Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

Perilaku Kekerasan (PK)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Keperawatan Jiwa Psikososial

KELOMPOK 4
DEVANIA FIRDHAUSYA
BAYU TRI UTAMI
WAHYU FEBRIYANTO MT
AGNES REVITA PRAMESTI
DESY INDAH LESTARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Perilaku Kekerasan (PK)

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Keperawatan Jiwa Psikososial

Oleh :
KELOMPOK 4

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari : Kamis,
Tanggal : 3 September 2020

Pembimbing Akademik

( Ns. Fransiska Erna D,M.Kep)


LEMBAR KONSULTASI

N TANGGAL REVISI PARAF/TTD


O
1 3/09/20 Sp 5 ( pemberian obat) update informasi
terbaru pindah jadi SP 2, Sp 2 pengendalian
marah dengan fisik pindah SP 3

Banyuwangi,………………..

(…………………………..)
KONSEP DASAR
PERILAKU KEKERASAN

1.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi
tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan
pada diri sendiri,orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi
dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan
terdahulu. (Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Farida & Yudi, 2011).
1.2 Etiologi
Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
kekerasan pada pasien gangguan jiwa antara lain

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya.
Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi
oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku
kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan
perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus
temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak
menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut:
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan
hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal
(narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2010), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut :
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan
obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
1.4 Penatalaksanaan
1. Farmakologi:
a) Obat anti psikosis:Penotizin
b) Obat anti depresi:Amitripilin
c) Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
d) Obat anti insomnia:Phneobarbital
2. Non-Farmakologi:
a) Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
b) Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain
untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c) Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.
1.5 Pathway

Resiko Tinggi Mencederai, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif

Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :


Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga Berduka Disfungsional


Tidak Efektif

Gambar. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Sumber : (Fitria, 2010)

1.6 Mekanisme Koping


Menurut stuart dan laraia (2011), mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
kerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orangtuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
5. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang perangan
dengan temennya.
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengarupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda /orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol
perilaku kekerasan.
 Fokus pengkajian :
Alasan utama klien dibawa ke Rumah Sakit adalah perilaku kekerasan
di rumah.
1. Data Subyektif :
- Keluarga mengatakan klien mengamuk
- Keluarga mengatakan klien marah-marah
- Keluarga mengatakan klien merusak barang-barang (memecah
piring, membanting gelas, dll)
- Keluarga mengatakan klien mengancam ataupun sampai
melukai orang lain, dsb.
- Keluarga mengatakan klien memiliki trauma masa kecil akibat
kekerasan dalam keluarga, pelecehan seksual.
- Keluarga mengatakan klien tidak mampu menerima keadaan
dirinya akibat sakit yang diderita, kecelakaan, kecacatan.
2. Data obyektif :
- Pada hasil observasi ditemukan adanya pandangan tajam,
muka merah, otot tegang, mengatupkan rahang dengan kuat,
nafas pendek.
- Agitasi motorik : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam,
mengepalkan tangan , melempar barang, memukul dengan
tinju kuat, merampas, mengapit kuat, respirasi meningkat,
membentuk aktivitas motoric tiba-tiba (katatonia)
- Verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata mengaau
minta perhatian, berdebat, meremehkan, bicara keras-keras,
menunjukkan adanya delusi pikiran paranaoid.
- Afek : marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah
terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan.
- Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba,
disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi : Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak
terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang
lain dan / atau merusak lingkungan.
Penyebab :
1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Perubahan status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan zat / alcohol
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : Objektif :
1. Mengancam 1. Menyerang orang lain
2. Mengumpat dengan 2. Melukai diri sendiri / orang lain
kata-kata kasar 3. Merusak lingkungan
3. Suara keras 4. Perilaku agresif / amuk

4. Bicara ketus

Gejala dan Tanda Minor :


Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1. Mata melotot atau pandangan tajam
2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup
4. Wajah memerah
5. Postur tubuh kaku

Kondisi Klinis Terkait :


1. Attetion deficit / hyperactivity disorder (ADHD)
2. Gangguan perilaku
3. Oppositional defiant disorder
4. Gangguan Tourette
5. Delirium
6. Demensia
7. Gangguan amnestic (SDKI, 2016).
2.3 Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN
NO DX KEP. INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 Risiko Perilaku TUM: Setelah dilakukan ...x 20 menit interaksi  Beri salam / panggil nama klien.
kekerasan  Klien dapat melanjutkan diharapkan klien dapat mencegah tindakan  Sebut nama perawat sambil berjabat
hubungan peran sesuai kekerasan pada diri sendiri, orang lain, tangan
tanggung jawab. maupun lingkungan.  Jelaskan maksud hubungan interaksi
Kriteria Evaluasi :  Beri rasa nyaman dan sikap empatis
TUK 1: a. Klien mau membalas salam.  Lakukan kontrak singkat tapi sering
Klien dapat membina b. Klien mau berjabat tangan
hubungan saling percaya c. Klien menyebutkan Nama
d. Klien tersenyum
e. Klien ada kontak mata
f. Klien tahu nama perawat
g. Klien menyediakan waktu untuk kontrak
TUK 2: a. Klien dapat mengungkapkan  Beri kesempatan untuk mengungkapkan
Klien dapat perasaannya. perasaannya.
mengidentifikasi penyebab b. Klien dapat menyebutkan perasaan  Bantu klien untuk mengungkapkan marah
marah / amuk marah / jengkel atau jengkel.
TUK 3: a. Klien dapat mengungkapkan perasaan  Anjurkan klien mengungkapkan perasaan
Klien dapat saat marah /jengkel. saat marah /jengkel.
mengidentifikasi tanda b. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda  Observasi tanda perilaku kekerasan pada
marah jengkel / kesal klien
TUK 4: a. Klien mengungkapkan marah yang biasa  Anjurkan klien mengungkapkan marah
Klien dapat dilakukan yang biasa dilakukan
mengungkapkan perilaku b. Klien dapat bermain peran dengan  Bantu klien bermain peran sesuai perilaku
marah yang sering perilaku marah yang dilakukan kekerasan yang biasa dilakukan.
dilakukan c. Klien dapat mengetahui cara marah yang  Bicarakan dengan klien apa dengan cara
dilakukan menyelesaikan masalah atau itu bisa menyelesaikan masalah
tidak
TUK 5: a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara  Bicarakan akibat / kerugian cara yang
Klien dapat yang digunakan dilakukan
mengidentifikasi akibat  Bersama klien menyimpulkan cara yang
perilaku kekerasan
2.4 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan :
a. SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan
dan mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b. SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c. SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d. SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e. SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f. SP 6 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah

2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatanyang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditentukan.Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilaku
kekerasan antara lain :
a. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku keekrasan.
b. Klien dapat membina hubungan saling pecaya.
c. Klien dapat mengenal penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukakannya.
d. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
f. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan.
h. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
j. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan (Fitria,
2010).

DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap


Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan , 138-139.

Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati.


(2015).  Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai