah gedung
Tjipta Niaga.

3
2

Gambar 24 Peta Blok gedung milik PT P.P.I di jalan Kalibesar Timur IV dan jalan Pintu Besar
Utara
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

71
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwasanya PT P.P.I
memiliki 3 gedung yang berada di dalam satu blok yaitu di
sisi jalan Kalibesar Timur IV dan jalan Pintu Besar Utara.
Gedung-gedung tersebut yaitu:

1) Gedung Tjipta Niaga

Gedung ini terletak di sisi jalan Kalibesar Timur IV yang


didirikan pada tahun 1912. Gedung ini terdiri dari 2
bangunan yang pada awalnya digunakan oleh 2
perusahaan berbeda tetapi bergerak di bidang yang sama.
Kemudian perusahaan ini mengalami merger hingga
akhirnya menjadi satu gedung dan satu kepemilikan.
Kondisi gedung ini cukup memprihatinkan karena bagian
salah satu atap bangunan telah roboh. Akan tetapi gedung
ini masih ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun
asing untuk kegiatan syuting hingga pengambilan foto pre-
wedding.

72
Gambar 25: Bagian dalam gedung Tjipta Niaga yang digunakan untuk pengambilan foto
pre-wedding
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

2) Galeri Pasar Kota Tua

Gedung ini dihuni oleh para pedagang yang menjajakan


berbagai macam jenis dagangannya seperti baju, celana
hingga aksesoris. Karena masih terjadi kegiatan jual-beli
maka kondisi gedung ini menjadi cukup baik dan terawat.

73
Gambar 26: Galeri Pasar Kota Tua yang menjual berbagai macam
pakaian dan aksesoris
sumber : http://amaliarosadotcom.wordpress.com

3) Gedung Perkantoran

Gedung ini terletak di sisi jalan Kalibesar Timur III dan


bersebelahan dengan galeri Pasar Kota Tua. Kondisi
gedung ini sangat memprihatinkan karena pada
pertengahan Februari 2014 lalu, gedung ini roboh.
Robohnya gedung ini menjadi bukti bahwa kurangnya

74
rasa kepedulian kita terhadap aset bersejarah di kawasan
Kota Tua.

Gambar 27: Kerusakan fatal pada gedung di sisi


Jalan Kalibesar Timur III
sumber : http://beritadaerah.com/tag/revitalisasi/

75
Dari beberapa gedung milik PT P.P.I yang berada di titik Jalan
Kalibesar Timur dan Jalan Pintu Besar Utara, gedung yang
memiliki potensi terbaik untuk dikonservasi dengan
dialihfungsikan adalah gedung Tjipta Niaga. Hal ini didukung
oleh:
a. Gedung Tjipta Niaga memiliki luas bangunan yang lebih
dibandingkan bangunan lainnya, sehingga tepat untuk
dibuat fungsi baru seperti hotel dan lainnya

b. Kondisi fisik gedung Tjipta Niaga mulai mengalami


kerusakan, sehingga perlu dikonservasi agar bangunan ini
tidak roboh

c. Gedung Tjipta Niaga ini memang akan direvitalisasi oleh


pihak PT P.P.I untuk dijadikan menjadi hotel yang
terhubung dengan galeri Pasar Kota Tua dan gedung yang
roboh pada Februari 2014. Hal ini menjadi salah satu
pembanding yang baik bagi penulis untuk memberikan
gagasan/ide lain yang diharapkan lebih bermanfaat dan
tepat.

76
studi kasus

77
Sejarah Berdirinya Gedung PT P.P.I

Rotterdam Internatio atau yang kita kenal dengan sebutan


gedung Tjipta Niaga adalah gedung keempat di Batavia yang
dibuat oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit yang dibangun
pada tahun 1913. Bentuk bangunannya memanjang, dari
Jalan Kalibesar Timur hingga ke Jalan Pintu Besar Utara, yang
merupakan daerah Central Bussines District di Batavia.
Gedung Tjipta Niaga ini awalnya milik perusahaan
Internationale Credit en Handelsvereeniging Rotterdam, yang
dahulu lebih dikenal dengan nama Rotterdam Internatio.
Perusahaan ini bergerak di bidang perbankan dan
perkebunan dan merupakan satu dari lima perusahaan besar
di Hindia Belanda, yang dikenal dengan istilah The Big Five.

Gambar 28: Ed Cuypers sang arsitek gedung Tjipta Niaga


sumber : http://hetschip.wordpress.com/

78
Menurut Candrian Attahiyat (Ketua Unit Pelaksanaan Teknis
Pemetaan dan Pengembangan Kota Tua) gedung Tjipta Niaga
terdiri atas dua gedung. Pada sisi Jalan Kalibesar Timur,
digunakan sebagai kantor Internationale Crediet en Handels
Maatschappij yang kemudian dinasionalisasi menjadi Bank
Exim, serta gedung Koloniale Zee en Brand Assurantie
Maatschappij yang dinasionalisasi menjadi BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) Tjipta Niaga, pada sisi Jalan Pintu Besar
Utara. (Dikutip dari buku karya Windoro Adi, dengan judul
Batavia 1740, Menyisir Jejak Betawi)

Gambar 29: Gedung Internationale Crediet en Handels


Maatschappij yang kemudian dinasionalisasi menjadi Bank Exim
pada sisi Jalan Kalibesar Timur tempo dulu
sumber : http://silvanaekasari.blogspot.com/2013/05/
gedung-cipta-niaga-rotterdam-internatio.html

79
Gambar 30: Gedung Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij yang
dinasionalisasi menjadi BUMN Tjipta Niaga, pada sisi Jalan Pintu Besar
Utara tempo dulu
sumber : http://silvanaekasari.blogspot.com/2013/05/gedung-cipta
niaga-rotterdam-internatio.html

Gedung ini mempunyai teras pada bagian barat, sedangkan


sisi selatannya tak berteras. Lantai dasar dahulu digunakan
kantor Rotterdamsche Lloyd (de llyod), sementara pintu
masuk Rotterdam Interantio ada di tengah - tengah dinding
depan, menghadap jalan. Pintu-pintu pada gedung ini hanya
terdapat di lantai bawah dan semua tembok di pasang di atas
beton bertulang yang di bentuk dari pasir dan batu kapur.
Kedua lantai gedung dan semua pilar serta tangga utama di

80
bangun dengan konstruksi beton bertulang. Tangga dan lobi
atas dibuat mewah, dengan anak-anak tangga yang dilapisi
bata keras yang diminyaki, sehingga tampak seperti marmer
hitam yang dipoles. Lampu - lampu atas di lobi dihiasi kaca
pada jendela, yang di dalamnya terdapat berbagai emblem
dan tanda pengenal keturunan, kota atau negara.

Gambar 31: Tangga lobi yang dilapisi bata


keras yang diminyaki sehingga tampak
seperti marmer hitam
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

81
Gambar 32: Tanda pengenal keturunan kota atau negara yang
terletak di lantai dua gedung bank Exim
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

Saat nasionalisasi perusahaan - perusahaan belanda, gedung


ini diambil alih dan dijadikan aset PN Tjipta Niaga yang
kemudian menjadi PT. Cipta Niaga. Pada tanggal 31 Maret
2003, dilakukan merger 3 perusahaan niaga, salah satunya
PT Cipta Niaga. Merger dari perusahaan-perusahaan tersebut
diberi nama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT
P.P.I) atau diluar negeri dikenal dengan sebutan ITC
(Indonesian Trading Company) yang berada di bawah
naungan kementrian BUMN. Dan setelah itu gedung Tjipta
Niaga ini berganti kepemilikan menjadi gedung PT P.P.I.

82
Lokasi dan Data Gedung PT P.P.I

Adapun lokasi dan data dari gedung Tjipta Niaga adalah


sebagai berikut :
Lokasi : Jl. Kalibesar Timur no. 17, Jakarta Barat
Fungsi awal : Kantor perusahaan
Fungsi saat ini : Tidak digunakan
Pembangunan :
 Arsitek : Ed Cuypers en Hulswit
 Konstruksi beton : Subbiro Weltevreden darl
Hollandsche Maatschappij
 Pemasok batu : Firma D. Weegewijs, Amsterdam
 Interior : Firma Lindeman & Schooneveld,
Amsterdam

83
Gambar 33: Peta lokasi gedung Tjipta Niaga
sumber : google maps, 2014

Gedung Tjipta Niaga ini merupakan percampuran berbagai


macam gaya, memiliki gaya Dutch style karena bentuknya
berupa bangunan deret seperti pada Dutch Townhouse, serta
memiliki façade tertutup (tidak memiliki teras dan overstek
atap yang sempit). Gaya Art Deco dapat terlihat pada hiasan
profil di atas jendela lengkung dan pintu masuk membentuk
semacam “kepala“ pada jendela. Pada teralis besinya juga
terdapat ornamen berupa ukir-ukiran motif floral.

