Anda di halaman 1dari 20

Kolokium Sebranmas 2010

TINJAUAN RENCANA PEMBANGUNAN


JEMBATAN SELAT SUNDA (JSS)

FX. Hermawan Kusumartono1


Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Budaya dan Peran Masyarakat
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum
Jln. Sapta Taruna Raya No. 26, Kompleks PU Ps. Jum’at, Jakarta
fxhermawan@yahoo.com

ABSTRACT

Proposed construction of infrastructure connecting the Sunda Strait that connects the
mainland island of Java and Sumatera islands along the 28-30 kilometers, has
pioneered a long time. However, the development planning of the Sunda Strait Bridge
is experiencing ups and downs. This infrastructure is necessary and in the near future
should be built soon along with the increasingly dense Bakauheni-Merak ferry, while
crossing Ferry fleet is relatively old. In the decade of the present government, Sunda
Strait Bridge development plans would be realized immediately and is scheduled to
begin in 2012. This study aims to identify the social, economic and development plan
policies in the region JSS. This study focuses on social aspects, economics and policy.
Research methods used are two methods that both qualitative and supporting
quantitative. This study is an exploratory type of study that explore the nature of
existing problems in society and has never been revealed clearly. From the research
result that economic development remains Sunda Strait Bridge will benefit Banten (and
Java in general) and less significant for the development of Lampung (and Sumatera in
general), so, Lampung and Sumatra should prepare and organize themselves.

Keywords : Sunda Strait Bridge, social, economy, policy

ABSTRAK

Usulan pembangunan infrastruktur penghubung Selat Sunda yang menghubungkan


daratan pulau Jawa dan pulau Sumatera sepanjang 28-30 kilometer, telah dirintis sejak
lama. Namun perkembangan perencanaan Jembatan Selat Sunda (JSS) ini mengalami
pasang surut. Infrastruktur ini sangat diperlukan dan dalam waktu dekat perlu segera
dibangun seiring dengan makin padatnya penyeberangan Bakauheni-Merak,
sementara armada kapal penyeberangan Ferry relatif sudah tua. Pada dekade
pemerintah yang sekarang, rencana pembangunan JSS mau segera diwujudkan dan
rencananya akan dimulai pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
dampak sosial, ekonomi dan kebijakan di wilayah rencana pembangunan JSS. Metode
penelitian yang digunakan adalah dua metode sekaligus yaitu kualitatif ditunjang
kuantitatif. Penelitian ini merupakan tipe penelitian eksploratif yang sifatnya menggali
permasalahan yang ada dalam masyarakat dan belum pernah terungkap secara jelas.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil, bahwa Pembangunan JSS secara ekonomi lebih
menguntungkan Banten (dan Jawa secara umum) dan kurang signifikan bagi
pengembangan Lampung (dan Sumatera pada umumnya), untuk itu Lampung dan
Sumatera harus mempersiapkan dan menata diri.

Kata kunci : Jembatan Selat Sundai, sosial, ekonomi, kebijakan

1
Penulis adalah peneliti muda III/d bidang perencanaan dan kebijakan sosial/Kepala Sub Bidang Penelitian pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Budaya dan Peran Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum. E-mail: fxhermawan@yahoo.com

FX. Hermawan Kusumartono 1


Kolokium Sebranmas 2010

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas perekonomian Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Jika jembatan ini terwujud,
maka kegiatan perekonomian antara kedua pulau tersebut akan menjadi satu kesatuan
sistem perekonomian. Dengan kesatuan ekonomi seperti itu disinyalir pemerataan
ekonomi antara Jawa dan Sumatera perlahan akan terwujud. Dengan transportasi
yang semakin lancar peluang menarik minat investor untuk membuka usahanya di
beberapa daerah di Sumatera menjadi lebih terbuka. Selain itu, Jembatan Selat Sunda
akan dapat membantu pemerintah daerah untuk menggali potensi alam yang ada.
Salah satunya adalah potensi wisata. Pada akhirnya, pembangunan jembatan ini
diharapkan bisa digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Selain
dampak positif yang ada, terdapat juga berbagai potensi dampak negatif yang akan
muncul, seperti arus urbanisasi yang berpotensi semakin meningkat dari Sumatera ke
Jawa, khususnya Jakarta.
Untuk memastikan segenap potensi dampak dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di wilayah yang akan mengalami dampak langsung dari pembangunan
JSS tersebut, maka dibutuhkan sebuah kajian yang secara ilmiah mendeskripsikan
kondisi sosial ekonomi dan mengeksplorasi segenap potensi dampak sosial ekonomi
yang akan terjadi. Hal ini sangat relevan karena hingga saat ini belum teridentifikasi
potensi sosial ekonomi dan potensi dampak sosial ekonomi di wilayah pembangunan
JSS.

Perumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan yang ada, dapat dirumuskan permasalahan
yaitu bagaimana potensi dampak sosial ekonomi (negatif maupun positif) dari rencana
pembangunan Jembatan Selat Sunda.

Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada 3 aspek, yaitu : sosial, ekonomi, dan
kebijakan, dengan penjelasan variable sebagai berikut :

Tabel. 1 Ruang Lingkup yang dikaji dalam penelitian

Lingkup Variabel
Ekonomi Kondisi dan Prospek Ekonomi Daerah (sektor andalan daerah)
Kondisi Ketenagakerjaan
Multiplier Effect pembangunan JSS
Sosial Pembebasan Lahan
Kecenderungan Migrasi
Kebijakan Kebijakan pemerintah daerah menyongsong pembangunan JSS,
meliputi
• Relasi dengan swasta,
• Perencanaan investasi,
• Rencana pengembangan wilayah dan Tata Ruang,
• Kebijakan sektor perhubungan,
• Pengurangan migrasi ke Jawa
• Good Governance dan Clean Governance

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dampak-dampak sosial dan
ekonomi di wilayah rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).

FX. Hermawan Kusumartono 2


Kolokium Sebranmas 2010

KERANGKA TEORI

Pada bagian ini akan diuraikan beberapa konsep yang relevan digunakan
sebagai kerangka berpikir (framework) penelitian ini. Konsep-konsep ini akan
membantu dalam operasionalisasi variabel-variabel yang diteliti yakni: 1) potensi sosial
dan ekonomi, serta 2) dampak sosial dan ekonomi. Oleh karena itu dalam penlitian ini
digunakan beberapa konsep kunci seperti konsep Statika dan dinamika sosial, konsep
dampak sosial (Social Impact), dan Sosial impact assesment (SIA), serta konsep
ekonomi regional.
Konsep sosial adalah konsep yang sangat luas cakupannya, untuk itu tim
mencoba menggunakan konsep statika dan diamika sosial untuk membantu
memfokuskan studi mengenai aspek sosial. Konsep statika dan dinamika sosial
merupakan kerangka dasar yang holistik dalam mengkaji masyarakat. Masyarakat
terdiri dari bagian yang statis dan dinamis. Statika berkaitan dengan struktur-struktur
yang ada dalam suatu masyarakat, sedangkan dinamika berkaitan dengan interaksi
antara bagian-bagian dari struktur, mereka berinteraksi sebagai suatu sistem yang
bekerja terus menerus secara dinamis dalam masyarakat (Solaeman, 2006:8). Secara
historis konsep ini merupakan kerangka teoritik yang dibuat oleh Ahli sosiologi
(Auguste Comte) sebagai bingkai untuk memahami masyarakat, aspek-aspek dan
segala gejala yang menyertainya. Statika sosial berhubungan dengan bagian
masyarakat yang bersifat statis seperti struktur sosial, tatanan sosial, institusi sosial,
lapisan sosial, struktur okupasi (pekerjaan), penyebaran berdasarkan etnis, dan
sebgainya. Sedangkan dinamika sosial berkaitan dengan bagian dari masyarakat yang
dinamis seperti Interaksi antar lapisan masyarakat, dinamika interaksi keseharian
masyarakat, dan lain sebagainya. Kedua konsep di atas saling berhubungan erat satu
sama lain dan cukup sulit untuk dilihat secara terpisah. Melihat masyarakat secara
terpisah mengacu pada aspek statika ataupun dinamikanya semata hanya akan
menumbulkan pemahaman yang kurang holistik.
Konsep statika dan dinamika sosial sangat relevan dalam kegiatan ini sebagai
theoretical framework dalam melihat/menggambarkan peta sosial budaya masyarakat
sekitar lokasi yang direncanakan untuk pembangunan Jembatan Selat Malaka,
maupun masyarakat dalam level lainnya yang hanya akan terkena dampak tidak
langsung dari kegiatan tersebut. Namun, dalam studi ini konsep statika dan dinamika
sendiri tidak akan digunakan secara keseluruhan karena konsep ini juga cukup luas
dan holistik. Oleh karena itu tim akan memilah-milah konsep ini sesuai dengan
relevansinya dengan konsep dampak sosial dan dampak ekonomi, serta
mempertimbangkan realita yang ada di lapangan (lokasi penelitian).
Secara sederhana dalam pemahaman awam, dampak merupakan konsekuensi
dari suatu hal yang dilakukan. Dalam konteks akademis/ilmiah dampak didefinisikan
sebagai perubahan-perubahan pada manusia, masyarakat dan lingkungan yang terjadi
sebagai akibat yang ditimbulkan dari suatu kegiatan. Konsep sosial sendiri merujuk
pada hal-hal yang berkaitan dengan prilaku masyarakat, kelompok, interpersonal, atau
yang berkaitan dengan proses sosial. Sedangkan konsep masalah sosial merujuk pada
permasalahan yang timbul karena perilaku interpersonal atau permasalahan yang
timbul dalam proses sosial.
Dampak sosial merupakan perubahan yang terjadi pada manusia dan
masyarakat diakibatkan oleh aktivitas pembangunan, rencana usaha atau kegiatan.
Dampak sosial muncul ketika terdapat aktivitas; proyek, program atau kebijaksanaan
yang akan diterapkan pada suatu masyarakat. Bentuk intervensi ini berpotensi
mempengaruhi keseimbangan pada suatu struktur dan sistem masyarakat.
Menurut Carley dan Bustelo (1984:5) ruang lingkup aspek dampak sosial paling
tidak mencakup aspek demografis, sosial ekonomi, psikologis, institusi dan sosial
budaya. Dampak demografis meliputi perubahan struktur penduduk, pemindahan dan
relokasi penduduk. Dampak sosial ekonomi terdiri dari perubahan pendapatan,
kesempatan berusaha, dan pola tenaga kerja. Dampak institusi meliputi naiknya

