102017238
beatrixderfisarifin@gmail.com
Abstrak
Konjungtiva adalah membran mukosa tipis transparan yang melapisi bagian anterior bola mata dan
bagian dalam palpebral. Konjungtiva berfungsi sebagai salah satu komponen sistem perlindungan
mata dari peradangan dan infeksi. Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis dan infeksi virus
merupakan etiologi peradangan akut tersering pada konjungtiva. Virus yang menyebabkan
konjungtivitis adalah adenovirus, herpes simpleks, herpes zoster, pox virus, myxovirus,
paramyxovirus, dan arbovirus. Konjungtivitis sering terjadi bersama atau sesudah infeksi saluran
napas dan umumnya terdapat riwayat kontak dengan pasien konjungtivitis viral. Gejala konjungtivitis
viral berupa mata merah, sekret mata berair dan dapat disertai pembesaran kelenjar limfe..
Abstract
The conjunctiva is a thin transparent mucous membrane that lines the anterior part of the
eyeball and the inside of the palpebral. The conjunctiva functions as one component of the
eye protection system from inflammation and infection. Conjunctival inflammation is called
conjunctivitis and viral infection is the most common etiology of acute inflammation of the
conjunctiva. Viruses that cause conjunctivitis are adenovirus, herpes simplex, herpes zoster,
pox virus, myxovirus, paramyxovirus, and arbovirus. Conjunctivitis often occurs with or after
an airway infection and there is generally a history of contact with patients with viral
conjunctivitis. Symptoms of viral conjunctivitis include red eye, runny eye secretions and can
be accompanied by enlarged lymph nodes.
Keluhan kedua mata merah, dan berair sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai
kotoran mata berwarna jernih keputihan. Empat hari sebelumnya pasien menderita batuk
pilek dan masih dalam pengobatan.
PEMERIKSAAN FISIK
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Visus: Okuli Dextra 6/9 PH 6/6 & Okuli Sinistra 6/9 PH 6/6
Segmen anterior ODS:
Palpebral ODS : edema ringan
Konjungtiva tarsalis : reaksi folikular
konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva, Kemosis minimal, (+) sekret serous
Lensa dan kornea : jernih
Camera Okuli Anterior : dalam tanpa sel-sel
6. Tonometri
Tonometri schiotz merupakan salah satu pemeriksaan yang ditujukan untuk
menghitung tekanan intraocular. Pemeriksaan ini menghitung sejauh mana kornea dapat
diindentasi pada pasien yang sedang terletang. Semakin rendah tekanan intraocular,
semakin dalam tenggelam pin tonometer dan semakin besar jarak pergerakan jarum. Bila
tekanan bola mata lebih rendah maka beban akan mengindentasi lebih dalam permukaan
kornea dibanding tekanan bola mata lebih tinggi. Tekanan bola mata normal adalah 10-20
mmHg.3
• Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat
dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan viral
pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel monosit dan limfosit yang
pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva/ injeksi konjungtiva,
ada juga pendarahan pada konjungtiva, sekret serus, bisa ditemukan pembesaran KGB
preaurikular, Leukosit PMN pada infeksi bakteri, Eosinofil dan basofil pada alergi,
Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia, Sel raksasa
multinuclear pada herpes, Sel Leber – makrofag raksasa oleh trakoma.2,3
DIAGNOSIS BANDING
Virus Bakteri
Kemosis +- ++
Merah + +
1. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat
menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau
dengan objek yang terkontaminasi. Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat
sembuh ±14 hari) dan biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra/ obstruksi duktus
nasolakrimalis.2
Gejala umumnya: mata merah, konjungtiva hiperemis, injeksi konjungtiva,
visus normal, sekret purulent (putih, kuning, hijau).5
Bila sudah terasa silau, sakit, fotofobia (sakit bila melihat cahaya) artinya
sudah terdapat komplikasi keratitis (radang kornea) atau terjadi peradangan
konjungtiva dan kornea sekaligus (keratokonjungtivitis).
Pengobatan dapat diberikan antibiotika tetes mata dan atau salep mata. Dosis
pemberian: bila ringan berikan 4 kali 2 tetes per hari, bila berat 6 kali 2 tetes perhari
atau lebih/ bisa 2 jam sekali diluar waktu tidur. Contohnya: kloramfenikol, tetrasiklin,
gentamisin, tobramisin, ciprofloksasin, ofloxasin, dsb.2,5
WORKING DIAGNOSIS
Konjungtivitis viral dapat disebabkan oleh adenovirus, herpes simplex, Epstein-Barr,
varicella zoster, molluscum contagiosum, coxsackie, dan enterovirus.Adenoviral
konjungtivitis biasanya menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis,follikular
konjungtivitis, dan nonspesifik konjungtivitis. Virus picorna, atauenterovirus 70
menyebabkan konjungtivitis hemoragik epidemikakut. Konjungtivitis viral sangat
menular dan menyebar melalui Droplet pernafasan,Kontak dengan benda bervirus, Kontak
dengan penderita, Kolam renang terkontaminasi.6
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang dapat ditemukan dari konjungtivitis viral akut antara lain:3,4
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan
dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.5
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet, darilas listrik atau
sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis virus adalah penyakit mata umum di seluruh dunia. 6 Karena begitu
umum dan banyak kasus yang tidak dibawa ke klinik atau rumah sakit, statistik yang akurat
pada frekuensi penyakit ini tidak tersedia. Infeksi virus sering terjadi pada epidemi dalam
keluarga, sekolah, kantor dan organisasi militer. Konjungtivitis virus dapat terjadi sama pada
pria dan wanita dan dapat terkena pada semua usia. Konjungtivitis bakteri juga dapat
mempengaruhi bayi yang hanya beberapa minggu.Kebanyakan orang Amerika gagal untuk
mengenali dan mengobati penyakit ini.Ini serius dapat menyebabkan meningitis dan sepsis
dan dapat mengancam nyawa. Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%.