84
Perkembangan Gedung PT P.P.I
Adapun perkembangan dari gedung Tjipta Niaga tertera pada
tabel 1 berikut ini:
Tabel 3. Perkembangan gedung Tjipta Niaga dari tahun ke tahun
sumber : hasil wawancara dengan Bapak Pras selaku Wakil Direktur Divisi Manajemen Aset
PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia

No. Tahun Perkembangan/kegiatan


1 1913 Pembangunan gedung oleh Biro Arsitek Ed
Cuypers en Hulswit.
2 1913 – 1957 Kantor Internationale Crediet en Handels
Maatschappij yang kemudian dinasionalisasi
menjadi Bank Exim.
3 > 1957 Kantor BUMN Tjipta Niaga kemudian menjadi PT
Cipta Niaga.
4 2003 Penetapan sebagai gedung milik PT Perusahaan
Perdagangan Indonesia.
5 2005 – saat Fungsi gedung beralih menjadi tempat studio
ini pemotretan/syuting hingga tempat tinggal dan
kondisinya semakin memprihatinkan.

85
Data Fisik Gedung PT P.P.I

Site Plan dan Blok Plan Eksisting

Gedung ex. Tjipta Niaga ini terletak di bagian tengah antara


jalan Pintu Besar Utara dan jalan Kali Besar Timur Raya,
tepatnya di jalan Kali Besar Timur IV. Pada bagian Timur
gedung ini terdapat café Batavia yang selalu ramai oleh para
wisatawan asing maupun lokal. Sementara di bagian utara
gedung ini terdapat Pasar Kota Tua dan gedung perkantoran
yang telah roboh pada Februari 2014.

Selain itu pada bagian barat gedung ini berbatasan langsung


dengan jalan Kali Besar Timur Raya dan sungai Kali Besar
yang saat ini sudah ditutup untuk kendaraan umum maupun
pribadi dan dimanfaatkan oleh pejalan kaki dan para
pedagang untuk berjualan di bantaran sungai Kali Besar. Dan
pada bagian selatan gedung, terdapat beberapa ruko dan
gedung kosong yang dimanfaatkan para wisatawan untuk
beristirahat sejenak. Dan pada saat ini bagian selatan (jalan

86
Kali Besar Timur IV) dimanfaatkan untuk area parkir
kendaraan para wisatawan.

Denah Eksisting

Gedung ini memiliki dua akses utama, yaitu melalui sisi jalan
Pintu Besar Utara dan jalan Kali Besar Timur IV. Hal tersebut
dikarenakan gedung ini memiliki dua bagian yaitu bagian
barat dan timur, masing-masing bagian memiliki 2 pintu
utama.

Bagian barat gedung ini terdiri dari 2 lantai dan 1 lantai atap,
sementara bagian timur terdiri dari 3 lantai. Karena
minimnya perawatan dan pemeliharaan, gedung ini menjadi
rusak dan terbengkalai. Walaupun demikian gedung ini tetap
memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan asing dan
lokal.

87
Gambar 34: Denah Site Plan Eksisting Gedung PT P.P.I
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

88
Gambar 35: Denah Blok Plan Eksisting Gedung PT P.P.I
sumbe : dokumentasi pribadi, 2014

89
Gambar 36: Denah Eksisting Gedung PT P.P.I
sumber: dokumentasi pribadi, 2014

90
Gambar 37: Denah Eksisting Gedung PT P.P.I
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

91
Kondisi Eksisting

Kondisi Eksterior Gedung

Fasade gedung pada bagian yang menghadap jalan Kali Besar


Timur 4, didominasi oleh kerusakan yang terjadi di bagian
dinding. Kerusakan ini seperti adanya keretakan pada
dinding dan mengelupasnya warna cat gedung. Pada bagian
pintu dan jendela juga mengalami keroposan pada kayunya.

Gambar 38: Eksterior Gedung pada sisi A (Jl. Kali Besar Timur 4)
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

92
Sementara fasade gedung pada bagian yang menghadap jalan
Pintu Besar Utara, kondisinya lebih memprihatinkan. Terjadi
banyak kerusakan seperti atap yang telah roboh, jendela-
jendela yang keropos dan tidak bisa dibuka hingga hilang
termakan waktu. Cat-cat pada dinding juga dipenuhi oleh
lumut hijau sehingga gedung ini terlihat kumuh dan angker.

Gambar 39: Eksterior Gedung pada sisi B (Jl. Pintu Besar Utara), pada sisi ini atap
gedung telah roboh (tidak beratap)
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

93
Gambar 40 dan 41: Eksterior Gedung pada sisi B (Jl. Pintu Besar Utara), pada
sisi ini atap gedung telah roboh (tidak beratap)
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

Kondisi Interior Gedung

Bagian interior pada sisi barat lantai dasar, saat ini sering
digunakan untuk kegiatan foto pre-wedding dan tempat
tinggal. Pada bagian ini, terjadi kerusakan yang cukup parah
pada bagian lantai. Sementara pada bagian kaca jendela,
sebagiannya telah rusak/pecah dan terdapat beberapa
furniture peninggalan Bank Exim.

94
Gambar 42, 43 dan 44: Interior sisi barat lantai dasar gedung (PT
Bank Exim) yang saat ini sering digunakan untuk tempat foto
pre-wedding
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

95
Gambar 45 dan 46: Interior sisi barat lantai dasar gedung yang pada
awalnya ditempati oleh PT Bank Exim dan pada saat ini kondisinya
tidak terawat dan cukup memprihatinkan
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

Sementara interior pada bagian sisi timur lantai dasar


gedung, saat ini digunakan untuk tempat berdagang. Pada
bagian ini terdapat beberapa kursi dan meja untuk para
wisatawan yang ingin beristirahat. Selain digunakan untuk
berdagang, area ini juga digunakan sebagai tempat tinggal

96
warga. Dan pada saat musim hujan, bagian ini didominasi
oleh genangan air. Hal ini terjadi karena telah robohnya atap
di bagian ini dan hilangnya beberapa jendela.

Gambar 47 dan 48: Interior sisi timur lantai dasar gedung yang pada awalnya
ditempati oleh PT Tjipta Niaga dan pada saat ini digunakan untuk tempat
makan/berdagang
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

97
Di lantai dasar gedung ini juga terdapat dapur dan toilet yang
masih difungsikan oleh penjaga gedung. Kondisi toilet
gedung ini sangat memprihatinkan karena bagian plafon area
ini sudah keropos bahkan hilang dan sebagian besar pintu
toilet telah keropos. Walaupun demikian saluran air bersih
dan kotor masih bisa dimanfaatkan dengan baik oleh penjaga
gedung.

Gambar 49: Kondisi Dapur yang terletak di lantai dasar gedung


sumber : dokumentasi pribadi, 2014

98
Gambar 50: Kondisi area koridor menuju toilet
yang terletak di lantai dasar gedung
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

Gambar 51a dan 51b: Kondisi toilet yang masih berfungsi


walaupun sebagian besar bagian plafonnya telah rusak
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

99
Pada interior lantai dua gedung, kondisinya tidak jauh
berbeda dengan lantai satu. Jika terjadi hujan, pada lantai ini
juga terdapat beberapa genangan air dan bagian pintu
jendela telah mengalami keroposan. Walaupun demikian
area ini tetap mempunyai daya tarik tersendiri bagi para
wisatawan untuk melakukan pengambilan foto maupun
syuting.

Gambar 52 dan 53: Lantai dua gedung Tjipta Niaga, pada area ini jika
hujan, terdapat banyak genangan karena bagian atap ini telah hilang
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

100
Gambar 54, 55 dan 56: Lantai dua gedung Tjipta Niaga, pada area ini
jika hujan maka terdapat banyak genangan
karena bagian atap ini telah hilang
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

101
Gambar 57, 58 dan 59: Lantai dua gedung yang sering digunakan untuk
area foto pre-wedding dan syuting video klip
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

102
Sementara interior lantai tiga sisi timur gedung ini,
kondisinya sangat memprihatinkan. Atap pada bagian ini
telah roboh dan kaca-kaca pada pintu jendela sebagian besar
telah hilang. Karena sudah tidak beratap lagi, dinding pada
lantai ini didominasi oleh lumut hijau dan lantai menjadi
rusak.

Gambar 60 dan 61: Bagian lantai 3 gedung yang


saat ini sudah tidak beratap
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

103
Gambar 62, 63, 64 dan 65: Area gedung yang sudah tidak
beratap namun masih terdapat sisa-sisa
dari struktur atap tersebut
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

104
Kemudian di area lantai atap gedung, saat ini kondisinya
cukup memprihatinkan. Walaupun demikian struktur atap di
bagian ini (sisi barat gedung) masih berfungsi sebagai
pelindung dari cuaca panas maupun hujan.

Gambar 66, 67 dan 68: Lantai struktur atap bangunan yang masih
berfungsi untuk melindungi bangunan dari
cuaca panas maupun hujan
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

105
Di dalam gedung ini juga masih tersisa beberapa peninggalan
pemilik gedung, seperti kaca patri yang menunjukkan tanda
pengenal bangsa. Selain itu profil-profil pada bagian atas
kolom menjadi ciri khas langgam arsitektur yang dipilih oleh
arsitek.

Gambar 69, 70 dan 71: Beberapa ciri khas langgam arsitektur


yang masih tersisa di bagian dalam gedung
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

106
Kondisi Bangunan-bangunan di sekitar
Berikut akan penulis uraikan beberapa bangunan bersejarah
lainnya di sekitar gedung PT P.P.I (ex. Tjipta Niaga) yang
telah direvitalisasi maupun sedang direvitalisasi, yaitu:

6 2
5 4

3
1

Gambar 72: Peta Kawasan Kota Tua


sumber : google maps, 2014

107
1) Museum Fatahillah Jakarta

Museum ini merupakan bangunan milik Pemprov DKI


Jakarta yang telah selesai direvitalisasi dan dibuka untuk
umum.