FX. Hermawan Kusumartono 3


Kolokium Sebranmas 2010

permintaan akan fasilitas seperti perumahan, sekolah dan sarana rekreasi. Dampak
psikologis dan sosial budaya meliputi integrasi sosial, kohesi sosial, keterikatan
dengan tempat tinggal. Untuk aspek dampak sosial pembangunan Jembatan Selat
Malaka, tim peneliti menggunakan konsep Social Impact Asessment (SIA) sebagai
kerangka konsep untuk membantu melihat potensi dampak sosial di wilayah studi. SIA
merupakan suatu cara untuk mengorganisasikan konsekuensi dari suatu perubahan
sosial yang berasal dari kegiatan atau kebijakan yang baru diusulkan atau yang sudah
berlangsung(Burdge, 1994:4). Hal ini digunakan untuk membantu pengambil
keputusan dalam menentukan keputusan terbaik berdasarkan informasi yang diperoleh
sebelumnya untuk meminimalisasi dampak atau melakukan rencana mitigasi dalam
sebuah kegiatan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa infrastruktur yang baik akan menunjang
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Kualitas dan efisiensi dari pelayanan
infrastruktur mempengaruhi keberlanjutan dari aktivitas bisnis dan ekonomi secara
umum. Permintaan pelayanan infrastruktur dan pelayanan publik lainnya akan
meningkat seiring dengan meningkatnya ekspektasi mayarakat dalam memperoleh
pelayanan publik sebagai bentuk dari peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat.
Dalam tataran praktis, aksesibilitas dan ketersediaan infrastruktur dapat
mendukung perekonomian suatu daerah. Kesenjangan ketersediaan infrastruktur
dapat juga menyebabkan kesenjangan pembangunan antar daerah. Infrastruktur fisik
seperti transportasi darat memiliki peranan penting dalam membuka akses bagi
wilayah-wilayah yang masih terisolasi dan membuka wilayah-wilayah terpencil dan
terisolasi dengan menyediakan pelayanan transportasi yang aman, nyaman, cepat,
efisien dan terjangkau oleh masyarakat dan manfaat lain yaitu:

• Infrastruktur memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui


penyediaan jalur permintaan dan penawaran dengan mengurangi biaya ekonomi,
kontribusi terhadap diversifikasi dalam perekonomian dan menyediakan akses bagi
aplikasi teknologi modern.
• Infrastruktur memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas kehidupan
dengan menyediakan pelayanan public dan juga berperan dalam menjaga
stabilitas makroekonomi.

Pembangunan suatu wilayah selalu dibarengi dengan adanya pembangunan di bidang


infrastruktur. Ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang baik akan dapat
mendorong akselerasi aktivitas ekonomi. Akan tetapi selama ini peran infrastruktur
dalam perekonomian masih dianggap sebagai sekedar pelengkap saja, padahal jika
dicermati dengan baik maka peranan infrastruktur menjadi sangat penting dan sentral
karena menjadi prasyarat dasar yang memfasilitasi pembangunan di suatu wilayah
sehingga keberadaan infrastruktur menjadi mutlak dalam perekonomian (Hirschman,
1958). Peranan infrastruktur dalam perekonomian telah menjadi bagian dari kajian
ekonomi secara intensif misalnya David Aschauer (1989) yang mengemukakan bahwa
ketersediaan pelayanan infrastruktur merupakan faktor produksi penting. Penelitian
Ascheur (1989) ini juga mengungkapkan fakta empiris bahwa menurunnya
produktivitas, dapat disebabkan oleh memburuknya ketersediaan pelayanan
infrastruktur.
Kemampuan infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi juga
banyak dipelajari misalnya oleh World Bank (1994), Canning (1999), Calderon dan
Serven (2002) yang secara umum menunjukkan bahwa investasi infrastruktur
berdampak signifikan dan positif terhadap perekonomian. Penyediaan infrastruktur
yang semakin baik akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
Akan tetapi yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah seberapa besar suatu wilayah
mampu memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur dalam pembangunannya. Hal ini
memerlukan adanya pemetaan potensi dari suatu wilayah misalnya satu daerah
sebelum suatu proyek infrastruktur dijalankan. Hal ini menjadi penting karena investasi

FX. Hermawan Kusumartono 4


Kolokium Sebranmas 2010

yang besar dalam pembangunan infrastruktur harus dapat memaksimalkan potensi-


potensi yang ada di suatu daerah. Analisis potensi ekonomi dari suatu daerah dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya dengan melakukan identifikasi sector-sektor
potensial yang menjadi unggulan daerah maupun yang potensial dikembangkan di
suatu daerah.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa
bagaimanapun juga pembangunan infrastruktur adalah sebuah isu jangka panjang
yang menggambarkan pentingnya karakteristik dari konsep pembangunan jangka
panjang dalam periode pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Sehingga
keputusan dalam investasi infrastruktur membutuhkan adanya perspektif jangka
panjang dari para pengambil keputusan (Akatsuka dan Yoshida, 1999). Oleh
karenanya rencana pembangunan JSM juga harus dilihat dari perspektif kepentingan
masa depan, baik lokal, regional maupun nasional.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggambungkan dua metode sekaligus yaitu kualitatif


dan kuantitatif. Metode kualitatif akan digunakan untuk mencari jawaban atas hal yang
tidak terukur dan sifatnya lebih subyektif, sedangkan metode kuantitatif akan
menjawab hal-hal yang terukur. Metode kualitatif sebagai metode utama akan
digunakan untuk menjawab semua pertanyaan penelitian yang ada, terutama untuk
mengidentifikasi atau menggali potensi dampak dari aspek sosial, ekonomi, kebijakan
dan keamanan. Di samping itu untuk memetakan gambaran sosial budaya masyarakat
sekitar lokasi yang direncanakan untuk pembangunan tim peneliti juga menakankan
pada metode kualitatif melalui beberapa teknik pengumpulan data seperti cwawancara
mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Penelitian ini juga dilengkapi dengan
penggunaan metode kuantitatif dalam melihat aspek ekonomi. Dalam analisis aspek
ekonomi akan dilakukan secara kuantitatif dengan berbagai teknik analisis ekonomi,
sedangkan data yang dikumpulkan lebih bersifat data sekunder yang merupakan data
kuantitatif.
Berdasarkan tipe penelitian, penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang
sifatnya menggali permasalahan yang ada dalam masyarakat dan belum pernah
terungkap secara jelas. Potensi dampak sosial, ekonomi, kebijakan dan keamanan
akibat rencana pembangunan Jembatan Selat Malaka yang digali dalam penelitian ini
merupakan hal baru yang belum pernah dikaji sehingga tim peneliti akan
mengidentifikasi atau menginventarisasikan sebanyaknya potensi dampak dari aspek
keempat aspek tersebut.