Data perkiraan jumlahpenderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh
golongan umur pendudukper tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain
menunjukkan bahwa dari 10penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua
(9,7%) setelah kelainanrefraksi (25,35%). 7
PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dengan cara adhesi, evasi, dan invasi. Adhesi adalah
penempelan molekul mikroorganisme ke epitel mata yang dimediasi oleh protein permukaan
mikroorganisme. Evasi adalah upaya mikroorganisme untuk menembus pertahanan sistem imun.
Hampir semua mikroorganisme hanya menginvasi bila terdapat kerusakan epitel kecuali beberapa
bakteri seperti Neissseria gonorhoeae dan Shigella spp. Pada infeksi virus, adhesi sekaligus
memfasilitasi proses invasi melalui interaksi molekul virus dengan sel hospes seperti interaksi kapsul
adenovirus dengan integrin sel hospes yang menyebabkan proses endositosis virus oleh sel.
Mikroorganisme juga dapat bertahan melewati sistem pertahanan tubuh dan bereplikasi seperti pada
infeksi HSV, virus varisela serta herpes zoster namun sebagian besar infeksi lainnya dapat dieradikasi
oleh sistem imun tubuh.8
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap keluarga atau masyarakat sekitar:4
PENATALAKSANAAN
Konjungtivitis virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya, namun pemberian kompres
dingin, air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk meredakan gejala. Terapi
antiviral tidak diperlukan kecuali untuk konjungtivitis herpetik yaitu asiklovir oral 400mg/hari untuk
virus herpes simpleks dan 800mg/hari untuk herpes zoster selama 7-10 hari. Pemberian antibiotik
topikal tidak dianjurkan karena tidak mencegah infeksi sekunder dan dapat memperburuk gejala klinis
akibat reaksi alergi dan reaksi toksik serta tertundanya kemungkinan diagnosis penyakit mata lain.
Cara pemakaian obat tetes mata perlu diperhatikan untuk mencegah risiko penyebaran infeksi ke mata
yang sehat. Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak perlu berdampak terhadap peningkatan
resistensi antibiotik juga perlu dipertimbangkan. Walaupun akan sembuh sendiri, penatalaksanaan
konjungtivitis virus dapat dibantu dengan pemberian air mata buatan (tetes mata) dan kompres dingin.
Antibiotik dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari dan diduga terdapat
superinfeksi bakteri. Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu mengurangi peradangan
konjungtiva.8
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Prognosis dari konjungtivitis viral akut ini biasanya baik karena konjungtivitis viral
akut umumnya bisa sembuh sendiri, tetapi untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotik.5
KESIMPULAN
Dari anamnesis dan hasil pemeriksaan terkait, dapat disimpulkan bahwa laki-laki 35 tahun
datang ke poli umum dengan keluhan utama kedua mata merah dan berair. tersebut menderita
konjungtivitis viral ODS, dimana Empat hari sebelumnya batuk pilek dan masih dalam
pengobatan. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis viral dapat berupa hiperemia,
banyak air mata, kelopak mata bengkak, mata merasa seperti kelilipan, dan sebagainya.
Penanganan konjungtivitis viral ini juga tidak spesifik, karena pada umumnya konjungtivitis
ini bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Voughan D.G., Asbury T., Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC;
2009.h.30-121.
2. Ilyas, H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;
2005.h.121-140.
3. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.44-5.
4. James B., Chew C., Bron A. Lecture Note Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga; 2005.
5. Morosidi S.A., Paliyama M.F. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2011.h.38-45.
6. Scott IU. Viral conjunctivitis. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview. 18 Maret 2017.
7. DG, Eva RP, Asbury T. Konjungtivitis. Dalam: Diana Susanto,penyunting.
Oftalmologi umum. Edisi ke 17. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC; 2010.h.99-123.
8. Sitompul R. Konjungtivitis vira: diagnosis dan terapi di pelayanan kesehatan primer.
Jurnal eJKI Jakarta April 2017; 5(1):h.2-8.