7079 12315 1 PB PDF
7079 12315 1 PB PDF
Gunarsa, DS 1997, Dasar dan Teori Satoto 1990, Pertumbuhan dan Perkem‐
Perkembangan Anak, Penerbit BPK bangan Anak (Pengamatan Anak Hubungan Konsumsi Ikan dengan Perkembangan Kognisi
Gunung Mulia, Jakarta, Hal. 136‐ Umur 0‐18 Bulan di Kecamatan Anak Baduta (12‐23 Bulan), Studi di Kecamatan Gandus
165. Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah), Disertasi, Universitas
Kota Palembang Tahun 2006
Khomsan, A 2004, Peranan Pangan Dan
Gizi untuk Kualitas Hidup PT. Diponegoro, Semarang, Tidak
dipublikasikan. Nurul Salasa Nilawati*, S.A. Nugraheni**, Frieda NRH***
Gramedia. Jakarta. Hal. 22‐34, 41‐49,
75‐80, 87‐ 94. Sudono, A, dkk 1989, Peranan Bahan * Politeknik Kesehatan Depkes Palembang
Masrul 2005, Kajian Peranan Sumber Makanan Hewani Guna Mencapai ** Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang
Daya Pengasuhan Terhadap Kecukupan Gizi, Widya Karya *** Psikhologi UNDIP Semarang
Tumbuh Kembang Bayi Usia 6‐12 Pangan Dan Gizi III, Jakarta, 1‐3
Juni 1988, LIPI, Hal. 259.
Bulan pada Keluarga Etnik
ABSTRACT Development (BSID) II. Dietary intake data
Minangkabau di Pedesaan Propinsi UNICEF 1997, The Care Initiative
were collecting 2 days 24 hour food recall
Sumatera Barat, Disertasi, Univer‐ Assesment, analysis and action to The Association Between Fish and Food Frequency Questionnaire (FFQ).
sitas Airlangga, Surabaya, Tidak Improve Care for Nutrition, New Consumption And Cognitive Development
dipublikasikan. York, P 1‐67. Result: There were no correlation
Of Children Under Two Years (12‐23
between mother’s allocation time for their
Mönk, FJ, AMP, Knoers, SR, Haditono Wahyuni, M 2001, Ikan untuk perbaikan Month) A Study At Gandus Sub District,
children (r= 0,111, p = 0,256), fish food
2001, Psikologi Perkembangan, anak Indonesia, Dikutip tanggal 19 Palembang, 2006
consumption (r= 0,117, p = 0,232), and child
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Juli 2006 dari http://www.gizi.net. Background: Brain growth starts from cognitive development. There were negative
Gadjah Mada University Press, Yuliana, dkk 2004, Faktor‐faktor yang prenatal period and ends at 2 years old. Fish correlation among daily energy, protein and
Yogyakarta, Hal. 1‐9,29‐36,78‐99, mempengaruhi Tingkat Perkem‐ contains protein, omega‐3 and omega‐6 energy, protein contribution from fish with
100‐108. bangan Mental, Psikomotor dan Which are important for brain and cognitive cognitive development of children under two
Morris, MC 2005, www.jamamedia.org. Perilaku Bayi Usia 8‐11 bulan di development on children. The aim of this years (r= ‐ 0,410, p = 0,000; r = ‐ 0,295, p =
Archiv.Neurol 2005; 62:1. (akses Kota Bogor, Media Gizi dan Keluarga, study was to investigate any correlation 0,002; r = ‐ 0,361, p = 0,000; r = ‐ 0,293, p =
tanggal 21 juli 2006, 10.23 WIB) Volume 28 No. 2 Desember 2004, between fish consumption and cognitive 0,004) respectively. Energy from fish
Muhilal, Hardinsyah, F, Jalal 1998, Angka Departemen Gizi Masyarakat dan development in children aged 12‐23 months contributedto 14,5% score of cognitive
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Sumberdaya Keluarga, Fakultas at Gandus sub district, Palembang. development of the children
Dalam Widya Karya Pangan dan Gizi Pertanian IPB, Hal. 38‐45. Method: 106 children aged 12‐23 Conclusion: There were negative
VI, LIPI, Hal. 329. 843. months were selected using purposive correlation between fish consumption and
sampling method in this cross‐sectional cognitive development of children under two
study. Data on children and family years.