Gambar 73: Museum Fatahillah dan taman fatahillah


sumber : dokumentasi pribadi, 2014

2) Gedung PT Pos Indonesia

Gedung ini merupakan gedung milik BUMN, dimana pada


lantai dasar digunakan sebagai kantor pos dan pada lantai
dua mulai digunakan sebagai galeri fatahillah.

108
Gambar 74: Tampak depan gedung PT Pos Indonesia
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

3) Museum Wayang

Museum ini merupakan bangunan milik Pemprov DKI


Jakarta yang menyimpan koleksi wayang dari daerah-
daerah di Indonesia seperti Jawa, Sunda, Bali, Lombok,
Sumatera dan juga luar negeri. Jumlah koleksinya kurang
lebih 5.147 buah yang diperoleh dari pembelian, hibah,
sumbangan dan titipan.

109
Gambar 75: Museum Wayang yang dibuka untuk umum
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

4) Museum Seni Rupa dan Keramik

Museum ini merupakan pusat pelestarian seni rupa


bertaraf internasional. Museum ini menyimpan, merawat,
mengamankan, meneliti, dan memperagakan beragam
koleksi keramik dan karya seni rupa dari berbagai masa
bukan saja dari Indonesia tetapi juga dari mancanegara.

110
Gambar 76: Bagian depan museum Seni Rupa dan Keramik
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

5) Café Batavia

Bangunan ini diperkirakan dibangun pada tahun 1805,


yang dulunya adalah tempat tinggal dari seorang pejabat
pemerintahan Belanda yang bekerja tepat di depan
bangunan ini. Pada tahun 1993, bangunan ini dijual
kepada orang Australia yang bernama Graham James. Pada
tahun 1997, bangunan ini pun beralih fungsi menjadi kafe
dikarenakan waktu itu terjadi krisis moneter.

111
Gambar 77: Bagian depan café Batavia
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

6) Galeri Pasar Kota Tua

Gedung ini terletak di samping gedung Tjipta Niaga. Di sini


terdapat berbagai macam aksesoris hingga pakaian yang
dijual dengan harga yang relatif murah.

Gambar 78: Bagian depan galeri pasar


Kota Tua
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

112
7) Toko Merah

Gedung ini adalah gedung PT. Dharma Niaga dan pada saat
ini dikelola oleh PT P.P.I yang terletak di Jl. Kali Besar
Barat No.107, Jakarta Barat. Bangunan yang pernah
digunakan sebagai rumah kediaman Gubernur Jenderal
VOC Baron van Irnhoff tersebut memiliki arsitektur
bergaya Barok abad ke-18, terlihat pada elemen cornice
dan jendela tinggi yang dominan.

Gambar 79: Bagian depan gedung Toko Merah


sumber : dokumentasi pribadi, 2014

113
Data Non-Fisik Gedung PT P.P.I

Berdasarkan kepada beberapa kriteria yang ada di Peraturan


Daerah No. 5 tahun 1999, Zona 2 Kawasan Cagar Budaya
Kota Tua, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan kawasan cagar
budaya yaitu:

 Lingkungan Golongan I, di sekitar Taman Fatahillah dan


Jalan Cengkeh;

 Lingkungan Golongan II, di sepanjang Kali Besar, Jalan


Pintu Besar Utara dan sekitar Taman Beos;

 Lingkungan Golongan III, di luar Golongan I dan II yaitu


area yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung di sisi timur
dan area di dekat Sungai Krukut (Jelakeng) di sisi barat.

114
Gambar 80: Penggolongan lingkungan cagar budaya di Zona 2
Kawasan cagar budaya Kota Tua
sumber : guidelines Kota Tua, 2014

115
Karena lokasinya yang terletak di jalan Kali Besar Timur,
maka gedung PT P.P.I termasuk dalam lingkungan cagar
budaya golongan II. Dalam lingkungan golongan II terdapat
beberapa kebijakan yang diberlakukan, agar bangunan-
bangunan cagar budaya di dalamnya dapat diselamatkan dan
dilestarikan. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain:
1) Penataan lingkungan dilakukan dengan tetap
mempertahankan keaslian unsur-unsur lingkungan serta
arsitektur bangunan yang menjadi ciri khas kawasan,
yaitu mempertahankan karakter ruang-ruang kota dan
melestarikan bangunan-bangunan cagar budaya yang
ada.
2) Ruang kota di sepanjang Kali Besar, di sepanjang Jalan
Pintu Besar Utara dan di sekitar lapangan Stasiun Beos
dimanfaatkan untuk tempat kegiatan umum dan
komersial terbatas.
3) Pada bangunan cagar budaya dimungkinkan dilakukan
adaptasi terhadap fungsi-fungsi baru sesuai dengan
rencana kota, yaitu memanfaatkan bangunan-bangunan
untuk kegiatan komersial, hiburan, hunian terbatas/
hotel, dan apartemen.

116
4) Penataan papan nama dan papan iklan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan di dalam pedoman.

Kondisi Kehidupan Sosial dan Budaya

Dari hasil observasi yang penulis lakukan, terdapat beberapa


fakta yang ditemukan di lapangan, seperti:

1. Beberapa bagian di dalam gedung digunakan untuk


tempat tinggal para pedagang yang memang menjajakan
dagangannya di sekitar kawasan Kota Tua.

Gambar 81: Beberapa sudut gedung yang digunakan


untuk tempat tinggal
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

117
Gambar 82 dan 83: Beberapa sudut gedung yang digunakan
untuk tempat tinggal
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

2. Di bagian belakang gedung, tepatnya di belakang area


toilet terdapat rumah warga. Rumah ini berada tepat di
antara gedung Tjipta niaga dengan gedung sebelahnya.

Gambar 84: Pada bagian belakang


terdapat sebuah rumah warga
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

118
3. Ketika penulis melakukan observasi hingga bagian atap
gedung, penulis menemukan sebuah kasur yang
sepertinya digunakan untuk tempat beristirahat
seseorang.

Gambar 85: Ditemukan sebuah kasur di


bagian atap gedung
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

4. Di sekitar gedung masih didominasi oleh budaya


premanisme. Hal ini terjadi karena di kawasan Kota Tua
tidak ada pengurus dari PEMDA DKI Jakarta yang
bertindak tegas terhadap para preman yang menganggap
kawasan Kota Tua sebagai wilayah kekuasannya.

119
Gambar 86: Kawasan Kota Tua dipenuhi wisatawan lokal maupun
asing dan dikuasai oleh sekelompok preman
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

5. Setiap harinya di sekitar gedung ini dipenuhi oleh


berbagai macam wisatawan dari dalam maupun luar
negeri.

Gambar 87: Pada akhir pekan, di sekitar gedung dipenuhi oleh


wisatawan asing maupun lokal
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

120
Kondisi Kehidupan Ekonomi

Dari hasil observasi yang penulis lakukan, terdapat beberapa


fakta yang ditemukan di lapangan, seperti:
1. Di gedung PT P.P.I tidak terdapat staff/pengelola dari
pihak PT P.P.I sendiri, tetapi dijaga oleh warga sekitar
yang mengawasi para pengunjung yang ingin berwisata.
Untuk setiap pengunjung yang ingin masuk ke dalam
gedung, dikenakan tarif Rp 75.0000,- per kelompok
(minimal 10orang).

Gambar 88: Salah satu warga sekitar yang berjaga dipintu masuk gedung
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

121
2. Di sekitar gedung, dipenuhi oleh para pedagang makanan
maupun aksesoris yang pada umumnya mereka tinggal di
sekitar kawasan Kota Tua

Gambar 89 dan 90: Kondisi sekitar gedung yang diramaikan oleh


para pedagang
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

122
strategi
penerapan

123
Prinsip - Sasaran Konservasi yang Tepat

Kawasan Kota Tua Jakarta dihiasi oleh berbagai macam


bangunan peninggalan penjajah Hindia-Belanda yang
menjadi saksi bisu sejarah kehidupan perekonomian Batavia.

Gambar 91 dan 92: Beberapa gedung di Kota Tua yang telah


roboh dan direkonstruksi
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

124
Namun akibat dari rasa ketidakpedulian masyarakat akan
keberadaan mereka inilah yang menyebabkan kumuhnya
kawasan Kota Tua Jakarta. Bangunan-bangunan tersebut
menjadi terbengkalai dan terkikis waktu, bahkan ada
sebagian dari mereka telah roboh.

