Aorta merupakan pembuluh darah yang langsung berasal dari ventrikel kiri jantung.
Aorta dibagi menjadi 3 bagian yaitu aorta asendens, aorta transversus, dan aorta desendens
yang secara keseluruhan membentuk arkus aorta. Terdapat lima cabang dari arkus aorta yaitu
2 cabang dari aorta asendens (A. coronaria dextra dan sinistra) dan 3 cabang dari aorta
transversal (truncus brachiocephalicus, A. carotis communis sinistra, dan A. subclavia
sinistra). Truncus brachiocephalicus kemudian akan bercabang menjadi A. carotis communis
dextra dan A. subclavia dextra.12
Gambar 2.2 Percabangan Aorta.14
Kedua A. carotis communis berjalan ke atas menyusuri leher dan bercabang dua
(bifurcatio) menjadi A. carotis externa dan A. carotis interna. A. carotis externa menyuplai
darah ke leher, otot wajah, dan scalp (gambar 2.3) sedangkan A. carotis interna menyuplai
darah ke intrakranial (gambar 2.4).12,15
Vaskularisasi mata berasal dari A. ophthalmica. Arteri ini merupakan cabang dari A.
carotis interna pars cerebralis. A. ophthalmica terdapat di bawah dan lateral dari N. opticus
dan masuk ke rongga orbital melalui canalis opticus. A. ophthalmica akan bercabang menjadi
2 kelompok arteri yaitu ocular group yang memperdarahi bola mata dan otot-otot mata, serta
orbital group yang memperdarahi orbit dan struktur disekitarnya.12
Gambar 2.3 Arteri-arteri eksternal kepala.15
2.1.2 Definisi
Giant cell arteritis (GCA) merupakan penyakit vaskulitis pembuluh sedang dan besar
yang bersifat granulomatous. GCA merupakan penyakit vaskulitis sistemik primer yang paling
sering terjadi, dan umumnya terjadi pada aorta, cabang A. ophthalmica dan percabangan
ekstrakranial dari arteri karotis seperti arteri temporalis.16-19
Vaskulitis akibat GCA dapat dikategorikan sebagai penyakit autoimun, sehingga dapat
menyebabkan berbagai gejala klinis tergantung pada arteri yang terserang. GCA pada A.
ophthalmica dan percabangannya disebut juga arteritic anterior ischemic optic neuropathy
(AAION) dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.20,21
Polimyalgia Reumatika (PMR) berhubungan erat dengan GCA. PMR dijumpai pada
40-60% pasien dengan GCA, dan sebaliknya GCA dijumpai pada 16-21% pasien dengan PMR.
Beberapa sumber menyebut PMR sebagai varian dari GCA, dimana vaskulitis belum terjadi
atau terinhibisi oleh suatu mekasnisme tertentu.28,29
Gambar 2.7 Arteri temporalis prominen yang terasa nyeri pada pasien terkonfirmasi GCA.9
2.1.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis GCA pernah dikemukakan oleh American College of Rheumatology
(ACR) yaitu ditemukannya 3 dari 5 poin berikut:
1. Usia di atas 50 tahun
2. New onset headache
3. Abnormalitas arteri temporalis
4. Peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) di atas 50 mm/jam
5. Abnormalitas biopsi arteri berupa necrotizing vasculitis dengan predominan sel
mononuklear dan sel granul.
Kriteria diagnosis tersebut sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis secara cepat, tetapi
karena kriteria tersebut dibuat oleh ahli rheumatologi, dapat disimpulkan terjadi under-
representation penderita dengan gejala okuler. History taking secara lengkap dan pemeriksaan
fisik yang disertai klinisi berpengalaman masih menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas
tertinggi.21,31
Pada anamnesis, keluhan okuler GCA umumnya berupa hilangnya pandangan
unilateral akut, yaitu pada 6-70% kasus. Penyebabnya lebih sering akibat AAION, namun dapat
juga akibat oklusi arteri retina sentral, dan posterior ischemic optic neuropathy (PION).
Kebutaan yang terjadi bersifat ireversibel, meskipun dilakukan pengobatan. Umumnya
sebelum terjadi kebutaan permanen, pasien telah mengalami kehilangan penglihatan transien
berupa amaurosis fugax serta gejala sistemik lainnya.21
Pemeriksaan fisik pada pasien GCA harus mencakup beberapa poin sebagai berikut:21
1. Pemeriksaan mendetail arteri temporal untuk melihat adanya arteri prominen,
nodularitas, atau nyeri palpasi. Evaluasi kekuatan pulsasi juga penting dilakukan.
2. Pemeriksaan oftalmologis berupa visual acuity, pemeriksaan pupil, tekanan intraokuler,
pemeriksaan segmen anterior, motilitas, atau pemeriksaan fundus (untuk menilai
iskemia nervus optikus atau retina). Pada pasien dengan AAION dapat dijumpai
gambaran iskemia berupa cotton wool spot (gambar 2.8).