characteristic is as well as. Mother’s
Keywords: fish consumption,
allocation time for their children were
cognitive development, children under two
collected by interview using stucture
years, Gandus sub District, Palembang.
questionnaires. Data on cognitive
development were collected using by testing
subjects using Mental Development Index
(MDI) of Bayley’s Scale for Infant
Latar belakang Hasil Penelitian Hubungan frekuensi makan ikan dengan energi dari ikan. Asupan energi dari
perkembangan kognisi anak baduta. ikan memberikan sumbangan 14,5% (r2 =
Tumbuh kembang otak terjadi pada Tidak ada hubungan antara alokasi
0,145) untuk mempengaruhi perkem‐
masa prenatal sampai 2 tahun. waktu ibu bersama baduta (r= 0,111, p = Kebiasaan makan seseorang meru‐
bangan kognisi anak baduta. Sedangkan
Kurangnya konsumsi makanan yang 0,256), frekuensi makan ikan (r= 0,117, p pakan gambaran kebiasaan keluarganya.
85,5% berasal dari faktor lain. Untuk zat
mengandung protein merupakan salah = 0,232), dengan perkembangan kognisi Hal ini disebabkan karena selama
gizi lain tidak bisa di hitung karena
satu faktor yang menyebabkan terjadi‐ anak. Ada hubungan negatif antara tinggal dalam keluarga, individu akan
terlalu kecil sumbangannya terhadap
nya kekurangan gizi dan menghambat asupan energi, protein sehari dan mengalami proses belajar (Suhardjo,
perkembangan kognisi anak baduta.
perkembangan kognisi. Ikan merupakan asupan energi, protein dari ikan dengan 1989). Jenis dan jumlah pangan yang
sumber bahan makanan yang banyak perkembangan kognisi anak baduta (r= ‐ dikonsumsi balita serta frekuensi makan
mengandung protein, omega‐3 dan 0,410, p = 0,000; r = ‐ 0,295, p = 0,002; r = ‐ balita sangat dipengaruhi oleh ibu. Dari DAFTAR PUSTAKA
omega‐6. Penelitian ini bertujuan untuk 0,361, p = 0,000; r = ‐ 0,293, p = 0,004). hasil analisis tidak ditemukan hubungan Abidin, S 2003, Sejak Dini Ajari Anak
mengetahui hubungan konsumsi ikan Energi dari ikan memberikan sum‐ antara frekuensi makan ikan dengan Pola Hidup Sehat, Makalah Seminar
dengan perkembangan kognisi anak bangan sebesar 14,5% untuk mempe‐ perkembangan kognisi anak baduta (p = Pola Hidup Sehat, Palembang 13
baduta (12‐23 bulan) di Kecamatan ngaruhi perkembangan kognisi anak. 0,232). Agustus 2003, Hal.1‐8.
Gandus Kota Palembang.
Bayley, N 1993, Bayley Scale of Infant
Kesimpulan Hubungan konsumsi ikan dengan Development, Second Edition. San
Metode penelitian perkembangan kognisi anak baduta. Antonio: The Psychological Corpo‐
Ada hubungan negatif konsumsi
Penelitian ini merupakan studi ikan dengan perkembangan kognisi Berdasar hasil uji korelasi diketa‐ ration.
cross‐sectional. Sampel berjumlah 106 anak baduta. hui, variabel yang berhubungan dengan Brown, Jl & I, Pollit 1996, Malnutrition
anak baduta dengan metode Purposive perkembangan kognisi anak baduta Poverty and Intelectual Development,
sampling. Pengumpulan data dilakukan Kata Kunci adalah asupan energi dan asupan Sci.An, p. 26‐31.
