Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi


fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah
dan masyarakat.(1)

Menurut Permenkes No.75 Tahun 2014 Pengertiaan Puskesmas adalah


fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
(UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
diwilayah kerjanya.(2) Melalui puskesmas, pemerintah menciptakan pembangunan
derajat kesehatan di Indonesia, salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat adalah melalui program nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, bahwa dalam rangka
memperkuat upaya perilaku hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit
berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta meningkatkan
akses air minum dan sanitasi dasar perlu menyelenggarakan STBM. Upaya
pemenuhan ketersediaan dan akses terhadap air bersih dan sanitasi selalu menjadi
fokus utama dalam kerangka pembangunan pada setiap tingkat pemerintahan. Di
tingkat global, upaya pemenuhan akses terhadap air bersih dan sanitasi selalu
menjadi salah satu target utama tujuan pembangunan manusia. Betapa sentralnya

1
2

upaya pemenuhan akses air bersih dan sanitasi dalam pembangunan manusia
terlihat dari bagaimana upaya ini juga menjadi salah satu target utama dalam
Tujuan Pembanguan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs).
Tujuan 6 dari SDGs mengamanatkan terpenuhinya akses terhadap air dan sanitasi
secara universal untuk semua lapisan masyarakat yang harus diwujudkan pada
tahun 2030 sebagai tenggat waktu kerangka pembangunan global tersebut. Pada
tataran nasional, upaya pencapaian akses air bersih dan sanitasi telah menjadi
perioritas utama pembangunan nasional kita sebagaimana dijabarkan dalam
Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019). Meskipun
akan memerlukan upaya ekstra keras dan terobosan-terobosan yang inovatif,
rencana pembangunan nasional kita telah mengamanatkan pemenuhan akses
unversal untuk air bersih pada sanitasi untuk seluruh masyarakat pada tahun 2019.
(3)

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar


(Stop Buang air besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air
Minum dan Makanan Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan
Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga) akan mempermudah upaya
meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan
mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan
program STBM dimulai dari pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar
Sembarangan (Stop BABS).(4)
Perencanaan tingkat puskesmas disusun untuk mengatasi masalah
kesehatan yang ada diwilayah kerjanya, baik upaya kesehatan wajib, upaya
kesehatan pengembangan. Dari 6 Provinsi yang terdaftar dalam program
STBM yang dicanangkan pemerintah salah satunya adalah desa ODF, Jawa
Barat merupakan salah satu provinsi yang termasuk kedalam program
tersebut. Salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten
Cirebon yang telah menyelenggarakan program Desa ODF, namun
berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon di wilayah
kerjanya yang terdiri dari 40 kecamatan dan 424 desa/kelurahan hanya
terdapat 59 desa/kelurahan yang sudah terverifikasi Desa ODF.(3)
Menurut Chandra (2007), Buang air besar sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, udara, makanan, dan
3

perkembangbiakan lalat. Sesuai dengan model ekologi, ketika lingkungan


buruk akan menyebabkan penyakit. Penyakit yang dapat terjadi akibat
kontaminasi tersebut antara lain tifoid, paratiroid, disentri, diare, kolera,
penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi
gastrointestinal lain, serta infeksi parasit lain.(5)
Hal diatas sesuai dengan 10 besar penyakit yang terdapat di Wilayah
Kerja Puskesmas Cibogo, yang salah satunya adalah diare di nomor 6.
Permasalahan yang terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Cibogo salah
satunya disebabkan karena kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku
buang air besar sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF)
yang masih rendah. Rendahnya kesadaran warga ini juga dipicu karena
masih cukup banyak warga (sekitar 50%) yang hanya berpendidikan SD-
SMP sehingga pengetahuan dan kepedulian masyarakat akan lingkungan
masih sangat kurang.(6) Sampai tahun 2019, diketahui bahwa dari 6 Desa
Cakupan Wilayah Kerja Puskesmas Cibogo (Desa Cisaat, Cibogo,
Karangsari, Cikulak, Cikulak Kidul, dan Ciuyah) hanya terdapat 2 desa
yang dinyatakan sudah terbebas dari Buang Air Besar Sembarangan (BABs)
atau disebut dengan desa ODF.

1.2 Permasalahan
1) Apakah Manajemen Puskesmas sudah berjalan sebagaimana
mestinya?
2) Apakah Wilayah Puskesmas Cibogo sudah melaksanakan Desa
ODF?

1.3 Tujuan
1) Terlaksananya kegiatan Manajemen Puskesmas
2) Terlaksananya Deklarasi Desa ODF

1.4 Manfaat
4

1.4.1 Manfaat Teoritis


- Manfaat Bagi Mahasiswa
1) Terlibat langsung dalampemecahan permasalahan mengenai
kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABs) di
masyarakat
2) Berkontribusi dalam menjadi fasilitator pemicuan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan melakukan
promosi kesehatan lingkungan

1.4.2 Manfaat Praktis


- Manfaat Bagi Puskesmas
1) Sebagai pedoman pelaksanaan Desa ODF di Wilayah Kerja
Puskesmas Cibogo
- Manfaat Bagi Dinas Kesehatan
1) Sebagai bahan membuat kebijakan dalam penganggulangan
penyakit yang disebabkan pembuangan air besar
sembarangan dengan menerapkan Desa ODF
BAB II

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Pengertian BABS
Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation)
termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open
defecation adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di
ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya
dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara
dan air.11,12
2.1.2. Pengertian Tinja
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh
manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di
sepanjang sistem saluran pencernaan. Dalam aspek kesehatan
masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia yang diutamakan adalah
tinja dan urin karena kedua bahan buangan ini dapat menjadi sumber
penyebab timbulnya penyakit saluran pencernaan.13
Tinja mengandung berjuta - juta mikroorganisme yang pada
umumnya bersifat tidak menimbulkan penyakit. Tinja potensial
mengandung mikroorganisme patogen terutama apabila manusia yang
menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan.
Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa dan
cacing.14
Jadi dapat disimpulkan tinja adalah bahan buangan berisi berjuta
– juta mikroorganisme yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses penernaan. Tinja mengandung
mikroorganisme patogen terutama bila manusia yang
menghasilkannya sedang menderita penyakit saluran pencernaan.

5
6

2.1.3. Timbulnya Beberapa Penyakit yang berhubungan dengan


Tinja Manusia oleh Faktor BABS
Penyakit – penyakit infeksi yang berhubungan dengan oral -
fekal transmisi sebenarnya dapat dikontrol dan dicegah melalui
sanitasi yang baik, khususnya sistem pembuangan tinja manusia, hal
ini dikarenakan proses penularan penyakit tersebut dipengaruhi oleh
karakteristik penjamu (imunitas, status gizi, status kesehatan, usia dan
jenis kelamin) dan perilaku penjamu (kebersihan diri dan kebersihan
makanan).14,15
Dari hasil beberapa penelitian disebutkan bahwa terjadinya
infeksi saluran pencernaan berhubungan dan dipengaruhi oleh sanitasi
buruk termasuk perilaku BABS. Diperkirakan 88% kematian akibat
diare di dunia disebabkan oleh kualitas air, sanitasi dan higiene yang
buruk. Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa 90% kematian
akibat diare pada anak karena sanitasi yang buruk, kurangnya akses
air bersih dan tidak adekuatnya kebersihan diri.12
Dari hasil penelitian di Indonesia, keluarga yang BABS berisiko
1,32 kali anaknya terkena diare akut dan 1,43 kali terjadi kematian
pada anak usia dibawah lima tahun. Systematic review tentang faktor
risiko diare di Indonesia menjelaskan bahwa pencemaran SAB
berisiko 7,9 kali dan sarana jamban berrisiko 17,25 kali pada bayi dan
balita.16
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa terjadinya infeksi saluran pencernaan seperti diare yang dapat
menimbulkan kematian sangat berkaitan dengan kualitas air, sanitasi
dan higienitas. Hal ini dikarenakan proses penularan penyakit tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik penjamu (imunitas, status gizi, status
kesehatan, usia dan jenis kelamin) dan perilaku penjamu (kebersihan
diri dan kebersihan makanan).
7

2.1.4. Sanitasi
Pengertian sanitasi adalah suatu usaha dalam mempertahankan
kesehatan agar terhindar dari penyakit infeksi melalui sistem
pembuangan kotoran, penggunaan disinfektan, kebersihan secara
umum, dan menghindari kontaminasi feces dan urin terhadap
makanan dan minuman. Menurut definisi MDG pengertian yang lebih
spesifik mengenai sanitasi yaitu sistem pembuangan tinja manusia
secara aman.17
2.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Buang Air Besar Sembarangan
2.1.5.1. Faktor Host
Menurut teori Health Belief Model faktor sosiodemografi
sebagai latar belakang yang mempengaruhi persepsi terhadap
ancaman suatu penyakit dan upaya mengurangi ancaman penyakit.
Dalam teori PREECEDE – PROCED faktor sosiodemografi
sebagai faktor predisposisi terjadinya perilaku.18
Membuang kotoran dari tubuh manusia termasuk sistem
ekskresi yang fisiologis yang sudah ada sejak manusia dilahirkan.
Belajar mengendalikan pembuangan kotoran, membedakan benar-
salah dan mengembangkan hati nurani adalah beberapa tugas
pekembangan manusia sejak masa bayi dan anak – anak. Seiring
dengan bertambahnya umur maka akan mencapai tingkat
kematangan yang tinggi sesuai dengan tugas perkembangan.19
Teori belajar sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku
adalah proses belajar melalui pengamatan dan meniru yang
meliputi memperhatikan, mengingat, mereproduksi gerak dan
motivasi. Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara
karakteristik pribadi dan karakteristik model, salah satunya adalah
umur. Anak – anak lebih cenderung meniru model yang sama
dalam jangkauannya baik anak yang seusia ataupun orang dekat
yang ada disekitarnya.18
8

Tingkat pendidikan seseorang termasuk faktor predisposisi


terhadap perilaku kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
tingkat pendidikan tidak ada hubungannya dengan pemanfaatan
jamban keluarga. Meskipun pada beberapa penelitian tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan perilaku, namun tingkat
pendidikan mempermudah untuk terjadinya perubahan perilaku,
semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah seseorang untuk
menerima informasi – informasi baru yang sifatnya
membangun.11,12
Status ekonomi seseorang termasuk faktor predisposisi
terhadap perilaku kesehatan. Semakin tinggi status ekonomi
seseorang menjadi faktor yang memudahkan untuk terjadinya
perubahan perilaku. Berdasarkan penelitian penghasilan yang
rendah berpengaruh 4 kali terhadap penggunaan jamban.11
Menurut Mukherjee bahwa keberhasilan menjadi daerah
bebas BABS adanya kesadaran masyarakat untuk membangun
jamban sendiri dengan bentuk gotong – royong, adanya natural
leader dan pemicuan yang melibatkan semua unsur masyarakat.12
Dari pemaparan diatas, faktor host yang dapat mempengaruhi
perilaku BABS adalah teori belajar sosial, faktor pendidikan dan
status ekonomi. Faktor tersebut secara tidak langsung memberikan
perubahan yang besar pada perilaku BABS.