Seharusnya peran penting sejarah dan bangunan di sekitar


kawasan Kota Tua mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah setempat dan didukung oleh rasa kepedulian
masyarakat. Pemerintah perlu mengadakan upaya
pelestarian kawasan Kota Tua secara menyeluruh dan
menerus. Upaya pelestarian dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara seperti konservasi, revitalisasi,
rekonstruksi, pemugaran dan sebagainya. Sebelum memulai
upaya pelestarian, maka pemerintah perlu mengetahui
bagaimana prinsip dan sasaran yang tepat dari konservasi
bangunan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara di
antaranya:

125
1. Memahami prinsip dari suatu kegiatan konservasi
agar hasil yang didapatkan sesuai dengan harapan

Dari beberapa teori yang telah dibahas di bab II, dapat


disimpulkan bahwasanya prinsip umum konservasi
adalah perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan
secara lestari. Prinsip ini dinilai sangat tepat untuk tetap
menjaga kelestarian bangunan-bangunan bersejarah di
Kota Tua Jakarta. Karena kawasan tersebut memiliki
“Sense Of Place” dan identitas Kota Jakarta yang
merupakan aset terbesar untuk dunia pariwisata di
Indonesia khususnya di Jakarta.

Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan salah satu kawasan


bersejarah yang perlu mendapatkan perhatian khusus
untuk dilestarikan. Revitalisasi dan konservasi kawasan
ini sangatlah berpengaruh terhadap masa depan dari
berbagai macam jenis bangunan di dalamnya. Semakin
lama (tua) bangunan tersebut maka semakin tinggi pula
nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Beberapa
prinsip yang melatarbelakangi perlunya dilakukan

126
revitalisasi maupun konservasi kawasan Kota Tua ini
adalah:
a) Identitas Kota dan “Sense Of Place”

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwasanya


suatu bangunan dapat menghubungkan suatu
generasi ke kehidupan masa lalu, menghubungkan
dengan tempat tertentu dan mampu memperlihatkan
perbedaan terhadap sekitarnya.

Gambar 93: Kawasan Kota Tua yang terletak di sepanjang Kali Besar
merupakan ciri khas dan identitas dari ibukota DKI Jakarta
sumber : https://www.flickr.com/photos/eric_arianto/4521868273/

Bangunan-bangunan bersejarah di kawasan Kota Tua


mampu memberikan efek tersebut dari waktu ke

127
waktu. Sangat disayangkan jika kawasan ini hilang
karena ulah manusia, dimana mulai lunturnya rasa
cinta dan semangat melestarikan bangunan
bersejarah.

b) Nilai Sejarah

Dalam perkembangan ibukota DKI Jakarta, banyak


terjadi peristiwa penting untuk dikenang. Salah satu
cara mengenang peristiwa-peristiwa tersebut adalah
dengan melestarikan bangunan bersejarah di
antaranya di kawasan Kota Tua Jakarta. Bangunan-
bangunan tersebut merupakan saksi hidup dan bagian
dari eksistensi kehidupan masa lalu. Semakin tua
bangunan tersebut maka nilai sejarahnya sangat
tinggi, sesuai dengan ungkapan para sejarawan yaitu
“sejarah adalah masa depan bangsa, sementara masa
kini dan masa depan adalah masa lalu generasi
berikutnya”

128
Gambar 94: Museum Fatahillah merupakan salah satu museum di Kawasan
Kota Tua yang memiliki beberapa dokumen bersejarah
tentang terbentuknya Kota Oud Batavia
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

c) Nilai Arsitektur

Salah satu alasan perlunya pelestarian bangunan


bersejarah adalah nilai arsitektur yang tersirat di
dalamnya. Karena dengan tetap berdirinya bangunan
ini menjadi salah satu bukti bahwasanya pada masa
lalu para arsitek merancang suatu bangunan menjadi
suatu karya seni yang dapat menjadi landmark suatu
kawasan. Seperti di kawasan Kota Tua bangunan-
bangunan tersebut dirancang oleh para arsitek

129
dengan memaksimalkan seluruh kemampuannya
sehingga saat ini masih tetap awet.

Gambar 95, 96 dan 97: Beberapa bangunan di Kota Tua


Jakarta yang mayoritas dirancang oleh
arsitek Hindia-Belanda
sumber : dokumentasi pribadi, 2014

130
d) Pendidikan

Lingkungan, bangunan dan artefak di kawasan Kota


Tua melengkapi dokumen sejarah tentang kejayaan
di Batavia. Karena keberadaaan mereka memberikan
segudang ilmu pendidikan dari waktu ke waktu.

e) Sumber Inspirasi

Konservasi kawasan Kota Tua dan bangunan-


bangunan di dalamnya mampu memberikan
inspirasi dan membangkitkan kembali jiwa
patriotisme masyarakat. Keberadaan mereka seolah-
olah menjadi jembatan penghubung dengan
kehidupan masa lalu.

f) Manfaat yang Terkandung di dalamnya

Dengan dilakukannya revitalisasi maupun


konservasi di kawasan Kota Tua maka didapatlah
segudang manfaat di dalamnya. Manfaat-manfaat
tersebut dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial,

131
budaya hingga pariwisata. Salah satu contohnya
adalah mampu memberikan lapangan pekerjaan
baru bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi
merawat dan meramaikan kembali kehidupan di
kawasan tersebut.

Gambar 98 dan 99: Kawasan Clarke Quay di Singapura yang telah


direvitalisasi memberikan banyak manfaat bagi
warga dan pemerintah setempat
sumber : dokumentasi pribadi, 2013

132
g) Peningkatan Kualitas

Proses revitalisasi maupun konservasi di suatu


kawasan secara tidak langsung akan meningkatkan
kualitas, baik dari segi fisik bangunan hingga kualitas
ekonomi dan sosial masyarakat.

Dari uraian beberapa prinsip yang melatarbelakangi


kegiatan konservasi di kawasan Kota Tua sesuai
dengan prinsip konservasi yang telah diungkapkan
oleh beberapa ahli, yaitu:
1. Peranan sejarah, yaitu identitas dan “Sense Of
Place”
2. Keluarbiasaan, yaitu nilai sejarah dan pendidikan
3. Dapat memperkuat citra kawasan dan identitas
sebuah kota dengan memberikan banyak manfaat
diberbagai bidang
4. Estetika bangunan, yaitu nilai arsitektur dan
sumber inspirasi
5. Keaslian bangunan, yaitu nilai sejarah dan nilai
arsitektur

133
2. Memahami bagaimana sasaran konservasi yang tepat
dan dapat diaplikasikan di kawasan Kota Tua Jakarta

Sebelum memulai proses konservasi kawasan Kota Tua


Jakarta, alangkah baiknya mengetahui penyebab
terjadinya pelapukan bangunan-bangunan bersejarah di
dalamnya. Pelapukan tersebut diakibatkan oleh:

1. Pelayanan publik di kawasan Kota Tua menurun


2. Adanya upaya mengurangi pemeliharaan properti oleh
pemilik gedung, sehingga gedung menjadi tidak terawat
dan cepat rusak
3. Berkurangnya dana untuk melakukan perbaikan
gedung yang mengakibatkan gedung menjadi kosong
dan terkesan kumuh
4. Sifat egois dan acuh warga DKI Jakarta terhadap
keberadaan bangunan bersejarah
5. Minimnya ilmu pengetahuan di bidang pelestarian
bangunan bersejarah

134
Dari uraian tersebut di atas maka sasaran yang tepat dari
upaya konservasi kawasan Kota Tua adalah dengan:
1. Melakukan proses rekonstruksi untuk mengembalikan lagi
beberapa bagian bangunan yang mulai dan sudah rusak
2. Menghidupkan kembali bangunan tersebut agar dapat
berfungsi sama seperti sebelumnya maupun dengan
fungsi yang baru
3. Memberikan bantuan berupa dana kepada para pemilik
yang kurang mampu mendanai sendiri biaya perawatan
gedung
4. Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk aktif dalam
kegiatan konservasi bangunan bersejarah dengan
memberikan ilmu pengetahuan tentang pelestarian
bangunan
5. Upaya konservasi dilakukan secara terus menerus
sehingga bangunan tersebut dapat terus terawat dan
menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun asing
6. Kawasan di sekitar Kota Tua Jakarta juga perlu dibenahi
agar bangunan bersejarah tetap dapat berdiri. Salah
satunya adalah dengan melarang kendaraan roda empat

135
yang berukuran besar untuk tidak melewati jalur kawasan
Kota Tua Jakarta.

Upaya-upaya tersebut di atas sangatlah perlu untuk


dilakukan saat ini dan seterusnya. Karena kawasan Kota Tua
Jakarta mampu menjadi jembatan penghubung untuk
generasi masa depan dengan sejarah di masa lalu. Di
beberapa negara di Asia bahkan Eropa, proses konservasi
menjadi kegiatan utama dalam menyelamatkan bangunan
bersejarah yang masih tersisa. Seperti halnya di Singapura,
pemerintah di sana menghidupkan kembali kawasan
bersejarah mereka menjadi kehidupan baru yang mampu
memberikan banyak manfaat bagi warga maupun negaranya.
Keberhasilan Singapura mengkonservasi bangunan maupun
kawasan bersejarah dapat dijadikan acuan bagi pemerintah
Indonesia untuk menyelamatkan aset bersejarah di seluruh
wilayah.

136
Manfaat yang Diperoleh

Konservasi merupakan salah satu kegiatan pelestarian yang


banyak dilakukan untuk menyelamatkan bangunan. Seperti
yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, konservasi
terbagi menjadi beberapa macam kegiatan salah satunya
adalah adaptive re-use. Adaptive re-use merupakan kegiatan
mengubah suatu fungsi bangunan lama ke fungsi yang baru.
Pada umumnya terjadi perubahan besar pada bagian dalam
bangunan karena pada bagian kulit luar bangunan tidak
boleh dilakukan perubahan fisik.

Kawasan Kota Tua Jakarta dinilai tepat untuk mengalami


proses konservasi adaptive re-use. Karena saat ini banyak
bangunan yang terbengkalai akibat sudah tidak difungsikan
lagi. Padahal jika bangunan tersebut difungsikan kembali
akan memberikan banyak manfaat bagi warga sekitar
maupun pemerintah setempat.

Sebelum memulai proses konservasi adaptive re-use, perlu


diketahui faktor apa saja yang menjadikannya tepat untuk di

137
adaptive re-use. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Nilai Sosial

Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki nilai sosial yang erat


kaitannya dengan kehidupan masyarakat dan kondisi
lokasi. Saat ini kehidupan masyarakat sekitar mulai
mengalami peningkatan, karena sebagian besar dari
mereka berprofesi sebagai pedagang. Mereka berdagang
di sekitar area kawasan Kota Tua Jakarta, dari pagi
hingga malam hari. Pada umumnya omset mereka naik
ketika di hari libur maupun akhir pekan. Jika kawasan
Kota Tua ini mengalami adaptive re-use maka penduduk
sekitar sangatlah senang karena akan tersedianya
lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan tarif
ekonomi. Kondisi sekitar lokasi juga mempunyai daya
tarik tersendiri, karena dipenuhi oleh berbagai macam
bangunan yang memiliki ciri khas dan eksentrik.

138
2. Pentingnya Sejarah Tapak

Kondisi tapak di kawasan Kota Tua memberikan nuansa


kehidupan di masa lalu yang harus dilestarikan. Karena
kawasan ini menjadi bukti nyata bahwa Batavia pernah
mengalami era kejayaan pada masa Hindia-Belanda.
Sejarah tapak kawasan ini harus dilestarikan agar berguna
bagi generasi yang akan datang.

3. Potensi Penggunaaan Kembali Tapak

Kawasan Kota Tua memiliki potensi untuk dihidupkan


kembali. Maka dari itu perlu diadakan perbaikan fisik
pada bangunan serta dukungan masyarakat untuk
menjaga kelestariannya. Sehingga di masa depan kawasan
ini dapat menghubungkan dengan kehidupan di masa lalu.

4. Kondisi Ekologi Tapak

Kondisi ekologi di sekitar kawasan Kota Tua sangatlah


mendukung. Hal ini dapat dilihat dari adanya sungai yang
mengalir di sekitar kawasan ini (sungai Kali Besar) yang

139
dapat dimanfaatkan secara optimal. Seperti di Singapura
sungai di sepanjang kawasan Boat Quay dijadikan tempat
wisata yang mampu menarik para wisatawan.
Keberhasilan di sana dapat dijadikan acuan bagaimana
mewujudkan kembali kawasan yang telah mati.

Faktor-faktor tersebut di atas menjadi salah satu alasan kuat


untuk menghidupkan kembali kawasan Kota Tua Jakarta
dengan fungsi yang baru. Karena terdapat berbagai macam
manfaat jika kawasan ini difungsikan kembali, yaitu:
a) Di bidang pariwisata dan budaya
Menjadikan kawasan Kota Tua menjadi kawasan wisata
bersejarah yang tetap mempertahankan nilai-nilai sejarah
di dalamnya. Sehingga kawasan ini menjadi landmark bagi
DKI Jakarta untuk menarik para wisatawan lokal maupun
asing.

b) Di bidang ekonomi
Meningkatkan tarif perekonomian masyarakat sekitar
karena adanya fungsi baru di kawasan Kota Tua, sehingga
tersedianya lapangan pekerjaan.

140
c) Di bidang sosial
Menjembatani antara kehidupan masa lalu dengan
kehidupan masa kini.

d) Mendukung strategi konservasi dan penghematan sumber


daya

Strategi Penerapan Adaptive Re-Use

Sebelum memulai strategi penerapan adaptive re-use pada


gedung ex. Tjipta Niaga, alangkah baiknya jika memulainya
pada kawasan Kota Tua Jakarta. Hal ini diperlukan karena
untuk menciptakan suatu fungsi baru bangunan dalam suatu
kawasan dibutuhkan suatu benang merah yang saling
mengikat satu sama lain, agar hasil yang didapatkan sesuai
dengan harapan dan dapat memberikan image baru tentang
kawasan Kota Tua Jakarta.

Strategi penerapan adaptive re-use yang dinilai tepat untuk


kawasan Kota Tua Jakarta adalah:

141
1. Menghidupkan kembali fungsi bangunan dengan membuat
fungsi baru yang didasari pada luas, tingkat struktur dan
penikmat fasilitas bangunan (publik, semi private dan
private) dengan konsep mix-used.

Saat ini beberapa bangunan milik pemerintah di kawasan


Kota Tua telah mengalami proses revitalisasi dan
mayoritas dimanfaatkan kembali sebagai museum sejarah.
Hal ini merupakan langkah awal yang baik untuk
menyelamatkan bangunan dan sepatutnya menjadi
panutan bagi pemilik bangunan lainnya di kawasan Kota
Tua.

Sayangnya, penggunaan kembali bangunan tersebut dirasa


belum maksimal karena kurangnya minat masyarakat
terhadap museum sejarah. Hal ini dapat diantisipasi
dengan membuat fungsi baru dengan konsep mix-used
development sehingga dapat memberikan kesan wisata
dari tempo dulu menuju kehidupan masa kini.

142
2. Pemanfaatan maksimal area publik dengan menyediakan
sarana-prasarana yang layak dan nyaman, seperti:
a) Adanya jalur pedestrian yang nyaman untuk
semua umur.
b) Peremajaan area berjualan para pedagang agar
tidak mengganggu aktifitas para pejalan kaki.
c) Memaksimalkan area hijau di sekitar kawasan
Kota Tua, misalnya dengan membangun
beberapa taman yang dihiasi dengan pepohonan
rindang.
d) Adanya pengerukan kali di sepanjang kawasan
Kota Tua (Kali Besar) sehingga kali tersebut
menjadi bersih dan nyaman, serta dapat
dimanfaatkan sebagai wisata air di kawasan Kota
Tua.

3. Perbaikan sarana infrastruktur (jalan raya, lalu lintas dan


sebagainya) agar akses menuju kawasan Kota Tua menjadi
lebih nyaman dan mudah dicapai.
Permasalahan yang sering terjadi saat ini di kawasan Kota
Tua adalah minimnya akses untuk menuju kawasan

143
bersejarah tersebut. Akses-akses utama menuju Kota Tua
saat ini kondisinya sangat memprihatinkan, dimana jalur
yang dilalui mengalami tingkat kemacetan yang cukup
parah. Permasalahannya lainnya yaitu sulitnya para
wisatawan untuk mendapatkan area parkir kendaraannya
dengan kondisi yang aman dan mudah dijangkau.

Selain itu faktor lain yang menyebabkan kurangnya minat


masyarakat untuk berkunjung ke Kota Tua adalah karena
sungai di sepanjang Kota Tua kondisinya cukup buruk
karena mengeluarkan aroma tak sedap dan telah
terkontaminasi oleh limbah padat ataupun cair. Maka dari
itu diperlukan suatu strategi baru yang mampu
mewujudkan sistem infrastruktur yang lebih baik untuk
kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta

Strategi-strategi tersebut merupakan salah satu bagian


dari meningkatkan kembali pariwisata Indonesia
khususnya DKI Jakarta, sehingga Kota Tua dapat menjadi
landmark dan mampu menarik para wisatawan lokal

144
maupun asing untuk berwisata sambil mempelajari
sejarah ibukota.

Kemudian untuk merancang suatu bangunan dengan


konsep adaptive re-use, dibutuhkan beberapa strategi
yang disusun secara cermat dan tepat. Strategi dalam
merancang suatu bangunan sangat diperlukan karena
dapat menjadi pedoman untuk mencapai hasil/ tujuan
yang diharapkan. Suatu strategi dapat dirancang dengan
mengikuti beberapa aturan dasar yang mengikatnya agar
mampu memberikan informasi dan gambaran akan hasil
yang dicapainya.

Berikut adalah beberapa strategi yang akan diterapkan


dalam proses konservasi dengan metode aplikasi adaptive
re-use pada gedung PT P.P.I:
1. Memiliki strategi yang mampu menghilirisasi
para wisatawan untuk dapat melihat
“keberadaan” gedung ex. Tjipta Niaga. Strategi
ini diharapkan tidak hanya memberikan

145
keindahan, namun dapat memberikan “pesan”
dari gedung tersebut.

2. Memiliki strategi pentahapan yang pragmatis.


Proses aplikasi adaptive re-use dimulai dengan
membuat suatu fungsi baru yang paling cepat
mendapatkan respon dari para wisatawan
sehingga mampu memberikan image baru dari
gedung tersebut.

3. Memiliki satu strategi identitas ekonomi yang


unik dan mampu bersaing dengan bangunan
lainnya di kawasan Kota Tua Jakarta. Identitas
ekonomi ini harus memiliki komposisi yang
bernilai profit, growth dan sustainable sehingga
mampu mandiri dan bermanfaat secara makro
untuk membangun komunitas dan kepentingan
umum.