dengan wawancara langsung dengan protein. Seperti yang diungkapkan
Konsumsi ikan, perkembangan Departemen Kesehatan RI 2005, Rencana
responden menggunakan kuesioner Morris (2004), mengkonsumsi ikan lebih
kognisi, baduta, Kecamatan Gandus, Aksi Nasional Pencegahan dan
meliputi alokasi waktu ibu bersama dari satu kali penyajian setiap minggu
Kota Palembang. Penanggulangan Gizi Buruk 2005‐
anak, data perkembangan kognisi anak ternyata berhubungan dengan berku‐
2009, Hal. 1‐7.
12‐23 bulan diperoleh dengan rangnya seseorang untuk mengalami
melakukan uji perkembangan mental Pendahuluan penurunan fungsi kognitif. Konsumsi Engle, PL, et al 1997, Care and Nutrition
Bayley dari Bayley’s Scale for Infant ikan kemungkinan berhubungan dengan Concept and Measurement. Interna‐
Anak usia di bawah dua tahun
Development (BSID) II. Data asupan zat berkurangnya penurunan fungsi kognitif tional Food Policy Research
(baduta) merupakan salah satu golongan
gizi diperoleh dengan wawancara secara perlahan‐lahan, menurut Morris Institute, Washington DC, p.1‐39.
penduduk yang rawan terhadap
menggunakan metode recall 2 x 24 jam. kekurangan gizi. Pada masa ini anak‐ masih perlu dilakukan penelitian Grantham‐McGregor, SM 1984, The
Data mengenai frekuensi konsumsi ikan anak banyak bergerak, bersosialisasi, mengenai diet yang relevan terutama Social Background of Chilhood
diperoleh dengan wawancara menggu‐ dan bergaul dengan lingkungan mengenai lemak yang biasa dikonsumsi. Malnutrition, In Malnutrition and
nakan FFQ (Food Frequency Questio‐ keluarganya. Jika makanan tidak bergizi Untuk analisa multivariat konsumsi Behaviour: Critical Assessment of Key
nnaire). Analisis data meliputi analisis dan lingkungannya tidak bersih maka zat gizi dari ikan menggunakan analisis Issues, Nestle Foundation Publi‐
univariat, analisis bivariat korelasi mereka mudah terserang penyakit regresi diketahui bahwa variabel yang cation Series, Lausanne, Switzer‐
berganda, dan analisis multivariat (Abidin, 2003). berhubungan dengan perkembangan land, Vol.4. Hal.358‐374.
dengan analisis regresi. kognisi anak baduta adalah asupan
Berdasar hasil uji korelasi diketahui lain yang diberikan kepada anak. Menjadi apa seseorang di masa adalah sumber protein hewani kelas dua
variabel yang berhubungan langsung Adanya hubungan negatif yang mempe‐ depan dapat ditentukan oleh proses setelah daging, susu dan telur. Kajian
dengan perkembangan kognisi anak ngaruhi perkembangan kognisi anak perkembangan di masa bayi, anak, mutakhir menempatkan ikan dan
adalah asupan energi dan protein sehari dalam penelitian ini mungkin disebab‐ sampai dewasa. Anak yang kekurangan berbagai hasil laut sebagai sumber
anak baduta. Dimana ada hubungan kan oleh beberapa faktor yang belum gizi pada usia balita akan tumbuh vitamin dan mineral esensial yang amat
negatif antara asupan energi sehari diteliti oleh peneliti. pendek dan mengalami gangguan kaya. Ikan merupakan produk laut yang
dengan perkembangan kognisi anak Hal lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak mengandung asam lemak rantai panjang
baduta (r = ‐0,410, p = 0,000), dan ada perkembangan kognisi anak baduta yang berpengaruh pada rendahnya : omega‐3 (DHA) yang kurang dimiliki
hubungan secara negatif antara asupan adalah lemak, bukan protein yang tingkat kecerdasan, karena tumbuh bahkan tidak dimiliki produk daratan
protein sehari dengan perkembangan berasal dari ikan. Kita ketahui bahwa kembang otak 80% terjadi pada masa (hewani dan nabati) dan omega‐6, yang
kognisi anak baduta (r = ‐0,295, p yang paling berhubungan dengan dalam kandungan sampai usia 2 tahun berperan amat bermakna dalam
=0,002). Ini berati bahwa semakin perkembangan dan pertumbuhan sel‐sel (Depkes RI, 2005). pertumbuhan dan kesehatan (Satoto,
banyak asupan energi dan protein otak adalah lemak. Lemak yang Pengaruh asupan zat gizi terhadap 1993; Wahyuni, 2001).
