Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

Gangguan Kebutuhan Oksigen Patologis Sistem Pernafasan :PNEUMONIA

Tutik Rahayuningsih, S.Kep.NS.MPH

Disusun Oleh :

1. Afrizal Rio Mahendra (19121078)


2. Lucky Herta Vio Handaru (19121101)
3. Tiara Nada Widya Asri (19121117)

POLTEKKES BHAKTI MULIA SUKOHARJO

PRODI D3 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


PNEUMONIA

A. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan. 2006)
Pneumonia adalah infeksi akut jaringan (parenkim) paru yang ditandai dengan demam,
batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali
berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen,
Laboratorium). (Masmoki. 2007)

B. Klasifikasi
1. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP):
pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar
lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di
rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14
hari. (Buke, 2009)
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi
selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama
penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita
yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam
perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih
dari 60% akan menderita pneumonia (Supandi, 1992)
3. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa
didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan
gangguan refleks menelan (Buke, 2009)
4. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid,
kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri,
selain organisme bakteria lain (Buke, 2009)
5. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada
fibrosis kistik dan bronkietaksis (Buke, 2009)
C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah
1. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan nosokomial.
Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi pneumonia di masyarakat
dan nosokomial:
a. Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae,Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob
oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B.
b. Lokasi sumber nosocomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan
Anaerob oral (aspirasi).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Berikut ini adalah virus yang
dapat menyebakan terjadinya pneumonia:
a. Influenza virus
b. Adenovirus
c. Virus respiratory
d. Syncytial repiratory virus
e. Pneumonia virus
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum.
Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis
tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi
berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering terjadi pada anak-anak yang
sudah besar dan dewas muda.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan pnuemonia:
a. Pneumositis karini
b. Pneumonia pneumosistis
c. Pneumonia plasma sel
5. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi, bahan
kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi untuk kanker
payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah pengobatan selesai.
Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin atau inhalasi gas yang
mengiritasi.

D. Tanda dan Gejala


1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
2. Batuk, mula-mula kering  (non produktif) sampai produktif.
3. Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
4. Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-
kadang terdapat nasal discharge (ingus).
5. Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
6. Frekuensi napas :
a. Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
b. Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
c. Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
7. Nadi cepat dan bersambung.
8. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
9. Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
10. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
11. Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
12. Malaise, gelisah, cepat lelah.
E. Patofisiologi
Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi di partikel hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,
pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag elveolar,
netralisasi kuman oleh substansi imun local dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor
predisposisi pneumonia: aspirasi, gangguan imun, septisema, malnutrisi, campak,
pertussis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular, kontaminasi perinatal dan
gangguan klirens mucus atau sekresi seperti pada fibrosis kistik, benda asing atau
disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing,
transplasental atau selama persalinan pada neonatur. Umumnya pneumonia terjadi akibat
inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah
(hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus.
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil.
Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia
berat bisa terjadi hiposekmia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan
gagal napas.

F. Pathway
G. Komplikasi
1. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan
pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien usia
lanjut). Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak menerima
pengobatan khusus atau pengobatan yang tidak memadai atau tertunda.
Komplikasi ini juga ditemui ketika organisme penyebab infeksi yang resisten
terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta mempersulit pneumonia.
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik dan
ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan darah arteri,
dan memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor dapat diberikan
secara intravena dengan infus dan pada tingkat disesuaikan sesuai dengan respon
tekanan. Kortikosteroid dapat diberikan parenteral untuk memerangi shock dan
toksisitas pada pasien yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata
kematian dari infeksi. Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan
ventilasi mekanik. Gagal jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis,
miokarditis dan juga komplikasi dari pneumonia yang dapat menyebabkan shock.
2. Atelektasis dan Efusi pleura
Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi pada
setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi pada setidaknya
40% dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi parapneumonik adalah setiap efusi
pleura yang berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis
atau. Setelah efusi pleura terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat
dilakukan untuk mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium
untuk analisis. Ada tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan
patogenesis: tidak rumit, rumit, dan empiema toraks. Sebuah empiema terjadi
ketika tebal, cairan purulen terakumulasi dalam ruang pleura, sering dengan
perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah di mana infeksi
berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk mengobati infeksi pleura
dengan mendirikan drainase yang tepat dari empiema tersebut. Sterilisasi rongga
empiema membutuhkan 4 sampai 6 minggu antibiotik. Kadang-kadang
manajemen bedah diperlukan.
3. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar antibiotik,
seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi juga dapat terjadi
pada pasien yang telah menerima berbagai kursus dan jenis antibiotik. Dalam
kasus tersebut, bakteri dapat menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Jika
pasien membaik dan demam berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi
kemudian ada kenaikan suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa
pneumonia telah menyebar, superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah
atau dihentikan sama sekali dalam beberapa kasus.