2.1.5.2. Faktor Agen


a. Penggunaan jamban
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa
pengetahuan dan sikap ibu terhadap perilaku buang air besar
(BAB) yang sehat cukup tinggi (90%) dan 93,7% toilet
dipastikan berfungsi dengan baik tetapi 12,2 % keluarga tidak
memakai toilet secara teratur.(19) Penelitian lain menyebutkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan
9

sikap ibu terhadap penggunaan jamban, tetapi dari 196


responden hanya 46,4% yang menggunakan jamban secara
teratur.19
b. Tingkat paparan media
Perubahan perilaku adalah sebuah proses, perilaku tidak
semata - mata perubahan dalam tingkatan atau tataran
behavior namun perubahan dalam tataran pengetahuan atau
pemahaman merupakan sebuah perubahan. Selain faktor
individu ada faktor lain yang mendorong mempercepat
perubahan perilaku yang bisa di jadikan stimulant adalah
munculnya isu di media massa. Hal ini sesuai teori Kultivasi
yang memprediksi dan menjelaskan formasi dan pembentukan
jangka panjang dari persepsi, pemahaman dan keyakinan
mengenai dunia sebagai akibat dari konsumsi pesan – pesan
media.19

2.1.5.3. Faktor Lingkungan


a. Lingkungan Fisik
Secara tradisional manusia membuang kotoranditempat
terbuka yang jauh dari tempat tinggalnya seperti diladang,
sungai, pantai atau tempat terbuka lainya.20
b. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologik bersifat biotik seperti
mikroorganisme, serangga, binatang, jamur,parasit dan lain-
lain yang dapat berperansebagai agen penyakit. Hubungan
dengan manusia bersifat dinamis dimana pada keadaan tertentu
terjadi ketidakseimbangan diantara hubungan tersebut.20
c. Lingkungan Sosial
Penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam menggunakan jamban juga berkontribusi dalam
perubahan perilaku BAB masyarakat.20
10

2.1.6. Lima Pilar STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat )


Lima Pilar STBM terdiri dari:
2.1.6.1. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak
buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan
pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat.
Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan yaitu6 :
a. Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-
bahan yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan
kotoran manusia; dan
b. Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit
pada pemakai dan lingkungan sekitarnya.

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan


penyakit. Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan
oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar
rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri
dari :
- Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi
pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
- Bangunan tengah jamban
Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:
a. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang
saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada
konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat
tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.
11

b. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan
mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem
Pembuangan Air Limbah (SPAL).
- Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai
kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran
atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban,
yaitu6:
a. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi
sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan
urine). Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal
dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar
dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka
dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.
b. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung
limbah padat dan cair dari jamban yang masuk setiap
harinya dan akan meresapkan cairan limbah tersebut ke
dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan
bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara
biologis.

2.1.6.2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)


CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan
menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.6

2.1.6.3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga


(PAMMRT)
12

PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan,


penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan pengelolaan
makanan yang aman di rumah tangga.6

2.1.6.4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga


Tujuan Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah untuk
menghindari penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera
menangani sampah.
Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan
dari material sampah dengan cara yang tidak membahayakan
kesehatan masyarakat dan lingkungan.6

2.1.6.5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga


Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat
rumah tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah
yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan.
Untuk menyalurkan limbah cair rumah tangga diperlukan sarana
berupa sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah
tangga.Limbah cair rumah tangga yang berupa tinja dan urine
disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan sumur
resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang
dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci
tangan disalurkan ke saluran pembuangan air limbah.6

2.1.7. Proses Penularan Penyakit Akibat Buang Air Besar Sembarangan


(BABS)
Transmisi virus, bakteri, protozoa, cacing dan pathogen yang
menyebabkan penyakit saluran pencernaan manusia dapat
dijelaskankan melalui teori ” 4 F “ yaitu Fluids, Fields, Flies dan
Fingers, siklus ini dimulai dari kontaminasi oleh tinja manusia
melalui pencemaran air dan tanah, penyebaran serangga dan tangan
13

yang kotor yang dipindahkan ke makanan sehingga dikonsumsi


oleh manusia. Cara penularan seperti ini disebut fecal - oral
transmission.6
Pada umumnya mikroorganisme patogen menular melalui
sumber (reservoir) ke inang baru melalui beberapa jalan yaitu
kontak langsung dari orang ke orang atau melalui perantara seperti
makanan, air atau vector serangga.6

2.1.8. Pengertian Pemicuan


Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku
higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaraan
sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan
kebiasaan individu atau masyarakat, yang dilakukan dengan
melakukan pertemuan dengan masyarakat selama setengah hari
dengan difasilitasi oleh tim pemicu puskesmas dan desa yang
terdiri lima (5) orang.

2.1.8.1 Pemicuan
a. Kegiatan Pra Pemicuan
Sebelum melakukan pemicuan di masyarakat,
hendaklah Tim pemicuan sudah memiliki informasi dan
data dasar terkait perilaku hidup bersih dan sehat di
masyarakat. Untuk itu sebaiknya sudah melakukan
observasi (peninjauan) maupun diskusi dengan masyarakat
di lokasipemicuan untuk mendapatkan informasi tersebut.
Persiapan ini dilakukan dengan melakukan kunjungan
kepada pemimpin setempat yang akan menjadi lokasi
pemicuan dan menjelaskan secara rinci kegiatan yang akan
dilaksanakan selama proses pemicuan STBM termasuk
proses pemberdayaan masyarakat yang akan dilaksanakan
di lapangan.
b. Langkah Pemicuan
14

Pemicuan awal dilakukan di 4 (empat) dusun terpilih


oleh kader dan tim pemicu desa yang dipimpin oleh tim
pemicu puskesmas. Pada saat pemicuan, mengundang
kepala desa, pemimpin informal dan kepala dusun setempat.
Pelaksanaan pemicuan mengikuti langkah sebagai berikut:
(1) Perkenalan dan Penyampaian Tujuan,(2) Bina Suasana,
(3) Kesepakatan Istilah Tinja, BAB dan Jamban, (4)
Pemetaan, (5) Transek Walk, (6) Simulasi Air
Terkontaminasi, (7) Memicu Perubahan, (8) Kesepakatan
Bersama, dan (9) Rencana Tindak Lanjut. Dalam
melakukan pemicuan perubahan menggunakan (a) Elemen
Malu,(b) Eleman Harga Diri, (c) Elemen Jijik dan Takut
Sakit,(d) Elemen yang Berkaitan dengan Keagamaan, dan
(e)Elemen yang Berkaitan dengan Kemiskinan.
1) Perkenalan dan Penyampaian Tujuan

Pada saat melakukan pemicuan di masyarakat,


terlebih dahulu anggota tim fasilitator memperkenalkan
diri dan menyampaikan tujuannya. Tujuan tim ingin
“melihat” kondisi sanitasi dari kampung tersebut,
jelaskan dariawal bahwa kedatangan tim bukan untuk
memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan.
Tim hanya ingin melihat dan mempelajari bagaimana
kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat
mendapat air bersih,bagaimana masyarakat melakukan
kebiasaan buang air besar, dan lain-lain. Tanyakan
kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim
dengan maksud dan tujuan yang telah disampaikan tadi.
Tujuan Kehadiran Tim adalah:

a) Bersilaturahmi dengan masyakat,


b) Berkenalan,
15

c) Belajar keberhasilan (cari satu/dua keberhasilan


desa) atau spesifik kebanggaan masyarkat.
2) Bina Suasana
Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator
dan masyarakat sehingga proses fasilitasi berjalan
lancar, sebaiknya dilakukan pencairan suasana.
3) Kesepakatan Istilah Tinja, BAB dan Jamban
Agar istilah tinja, BAB & Jamban yang
digunakan betul-betul istilah sehari-hari dan cenderung
bahasakasar sehingga efektif dipakai sebagai bahasa
pemicu.Selanjutnya pada saat itu temukan istilah
setempat untuk“tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB
(ngising, naeng, dll)
4) Pemetaan
Pembuatan peta sanitasi sederhana dilakukan
sendiri oleh masyarakat termasuk wanita, pria dan anak
muda yang difasilitasi oleh Tim Pemicu. Peta harus
berisi informasi tentang batas dusun, rumah yang
mempunyai dan rumah tanpa jamban, jalan, sungai,
sumber air untuk minum, mandi dan mencuci, masalah
sanitasi yang ada. Dalam peta ditunjukkan/ditandai
tempat yang biasanyadigunakan untuk buang air besar,
membuang sampah dan air limbah,Tujuan:
a) Mengetahui / melihat peta wilayah utamanya
berkaitan dengan perilaku BAB masyarakat,
b) Sebagai alat monitoring pada pasca pemicuan,
setelah ada mobilisasi masyarakat.

Alat yang diperlukan:


16

a) Tanah lapang atau halaman,


b) Serbuk putih untuk membuat batas wilayah,
c) Potongan kertas untuk menggambarkan rumah
penduduk,
d) Serbuk kuning untuk menggambarkan kotoran,
e) Spidol,
f) Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk
terhadap sarana sanitasi, (Kalau bahan tersebut
tidak tersedia, bisa diganti dengan bahan lokal
seperti daun, batu, ranting, kayu ataupun bambu.
Mendiskusikan dan menanyakan isi peta kepada
masyarakat tentang tempat/lokasi mana yang
paling kotor, kemudian disusul lokasi kotor
berikutnya, dan seterusnya.
5) Transect Walk
Tujuan: Mengunjungi, melihat dan mengetahui
lokasi yang paling sering dijadikan tempat BAB,
dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana, hal ini
dilakukan sambil mengamati lingkungan, menanyakan
dan mendengarkan,serta mengingat-ingat lokasi tempat
buang air besar, tempat membuang sampah dan air
limbah, juga dilakukan kunjungan ke rumah-rumah
yang sudah memiliki jamban. Mengunjungi keluarga
yang telah mempunyai sumur, menjadi penting untuk
mempelajari apakah jamban dan sumur gali yang
dibangun mempunyai jarak yang cukup, sehingga
sumber air tidak terkontaminasi oleh bakteri dari
jamban. Sangat penting untuk berhenti di lokasi
masyarakat buang air besar sembarangan, membuang
sampah dan air limbah serta meluangkan waktu untuk
diskusi dengan masyarakat di sana, berdiskusi di tempat
17

tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Bagi


orang yang biasa BAB di tempat tersebut akan terpicu
untuk berubah karena merasa malu. Proses:
a) Ajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yang
sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada
hasil pemetaan),
b) Lakukan analisa partisipatf di tempat tersebut,
mendiskusikan alur kontaminasi air dari kotoran
tinja, dan penting juga menbahas air yang sehat
dan membahas bagaimana cara memperoleh air
minum sehat,
c) Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat
tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB di
tempat tersebut.
d) Jika di antara masyarakat yang ikut transect walk
ada yang biasa melakukan BAB di tempat
tersebut,tanyakan: Bagaimana perasaannya,
Berapa lama kebiasaan itu berlangsung, Apakah
besok akan melakukan hal yang sama?
e) Jika diantara masyarakat yang ikut transect walk
tidak ada satupun yang melakukan BAB di
tempat tersebut, tanyakan pula bagaimana
perasaannya melihat wilayah tersebut. Tanyakan
hal yang sama pada warga yang rumahnya
berdekatan dengan tempat yang sering dipakai
BAB tersebut.
f) Jika ada anak kecil yang ikut dalam transect walk
atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu,
tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan
itu? Jika anak-anak kecil menyatakan tidak suka,
ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan
18

itu, yang bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan,


puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya.
6) Simulasi Air Terkontaminasi
Peragaan air yang terkontaminasi tinja dilakukan
oleh fasilitator atau kader dimaksudkan agar
masyarakat memahami dan merasakan ketidak
nyamanan menggunakan air yang sudah
terkontaminasi. Simulasi dengan menggunakan air
dapat dilakukan pada saat transect walk, saat pemetaan
atau pada saat diskusi kelompok lainnya.
Tujuannya adalah mengetahui sejauh mana persepsi
masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan
sehari-hari. Alat yang digunakan:
a) Ember/ gelas/ botol yang berisi air minum,
b) Polutan air (tinja).
c) Rambut atau lidi
7) Proses Simulasi Air Terkontaminasi
a) Cara pertama: Fasilitator / kader mengambil air
dari sungai dengan ember kemudian mencuci
muka dan kumur dengan air tersebut. Salah
seorang peserta diminta untuk memasukkan tinja
ke dalam ember kemudian minta peserta lain
mempergunakan air dalam ember tersebut untuk
membasuh muka dan berkumur.
b) Cara kedua: Fasilitator / kader menunjukan air
botol kemasan atau air minum dalam gelas,
diminta salah seorang minum air tersebut.
Fasilitator mencabut sehelai rambutnya,
menunjukkan kepada semua peserta kemudian
mengoleskan ke salah satu tinja yang sedang
berserakan dikerumuni lalat, dilanjutkan dengan
19

mencelupkan rambut ke dalam air minum. Salah


seorang peserta diminta meminum air tesebut
seperti yang dilakukan sebelumnya. Tunggu
reaksi paserta yang menjadi relawan tadi. Jika
menolak melakukan, tanyakan sebabnya.
Sebetulnya apa yang terjadi sama seperti
kebiasaan perilaku masyarakat selama ini,
berkumur dengan air sungai yang telah tercemar
tinja ataupun minum air yang telah dihinggapi
lalat. Kemudian tanyakan kepada masyarakat
semuanya apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Apakah merekla mau berubah?.
8) Hitung Volume Tinja
Tujuan dari kegiatan ini adalah bersama-sama
dengan masyarakat, melihat kondisi yang ada dan
menganalisisnya, sehingga diharapkan dengan
sendirinya masyarakat dapat merumuskan yang
sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasan
meliputi:
a) FGD untuk menghitung volume/jumlah tinja dari
masyarakat yang BAB di sembarang
tempat/tempat terbuka selama 1 hari, 1 bulan,
dalam 1 tahun dst.
b) FGD tentang privacy, kemiskinan agama, dll

c. Elemen Pemicuan
1) Memicu Perubahan dengan Elemen Rasa Malu

Diskusi untuk memicu perubahan karena rasa


“malu” dengan:
20

a) Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa


melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan
mengapa mereka melakukannya
b) Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika
BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung
sementara kegiatan yang dilakukan dapat dilihat
oleh banyak orang?
c) Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya,
anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat
terbuka dan dapat dilihat oleh orang lain, baik
yang kebetulan melihat secara sengaja atau tidak
sengaja?
d) Apa yang dilakukan perempuan ketika harus
BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang
mendapatkan menstruasi bulanan. Apa yang
dirasakan?
e) Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah
tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?
2) Memicu Perubahan dengan Elemen Harga Diri
Diskusi untuk memicu perubahan karena alasan
meningkatkan “harga diri”dengan:
a) Menumbuhkan kebanggaan karena telah
mempunyai jamban dan telah melaksanakan Stop
BABS.
b) Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah
kebiasaan BABS dengan melaksanakan Stop
BABS.
c) Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun
dan menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
21

d) Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang


sangat dihormatinya mau numpang BAB dan
ternyata nggak punya jamban atau
e) Tanyakan perasaan mereka, bahwa banyak orang
yang lebih miskin darinya sudah mau berubah
atau sudah punya jamban? atau
f) Tanyakan perasaan mereka, bahwa dirinya tidak
lebih baik dari kucing dalam hal BAB.
3) Memicu Perubahan dengan Elemen Rasa jijik dan
Takut Sakit
Diskusi untuk memicu perubahan karena rasa
“jijik” dan “takut sakit”:
a) Ajak masyarakat untuk menghitung kembali
jumlah “tinja di kampungnya”, dan kemana
perginya tinja tersebut,
b) Jika dalam diagram alir terdapat pendapat
masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media
penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing
tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi kaki
lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan
terbang kemana-mana dengan membawa kotoran
di kakinya, dan bagaimana menjamin bahwa
makanan di rumah tidak dihinggapi lalat, dsb.
c) Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian
tanyakan rumah mana saja yang pernah terkena
diare (2-3 tahun yang lalu), berapa biaya yang
dikeluarkan untuk berobat, adakah anggota
keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal
karena diare, bagaimana perasaan bapak/ibu atau
anggota keluarga lainnya.
d) Apa yang dilakukan kemudian?
22

4) Memicu Perubahan dengan Elemen Berkaitan


dengan Keagamaan

Diskusi untuk memicu perubahan karena alasan


yang berkaitan dengan “keagamaan”:

a) Bisa dengan mengutip hadist atau ayat serta


pendapat para alim ulama yang relevan dengan
larangan atau dampak buruk dari melakukan
BAB sembarangan, seperti orang yang biasa
membuang air (besar) di air yang mengalir
(sungai/kolam), di jalan dan di bawahpohon
(tempat berteduh),
b) Bisa dengan mengajak masyarakat untuk
mengingat hukum agama berkaitan dengan
menghilangkan “najis”. Tanyakan air apa yang
selama ini digunakan masyarakat? Apakah benar-
benar bebas dari najis?
c) Apa yang akan dilakukan kemudian?
5) Memicu Perubahan dengan Elemen Berkaitan
dengan Kemiskinan
Diskusi untuk memicu perubahan karena alasan
yang berkaitan dengan “kemiskinan”: Diskusi ini
biasanya berlangsung ketika sebagian masyarakat
sudah terpicu dan ingin melakukan perubahan,
namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk
membangun jamban.
a) Apabila masyarakat mengatakan bahwa
membangun jamban itu perlu dana besar,
fasilitator bisa menanyakan apakah benar jamban
itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan
alternatif yang paling sederhana).
23

b) Apabila masyarakat tetap beralasan mereka


miskin untuk bisa membangun jamban (meskipun
dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator
bisa mengambil perbandingan dengan masyarakat
yang “jauh lebih miskin” namun tetap berupaya
untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang
tempat.
c) Apabila masyarakat masih mengharapkan
bantuan, tanyakan kepada mereka: tanggung
jawab siapa masalah tidak BAB Sembarangan
ini? Apakah untuk BAB di tempat yang benar
saja kita harus menunggu diurus oleh pemerintah
dan minta bantuan orang lain?
6) Kesepakatan Bersama
a) Membangun komitmen masyarakat yang mau
berubah: kapan akan merealisasikan
keinginannya untuk berubah.
b) Membuat kesepakatan membentuk komite
masyarakat yang akan mempelopori
pembangunan jamban di komunitasnya.
c) Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk
menuliskan komitmen / kesanggupan mereka
untuk mulai membangun jamban.
d) Minta kepada masyarakat yang terpicu: kapan
hasil pembangunan jamban mereka dapat dilihat
oleh kepala dusun atau pimpinan yang lain.
e) Menyepakati bersama, peserta yang pertama kali
menyatakan keinginan untuk tidak melakukan
BAB sembarangan ditunjuk sebagai pimpinan
informal mereka atau sebagai “natural leader”
24

untuk menggalang dan mempengaruhi


masyarakat yang lain di sekitarnya,
f) Pemimpin informal bersama dengan masyarakat
akan membuat rencana kerja, difasilitasi oleh tim
pemicu desa dan tim pemicu puskesmas dalam
rangka meningkatkan sanitasi lingkungan.
d. Pertemuan Pleno di Kantor Desa untuk Menyusun Rencana
Tindak Lanjut
1) Mengundang 4 - 5 orang dari masing-masing
dusun yang telah dipicu ke kantor desa untuk
presentasi hasil pemicuan sebelumnya. Pemicuan
ulang sering bermanfaat dilakukan untuk
memperkuat semangat perubahan masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut, mengundang kepala
desa, pemimpin informal dan kepala dusun/RW.
Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membuat
Rencana Aksi masing-masing dusun dan
membentuk komite masyarakat. Panitia yang
disebut “Tim Pemberantas BABS Dusun “ untuk
tingkat dusun dan sekaligus membentuk Komite
Desa dan Komite Dusun seperti “Tim Pemberantas
BABS Tingkat Desa “ (atau bahasa setempat yang
lebih mereka pahami) untuk menjadikan desa SBS.
Tim Pemberantas BABS Dusun bekerja di
dusun/RW mereka dan Tim Pemberantas BABS
Desa bekerja dibantu Tim Pemicu STBM Desa,
2) Kader desa dan tim pemicu desa menyusun
kesepakatan untuk memicu dusun-dusun lainnya
(di luar empat dusun awal yang telah ditentukan).
Selama memicu, mereka diharapkan mengundang
25

kepala desa, pemimpin informal dan kepala dusun/


RW dan tokoh masyarakat,
3) Kader dan Tim Pemicu Desa bersama dengan
dukungan Tim Pemberantas BABS Desa memicu
dusun selebihnya sampai menjadi ODF, mereka
bisa berbagi pengalaman dan menunjukkan
manfaat hidup dilokasi yang sudah SBS,
4) Ditargetkan dalam waktu satu tahun, desa yang
sudah dipicu akan menjadi desa SBS, masyarakat
tidak ada lagi yang BAB Sembarangan.