semakin menurun skor perkembangan berperan dalam proses tumbuh ganguan perkembangan anak menurut
kognisi. kembang otak adalah asam lemak Brown dan Pollit (1996) melalui terlebih Ikan menyediakan protein hewani
Untuk asupan zat gizi yang berasal omega‐3 (Khomsan,2004). dahulu menurunnya status gizi. Status yang relatif tinggi, dan menyediakan
dari ikan, ada hubungan negatif antara Adanya perbedaan kadar omega‐3 gizi yang kurang tersebut akan asam lemak tidak jenuh esensial yang
asupan energi dengan perkembangan (DHA) antara ikan laut dan ikan sungai menimbulkan kerusakan otak, letargi, diperlukan tubuh manusia. Ikan juga
kognisi anak baduta (r = ‐0,380, p = juga turut mempengaruhi perkem‐ sakit, dan penurunan pertumbuhan fisik. merupakan sumber vitamin A yang
0,000), dan ada hubungan secara negatif bangan kognisi anak. Jenis‐jenis ikan Keempat keadaan ini akan berpengaruh sangat terkenal disamping vitamin
antara asupan protein dengan yang berasal laut kaya akan omega‐3 terhadap perkembangan intelektual. lainnya dan juga berbagai mineral
perkembangan kognisi anak baduta (r = ‐ berbeda dengan ikan yang berasal dari Peningkatan tumbuh kembang (Sudono, 1989).
0,274, p =0,004). Ini berati bahwa air tawar. anak Jepang dalam beberapa dekade Tujuan dari penelitian ini adalah
semakin banyak asupan energi dan terakhir diasumsikan karena perpin‐ mengetahui hubungan konsumsi ikan
protein yang berasal dari ikan semakin dahan dari konsumsi sumber hidrat dengan perkembangan kognisi anak
Hubungan status gizi dengan perkembangan
menurun skor perkembangan kognisi. arang ke arah konsumsi ikan dan baduta (12‐23 bulan) di Kecamatan
kognisi anak baduta
Sementara itu untuk konsumsi dari non sumber laut lain yang dikaitkan dengan Gandus Kota Palembang.
ikan hanya asupan vitamin A saja yang Status gizi anak baduta berdasarkan
berbagai zat gizi essensial tersebut.
menunjukkan hubungan dengan indeks BB/TB umumnya termasuk
Budaya makan ikan yang tinggi dalam Metode
perkembangan kognisi (r = ‐0,042, p = kategori normal. Sebanyak 94,1% baduta
masyarakat Jepang telah membuktikan
0,009). mempunyai status gizi normal dan Penelitian ini menggunakan metode
terjadinya peningkatan kualitas
perkembangan kognisi tinggi. Status gizi survei dengan pendekatan cross‐sectional.
Perkembangan kognisi mempunyai kesehatan dan kecerdasan anak anak di
tidak berhubungan dengan perkem‐ Subyek penelitian ini adalah anak usia
empat aspek yaitu: kematangan, penga‐ Jepang (Wahyuni, 2001).
bangan kognisi anak baduta pada p = 12‐ 23 bulan yang ada di Kecamatan
laman, transmisi sosial, dan ekuilibrasi. Ketersediaan ikan di Indonesia
0,577. Hal ini terjadi karena dalam Gandus Kota Palembang Tahun 2006.
Menurut Gunarsa (1997) yang mempe‐ sangat tinggi dan harganya relatif
penelitian semua anak baduta memiliki Tahap pertama adalah pengumpulan
ngaruhi perkembangan kognisi adalah murah. Teknologi makanan tentang ikan
status gizi yang baik, sehingga tidak data antropometri, berupa pengukuran
faktor‐faktor lingkungan, misalnya cara cukup canggih, namun konsumsi ikan
terlihat hubungannya. berat badan dan panjang badan anak,
pengasuhan dan pendidikan dari orang secara Nasional amat rendah. Posisinya kemudian diolah dengan menggunakan
program Nutrisoft untuk mendapatkan untuk berbagai keperluan seperti kepada anak baduta tidak dibarengi Hubungan asupan zat gizi dengan
nilai Z‐score. Nilai Z‐score yang diperoleh transportasi air, mandi, mencuci, dan dengan kualitas perawatan anak yang perkembangan kognisi anak baduta
dibandingkan dengan indeks BB/PB lain‐lain. Selain itu sungai musi menjadi baik, maka waktu yang cukup yang
Indikator tingkat kesejahteraan
sehingga diperoleh anak dengan status sumber mata pencaharian sebagian disediakan untuk anak terkesan
penduduk adalah pemenuhan kecu‐
gizi normal dengan nilai WHZ –2 SD penduduk yang hidup di pinggiran mubazir. Menurut Grantham Mc Gregor
kupan zat gizi baik dari tingkat
sampai dengan +2 SD dan kurus dengan sungai. Ikan yang tersebar diperairan (1984) yang penting bukan berapa lama
masyarakat sampai keluarga. Hasil
nilai WHZ < ‐ 2 SD. musi antara lain adalah : ikan patin, ikan waktu ibu bersama‐sama anaknya setiap
analisis data menunjukkan bahwa
Tahap Kedua adalah pengumpulan sepat, ikan lampam, ikan baung, ikan hari, namun terletak pada intensitas
tingkat kecukupan zat gizi baduta secara
data dasar berkenaan dengan gabus, ikan juaro, ikan lais, ikan seluang, interaksi ibu‐anak sewaktu mereka
keseluruhan berada pada kategori baik.
karakteristik keluarga, karakteristik ibu dan udang. sedang bersama‐sama.
dan baduta dikumpulkan melalui
metode wawancara menggunakan alat Karakteristik keluarga responden Tabel 4. Hasil analisis asupan zat gizi dengan perkembangan kognisi anak baduta
bantu kuesioner. Data pola asuh Data awal penelitian diperoleh 106 Perkembangan Kognisi Anak
diperoleh dari hasil wawancara dengan anak yang sesuai dengan kriteria inklusi. Asupan Zat Gizi
menggunakan alat bantu kuesioner dan Koefisien korelasi p Value
Berdasarkan data yang terkumpul dapat
pengamatan langsung. Untuk penentuan dilihat karakteristik responden dan Asupan zat gizi sehari
asupan zat gizi ikan dan non ikan keluarga yang meliputi: pendidikan Energi (kkal) ‐ 0,410a 0,000**
digunakan metode recall. Untuk orang tua, pekerjaan orang tua dan
mengetahui konsumsi ikan digunakan Protein (gram) ‐ 0,295 a 0,002**
tingkat sosial ekonomi keluarga (Tabel
metode FFQ semi kuantitatif. Untuk Lemak (gram) ‐ 0,102 b 0,296
1).
melihat perkembangan kognitif anak Seng (mg) 0,125 b 0,202
baduta menggunakan kuesioner Skala Vitamin A (IU) ‐ 0,128 b 0,192
Tabel 1. Distribusi tingkat pendidikan,
Perkembangan Mental (Mental Scales)
jenis pekerjaan dan tingkat sosial Asupan Zat Gizi dari Ikan
dari Bayley Scales of Infant Development 2nd
ekonomi orang tua sampel Energi (kkal) ‐ 0,361b 0,000**
Edition (BSID II).
Karakteristik n % Protein (gram) ‐ 0,293 b 0,002**
Analisis statistik menggunakan
program SPSS 11.5 for windows. Uji Pendidikan Ibu Lemak (gram) ‐ 0,346 b 0,000**
korelasi digunakan untuk melihat ≤ 9 tahun 91 85,8 Seng (mg) ‐ 0,132b 0,178
hubungan antar masing‐masing varia‐ > 9 tahun 15 14,2 Vitamin A (IU) ‐ 0,229 b 0,018*
bel, dan untuk melihat pengaruh Total 106 100
Asupan Zat Gizi non ikan
masing‐masing faktor dianalisis dengan
Pendidikan Ayah Energi (kkal) ‐ 0,007b 0,940
uji regresi.
Protein (gram) ‐ 0,016 b 0,869
≤ 9 tahun 71 67
Hasil dan Pembahasan > 9 tahun 35 33 Lemak (gram) ‐ 0,036 b 0,712
Total 106 100 Vitamin A (IU) ‐ 0,042 b 0,009
Gambaran umum lokasi penelitian * bermakna (p < 0,05)
Sungai Musi merupakan sumber air Pekerjaan Ayah ** bermakna (p < 0,01)
a Analisis korelasi pearson
terbesar di Palembang, yang digunakan Pedagang kecil 11 10,4 b Analisis Korelasi Spearman’s rho
Alokasi waktu ibu memberi asuhan ditunjang oleh faktor lingkungan dan Petani/Nelayan (Buruh 36 34 pengasuhan anak dalam rumah tangga.
terhadap anaknya berbeda antara satu proses belajar dalam kurun waktu tani/Nelayan) Sebagian besar keluarga (86,8%) dalam
rumah tangga dengan rumah tangga tertentu untuk menuju kedewasaan. Ada Karyawan Swasta 10 9,4 keadaan ekonomi di bawah garis
lain. Atau antara satu hari dengan hari dua faktor yang mempengaruhi Buruh 43 40,6 kemiskinan. Sebagian besar keluarga
yang lain dalam satu rumah tangga. perkembangan anak yaitu faktor dalam Lain‐lain 6 5,7 berpendapatan rendah, karena sebagian
Variasi waktu diperkirakan 10‐50% dan faktor luar. Faktor dalam Total 106 100 besar kepala keluarga bekerja sebagai
(Engle 1992, Esterik 1995, Masrul 2005). merupakan faktor‐faktor yang ada buruh dan petani/nelayan. Pendapatan
Tingkat Sosial Ekonomi
Kehadiran ibu di rumah tangga dalam diri anak itu sendiri baik faktor keluarga dari sektor ini tentu sangat
sebagi pengasuh merupakan sesuatu bawaan maupun faktor yang diperoleh Pendapatan rendah 92 86,8 terbatas karena lahan pekerjaan untuk
yang sangat penting bagi pertumbuhan seperti hal‐hal yang diturunkan orang Pendapatan sedang 13 12,3 mereka yang berpendidikan rendah juga
dan perkembangan anaknya. Dalam tua atau generasi sebelumnya, unsur Pendapatan tinggi 1 0,9 sangat terbatas.
keadaan di mana diperlukan pengganti berfikir dan kemampuan intelektual, Jumlah 106 100 Menurut Gopalan, sindroma
ibu, maka pengganti itu harus keadaan kelenjar zat‐zat dalam tubuh kemiskinan yang dialami keluarga
dan emosi atau sifat‐sifat temperamen Pendidikan formal merupakan
mempunyai komitmen dan karakteristik berpengaruh terhadap status gizi
tertentu. Faktor luar meliputi pola dasar pengetahuan intelektual yang
yang hampir sama dengan ibu (Engle anaknya melalui rendahnya kuantitas,
pengasuhan anak, konsumsi makanan dimiliki seseorang, hal ini erat kaitannya
1995, Esterik 1995). Bila ibu berhalangan kualitas makanan, sanitasi dan akses ke
dan lingkungan bergaul atau tempat dengan pengetahuan. Semakin tinggi
dalam mengasuh anak, maka yang pelayanan kesehatan yang rendah.
tinggal (Kaptiningsih dalam Yuliana tingkat pendidikan akan semakin besar
menjadi pengganti ibu dalam mengasuh Keluarga miskin dengan tingkat
dkk, 2004). kemampuan untuk menyerap dan
anak adalah nenek dari anak sebanyak pendidikan yang rendah akan akan
menerima informasi sehingga pengeta‐
56,6% dan adik atau kakak dari ibu Perkembangan kognisi 94,3% menyebabkan mereka mengalami
huan dan wawasannya akan semakin
sebanyak 34,9%Dalam penelitian ini sampel termasuk dalam kategori kurang informasi mengenai pengasuhan
luas. Selain itu tingkat pendidikan
dukungan suami sangat besar dalam perkembangan tinggi dan 5,7% termasuk anak. Dampak dari kekurangan
merupakan salah satu faktor yang
pengasuhan anak yaitu sebanyak 85,5% dalam kategori perkembangan sedang. informasi ini menyebabkan rendahnya
melatar belakangi pengetahuan, yang
dan 13,2% ikut serta dalam waktu kualitas makan, sanitasi dan rangsangan
selanjutnya dapat mempengaruhi
tertentu saja. Hubungan alokasi waktu ibu bersama baduta psikososial terhadap anak. (UNICEF,
perilaku seseorang.
dengan perkembangan kognisi anak baduta 2001).
4. Perkembangan anak Status ekonomi keluarga akan
Tingginya alokasi waktu ibu untuk memberikan pengaruh terhadap proses
Tentang perkembangan kognisi, merawat anaknya terjadi karena tidak
dikatakan Piaget bahwa struktur dan ada lagi yang dilakukan ibu selain
tahap‐tahapnya sama secara universal menetap di rumah sambil mengasuh dan
dialami anak, namun kecepatan menemani anak. Dari hasil uji hubungan
berkembangnya yang berbeda antar dengan menggunakan korelasi Pearson
budaya. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pola asuh
bahwa skor perkembangan kognisi anak dengan perkembangan kognisi anak
baduta menunjukkan hasil yang sangat baduta (p = 0,256, α = 5%).
bervariasi (p= 0,198).
Alokasi waktu yang cukup tanpa
Perkembangan merupakan hasil adanya korelasi menunjukkan bahwa
pematangan fungsi‐fungsi bawaan yang tingginya waktu yang dialokasikan ibu
Karakteristik responden makan baduta sangat dipengaruhi oleh 3. Alokasi waktu ibu merawat anak
keputusan ibu. Secara umum konsumsi baduta
Tabel. 2. Distribusi karakteristik sampel
makan sampel adalah 3 kali sehari
Dalam penelitian ini pola asuh anak
Karakteristik n % sebanyak 92,5%. Sedangkan untuk
baduta merupakan alokasi waktu ibu
A. Umur (bulan) konsumsi ikan anak baduta dalam
bersama anak. Rrerata alokasi waktu ibu
12‐14 24 22,6 seminggu adalah 3 kali sehari sebanyak
merawat anak baduta dalam sehari
15‐17 27 25,5 55,7% dan lebih dari 3 kali adalah 43,4%.