4. Membuat suatu organisasi atau badan pengelola


pengawasan yang beranggotakan para

146
stakeholders, sejarahwan dan seniman agar
bentuk gedung tetap berada pada wajah aslinya.

Kedua strategi penerapan adaptive re-use untuk di kawasan


Kota Tua Jakarta dan gedung ex. Tjipta Niaga tersebut di atas
dapat dilakukan dengan konsep PPP (Public-Private-
Partnership), yaitu suatu bentuk kerjasama antara
Pemerintah dengan pihak Swasta dalam penyediaan
Infrastruktur. Kerjasama tersebut meliputi pekerjaan
konstruksi untuk membangun, meningkatkan kemampuan
pengelolaan, dan pemeliharaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik
(Bappenas, 2009)

Gambar 100: Public Private Community Participation


sumber : Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota Vol. 19/No. 3 Desember 2008

147
Gagasan/ Ide Aplikasi Adaptive Re-Use

Dari data dan hasil analisa data fisik maka dapat disimpulkan
dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. Kesimpulan analisa data fisik gedung PT P.P.I
sumber : hasil analisa pribadi, 2014
Tingkat
Kerusakan Solusi
kerusakan
0 – 50% Kerusakan fisik gedung Solusi untuk tingkat kerusakan ini adalah
yang termasuk dalam dengan melakukan perbaikan secara
tingkat ini yaitu pada menyeluruh pada tiap elemennya dan
bagian: penambahan struktur baru untuk
Dinding interior memperkuat struktur lama bangunan. Hal
Kolom dan balok ini diperlukan jika pihak pemilik ingin
Lantai menambah lantai ataupun ruang-ruang
Kusen pintu dan jendela baru.
Tangga (Sebaiknya penambahan ini dilakukan tanpa
merusak kulit luar bangunan)
51 – 100% Kerusakan fisik gedung Solusi yang paling tepat untuk tingkat
yang termasuk dalam kerusakan ini adalah dengan melakukan
tingkat ini yaitu pada rekonstruksi ulang dan menggunakan
bagian: material baru dengan kualitas yang lebih
Dinding eksterior baik. Dan diharuskan perbaikan total ini
Plafon dibuat semirip mungkin dengan bentuk
Daun dan kaca Jendela aslinya
Konstruksi atap

Sementara dari hasil analisa data non fisik, dapat


disimpulkan bahwasanya gedung-gedung kosong di kawasan
Kota Tua harus dimanfaatkan secara maksimal yang dapat
memadai kebutuhan para wisatawan dan memberikan kesan
nyaman dari segala tindakan negatif. Dan pada umumnya

148
wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini merupakan
bagian dari kelas menengah ke bawah. Maka dari itu
diharapkan fungsi-fungsi baru yang akan diterapkan dalam
kawasan ini, menggunakan tarif yang tidak terlalu mahal dan
terjangkau.

Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan


bahwasanya gedung PT P.P.I ini dapat difungsikan kembali
sebagai:
1) Tempat makan, kafe ataupun wisata kuliner lainnya
Dewasa ini, sebagian besar tujuan masyarakat yang akan
berkunjung suatu tempat adalah untuk berwisata
kuliner. Masyarakat Indonesia saat ini dinilai lebih
konsumtif dari era sebelumnya dan memiliki cita rasa
yang tinggi terhadap makanan. Kawasan Kota Tua saat
ini juga sudah diramaikan oleh para pedagang khas
kuliner Jakarta, namun area berdagang mereka kurang
mencukupi. Maka dari itu untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan kondisi area kaki lima di kawasan Kota
Tua saat ini, gedung ex. Tjipta diharapkan mampu

149
membuat suatu fungsi baru yang dapat menampung
mereka dengan ciri khas tersendiri.

2) Penginapan bagi para wisatawan.


Wisatawan yang berkunjung ke kawasan Kota Tua pada
umumnya berasal dari berbagai daerah maupun negara.
Hal ini menyebabkan para wisatawan membutuhkan
suatu tempat istirahat yang nyaman dan berada tidak
jauh dari kawasan Kota Tua. Maka dari itu dengan luas
bangunan yang dimiliki gedung ex. Tjipta Niaga dan
lokasinya yang berada dalam kawasan Kota Tua menjadi
salah satu faktor pendukung untuk membuat fungsi baru
berupa sebuah penginapan seperti hostel.

3) Area sport center


Dewasa ini masyarakat Indonesia pada umumnya mulai
menggeluti dunia olahraga. Hal ini dapat dilihat dari
tersedianya tempat-tempat olahraga yang bersatu padu
dengan mall, tempat makan maupun perkantoran. Maka
dari itu untuk memberikan image baru terhadap suatu
kawasan bersejarah, alangkah baiknya jika menyediakan

150
area sport center di dalamnya. Sehingga para wisatawan
dapat tetap berolahraga sambil menikmati sejarah
terbentuknya Oud Batavia.

4) Ballroom
Saat ini, sebagian besar gedung-gedung yang berada di
kawasan Kota Tua Jakarta tidak menyediakan tempat
khusus untuk mengadakan suatu acara diskusi maupun
konferensi yang nyaman dan eksklusif. Maka dari itu,
gedung ex. Tjipta Niaga ini diharapkan mampu
menyediakan ballroom yang memberikan kesan grand
dan nyaman.

Fungsi-fungsi yang tersebut di atas dapat dilaksanakan


dengan konsep semi-museum dan bersifat semi-
komersil. Semi museum yang ditekankan disini terletak
pada desain interior di dalamnya sehingga para
wisatawan dapat beristirahat sejenak sambil tetap
menikmati keindahan warisan budaya Indonesia.
Sementara yang dimaksud dengan semi-komersil adalah
fungsi baru tersebut didirikan bukan semata-mata untuk

151
tujuan komersil tetapi juga diperuntukkan bagi
pelayanan kepada masyarakat atau orang tertentu. Dan
lambat laun tujuan dasarnya berubah karena sifat ini
jelas memerlukan biaya pemeliharaan dan pengurusan.

Maka dari itu gedung ex. Tjipta Niaga ini ditujukan untuk
memberikan image baru tentang wisata kawasan
bersejarah yang tidak hanya menekankan pada titik
keindahan tetapi dapat memberikan “pesan” kepada
para wisatawan agar tetap melestarikan bangunan
bersejarah dan warisan budaya Indonesia.

Adapun gagasan/ ide dari strategi penerapan adaptive re-use


yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya yaitu:
1. Merancang ulang ruang dalam gedung untuk
mewujudkan fungsi baru bangunan.
Fungsi-fungsi baru yang akan diterapkan di gedung ini
adalah tempat makan (kuliner), sport center, ballroom
dan penginapan. Sehingga perlu adanya perubahan total
pada ruang dalam gedung dan kemudian membaginya
dalam zoning public, semi public dan private.

152
Pada area lantai dasar gedung dapat dimanfaatkan untuk
area yang bersifat publik, seperti area wisata kuliner dan
sport center. Dalam usulan ini, penulis membagi area
wisata kuliner menjadi dua yaitu kuliner tradisional dan
internasional. Untuk area kuliner tradisional diberikan
space yang lebih luas dan terletak pada bagian timur
bangunan yang berhadapan langsung dengan jalan Pintu
Besar Utara. Hal ini dikarenakan wisatawan yang berada
di sekitar jalan Pintu Besar Utara lebih ramai dan jarak
yang paling cepat ditempuh dari sisi taman Fatahillah
berada pada bagian ini. Dan untuk area kuliner
internasional posisinya berbatasan langsung dengan
jalan Kali Besar Timur IV. Sementara untuk area sport
center diletakkan pada bagian paling barat bangunan
yang berhadapan langsung dengan jalan Kali Besar Raya.
Hal ini bertujuan agar para pengunjung dapat
berolahraga sambil menikmati pemandangan sungai Kali
Besar yang diramaikan oleh aktifitas luar pengunjung
lainnya.

153
Sport center
Koridor/akses utama menuju hostel
Area kuliner tradisional
Area kuliner internasional
Area servis

Gambar 101: Contoh pembagian zoning pada lantai dasar gedung PT P.P.I
sumber : hasil analisa, 2014

Sementara pada area lantai dua gedung dapat


dimanfaatkan untuk area yang bersifat semi-publik,
seperti ballroom. Dan sebagian lagi digunakan untuk area
hostel.

154
Ballroom
Koridor/akses utama menuju hostel
Area hostel
Area servis

Gambar 102: Contoh pembagian zoning pada lantai dua gedung PT P.P.I
sumber : hasil analisa, 2014

Dan untuk area lantai tiga gedung dapat dimanfaatkan


untuk area yang bersifat private yaitu hostel. Selain itu
pada area ini sebaiknya juga disediakan area terbuka
berupa sky dining yang dilengkapi dengan tanaman-
tanaman hijau dan sejuk.

155
Area hostel
Area sky dining
Area servis

Gambar 103: Contoh pembagian zoning pada lantai tiga gedung PT P.P.I
sumber : hasil analisa, 2014

2. Memperbaiki bagian fasade gedung.


Dalam melakukan proses konservasi, setiap pemilik
gedung diwajibkan untuk memperbaiki kulit luar
bangunan tanpa melakukan perubahan sedikitpun. Tetapi
ada cara lain untuk menciptakan kesan baru terhadap
fasade gedung yaitu memberikan sentuhan permainan
warna pada elemen luar gedung (misalnya pada jendela,
kaca, pintu dan sebagainya). Permainan elemen warna
pada fasade gedung ex. Tjipta Niaga ini sangat diperlukan

156
agar dapat menghilirisasi para wisatawan akan
“keberadaan”nya.