2.1.8.2 Pasca Pemicuan


Pasca pemicuan merupakan tindak lanjut kegiatan pemicuan dan
harus dilaksanakan segera setelah pemicuan. Tujuan dari kegiatan
pasca-pemicuan adalah untuk memastikan dilaksanakanya rencana
kerja SBS masyarakat. Teknis kegiatan pasca pemicuan ini antara lain
adalah:
a. Membangun ulang komitmen masyarakat
Membangun ulang komitmen masyarakat dimaksudkan
untuk meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan
rencana kegiatan yang mereka susun pada saat membuat
komitmen saat pemicuan. Membangun komitmen ini diawali
dengan mempersilahkan kepada wakil masyarakat untuk
mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan
rencana aksi mereka ke depan. Rencana aksi SBS akan
meliputi daftar keluarga dengan kondisi jamban dan peta dusun
yang menunjukkan lokasi rumah memiliki jamban dan fasilitas
cuci tangan, mendorong para kader dan tim pemicu desa untuk
selalu memperbarui peta. Selanjutnya perlu melakukan
penegasan-penegasan untuk meningkatkan motivasi
masyarakat dalam upaya pencapaian desa bebas dari BAB
26

Sembarangan. Hasil komitmen diserahkan oleh perwakilan


kelompok masyarkat kepada pimpinan yang berwenang di
daerah untuk dilakukan tindak lanjut sesuai dengan rencana.
Diharapkan pemerintah daerah dan desa dapat menindak
lanjuti dan memfasilitasi masyarakat dalam melakukan
kegiatan dengan mengintegrasikan rencana aksi masyarakat
membebaskan warga dari BABS ke dalam pembangunan desa
melalui dukungan dana desa.
b. Pendampingan dan monitoring
Pendampingan oleh kader, tim pemicu desa dan tim
pemicu puskesmas dilaksanakan untuk membantu masyarakat
malaksanakan komitmen yang telah dibangun oleh mereka
bersama. Aksi yang dilaksanakan adalah mendorong upaya
individu masyarakat merubah perilaku tidak lagi BAB
sembarangan. Dalam upayanya, masyarakat membutuhkan
bantuan mitra untuk mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapinya. Tim pemicu desa, sanitarian dan tim pemicu
puskesmas perlu mendampingi masyarakat secara
berkelanjutan untuk mewujudkan keinginan masyarakat
mempunyai jamban sehat.
c. Pilihan teknologi sanitasi
Masyarakat perlu memahami tangga sanitasi untuk
memilih praktik BAB yang diinginkan. Perilaku tangga
sanitasi terendah adalah di mana masyarakat melakukan BAB
sembarangan yang kemudian ditangga berikutnya adalah
perilaku yang lebih sehat sampai tangga teratas di mana
masyarakat sudah mempraktekkan perilaku sehat secara
permanen. Konsekuensi dari perkembangan perilaku ini
masyarakat membutuhkan sarana sanitasi seperti jamban sehat
sesuai tingkatanya.
d. Membangun jejaring dan layanan penyediaan sanitasi
27

Masyarakat yang sudah terpicu dan mau berubah akan


membutuhkan sarana sanitasi yang sehatdan layak. Tidak
semua masyarakat memiliki akses dan kemampuan keuangan
untuk menyediakan sarana sanitasi yang dibutuhkannya.
Wirausaha sanitasi diundang untuk menyediakan pilihan
sarana sanitasi yang dibutuhkan masyarakat dengan proses
pembiayaan yang juga sesuai dengan kemampuan masyarakat.
Disamping itu perlunya membangun jejaring untuk
mensinergikan potensi-potensi yang ada di masyarakat dengan
harapan:
1. Wirausaha sanitasi dan masyarakat memperoleh kemudahan
mendapatkan fasilitas pinjaman dari lembaga kredit
2. Kuatnya kerjasama antar wirausaha sanitasi melalui asosiasi
dalam melayani masyarakat akan kebutuhan fasilitas
sanitasi
3. Terjadinya kesempatan masyarakat dan komite saling
belajar kisah sukses desa lain dalam memfasilitasi
masyarakat merubah perilaku mau BAB di jamban.
4. Masyarakat dan komite terdorong mempersiapkan
wilayahnya menjadi SBS dan siap diverifikasi.
e. Usaha Kesehatan Sekolah
Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di Puskesmas
harus mendapat perhatian khusus bagi sanitarian dalam
membangun kesadaran STBM di kalangan siswa, guru dan
masyarakat sekolah pada pasca pemicuan. Melakukan kegiatan
pemicuan kepada guru dan siswa diharapkan dapat menambah
motivasi siswa menganjurkan orang tua, kerabat dan teman
untuk melakukan praktek buang air besar secara aman,
membangun kakus dan melakukan cuci tangan pakai sabun.
28

f. Media promosi untuk perubahan perilaku yang


berkelanjutan
Perubahan perilaku perlu terus dipromosikan agar
masyarakat tetap mempraktikkan budaya perilaku hidup bersih
dan sehat, setelah masyarakat terbiasa, masyarakat akan
otomatis terus berperilaku yang lebih baik tersebut, namun
dalam jangka panjang jika perubahan perilaku tidak terus
dipromosikan sangat mungkin sekali masyarakat akan lupa dan
kembali ke praktik perilaku tidak sehat. Promosi bisa
dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui iklan,
penyebaranmedia komunikasi, ataupun melalui kegiatan-
kegiatan formal dan informal di masyarakat.
g. Peran berbagai pelaku selama paska pemicuan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Kader Desa: melakukan pendampingan masyarakat dengan
melakukan pemantauan, advokasi dalam rangka
pembangunan jamban dan fasilitas cuci tangan di dekat
jamban,
2. Sanitarian: selalu melakukan advokasi ke kepala desa /
sekolah, pendampingan kader selama pasca-pemicuan dan
memberikan pilihan teknologi yang tepat, menghubungkan
masyarakat dengan pengusaha sanitasi dan / atau lembaga
kredit mikro, melakukan verifikasi keluarga SBS dan
pelaporan, membantu pemimpin desa dan upacara deklarasi
SBS,
3. Petugas Pengelola Gizi: bekerja sama dengan sanitarian
melakukan kunjungan rumah memberi pendidikan tentang
perbaikan perilaku gizi mengkaitkan dengan kegiatan
pemicuan STBM,
4. Bidan Desa: menjadi penghubung awal dan membantu
sanitarian melakukan advokasi kepada kepala desa/sekolah,
29

membantu kader dan sanitarian untuk memotivasi


masyarakat membangun jamban yang dilengkapi dengan
fasilitas cuci tangan, menyadarkan secara aktif tentang
STBM kepada ibu-ibu hamil di posyandu, melakukan
kunjungan rumah dan membantu para kader melakukan
pemantauan paska pemicuan, dan menjadi anggota
verifikasi SBS,
5. Tim Pemicuan Desa: mengatur pemicuankepada dusun
yang tidak menerima pemicuan awal, melakukan kunjungan
dusun di desanya yang belum SBS, melakukan advokasi
kepada pimpinan dusun dan mengajak membangun jamban
dengan fasilitas cuci tangan dan membantu verifikasi SBS,
6. Kepala desa: menjadi penghubung awal dan menegakkan
aturan-aturan SBS yang disepakati selama pemicuan,
mengadakan acara pertemuan dengan masyarakat dalam
promosi SBS, dan mengundang wirausaha sanitasi untuk
menawarkan jasa dan bangunan jamban kepada masyarakat,
menghubungkan masyarakat dengan lembaga lembaga
keuangan mikro, mengatur deklarasi dan upacara SBS
dengan pemimpin pemerintahan serta sanitarian,
7. Keluarga SBS dan siswa sekolah SBS: Sekolah dan guru
sekolah dapat mempengaruhi perilaku sanitasi orang tua
melalui siswa dalam pengambilan keputusan. Ketika
sekolah dipicu, anak-anak bisa menjadi relawan untuk
berperan aktif dalam mempengaruhi perilaku masyarakat.
Keluarga yang sudah SBS dapat mengajak keluarga lain
untuk mengikuti jejaknya membuat jamban.
8. Wirausaha Sanitasi: wirausaha sanitasi bersama dengan
tukang batu, penjual cetakan jamban, tukang kayu dan lain-
lain pelaku sektor swasta dapat menyediakan jamban murah
yang terjangkau, fasilitas cuci tangan dan solusi
30

pembuangan air limbah. Idealnya dengan kemampuan


memasarkan barang dan jasa, mereka dapat bekerja secara
efektif. Bisa juga menawarkan kredit atau rencana
pembayaran yang menarik,
9. Lembaga kredit mikro: menyediakan model khusus
pinjaman hemat atau pinjaman peluang lain yang
memungkinkan keluarga untuk bisa membeli produk
sanitasi yang diperlukan untuk menjadikan mereka keluarga
SBS.

2.1.8.3 Pelaporan Kegiatan Paska Pemicuan


Pelaporan kegiatan pemicuan yang difasilitasi melalui program
dan kegiatan rutin paska pemicuan di dusun dituangkan pada format
tertentu. Hasil analisa perkembangan pelaporan disampaikan ke
pertemuan berkala pemerintah desa disamping disampaikan kepada
sanitarian/ tenaga sanitasi puskesmas untuk dimasukkan ke dalam
server data based STBM.

2.2. Profil Puskesmas


2.2.1. Dasar Hukum, Visi dan Misi
2.2.1.1. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara


Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN )
2. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintahaan Pusat dan Daerah
3. Undang – Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4. Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
6. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah
7. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2000 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
31

8. Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas Kinerja


Instansi Pemerintah
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 75 tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat

2.2.1.2. Visi Puskesmas Cibogo


Menjadikan Puskesmas yang Terdepan dalam Memberikan
Pelayanan yang Bermutu untuk Mewujudkan Masyarakat Kecamatan
Waled yang Sehat dan Mandiri

2.2.1.3. Misi Puskesmas Cibogo


1. Meningkatkan Kerjasama Lintas Sektoral
2. Meningkatkan Sarana dan Prasarana sesuai dengan peraturan yang
berlaku
3. Mengembangkan SDM yang Kompeten sesuai kebutuhan
4. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi masyarakat
5. Memberikan pelayanan sesuai standar

2.2.2. Data Geografi


Puskesmas Cibogo berdiri pada tahun 1976 yang pada awalnya
adalah sebagai Puskesmas Pembantu yang masuk wilayah kerja
Puskesmas Waled Kabupaten Cirebon dengan nama Pustu Cibogo. Pustu
Cibogo awal kali terbentuk menempati satu ruangan di kantor desa
Cibogo dan hanya mempunyai 2 orang karyawan, 1 orang perawat dan 1
orang pekarya kesehatan.
Pada tahun 1988, Pustu Cibogo mulai dibangun dan menempati
bangunan yang ada di atas tanah yang sekarang ditempati. Pada awalnya,
Pustu Cibogo hanya melayani pasien sakit dan pemeriksaan kehamilan.
Dengan perkembangan waktu dan semakin banyaknya jumlah penduduk,
maka pada tahun 1993, Pustu Cibogo mulai berubah menjadi Puskesmas
Cibogo dengan manajemen tersendiri terlepas dari Puskesmas Waled.
32

Pada awalnya wilayah kerja Puskesmas Cibogo mempunyai 9 desa


binaan, antara lain Desa Cisaat, Desa Cibogo, Desa Cikulak, Desa
Cikulakkidul, Desa Karangsari, Desa Mekarsari, Desa Gunungsari, Desa
Ambit dan Ciuyah, sampai dengan tahun 2005, karena ada kebijakan
pemekaran wilayah kecamatan, maka sejak tahun 2005 sampai dengan
sekarang dari 9 Desa Binaan, 3 desa binaan terlepas dari wilayah
Puskesmas Cibogo, yaitu Desa Gunungsari, Mekarsari dan Ambit yang
sekarang menjadi wilayah binaan Puskesmas Waled.
2.2.3.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Cibogo
Letak wilayah Puskesmas Cibogo yang berada di Kabupaten Cirebon
dapat dilihat pada gambar ini.