adalah 15,5 jam (± 1,29), hampir sama
18‐20 30 28,3 Pada umumnya, jenis ikan yang pada setiap rentang usia sampel. Alokasi
21‐23 25 23,6 biasa dikonsumsi baduta 3‐5 kali waktu ibu selama penelitian dilihat
B. Jenis Kelamin seminggu adalah ikan patin sebesar berdasarkan kebiasaan ibu selama
49,1% dan ikan sepat 40,6%. Ikan jenis melakukan pekerjaan sehari‐hari dan ibu
Laki‐laki 57 53,8
ini sangat banyak terdapat dalan biasa bekerja sambil mengawasi anak
Perempuan 49 46,2
perairan sungai musi dan mempunyai atau pada saat anak tidur. Hasil
C. Urutan kelahiran daging ikan yang banyak. Jenis ikan penelitian ini hampir sama dengan
Anak Pertama 43 40,6 yang dikonsumsi kurang dari 3 kali penelitian Satoto untuk anak usia 0‐18
Anak Kedua 41 38,7 semingu adalah ikan lampam 63,2%, bulan jumlah waktu yang ibu bersama
Anak Ketiga 22 20,8 ikan patin 47,2%, ikan sepat 47,2% dan anak adalah 16,84 jam (13‐19).
ikan gabus 39,6%. Sedangkan untuk
D. Status Gizi
sumber protein non ikan, sebanyak
Normal 101 95,3 Tabel 3. Deskripsi alokasi waktu ibu
92,5% baduta tidak pernah mengkon‐
Kurus 5 4,7 bersama anak
sumsi daging sapi. Sumber protein non
ikan yang dikonsumsi 3‐5 kali dalam
1. Asupan Zat Gizi Konsumsi ikan memberikan seminggu adalah tempe 28,3% dan tahu Usia Rerata
kontribusi yang cukup baik bagi SD Min Max
Rerata asupan zat gizi sampel dapat 13,2%. Dikonsumsi kurang dari 3 kali (bulan) (jam)
pemenuhan zat gizi anak baduta, seminggu adalah tahu 74,5%, tempe
dilihat pada Tabel 9. Asupan energi anak 12‐14 15,33 1,460 12 18
terutama untuk pemenuhan sumber 58,5%, serta telur dan ayam masing‐
baduta 780 kkal (± 129,08), asupan 15‐17 15,77 1,428 12,5 18
protein, yaitu 9,64 gram. Untuk zat gizi masing 23,6%.
protein 25,3 gram (± 5,00), asupan lemak 18‐20 15,47 1,310 13 18
lain, asupan zat gizi ikan memberikan
22,6 gram (± 5,94) dan asupan seng 0,4 Perkembangan mental memerlukan
sumbangan energi 67 kkal, lemak 2,8 21‐23 15,53 1,190 14 18
mg (± 0,49). Untuk anak usia di bawah 3 penambahan zat pembangun terutama
gram, dan seng 0,2 mg. Sedangkan Total 15,54 1,291 12 18
tahun asupan gizi dan kesehatan untuk pertumbuhan sel‐sel otak yang
untuk asupan zat gizi dari non ikan,
merupakan faktor yang sangat penting sangat cepat. Asupan protein ikan dapat
memberikan sumbangan energi sebesar Dalam pengasuhan, faktor waktu,
serta langsung mempengaruhi tumbuh dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu
56,41 kkal, protein 4,94 gram, dan lemak kehadiran fisik, dan ketrampilan untuk
kembang anak. Proses pertumbuhan dan baik bila asupan protein lebih dari 3,75
3,55 gram. mengasuh sangat penting. Semakin lama
perkembangan anak dapat terjadi bila gram perhari (Muhilal, 1984) ada
ketersediaan zat gizi dengan jumlah sebanyak 105 sampel dan kurang bila waktu untuk mengasuh anak tentu
kualitas, kombinasi dan waktu yang 2. Konsumsi Anak Baduta semakin lama pula ibu bisa berkontak
asupan protein kurang dari 3,75 gram
tepat ditingkat sel. Jenis dan jumlah pangan yang perhari. dengan anaknya. Beberapa ahli masih
dikonsumsi baduta serta frekuensi berdebat mengenai peranan waktu asuh
dengan kualitas pengasuhan anak.