Gambar 104: Adanya permainan warna pada fasade gedung MICA,


Singapura menjadikan gedung ini terlihat berbeda sehingga mudah dikenal
sumber : dokumentasi pribadi, 2013

Selain itu cara lain untuk melengkapi efek warna tersebut


diperlukan permainan cahaya yang menarik dan berbeda
dengan gedung lainnya. Wajah baru pada fasade tersebut
tidak hanya memberikan keuntungan tersendiri bagi
pemilik tetapi juga kepada para pembuat video mapping.
Mereka dapat memanfaatkan kulit luar gedung ex. Tjipta
Niaga ini sebagai layar pertunjukan film seni dan
kebudayaan Indonesia.

157
3. Menerapkan teknologi canggih dan terbaru pada ruang
dalam bangunan.
Dewasa ini, perkembangan ilmu teknologi di berbagai
bidang termasuk arsitektur/ interior sangatlah pesat.
Salah satu negara di Asia yang berhasil
mengimplementasikan teknologi visual ke dalam suatu
bangunan adalah Singapura. Di sana setiap bangunan yang
dirancang dilengkapi dengan teknologi canggih di
dalamnya yang dapat membantu pengunjung menikmati
seluruh fasilitas bangunan. Maka dari itu, interior gedung
ex. Tjipta Niaga ini diarahkan untuk didesain semi-
museum dengan dilengkapi teknologi canggih di
dalamnya.

158
penutup

159
Sejarah merupakan jembatan penghubung terbaik antara
peristiwa-peristiwa saat ini dengan peristiwa di masa lalu,
oleh karena itu setiap kawasan maupun bangunan bersejarah
sudah sepatutnya kita lestarikan. Aplikasi pelestarian suatu
kawasan maupun bangunan yang saat ini sering digunakan
adalah konservasi, karena cara ini dinilai cukup berhasil
dalam mempertahankan warisan bersejarah di Indonesia.
Upaya konservasi suatu kawasan maupun bangunan dapat
berhasil jika dilakukan dengan strategi yang matang dan
terarah. Maka dari itu strategi yang tepat dalam upaya
konservasi adalah dengan metode adaptive re-use yaitu
metode mengubah suatu kawasan atau bangunan menjadi
suatu tempat dengan fungsi baru yang lebih menguntungkan
dari fungsi lama, tanpa mengubah karakter dan nilai sejarah
yang terkandung di dalamnya.

Salah satu bangunan menarik yang dapat menerima strategi


penerapan konsep adaptive re-use di Indonesia adalah
gedung PT P.P.I. Gedung ini berada dalam kawasan
bersejarah Kota Tua Jakarta dengan kondisi yang cukup
memprihatinkan dan tidak difungsikan lagi. Maka dari itu

160
strategi penerapan adaptive re-use yang dinilai tepat untuk
gedung ini adalah:
Tabel 5. Strategi penerapan adaptive reuse untuk gedung ex Tjipta Niaga
sumber : hasil analisa pribadi, 2014

Strategi
Aplikasi Strategi
No. Penerapan
Penerapan Adaptive Re-use
Adaptive Re-use

Memiliki strategi
yang mampu Adanya perbaikan pada fasade gedung
menghilirisasi dengan memberikan sentuhan warna yang
para wisatawan lebih menarik dan dilengkapi pencahayaan
1
untuk dapat yang optimal. Dan pada bagian interior
melihat gedung menerapkan konsep teknologi yang
“keberadaan” canggih dan terbaru
gedung

Menggunakan konsep semi-komersil yang


didirikan bukan semata-mata untuk tujuan
Memiliki strategi komersil tetapi juga diperuntukkan bagi
2 pentahapan yang pelayanan kepada masyarakat atau orang
pragmatis tertentu. Dan lambat laun tujuan dasarnya
berubah karena memerlukan biaya
pemeliharaan dan pengurusan yang lebih

Memiliki satu
strategi identitas
Mengubah ruang dalam gedung untuk
ekonomi yang
disesuaikan dengan fungsi baru yang tepat
unik dan mampu
3 seperti tempat wisata kuliner yang
bersaing dengan
dilengkapi dengan hostel, sport area, sky
bangunan lainnya
dining hingga ballroom
di kawasan Kota
Tua Jakarta

161
Strategi
Aplikasi Strategi
No. Penerapan
Penerapan Adaptive Re-use
Adaptive Re-use

Membuat suatu
organisasi atau
badan pengelola Menjalin kerjasama yang lebih baik lagi
pengawasan yang antara pihak JHT dengan pemerintah
4 beranggotakan setempat dan perusahaan BUMN lainnya
para untuk lebih melestarikan dan merawat
stakeholders, bangunan bersejarah
sejarahwan dan
seniman

Perubahan fungsi pada suatu kawasan


maupun bangunan sebaiknya
menggunakan konsep mix-used
development, agar setiap unsur yang ada
saling mengisi dan terintegrasi sehingga
menghasilkan banyak manfaat dalam
segala bidang.

162
Dalam bidang ekonomi, hasil yang diperoleh dapat
digunakan untuk biaya perawatan dan pemeliharaan agar
bangunan dapat tetap terjaga kelestarian dan nilai
sejarahnya. Sementara dalam bidang pariwisata, sosial dan
budaya adalah dapat mengajak generasi muda untuk lebih
menghargai warisan sejarah dan mampu menarik para
wisatawan lokal maupun asing dengan tetap
mempertahankan identitas sebuah kota.

Dalam upaya konservasi suatu kawasan maupun bangunan


tua bersejarah, sebaiknya diberikan arahan mengenai cara
yang tepat dalam melestarikan objek konservasi. Hal ini
sangat diperlukan karena tidak semua proses konservasi
tersebut dapat berjalan dengan baik dan sempurna.

163
Maka dari itu perlu adanya campur
tangan dari para ahli sejarah dan
budayawan, agar nilai-nilai sejarah
dan karakter asli kawasan maupun
bangunan tetap utuh dan terjaga
dengan baik. Selain itu perlu
diadakan sosialisasi mengenai
pentingnya sejarah dan
peninggalannya kepada masyarakat
luas, agar identitas dari sebuah kota
tetap terjaga dan tidak hilang oleh
ulah tangan manusianya sendiri.

164
referensi

165
[1] ANONIM. Sejarah Perkembangan Kota Tua Jakarta.
Kotatuajakarta.org.
[2] ATMADI, P. Arsitektur dan Pengembangannya di
Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press. 1997. Yogyakarta.
Indonesia.
[3] BARNETT, Winston and Cyril Winskell. A Study of
Conservation. London: Routledge. 1977.
[4] BUDIHARDJO, Eko. Conservation and Restoration. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. 1991
[5] BUDIHARDJO, Eko. Konservasi Arsitektur sebagai Warisan
Budaya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Indonesia. 1997d.
[6] BUDIHARDJO, Eko. Revitalisasi Pusat Kota Lama. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. 1997e.
[7] BUDIHARDJO, Eko. Arsitektur Pembangunan dan
Konservasi. Djambatan. Jakarta. Indonesia. 1997f.
[8] BUDIHARDJO, Eko. Preservation and Conservation of
Cultural Heritage in Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. Indonesia. 1997g.
[9] Dinas Tata Kota DKI Jakarta. Rencana Induk Kota Tua
Jakarta: A Vibrant, Diverse, and Living Cultural Heritage
District. PSUD. 2007.
[10] HEUKEUN, Adolf. Historical Site of Jakarta. Yayasan Cipta
Loka Caraka. 2000.
[11] IRPANSA. Re-Use Sebagai Konsep Eko-Urban Pada
Kawasan Kota Tua, Jakarta. Dalam http://id.scribd.com/doc/
200121635/Arling-Kota-Tua. 2014
[12] MARTOKUSUMO, Widjaja. Revitalisasi Sebuah
Pendekatan Dalam Peremajaan Kawasan. Bandung : Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota ITB vol. 19 no. 3 Desember
2008, 57-73. 2008

166
[13] JONES, AN & LARKHAM, PJ. The Character of
Conservation Areas. Report commisioned from Plan Local for
the Conservation and Built Environmnet Panel. London:
Royal Town Planning Institute. 1993.
[14] KAMIL, Ridwan. Strategi Revitalisasi Kota-Kota Asia
Dalam Konteks Persaingan Global. Artikel
ridwankamil.wordpress.com. 27 September 2008.
[15] LARKHAM, PJ. Conservation and the City. London:
Routledge. 1996.
[16] LIN, EM. Adaptive Reuse of the Historic Boat Quay
Singapore River, Singapore. http://web.mit.edu/akpia/
www/AKPsite/4.239/ singa/singa.html. without year.
[17] ORBASLI, A. Architectural Conservation. Blackwell
Publishing. Singapore. 2008.
[18] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Konservasi dan
Perkembangan Ekonomi. Bias Arkade. Jakarta. Indonesia.
2004.
[19] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Sebuah Pemaparan
Tentang Konsep Konservasi di Inggris. Jurnal Arsitektur
Universitas Pancasila HIRARCHI. Volume 1 Edisi 2. November
2004. Universitas Pancasila. Jakarta. Indonesia. 2004.
[20] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Konversi Bangunan Tua
Sebagai Salah Satu Aplikasi Konsep Konservasi. Jurnal
Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta NALARs.
Volume 8 Nomor 2. Juli 2009. Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Jakarta. Indonesia. 2009.
[21] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Aplikasi Konsep
Konservasi Pada Bantaran Sungai Studi Kasus: Clarke Quay.
Jurnal Ilmiah Teknik Sipil dan Arsitektur Universitas Negeri
Yogyakarta INERSIA. Volume VI Nomor 2. Desember 2010.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Indonesia. 2010.

167
[22] PURWANTIASNING, Ari Widyati & MAULIANI, Lily &
AQLI, Wafirul. Tipologi Konversi Bangunan Tua di Pusat Kota
Studi Kasus Pecinan di Singapura dan Petak Sembilan di
Jakarta. Jurnal Arsitektur Universitas Muhammadiyah
Jakarta NALARs. Volume 11 Nomor 2. Juli 2012. Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Jakarta. Indonesia. 2012.
[23] PURWANTIASNING, Ari Widyati & MAULIANI, Lily &
AQLI, Wafirul. Building Conversion as an Application of Old
Building Conservation, Comparative Studies: China Town
Singapore, Petak Sembilan Jakarta. Proceeding International
Seminar Genius Loci. Universitas Negeri Makassar. 14-16
Februray 2013. Universitas Negeri Makassar. Indonesia.
2013.
[24] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Designation of
Conservation Area as an Effort to Preserve a Local Wisdom,
Comparative Studies: Chester England and Tenganan
Pegeringsingan Bali. Proceeding of International Seminar
Genius Loci. Universitas Negeri Makassar. 14-16 Februray
2013. Universitas Negeri Makassar. Indonesia. 2013.
[25] PURWANTIASNING, Ari Widyati; Masruroh, F;
Nurhidayah. Analisa Kawasan Boat Quay Berdasarkan Teori
Kevin Lynch. Jurnal Ilmiah Arsitektur NALARs Volume 12
Nomor 1 Januari 2013. Universitas Muhammadiyah Jakarta.
2013.
[26] PURWANTIASNING, Ari Widyati & HADIWINOTO,
Ashadi & HAKIM, Luqmanul. Revitalization of Port Area as an
Effort to Preserve the Identity of the City,Comparative Studies:
Clarke Quay-Boat Quay Singapore, Albert Dock Liverpool and
Sunda Kelapa Jakarta. Proceeding of The XII International
Forum Le Vie dei Mercanti, Best Practice in Heritage
Conservation Management From the World to Pompeii. The

168
Faculty of Architecture of the Second University of Naples
Monastery of San Lorenzo, Aversa, Italy. June 12th-14th 2014.
Italy. 2014
[27] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Enhancing the Quality
of Environment by Creating a Concept of Revitalization for
Port Area of Sunda Kelapa. Proceeding Of The 6th
International Conference of Urban Policies Environmental
Land Management for Local and Regional Development. The
Faculdad de Arquitectura y Urbanismo, Universidad Nacional
del Nordeste Resistencia, Argentina. Italy. June 04th-06th
2015. Argentina. 2015.
[28] PURWANTIASNING, Ari Widyati; SOFIANA, Retdia;
ANISA. An Impleneting Strategy of Adaptive Reuse Concept for
Historical Old Buildings within Jakarta Old Town Area.
Proceeding Of The 6th International Conference of Urban
Policies Environmental Land Management for Local and
Regional Development. The Faculdad de Arquitectura y
Urbanismo, Universidad Nacional del Nordeste Resistencia,
Argentina. Italy. June 04th-06th 2015. Argentina. 2015.
[29] PURWANTIASNING, Ari Widyati. Revitalization
Guidelines as Control’s Tool in Urban Planning: Review of
Jakarta Old Town Guidelines. Keynote Speech Of The 6th
International Conference of Urban Policies Environmental
Land Management for Local and Regional Development. The
Faculdad de Arquitectura y Urbanismo, Universidad Nacional
del Nordeste Resistencia, Argentina. Italy. June 04th-06th
2015. Argentina. 2015.
[30] REYNOLDS, J. Conservation Planning in Town and
Country. Liverpool: Liverpool University Press. England.
1976.

169
[31] RTPI. The Character of Conservation Areas. A
Commisioned Study. London: RTPI. 1994.
[32] SURJOMIHARJO, A. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta.
Dinas Museum dan Pemugararan Propinsi DKI Jakarta.
Jakarta. Indonesia. 2000
[33] TIESDELL, S, Oc, T & HEATH, T. Revitalizing Historic
Urban Quarters. Oxford:Butterworth. England. 1996.

170
tentang penulis

171
Retdia Sofiana, lahir di Jakarta 17
Oktober 1990. Di tahun 2010, lulusan
SMK N 26 Pembangunan Jakarta ini
melanjutkan studi nya di perguruan
tinggi Universitas Muhammadiyah
Jakarta, Fakultas Teknik Jurusan
Arsitektur. Selama 4 tahun proses
studi tersebut, ia juga menjalani
rutinitas bekerja di salah satu
perusahaan konsultan arsitektur di
Jakarta. Dan pada tahun 2014, ia
mendapatkan gelar Sarjana Teknik
dan melanjutkan karirnya di bidang
interior desain di salah satu perusahaan
terkemuka di Jakarta.

Hasil karya tulisnya dalam penelitian Tugas Akhirnya yang berjudul


“Strategi Penerapan Konsep Adaptive Re-Use Pada Bangunan Tua,
Studi Kasus: Gedung Pt P.P.I (Ex. Kantor PT Tjipta Niaga) di
Kawasan Kota Tua Jakarta“ telah berhasil dipublikasikan dalam acara
Seminar Nasional Sains dan Teknologi, FT UMJ (November, 2014) dan
Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Universidad Nacional
del Nordeste Resistencia, Facultad De Arquitectura y Urbanismo,
Argentina (Juni, 2015) dengan judul An Implementing Strategy of
Adaptive Reuse Concept for Historical Old Buildings within Jakarta
Old town Area.

172
Ari Widyati Purwantiasning, lahir
di Temanggung, 3 Januari 1972.
Menyelesaikan Sarjana Arsitektur di
Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur
Universitas Indonesia, 5 Januari 1996.
Menyandang gelar Master of Art in Town
and Regional Planning (MATRP) dari
Department of Civic Design, Faculty of
Social and Environmental Studies,
University of Liverpool, Inggris, 13
Desember 1999.
Sejak September 2000, menjadi Dosen
Tetap pada Jurusan Arsitektur, Fakultas
Teknik, Universitas Muhammadiyah
Jakarta, dan memegang jabatan sebagai Ketua Jurusan periode 2004-
2008 dan 2008-2012 serta sebagai Wakil Dekan I Bidang Akademik
periode 2012-2014. Sejak tahun 1997 mempunyai konsultan arsitektur
dan interior pribadi aribahri architect yang menangani berbagai disain
arsitektur dan interior.

Beberapa tulisan dipublikasikan di suratkabar nasional dan majalah


lifestyle. Buku referensi yang dipublikasikan adalah Sebuah Pemaparan
Tentang Penataan Kawasan Secara Partisipatif (2001), Komunikasi
Arsitektur: Strategi Presentasi dan Negosiasi Dalam Arsitektur
(2001), Konservasi dan Perkembangan Ekonomi (2004), Novel
Bening (2004), Telaah Arsitektur #01 (Maret 2008 dan Februari 2015),
Arsitektur Untuk Rakyat (Mei 2009), Warisan Arsitektur Bali dalam
Konservasi (Mei 2014), Pengantar Ilmu Interior (Februari 2015) dan
Telaah Arsitektur #02 (Mei 2015). Beberapa tulisannya juga
dipublikasikan dalam koran nasional seperti Kompas dan Koran Tempo.

173
Anisa, lahir di kudus 24 Maret 1977.
Menempuh pendidikan sejak dari SMA
hingga S2 di Yogyakarta. Melanjutkan S1
pada jurusan teknik arsitektur
Universitas Gadjah Mada pada tahun
1995 setelah menyelesaikan pendidikan
dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
Studi lanjut S2 Arsitektur pada kampus
yang sama pada tahun 2001.

Sejak September 2003, bergabung


dengan Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta menjadi dosen tetap. Pada
tahun 2005 bergabung dengan komunitas penulis FLP (Forum Lingkar
Pena) Jakarta dan berkesempatan mempublikasikan 2 buku antologi
yang diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House ((LPPH).

Pada tahun 2009 publikasi pertama di bidang arsitektur dengan buku


berjudul Rumah Keluarga Maslikhan, yang diikuti dengan 2 buku
lainnya yaitu Rumah Gedong dan Arsitektur Tradisional Nusantara.
Selain mempublikasikan tulisan dalam bentuk buku, publikasi dalam
jurnal juga dapat ditemukan pada jurnal ilmiah seperti Jurnal Arsitektur
NALARs, Jurnal Teknologi FT UMJ dan Jurnal Inersia.

174

Anda mungkin juga menyukai