Gambar 2.1
Peta Wilayah Kerja Puskesmas Cibogo

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa letak wilayah kerja


Puskesmas Cibogo barada di wilayah timur Kabupaten Cirebon. Jarak
dari Ibu Kota Kabupaten sekitar 40 Kilometer. Secara umum Puskesmas
Cibogo merupakan dataran rendah, terdiri dari areal persawahan,
33

perkebunan dan sebagian ada perbukitan yaitu di Desa Ciuyah yang


berbatasan dengan Kabupaten Kuningan.
Karena terletak di dataran rendah, suhu terasa cukup panas dan
kelembaban yang tinggi sehingga resiko terjadi penyakit kulit akibat
jamur cukup tinggi. Selain itu dari pemetaan bencana, resiko terjadinya
bencana cukup tinggi, karena hampir seluruh desa wilayah Puskesmas
Cibogo dialiri sungai dan anak sungai Ciberes serta aliran irigasi, dan
adanya tanah persawahan yang lapang serta adanya perbukitan. Resiko
bencana yang mungkin terjadi adalah banjir, angin puting beliung, dan
tanah longsor.
Puskesmas Cibogo terletak di wilayah timur kabupaten Cirebon,
tepatnya berada di desa Cibogo Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon.
Adapun batas wilayah kerja Puskesmas adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan desa Serang, wilayah Kerja Puskesmas


Gembongan,
b. Sebelah barat berbatasan dengan desa Jatipiring, wilayah kerja Puskesmas
Kubangdeleg,
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Ambit, wilayah kerja Puskesmas
Waled,
d. Sebelah timur berbatasan dengan desa Pabuaran, wilayah kerja Puskesmas
Pabuaran.
Secara umum kecamatan Waled terbentuk dari 12 Desa wilayah kerja,
namun untuk wilayah kerja Puskesmas Cibogo hanya 6 Desa Wilayah Binaan. 6
desa tersebut adalah Desa Cisaat terletak di paling barat wilayah kerja, Desa
Cibogo terletak sebelah utara, Desa Cikulak terletak di sebelah timur wilayah
kerja Puskesmas, Desa Cikulakkidul dan Karangsari yang berada di tengah
wilayah kerja Puskesmas Cibogo serta Desa Ciuyah yang berada di sebelah
selatan dan berbatasan dengan Desa Cidahu Kabupaten Cirebon.
2.2.3. Keadaan Demografis

Tabel 2.1
Gambaran Wilayah Kerja UPT Puskesmas Cibogo Menurut Kriteria Desa, Luas Wilayah,
Waktu Tempuh,RT/RW,Jumlah Rumah dan Jumlah KK Tahun 2017
34

Waktu Jumlah
Jarak
Desa Tempuh
Desa Luas Ke
Gondok Ke Jumlah Jumlah
No Desa Terting Wilayah Puskes
Endemi Puskes R Rumah KK
gal (KM2) mas RT
k mas W
(Meter)
(Menit)
1 Cisaat 0 0 1,7 1.000 5 25 6 1.189 1.224
2 Cibogo 0 0 1,5 0 0 20 6 1.048 1.084
3 Cikulak 0 0 1,7 1.000 5 17 7 1.351 1.720
4 Cikulakkidul 0 0 1,5 1.500 8 39 10 1.268 1.920
5 Karangsari 0 0 1,6 3.000 15 14 5 950 950
6 Ciuyah 0 0 2,5 3.500 20 27 8 1.753 1.874
Jumlah 0 0 10,5 142 42 7.559 8.772

Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 6 desa yang terdekat adalah desa
Cibogo, dan desa terjauh adalah desa Ciuyah. Selain itu Desa Ciuyah
merupakan desa yang mempunyai wilayah terluas dan dengan jumlah rumah
terbanyak. Jumlah KK terbanyak ada di Desa Cikulakkidul.

2.2.3.1. Data Kesakitan


Data kesakitan yang ada di Puskesmas Cibogo selama Tahun 2017
yang tercatat dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2
Data 10 Besar Penyakit Di Puskesmas Cibogo
Tahun 2017
No. JENIS PENYAKIT ICD JUMLAH
Gastritis tidak
K 29.7 1521
terspesifikasi
ISPA J 06 1016
Nasopharingitis Akut J 00 934
Pharingitis Akut J 02 652
Dermatitis Lain L 30 472
35

Diare A 09.1 422


Mialgia M 79.1 341
Tanda dan gejala lain R 68 288
Hipertensi I 10 266
Demam R 50 250

Tabel 2.2 menunjukkan bahwa Gastritis (K29.7) merupakan kasus yang


paling tinggi di Puskesmas Cibogo, disusul dengan penyakit ISPA. Mayoritas
penderita Gastritis dan Myalgia merupakan kunjungan lama yang berulang.
Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lebih menyeluruh kepada penderita
tersebut latar belakang serta penyebab sakitnya.

2.3. Program Kegiatan

Untuk mencapai visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni


terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) yang keduanya jika di tinjau dari sistem kesehatan nasional
merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Upaya tersebut di kelompokkan menjadi dua yaitu:
2.3.1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai
daya ungkit tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.Upaya
kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di
wilayah Indonesia. Upaya Kesehatan Wajib tersebut adalah :
1. Pengobatan
a. Pengobatan dan Perawatan
1) Kunjungan rawat jalan umum
2) Kunjungan rawat jalan gigi
b. Pemeriksaan laboratorium.
c. Pemeriksaan penunjang medik(fisioterapi)
2. KIA/KB
a. Kesehatan maternal dan Neonatal
b. Upaya kesehatan balita dan anak pra sekolah
36

c. Pelayanan KB
3. Gizi
4. Perkesmas
a. Pembinaan keluarga atau kelompok khusus
b. Jumlah penanganan tindak lanjut penderita
c. Penanganan khusus(penderita)
d. Kegiatan asuhan keperawatan pada keluarga
e. Pemberdayan dalam upaya kemandirian pada keluarga lepas
asuhan
f. Pemberdayan dalam upaya kemandirian pada kelompok lepas
asuhan

5. P2M
a. TB paru
b. Malaria
c. Kusta
d. Pelayanan imunisasi
e. Diare
f. ISPA
g. DBD
h. Pencegahan dan Penanggulan PMS dan HIV / AIDS
i. Sistem kewaspaaan dini
6. Kesehatan Lingkungan
a. Penyehatan air
b. Hygiene dan sanitasi makan dan minuman
c. Penyehatan tempat pembuangan sampah dan limbah
d. Penyehatan lingkungan, pemukiman dan jamban keluarga
e. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum dan industri rumah
tangga
f. Pengamanan tempat pengelolaan pestisida
g. Pengendalian vektor
37

2.3.2. Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di
masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.
Upaya kesehatan pengembangan di pilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada yaitu :
1. UKS
2. PKM
Kampanye perilaku hidup bersih dan sehat pada sasaran tatanan.
a. Rumah tangga
b. Institusi pendidikan(sekolah)
c. Tempat-tempat umum(TTU)
d. Tempat kerja.
3. Laboratorium
4. Upaya kesehatan usia lanjut
5. Upaya kesehatan mata/pencegahan kebutaan
6. Upaya kesehatan telinga/pencegahan gagguan pendegaran
7. Kesehatan jiwa
8. Kesehatan olahraga
9. Pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi

2.4 Penilaian Cakupan Pelayanan Upaya Kesehatan Wajib dan Pengembangan


Tabel 2.3
Pencapaian UKM Esensial PKM Cibogo Tahun 2018

TARGET
KESENJANGA
NO KEGIATAN SASARAN BULAN CAKUPAN
N
LAPORAN
∑ satuan ∑ % ∑ % ∑ %
I. UPAYA KESEHATAN WAJIB
A. UPAYA PROMOSI KESEHATAN
1. PROMOSI KESEHATAN DALAM GEDUNG
a. Cakupan Komunikasi 22.634 1.132 5,00 125 0,11 1107 4,89
38

Interpersonal dan Konseling


(KIP/K)
Cakupan Penyuluhan kelompok 96 100,00 60 62,5
oleh petugas di dalam gedung
b Puskesmas 96 36 37,5
Cakupan Institusi Kesehatan 2 100,00 2 50,00
d ber-PHBS 2 -50
2. PROMOSI KESEHATAN LUAR GEDUNG
Cakupan Pengkajian dan 3.864 65,00 1.260 32,60
Pembinaan PHBS di Tatanan
a Rumah Tangga 2.512 1252 32,4
Cakupan Pemberdayaan 360 100,00 250 69,4
Masyarakat melalui Penyuluhan
Kelompok oleh Petugas di
b Masyarakat 360 110 30,6
Cakupan Pembinaan UKBM 30 65,00 6 20,00
dilihat melalui persentase (%)
c Posyandu Purnama & Mandiri 20 14 45,0
Cakupan Pembinaan 6 60,00 3 50,00
Pemberdayaan Masyarakat
dilihat melalui Persentase (%)
Desa Siaga Aktif (untuk
Kabupaten)/ RW Siaga Aktif
(untuk kota) 4 1 10,0
Cakupan Pemberdayaan 3.864 60,00 1.500 38,81
Individu/ Keluarga melalui
e Kunjungan Rumah 2.318 818 21,19
- 28,66 29
B. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
Cakupan Pengawasan Rumah 7.088 80,00 5.197 91,30
1 Sehat 5.670 11
Cakupan Pengawasan Sarana 7.015 80,00 7.015 92,61
2 Air Bersih 5.612 13
Cakupan Desa ODF 6 100 2 33,3

3 6 66,67
4 Cakupan Pengawasan Jamban 22.743 17.057 75,00 21.999 83,31 8
5 Cakupan pengawasan SPAL 19.158 15.326 80,00 14.943 77,99 383 2,01
6 Cakupan Pengawasan Tempat- 125 94 75,00 92 73,6 2 1,4
39

Tempat Umum (TTU)