3. Pemeriksaan lapangan pandang.
4. Pemeriksaan arteri karotis serta cabangnya. Inspeksi, palpasi, dan auskultasi dilakukan
pada arteri temporalis, karotis, subklavia, aksilaris, brakialis, aorta torakalis, dan aorta
abdominalis. Penting bagi pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan di arteri kiri dan
kanan untuk membandingkan kekuatan pulsasi. Pada auskultasi diperiksa bruit untuk
mengetahui lokasi penyempitan terutama pada pasien dengan klaudikasio, namun
sensitivitasnya tergolong rendah.17
5. Auskultasi jantung untuk menilai adanya bising akibat regurgitasi aorta untuk
mengevaluasi aneurisma aorta.
Gambar 2.9 Pasca prosedur TAB. Kiri: hari ke 3 pascaoperasi; kanan: beberapa minggu kemudian.2
Pada pasien dengan keluhan berupa amaurosis fugax perlu dipertimbangkan penyebab
lain seperti carotid transient ischaemic attack (TIA), emboli pada sirkulasi retina, papiledema,
Raynaud’s disease, migrain, oklusi arteri retinal, retinopati hipertensi, dan venous stasis
retinopathy.30
2.1.8 Tatalaksana
Immediate treatment
Tatalaksana segera bagi pasien GCA adalah mengurangi inflamasi yaitu dengan
pemberian glukokortikosteroid dosis tinggi. Obat golongan kortikosteroid diberikan dalam
dosis tinggi terutama pada pasien dengan gejala oftalmis dan kranial, yaitu berupa 1 mg/kgBB
kortikosteroid (maksimal 60 mg/hari) atau setara dengan 40-60 mg/ hari. Dosis tinggi
diperlukan bagi pasien dengan gejala iskemia kranial, terutama untuk mencegah terjadinya
kebutaan. Bagi pasien tanpa gejala iskemia kranial, dosis 40 mg/kgBB dianggap mencukupi.9,36
Maintenance therapy
Setelah dosis kortokosteroid inisial diberikan, regime tapering off dilakukan selama 1-
2 tahun tergantung pada respon pasien. Berikut regime tapering berdasarkan British Society for
Rheumatology (BSR):37
• 40-60 mg prednisolone diberikan hingga gejala dan hasil laboratorium normal (2-4
minggu).
• Dosis diturunkan 10 mg setiap 2 minggu hingga menjadi 20 mg.
• Dosis diturunkan 2.5 mg setiap 2-4 minggu hingga menjadi 10 mg.
• Dosis diturunkan 1 mg setiap 1-2 bulan apabila tidak terjadi relaps.
Pasien perlu diedukasi bahwa kortikosteroid tidak dapat menyembuhkan GCA, dan
relaps sering terjadi sehingga diperlukan waktu yang lama dalam terapi kortikosteroid. Salain
situ dosis yang tinggi (di atas 40 mg/kgBB) juga akan menyebabkan efek samping lebih tinggi,
seperti cushingoid appearance, kenaikan berat badan, serta atrofi kulit. Penyakit komorbid lain
juga dapat dieksaserbasi oleh kortikosteroid termasuk diabetes, glaukoma, dan osteoporosis.
Faktor risiko penderita yang mungkin mengalami relaps atau memerlukan terapi kortikosteroid
lebih lama yaitu pasien wanita, penderita artritis perifer, marker inflamasi tinggi pada
diagnosis, dan pasien dengan keterlibatan pembuluh darah besar.9
Adjunctive therapy
Efek samping kortikosteroid menjadi hambatan utama bagi pengobatan GCA jangka
panjang, sehingga diperlukan obat nonsteroid yang dapat diberikan sebagai pendamping
ataupun pengganti. Sayangnya, obat adjunctive sampai saat ini masih memberikan hasil yang
kurang memuaskan. Obat nonsteroid yang dapat diberikan pada penderita GCA antara lain:9
• Methotrexate: 7,5-15 mg diberikan sekali seminggu memiliki efikasi sedang
berdasarkan penelitian meta analisis.38
• Aspirin: pemberian aspirin perlu dipertimbangkan dengan baik. Di satu sisi aspirin
dapat membantu mencegah terjadinya iskemia melalui inhibisi trombus, namun di sisi
lain aspirin, terutama bersamaan dengan kortikosteroid, meningkatkan risiko
perdarahan gastrointestinal dan serebral.
• Cylclophosphamide: menurunkan aktivitas penyakit dan menurunkan dosis
prednisolon yang diberikan, namun angka kejadian efek samping tinggi.
• Tocilizumab (TCZ): menginhibisi reseptor IL-6. TCZ telah digunakan cukup lama
dalam rheumatoid arthritis dan ditoleransi dengan baik. Berdasarkan penelitian39,
kelompok pasien GCA dengan TCZ dan prednisolon memiliki fase sustained remission
lebih tinggi dibandingkan kelompok pasien dengan prednisolon saja.
2.1.9 Prognosis
Prognosis pasien GCA bergantung pada kecepatan diagnosis dan penanganan awal.
Pasien yang ditatalaksana dini memiliki angka morbiditas lebih rendah, terutama terhadap
kebutaan. Berdasarkan sebuah penelitian, pasien GCA memiliki 5-year survival rate sebesar
37%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan bukan dari penyakit itu sendiri, namun merupakan
efek samping dari pemberian kortikosteroid karena pasien GCA hampir semua berusia lanjut
serta mengidap berbagai penyakit komorbid. Follow-up jangka panjang perlu dilakukan pada
pasien dengan pengobatan kortikosteroid.9,40,41