H. Tes Diagnostik/ Pemeriksaan Diagnostik


1. Sinar X dada : mengidentifikyanasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrasi baik menyebar ataupun terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Selain itu juga dapat menunjukkan efusi
pleura, kista udara-cairan, sampai konsolidasi.
2. Analisis gas darah : untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
3. LED meningkat
4. Hitung j umlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai
30.000/µl
5. Pemeriksaan fungsi paru : volume turun, tekanan jalan napas meningkat, dan
komplain menurun.
6. Pemeriksaan elektrolit : Na dan Cl meningkat.
7. Pemeriksaan bilirubin : terjadi peningkatan bilirubin.
8. Aspirasi/biopsi jaringan paru
9. Kultur sputum : penting untuk koreksi terapi antibiotik. (Misnadiarly, 2008)

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan
oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1. Oksigen 1-2 L/menit
2. IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan
3. Jumlah cairan sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi
4. Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
5. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia
community base:
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
1. Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

J. Focus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji :
1. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit
pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit yang menyertai.
2. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring
hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
3. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari,
mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
4. Pengetahuan pasien/ keluarga: pengalaman terkena penyakit pernafasan,
pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan
Tanda dan gejala dari pneumonia adalah :
1. Batuk
2. Muntah- muntah, diare, anareksia dan kembung
3. Demam tinggi hingga kejang
4. Mulut, hidung, dan kuku yang sianosis
5. Sesak nafas
6. Nyeri dada
7. Malaise, gelisah, cepat lelah

K. Focus Intervensi
Prioritas Diagnosa

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi


sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Rencana Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan
secret.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama ..x 24 jam diharapkan bersihan jalan
nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.

Kriteria evaluasi :

Intervensi :
a. Monitor frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris
terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan bronkus.
Semakin sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi
pernapasan.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara
Rasional : suara mengi mengindikasikan terdapatnya penyempitan bronkus
oleh sputum. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Krekels terjadi pada area paru yang banyak cairan eksudatnya.
c. Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.
Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau
jalan napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah pengeluaran
dahak dan mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.
d. Suction sesuai indikasi.
Rasional : mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah obstruksi
jalan napas.
e. Lakukan fisioterapi dada.
Rasional : merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada
supaya sputum mudah bergerak keluar.
f. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan
air hangat daripada dingin.
Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat
kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
g. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi
(nebulizer).
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan
cepat.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler


alveolus.
Tujuan : setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

a. Observasi frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernapas.


Rasional : Distres pernapasan yang dibuktikan dengan dispnea dan
takipnea sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan oksigen
bagi jaringan.
b. Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku, dan jaringan
sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi. Sedangkan sianosis
daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut (membran hangat)
menunjukkan hipoksemia sistemik.
c. Kaji status mental dan penurunan kesadaran.
Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen sebagai
petunjuk hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.
d. Awasi frekuensi jantung atau irama
Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi
tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia
e. Awasi suhu tubuh.
Rasional : Demam tinggi saat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigensi seluler.
f. Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan
masker, masker venturi, nasal prong.
Rasional : tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60
mmHg (normal PO2 80-100 mmHg). Oksigen diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.


Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

a. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki


perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri.
Rasional : nyeri pneumonia mempunyai karakter nyeri dalam dan
meningkat saat inspirasi dan biasanya menetap. Nyeri dapat dirasakan
pada bagian apeks atau tengah dada, kalau pada dada bagian bawah nyeri
kemungkinan timbul komplikasi perikarditis.
b. Pantau tanda vital.
Rasional : nyeri akan meningkatkan mediator kimia serabut persarafan
yang dapat merangsang vasokonstriksi pembuluh darah sistemik,
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan
(meningkatkan RR).
c. Berikan tindakan distraksi, misalnya mendengarkan musik anak,
menonton film tentang anak-anak.
Rasional : mengurangi fokus terhadap nyeri dada sehingga dapat
mengurangi ketegangan karena nyeri.
d. Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi, atau latihan napas.
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan mempertahankan efek terapi
analgesik.

4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep ....x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya sputum


banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat
mual, dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makan di medula
oblongata.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah tindakan
aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual.
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional : menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan
ini.
d. Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat
atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara
atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti
panggang, krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
f. Evaluasi status nutrisi umum. Ukur berat badan dasar.
Rasional : adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi dan atau lambatnya respons terhadap terapi.

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan :

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

a. Kaji suhu tubuh dan nadi setiap 4 jam.


Rasional : untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien.
b. Pantau warna kulit dan suhu.
Rasional : sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh
terhadap demam.
c. Berikan dorongan untuk minum sesuai pesanan.
Rasional : peningkatan suhu tubuh meningkatkan peningkatan IWL,
sehingga banyak cairan tubuh yang keluar dan harus diimbangi pemasukan
cairan.
d. Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan, misalnya kompres
hangat.
Rasional : demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan menggangu oksigenasi seluler.
e. Kolaborasi pemberian antipiretik yang diresepkan sesuai kebutuhan.
Rasional : mempercepat penurunan suhu tubuh.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan
Kriteria evaluasi :

Intervensi :

a. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,


peningkatan kelemahan atau kelelahan
Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dilanjutkan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan pernapasan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi
atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kenutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

MIsnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor PopulerBare Brenda G, Smeltzer Suzan C.
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.

Buke C, Biyikli B, Tuncel M,Aydemir S, Tunger A,Sirin H, Kocaman A. 2009. Nosocomial


Infections in a Neurological Intensive Care Unit. Journal of Neurological Sciences
(Turkish). Volume 26. Number 3. Page(s) 298-304.

Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;
Brunner and Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. O’Connell. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical-surgical Nursing Ed 12th. Lippincott Williams & Wilkins.

Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawtan pada Anak. Jakarta : Penebar Swadaya.

Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka Obor
Populer.

Anda mungkin juga menyukai