Cakupan Pengawasan Tempat 199 75,00 144 72,36
7 Pengolahan Makanan (TPM) 149 5 2,64
8 Cakupan Pengawasan Industri 36 27 75,00 22 61,11 5 13,89
Cakupan Kegiatan Klinik 1.772 25,00 89 5,022
9 Sanitasi 443 354 19,97
- 63,01 63
C. UPAYA KIA & KB
1. KESEHATAN IBU
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil 663 96,60 695 95,06
a K4 640 -2
Cakupan Pertolongan Persalinan 632 100,00 697 101,10
b oleh Tenaga Kesehatan 632 1
Cakupan Komplikasi Kebidanan 633 100,00 269 167,97
c yang ditangani 633 68
d Cakupan Pelayanan Nifas 632 578 91,40 699 103,45 12
2. KESEHATAN ANAK
Cakupan Kunjungan Neonatus 1 618 91,40 702 105,14
a (KN1) 565 14
Cakupan Kunjungan Neonatus 618 91,40 692 104,02
b Lengkap (KN Lengkap) 565 13
Cakupan Neonatus dengan 124 91,40 87 70,16
c Komplikasi yang ditangani 113 26 21,24
d Cakupan Kunjungan Bayi 603 557 92,40 724 111,84 19
e Cakupan Pelayanan Anak Balita 2.395 1.954 81,60 2.251 83,75 2
3. KELUARGA BERENCANA
a Cakupan Peserta KB Aktif 6.849 5.137 75,00 5.630 78,95 4
- 103,84 104
D. UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
1 Cakupan Keluarga Sadar Gizi 120 120 100,00 120 2,74 -97
2 Cakupan Balita Ditimbang (D/S) 2.942 2.486 84,50 2.619 83,47 -1
Cakupan Distribusi Kapsul 636 89,50 636 100,00
Vitamin A bagi Bayi (6-11
3 bulan) 569 11
Cakupan Distribusi Kapsul 2.106 89,50 2.106 97,81
Vitamin A Bagi Anak Balita
4 (12-59 bulan) 1.885 8
Cakupan Distribusi Kapsul 633 89,50 706 103,00
5 Vitamin A bagi Ibu Nifas 567 13
Cakupan Distribusi Tablet Fe 90 663 97,50 695 95,06
6 tablet pada ibu hamil 646 -2
40

Cakupan Distribusi MP- ASI 178 100,00 178 -


7 Baduta Gakin 178 -100
Cakupan balita gizi buruk - - -
8 mendapat perawatan - 0
9 Cakupan ASI Eksklusif 287 135 47,00 49 17,07 86 29,93
- 56,62 57
E. UPAYA PENCEGAHAN & P2M
1. PELAYANAN IMUNISASI DASAR
a Cakupan BCG 604 592 98,00 661 100,16 2
b Cakupan DPTHB 1 604 592 98,00 656 96,55 -1
c Cakupan DPTHB 3 604 544 90,00 654 99,01 9
d Cakupan Polio 4 604 544 90,00 624 88,82 -1
e Cakupan Campak 604 544 90,00 673 94,90 5
2. PELAYANAN IMUNISASI LANJUTAN
a Cakupan BIAS DT 694 659 95,00 685 99,29 4
b Cakupan BIAS TT 579 550 95,00 566 99,82 5
c Cakupan BIAS Campak 694 659 95,00 675 97,51 3
Cakupan Pelayanan Imunisasi 664 90,00 604 82,26
d Ibu Hamil TT2+ 598 -8
Cakupan Desa/ Kelurahan 6 80,00 6 100,00
Universal Child Immunization
e (UCI) 5 20
Cakupan Sistem Kewaspadaan 52 95,00 52 100,00
f Dini 49 5
Cakupan Surveilans Terpadu 12 90,00 12 100,00
g Penyakit 11 10
h Cakupan Pengendalian KLB 2 2 100,00 2 100,00 0
3 PENEMUAN DAN PENANGANAN PENDERITA PENYAKIT
Cakupan Penderita Peneumonia 132 86,00 87 65,90
a Balita 114 27 20,1
Cakupan Penemuan Pasien baru 36 100,00 39 111,76
b TB BTA Positif 36 12
Cakupan Kesembuhan Pasien 96 100,00 19 100,00
c TB BTA Positif 96 0
Cakupan Penderita DBD yang 1 100,00 1 100,00
d ditangani 1 0
Cakupan Penemuan Penderita 516 75,00 385 100,00
e Diare 387 25
94,10

- 94
41

F. UPAYA PENGOBATAN
1 Kunjungan Rawat Jalan 1.408 1.408 100,00 1.654 160,67 61
2 Kunjungan Rawat Jalan Gigi 1.127 1.127 100,00 798 100,00 0
Cakupan jumlah seluruh 18.631 20,00 1.692 108,82
Pemeriksaan Laboratorium
3 Puskesmas 3.726 89
Cakupan Jumlah Pemeriksaan 1.692 18,00 301 17,78
4 Laboratorium yang dirujuk 305 4 0,22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Alternatif Pemecahan Masalah


3.1.1. Perencanaan Pemecahan Masalah yang Dipilih (P1)

3.1.1.1. Analisis Situasi Masalah


Definisi masalah menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1995) berarti kata yang digunakan untuk
menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari
hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan
situasi yang membingungkan. Menurut Arikuntoro masalah
adalah :
1. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan
kenyataan.
2. Masalah adalah perbedaan antara kondisi sekarang dan
kondisi yang diharapkan.
3. Masalah adalah hasil dari kesadaran bahwa kondisi yang
sekarang terjadi belumlah sempurna.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas
Cibogo pada tahun 2018, maka dapat ditentukan beberapa
permasalahan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Persentase Kesenjangan Program


No Indikator Sasaran Target Cakupan Kesenjangan
Jml % Jml % Jml %
Promosi Kesehatan
1 Cakupan Komunikasi 22.634 1.132 5,00 125 0,11 1.007 4,89
Interpersonal dan Konseling
(KIP/K)
2 Cakupan Penyuluhan kelompok 96 96 100,00 60 62,5 36 37,5
oleh petugas di dalam gedung
Puskesmas
3 Cakupan Pengkajian dan 3.864 2.512 65,00 1.260 32,60 1.252 32,4
Pembinaan PHBS di Tatanan

42
43

Rumah Tangga
4 Cakupan Pemberdayaan 360 360 100,00 250 69,4 110 30,6
Masyarakat melalui Penyuluhan
Kelompok oleh Petugas di
Masyarakat
5 Cakupan Pembinaan UKBM 30 20 65,00 6 20,00 14 45,00
dilihat melalui persentase (%)
Posyandu Purnama & Mandiri
6 Cakupan Pembinaan 6 4 60,00 3 50,00 1 10,00
Pemberdayaan Masyarakat
dilihat melalui Persentase (%)
Desa Siaga Aktif (untuk
Kabupaten)/ RW Siaga Aktif
(untuk kota)
7 Cakupan Pemberdayaan 3.864 2.318 60,00 1.500 38,81 818 21,19
Individu/ Keluarga melalui
Kunjungan Rumah
Upaya Kesehatan
Lingkungan
8 Cakupan Desa ODF 6 6 100,00 2 33,33 4 66,67
9 Cakupan pengawasan SPAL 19.158 15.326 80,00 14.943 77,99 383 2,01
10 Cakupan Pengawasan Tempat- 125 94 75,00 92 73,6 2 1,4
Tempat Umum (TTU)
11 Cakupan Pengawasan Tempat 199 149 75,00 144 72,36 5 2,64
Pengolahan Makanan (TPM)
12 Cakupan Pengawasan Industri 36 27 75,00 22 61,11 5 13,89
13 Cakupan Kegiatan Klinik 1.772 443 25,00 89 5,022 354 19,97
Sanitasi
Upaya KIA & KB
14 Cakupan Neonatus dengan 124 113 91,40 87 70,16 26 21,24
Komplikasi yang ditangani
16 Cakupan ASI Eksklusif 287 135 47,00 49 17,07 86 29,93
Penemuan dan Penanganan
Penderita Penyakit
18 Cakupan Penderita Pneumonia 132 114 86,00 87 65,90 27 20,1
Balita
19 Cakupan Jumlah Pemeriksaan 1.692 305 18,00 301 17,78 4 0,22
Laboratorium yang dirujuk

3.1.1.2. Identifikasi Masalah


44

Berdasarkan uraian cakupan program kesehatan


Puskesmas Cibogo diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
masalah ditemukan berdasarkan adanya kesenjangan antara
target dan pencapaian. Berikut adalah identifikasi masalah
yang dapat dicermati :

Tabel 3.2 Identifikasi Masalah Kesenjangan Program


Masalah
No Indikator
1 Cakupan Penyuluhan kelompok oleh Cakupan penyuluhan kelompok oleh petugas di
petugas di dalam gedung Puskesmas dalam gedung Puskesmas pada tahun 2018
belum mencapai target. Dari target 100%,
sasaran yang dicapai hanya 62,5% sehingga
terjadi kesenjangan sebesar 37,5
2 Cakupan Desa ODF Cakupan Desa ODFpada tahun 2018 belum
mencapai target. Dari target 100%, sasaran yang
dicapai hanya 33,33% sehingga terjadi
kesenjangan sebesar 66,67%
3 Cakupan ASI Eksklusif Cakupan ASI Eksklusif pada tahun 2018 belum
mencapai target. Dari target 47%, sasaran yang
dicapai hanya 17,07% sehingga terjadi
kesenjangan sebesar 29,93%
4 Cakupan Penderita Pneumonia Balita Cakupan Penderita Pneumonia Balita pada tahun
2018 belum mencapai target. Dari target 86%,
sasaran yang dicapai hanya 65,90% sehingga
terjadi kesenjangan sebesar 20,1%
3.1.1.3. Prioritas Masalah
Dari berbagai permasalahan yang didapat di
Puskesmas Cibogo, maka diprioritaskan satu pokok
permasalahan yang dianggap paling serius, mendesak, dan
harus segera ditangani. Media yang akan digunakan untuk
menentukan prioritas permasalahan yaitu dengan
menggunakan matriks USG.
45

Analisis Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah


salah satu metode skoring untuk menyusun urutan prioritas
isu yang harus diselesaikan. Pada tahap ini masing-masing
masalah dinilai tingkat risiko dan dampaknya. Bila telah
didapatkan jumlah skor maka dapat menentukan prioritas
masalah. Langkah skoring dengan menggunakan metode
USG adalah membuat daftar akar masalah, membuat tabel
matriks prioritas masalah dengan bobot skoring 1-5 dan
nilai yang tertinggi sebagai prioritas masalah.8
Urgency berkaitan dengan tingkat kegawatan, apabila
masalah tidak ditanggulangi akan menyebabkan masalah
yang lebih kompleks. Semakin mendesak suatu masalah
untuk diselesaikan maka semakin tinggi urgency masalah
tersebut.8
Seriuosness berkaitan dengan tingkat keseriusan,
apabila masalah tidak diselesaikan dapat berakibat serius
pada masalah lain. Dampak ini terutama yang menimbulkan
kerugian bagi organisasi seperti dampaknya terhadap
produktifitas, keselamatan jiwa manusia, sumberdaya atau
sumber dana. Semakin tinggi dampak masalah tersebut
terhadap organisasi maka semakin serius masalah tersebut.8
Growth berkaitan dengan besar atau luasnya masalah
penyebab atau yang ditimbulkan. Semakin cepat
berkembangnya masalah tersebut maka semakin tinggi
tingkat pertumbuhannya. Suatu masalah yang cepat
berkembang tentunya makin prioritas untuk diatasi
permasalahan tersebut.8
Untuk mengurangi tingakat subyektivitas dalam
menentukan masalahprioritas, maka perlu menetapkan
kriteria untuk masing-masing unsur USG tersebut.
Umumnya digunakan skor dengan skala tertentu. Semakin
46

tinggi tingkat urgency, serius, atau pertumbuhan masalah


tersebut, maka semakin tinggi skor untuk masing-masing
unsur tersebut.Berikut adalah skor matriks penilaian USG :
Urgency dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak
masalah tersebut diselesaikan.
5 : Sangat mendesak
4 : Mendesak
3 : Cukup mendesak
2 : Kurang mendesak
1 : Tidak mendesak
Seriousness atau tingkat keseriusan dari masalah, yakni dengan
melihat dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja,
pengaruh terhadap keberhasilan, membahayakan sistem atau
tidak.
5 : Sangat serius
4 : Serius
3 : Cukup serius
2 : Kurang serius
1 : Tidak serius
Growth atau tingkat perkembangan masalah yakni apakah
masalah tersebut berkembang sedemikian rupa sehingga sulit
untuk dicegah.
5 : Sangat cepat
4 : Cepat
3 : Cukup cepat
2 : Kurang cepat
1 : Tidak cepat
Dari berbagai kesenjangan antara cakupan dan
ketercapaian program diatas, maka dipilih permasalahan
dengan kesenjangan paling tinggi dari masing-masing
program.
Tabel 3.3 Matriks USG
47

% Nilai
No Indikator Cakupan U S G Total Prioritas
1 Cakupan Penyuluhan kelompok 62,5 1 2 2 4 IV
oleh petugas di dalam gedung
Puskesmas
2 Cakupan Desa ODF 33,33 3 3 3 27 I
3 Cakupan ASI Eksklusif 17,07 2 3 3 18 II
4 Cakupan Penderita Pneumonia 65,90 3 3 1 9 III
Balita

Berdasarkan analisis masalah diatas diperoleh


bahwa cakupan desa ODF menjadi prioritas pertama yang
akan di intervensi.

3.1.1.4. Analisis Penyebab Masalah


Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan
warga yang dilakukan sebelum penelitian dan data yang
diperoleh dari program kesehatan lingkungan UPT
Puskesmas Cibogo, hambatan tercapainya desa ODF
diantaranyaadalah mencakup man, money, matherial, dan
methode, sebagaimana yang tertuang dalam bagan tulang
ikan (fishbone) dari ichikawa berikut:

Bagan 3.1 Analisis Fishbone

MAN METHO
D

Cakupan Desa ODF


tidak mencapai target
48

MONEY MATERIAL

Berikut adalah uraian faktor penyebab masalah dari bagan


fishbone diatas :
Tabel 3.4 Analisis Penyebab Masalah
Kekurangan
Komponen
Input  Kurangnya jumlah petugas kesehatan lingkungan dan petugas promosi
kesehatan dalam hal pemicuan Masyarakat kurang sadar akan pengaruh
Man keberadaan jamban terhadap kesehatan lingkungan dan pribadi
 Kurangnya koordinasi lintas sektoral untuk mengatasi perilaku BABS
 Kurangnya motivasi pemerintah desa dan tokoh masyarakat setempat untuk
menangani kasus BABS dan menciptakan desa ODF
 Motivasi masyarakat membuat jamban kurang karena banyaknya sungai
dan lahan kebun yang dianggap lebih praktis untuk BAB
 Masyarakat menganggap BABS bukan sebagai kebiasaan yang buruk
 Masyarakat merasa nyaman dengan BABS
 Pendataan jumlah jamban keluarga dan akses yang belum optimal
 Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah di beberapa desa
 Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai bahaya BABS masih rendah
 Masyarakat malu menggunakan akses jamban keluarga ditetangganya
 Masih ada warga yang sudah memiliki jamban tetapi masih BABS disungai
atau kebun
 Sesama warga tidak mengingatkan satu sama lain mengenai buruknya
BABS
Money  Tidak adanya dana stimulan pembuatan jamban dari pihak Dinas
Kesehatan
 Jumlah anggaran dana BOK di Desa terbatas
 Belum ada nya anggaran untuk stimulan jamban dari pemerintahan desa
 Pemanfaatan dana BOK sudah ada namun belum optimal
 Tidak ada dana untuk anggaran rumah sehat
 Tidak ada nya anggaran dana untuk kader dalam hal pemicuan
 Rendahnya pendapatan perkapita di desa Cikulak

Method  Kurangnya penyuluhan mengenai pentingnya stop BABS menuju Desa


ODF
 Belum dilakukan pemicuan sebelumnya
 Tidak semua petugas mendapat pelatihan pemicuan stop BABS
 Pelaporan jumlah warga yang masih BABS belum optimal
 Kerjasama kesling dan lintas program belum optimal
 Kerjasama kesling dan lintas sektoral belum optimal
 Kurangnya dukungan masyarakat setempat
49

Kekurangan
Komponen

Material  Kurangnya ketersediaan materi atau bahan peraga pemicuan


 Tidak adanya alat promosi kesehatan seperti leaflet atau poster STBM
disetiap dusun
 Penggunaan jamban umum yang sudah disediakan tidak optimal
 Pemanfaatan jamban keluarga belum optimal

Lingkungan  Masih terdapat banyak kebun, sungai dan empang yang masih dijadikan
sarana bagi beberapa masyarakat untuk BABS
 Sumber air bersih belum optimal

3.1.2. Penggerakan dan Pelaksanaan Program Pemecahan Masalah


(P2)
Berdasarkan perhitungan matriks USG, permasalahan yang
menjadi prioritas yaitu cakupan desa ODF yang masih rendah.
Maka dapat disusunalternatif pemecahan masalah sebagai berikut:
Alternatif Pemecahan Masalah
1. Memberikan penyuluhan kepada warga mengenai pentingnya
untuk tidak buang air besar sembarangan
2. Mengadakan advokasi terhadap pemerintahan Desa setempat
mengenai Desa ODF
3. Melakukan pemetaan terkait warga yang belum memiliki
jamban dan mengetahui tempat dimana biasanya warga buang
air besar sembarangan
4. Melakukan pemicuan sebagai upaya untuk perbaikan perilaku
hidup bersih tanpa BABS
5. Memberikan stimulan berupa pembangunan jamban
6. Mengadakan arisan jamban untuk warga yang belum memiliki
jamban
50

7. Memberikan edukasi kepada kader dan warga dalam rangka


bebas buang air besar semabarangan dan cuci tangan pakai
sabun

Pemecahan Masalah yang Dipilih


1. Memberikan penyuluhan kepada warga mengenai pentingnya
untuk tidak buang air besar sembarangan
2. Mengadakan advokasi terhadap pemerintahan Desa setempat
mengenai Desa ODF
3. Melakukan pemetaan terkait warga yang belum memiliki
jamban dan mengetahui tempat dimana biasanya warga buang
air besar sembarangan
4. Melakukan pemicuan sebagai upaya untuk perbaikan perilaku
hidup bersih tanpa BABS
Program Pemecahan Masalah
Program pemecahan masalah yang kami lakukan untuk
mengatasi masalah yang diangkat yaitu dengan melakukan
kegiatan menuju Desa Cikulak bebas buang air besar sembarangan.
a. Kegiatan Pokok
1. Pra-pemicuan
2. Saat pemicuan
3. Paska pemicuan

b. Rincian Kegiatan
1. Pra-pemicuan
Kegiatan yang kami lakukan dimulai dengan advokasi ke
pihak Desa Cikulak, survei keadaan wilayah Desa, identifikasi
masalah dengan komunikasi langsung dengan warga, dan
kegiatan pendataan yang dibantu oleh pihak desa. Kemudian
setelah data dasar sudah rampung kita menjadwalkan untuk
mengadakan pemicuan dengan pihak desa. Kegiatan pemicuan
51

bertujuan untuk mendorong masyarakat dan petugas kesehatan


untuk melakukan upaya perbaikan perilaku hidup bersih dan
sehat terkait sanitasi melalui pendekatan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) menuju Desa ODF. Program ini
tidak memberikan bantuan dana untuk membangun sarana
fisik, tetapi berorientasi pada upaya untuk melakukan
perubahan perilaku masyarakat.
2. Pemicuan
Kegiatan pemicuan dilakukan di Desa Cikulak sebanyak
tiga kali. Sasaran pemicuan ini adalah warga yang belum
memiliki jamban pribadi dan warga yang sudah memiliki
jamban tetapi masih sering BABS di sungai atau di kebun.
Media yang kami gunakan adalah alat peraga permainan,
berupa terigu dan tali rapia untuk menggambar peta, kertas
origami sebagai penanda rumah dan keadaan sekitar, kain
sebagai dasar pada peragaan alur penyakit dengan
menggunakan lem dan kertas cetak bergambar penyakit.
Pada kegiatan pemicuan ke-I dilakukan di dusun 2 dan
dihadiri oleh sekitar 50 warga yang 26diantaranya adalah
perwakilan kepala keluarga yang belum memiliki jamban.
Kegiatan pemicuan ke-II dilakukan di dusun 4 dan dihadiri
oleh sekitar 25 warga yang 13 diantaranya adalah perwakilan
kepala keluarga yang belum memiliki jamban. Pemicuan ke 3
dilakukan dengan peserta warga yang sebelumnya sudah
mendapatkan pemicuan. Sasaran warga yang datang terdiri dari
5 dusun yang ada di Desa Cikulak.Pemilihan tempat di dusun 4
dan dusun 2 ditentukan oleh pihak desa.Jumlah perwakilan
kepala keluarga yang belum memiliki jamban dan mengikuti
pemicuan adalah 39 KK dari total keseluruhan yang belum
memiliki jamban sebanyak 46 KK. Hasil dari pemicuan yang
kami lakukan adalah 5 warga yang belum memiliki jamban
52

terpicu untuk membuat jamban dalam waktu dekat dan sisanya


masih merencanakan untuk membuat jamban. Selama belum
memiliki jamban pribadi, mereka mau untuk menggunakan
jamban umum di fasilitas publik seperti masjid atau sharing
jamban dengan tetangga. Bagi warga yang masih sering BABS
padahal sudah memiliki jamban pribadi, mereka sudah mau
untuk mulai berubah. Tetapi ada juga warga terutama yang
sudah berusia lanjut yang masih enggan untuk BABS di
jamban pribadi atau jamban umum karena alasan kenyamanan.
3. Paska Pemicuan
Setelah pemicuan dilakukan, maka diperlukan adanya
monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi ini kita
lakukan bekerja sama dengan pihak Desa, terutama Kepala
Dusun yang sehari-hari lebih dekat dengan warga. Bentuk
evaluasinya adalah masih ada tidak nya warga yang BABS dan
monitoring warga yang melakukan pembangunan jamban.
Kepala Desa Cikulak juga berkomitmen untuk memberikan
sanksi kepada warga yang masih BABS.
Monitoring dan evaluasi ini dilakukan kurang lebih selama
sebulan dengan hasil sudah ada satu warga yang membuat
jamban pribadi dan didapatkan masih ada 3 warga yang BABS
disungai. Ketiga warga ini kemudian kami kunjungi lalu kami
kaji terkait perilakunya yang masih BABS. Sanksi dari pihak
desa belum diberikan karena baru akan diberlakukan setelah
Deklarasi Desa ODF.
Setelah semua kegiatan pemicuan sudah tercapai, kami
melakukan rencana untuk melakukan Deklarasi Desa ODF
(Open Defecation Free) di Desa Cikulak. Kegiatan Deklarasi
ODF ini dilakukan pada bulan ke-2 setelah pemicuan yang
dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon,
Kepala UPT Puskesmas Cibogo, Camat Waled, Kapolsek
53

Waled, Danramil Waled, Petugas Kesling UPT Puskesmas


Cibogo, Bidan Desa, Kepala Desa, Perangkat Desa, Tokoh
Masyarakat, Karang Taruna, dan Warga Desa Cikulak. Pada
kegiatan ini dilakukan pembacaan deklarasi oleh Kepala Desa
diikuti oleh warga untuk tidak buang air besar sembarangan
dan dilakukan penandatanganan pernyataan oleh pihak-pihak
yang terkait.
Dari uraian tersebut diatas, maka kami tuangkan rencana
kegiatan dalam bentuk Plan of Actions (POA), sebagai berikut :
54

RENCANA KEGIATAN INTERVENSI DESA ODF


Lokasi : Desa Cikulak
Kecamatan :Waled

NO KEGIATAN URAIAN BIAYA TEMPAT & PELAKSANA PENANGGUNG


KEGIATAN (Rp.) SASARAN JAWAB
1 PRA
PEMICUAN
Advokasi 1 hari x 6 - Balai Desa Koass, Petugas Kepala Puskesmas
Kesling,
program ODF orang Cikulak
Petugas
Kepala dan Promkes, Bidan
Desa
Perangkat
Desa Cikulak
Pengumpulan 7 hari x 7 - Wilayah kerja Koass, Petugas Petugas Kesling
Kesling, Kepala
data dasar dan orang Desa Cikulak
Dusun
survey
permasalahan
ODF
2 PEMICUAN
DESA ODF
Pemicuan 3 hari x 12 Alat Wilayah Koass, Petugas Petugas Kesling
Kesling,
orang Peraga : Dusun 2 dan
Petugas
Rp. 40.000 Dusun 4, Promkes, Bidan
Desa, Kepala
Spanduk : Desa Cikulak
Desa, Kepala
Rp. 50.000 Sasaran : Dusun,
Perangkat Desa
Snack : warga yang
lain, Ketua RT
Rp. belum dan RW
450.000 mempunyai
jamban dan
warga yang
masih
berprilaku
BABS
Pemicuan I :
50 orang
Pemicuan II :
25 orang
Pemicuan III :
35 orang
Komitmen 1 hari x 8 - Kepala Desa Kepala Kepala Desa
Puskesmas,
orang Cikulak Cikulak
Koass, Petugas
55

Kesling,
Petugas
Promkes, Bidan
Desa
Deklarasi Desa 1 hari x 50 Spanduk : Balai Desa Kepala Kepala Desa
Puskesmas,
ODF orang Rp. 70.000 Cikulak Cikulak
Petugas
Snack : Peserta : Kesling,
Petugas
Rp. seluruh
Kesmas, Koass,
300.000 sasaran Bidan Desa
Lain-lain : pemicuan,
Rp. 50.000 tamu
undangan
(Kapolsek,
Danramil,
Karang
Taruna, Kabid
Kesmas, dan
Tokoh
Masyarakat)

3.1.3. Pengawasan, Pengendalian, dan Evaluasi Program (P3)


Pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola tindakan untuk
memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa orang
yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan berbagai
sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak terjadi
kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat menciptakan kerugian
oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan.
Pengendalian adalah serangkaian aktivitas untuk menjamin kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya
dengan cara membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika terdapat ketidaksesuaian, maka harus dilakukan
upaya perbaikan (corrective action).Kegiatan pengendalian ini harus
dilakukan secara terus menerus.
Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
56

Setelah program yang direncanakan telah terlaksana, maka selanjutnya


kami melakukan evaluasi terhadap kegiatan tersebut sebagaimana dalam tabel
di bawah ini:
Tabel 3.5 Evaluasi Kegiatan
N
Kegiatan Pengawasan Pengendalian Evaluasi
o
1 Advokasi Advokasi dilakukan Pada tahap advokasi Hal pertama kali
program ODF di Balai Desa tidak ada kendala yang kami lakukan
Cikulak dengan yang kami temukan. adalah advokasi
sasaran Kepala Desa Kepala Desa dan kepada pihak
Cikulak. Advokasi perangkatnya dapat pemerintahan Desa
ini mengenai mengerti dan Cikulak.
program Desa ODF memberikan Kedatangan kami
yang akan dukungan. disambut baik oleh
dilaksanakan. Kepala Desa dan
perangkat yang lain.
Penjelasan yang
kami berikan
mengenai program
desa ODF ini dapat
dimengerti oleh
Kepala Desa yang
kemudian sangat
mendukung
diadakannya
program ini. Kepala
Desa dan Perangkat
Desa bersedia untuk
memberikan
bantuan apabila
diperlukan.
2 Pengumpulan Pengawasan Pengendalian yang Pengumpulan data
data dasar dan pengumpulan data dilakukan adalah dasar di Desa
survey dasar dilakukan oleh dengan follow-up Cikulak dilakukan
permasalahan kami, yaitu koass berkala terkait oleh kami dan
ODF dan pegawai dengan data yang petugas kesling dari
puskesmas kepada sudah diperoleh dan Puskesmas Cibogo
masing-masing memberikan fasilitas dibantu oleh
Kepala Dusun yang yang dibutuhkan. perangkat desa
membantu untuk Cikulak. Pada
57

pengambilan data. proses ini kami


Pengambilan data tidak menemukan
dengan estimasi hambatan yang
paling lama 7 hari berarti.
kerja. Pengawasan Pengumpulan data
yang dilakukan dilakukan dapat
terkait dengan selesai sesuai
kesesuaian data dengan target yang
yang diminta dengan kami tentukan.
yang didapatkan Teknik pengambilan
serta kesesuaian data yaitu dengan
waktu. cara door to door ke
rumah warga.
Feedback yang
diberikan
masyarakat terkait
kunjungan
pendataan juga
sangat baik. Kami
juga sambil
melakukan
wawancara kepada
warga terkait
masalah yang
menyebabkan warga
masih BABS dan
belum memiliki
jamban.
3 Pemicuan desa Pengawasan terkait Dalam pelaksanaan Pada saat dilakukan
ODF pelaksanaan pemicuan ini kami pemicuan, kami
pemicuan dilakukan menemukan kendala menggunakan alat
agar kegiatan ini pada waktu peraga untuk
dapat berjalan pelaksanaan. Waktu menjelaskan hal-hal
dengan lancar. yang kami tentukan terkait stop BABS
Semua hal mengenai pada undangan dan jamban
sarana dan prasarana adalah jam 09.00 keluarga. Warga
kami usahakan pagi tetapi warga Desa sangat antusias
untuk tersedia. baru berkumpul dan memahami yang
Koordinasi lintas sekitar jam 10.00 kami sampaikan.
sektor dengan pihak pagi. Pengumpulan Namun, terdapat
58

desa untuk warga dibantu oleh beberapa hambatan


mengundang warga Ketua RT, RW dan dalam pemecahan
yang menjadi Kepala Dusun masalah
sasaran pemicuan. sehingga kegiatan kepemilikan jamban
Penyediaan tempat pemicuan dapat keluarga di desa
pelaksanaan yang berlangsung. Cikulak. Kami
terjangkau oleh memberikan
dusun lain dan dapat beberapa saran
menampung cukup seperti ‘Arisan
warga. Jamban’.
4 Deklarasi Pengawasan Dalam pelaksanaan Kegiatan ini dapat
program ODF pelaksanaan kegiatan Deklarasi, terlaksana sesuai
Deklarasi ODF ini tidak ada hambatan kesepakatan jadwal
dilakukan oleh kami yang berarti, hanya dan tempat.
sebagai pelaksana. waktu pelaksanaan Deklarasi ODF
Kami memastikan yang mundur dari dilaksanakan Di
semua dokumen waktu yang telah Balai Desa Cikulak
yang diperlukan ditentukan. pada tanggal 19 Juni
untuk deklarasi 2019 pada pukul
sudah tersedia. 09.00 WIB. Tamu
Selanjutnya untuk undangan yang
penentuan waktu hadir diantaranya
dan tempat kami adalah pihak Dinas
melakukan Kesehatan yaitu
koordinasi dengan Kabid Kesmas yang
pihak Desa Cikulak. diwakili oleh staf
Kami juga turut nya, Kepala
mengundang Kecamatan,
beberapa pihak Danramil, dan
lintas sector yaitu warga yang sudah
dari pihak Kapolsek, mengikuti
Danramil, pemicuan. Kegiatan
Kecamatan, dan berlangsung dengan
Dinas Kesehatan. lancar, dengan
puncak acara yaitu
pembacaan
Deklarasi Teks ODF
yang dibacakan oleh
pihak Desa dan di
ucap ulang oleh
59

warga.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan
1. Dari berbagai permasalahan yang ditemui di UPT Puskesmas Cibogo,
didapatkan satu prioritas masalah yang diintervensi yaitu upaya
kesehatan lingkungan dengan program cakupan desa ODF yang masih
rendah (33,33%). Pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan
melakukan pemicuan stop buang air besar sembarangan (BABS) dan
menciptakan Desa ODF di setiap dusun di Desa Cikulak Kecamatan
Waled.
2. Setelah dilakukan pemicuan pada Desa Cikulak, terdapat peningkatan
jumlah kepemilikan jamban yang tadinya 96,5% menjadi 97,29%. Selain
peningkatan jumlahkepemilikan jamban, perilaku bersih dan sehat serta
akses jamban sehat masyarakat Desa Cikulak juga meningkat daripada
sebelum dilakukan pemicuan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk
Deklarasi Desa STOP Buang Air Besar Sembarangan di Desa Cikulak
Kecamatan Waled.
4.2. Saran
1. UPT Puskesmas Cibogo agar meningkatkan kerjasama lintas sektor dan
lintas program agar cakupan-cakupan program puskesmas sesuai dengan
target yang telah ditetapkan dan dapat menurunkan angka kesenjangan.
2. Berkoordinasi dengan Kecamatan Waled dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Cirebon agar dapat terwujudnya seluruh Desa di Kecamatan
Waled sebagai Desa ODF.
3. Pihak UPT Puskesmas Cibogo agar bekerjasama dengan pihak Desa
Cikulak untuk membentuk tim pemantau Desa ODF. Diharapkan tim
pemantau ini dapat melakukan evaluasi paska deklarasi agar tercapai
target ODF yaitu 100% bebas buang air besar sembarangan.
4. Pihak Desa Cikulak diharapkan membuat sebuah sanksi agar
memberikan efek jera bagi yang melanggar perjanjian deklarasi

Anda mungkin juga menyukai