DATA HASIL LITBANG

Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda terdiri dari dua alternatif pilihan rute
yakni:

1. Rute Wiratman (diusulkan oleh Wiratman and Associate)

Alternatif yang diusulkan hanya satu yakni jembatan sepanjang 27,9 Km


melewati beberapa pulau seperti Pulau Sangiang, Pulau Merak, serta pulau
Rimaubalak sebagai pijakan.
Secara administratif, rute yang direncanakan oleh Wiratman di Provinsi Banten
dan Lampung termasuk dalam lingkup lokasi berikut ini:
• Di Banten : Di Sekitar Desa Citangkil Kecamatan Kalianda. 11 Km dari
Pelabuhan Merak dan Berlokasi di dekat kawasan industri Cilegon dan
kawasan Wisata Anyer.
• Di Lampung: Di lokasi Desa Sumur dan Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang.

FX. Hermawan Kusumartono 5


Kolokium Sebranmas 2010

2. Rute Balitbang (diusulkan oleh Balitbang PU)

Alternatif yang diusulkan adalah:


a. Jembatan sepanjang 29,2 Km
b. Terowongan (Sindur) sepanjang 30 Km

Secara administratif, rute yang direncanakan oleh Balitbang di Provinsi Banten


dan Lampung termasuk dalam lingkup lokasi berikut ini:

• Di Banten : Berlokasi di Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Ampel,


berdekatan dengan Desa Salira, Kecamatan Pulo Merak.Lokasi tersebut
berjarak sekitar 4 hingga 5 Km dari Pelabuhan Merak dan hanya 2 Km dari
Pusat Industri Listrik Indonesia Power Suralaya.
• Di Lampung: Berlokasi di lokasi antara Desa Ketapang dan Desa Sidoasih,
Kecamatan Ketapang dan Sidoasih. Hanya 3 Km dari Pelabuhan
Bakauheni

Gambar.1 Rute Jembatan Selat Sunda (JSS)

PEMBAHASAN

ASPEK EKONOMI

a. Prospek Perekonomian Banten

• Perkembangan perekonomian Banten berjalan cukup menggembiarakan


meskipun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak terlalu tinggi dan
berada pada kisaran di bawah 6 persen setiap tahunnya.

FX. Hermawan Kusumartono 6


Kolokium Sebranmas 2010

• Kontribusi terbesar terhadap angka PDRB disumbangkan oleh sektor industri


pengolahan (49,07 %), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran (17,90 %) serta pengangkutan dan komunikasi (9,52 %).

• Perkiraan kondisi tahun 2008 sepertinya belum akan banyak terjadi pergeseran
kontribusi sektoral yang sangat mencolok dari sisi sumbangan terhadap PDRB.
Struktur perekonomian Banten yang mengandalkan sektor industri pengolahan,
perdagangan dan pengangkutan masih akan tetap dominan pada pembentukan
PDRB Propinsi Banten sekarang dan tahun-tahun berikutnya.

• Pada tahun 2008 diproyeksikan pertumbuhan PDRB Propinsi Banten akan


mampu mengalami peningkatan hingga 6,09 persen dengan syarat adanya
keberlanjutan peningkatan sektor pertambangan dan galian, peningkatan pada
sektor industri pengolahan dan sektor angkutan dan komunikasi dan dengan
berharap adanya perbaikan pada pertumbuhan sektor listrik dan air bersih.

Tabel. 2 Sektor unggulan dan non unggulan di propinsi Banten 2003 – 2006

Sektor-sektor Unggulan Sektor Non Unggulan


Industri Pengolahan Pertanian Bangunan
Perdagangan, hotel, dan Pertambangan dan Keuangan, persewaan
restoran Pengalian dan jasa perusahaan
Pengangkutan dan komunikasi Listrik, gas, dan air minum Jasa-jasa
Sumber: hasil perhitungan

• Berdasarkan sektor-sektor unggulan dan non unggulan di atas dapat terlihat


bahwa kegiatan ekonomi di Propinsi Banten banyak di dorong oleh sektor
sekunder dan tersier seperti industri pengolahan, perdagangan, hotel dan
restoran. Sementara sektor primer yaitu pertanian masih belum bisa
menunjukkan peningkatan performa yang lebih baik.

b. Potensi Pembangunan JSS bagi Pengembangan Wilayah Banten

• Pengembangan wilayah Banten diarahkan pada peningkatan pembangunan


kawasan industri strategis.
• Pengembangan kawasan industri misalnya dalam pembentukan Kawasan
Ekonomi Khusus yang direncanakan berlokasi di wilayah Kecamatan
Bojanegara tidak terlepas dari visi pemerintah propinsi Banten yang ingin
menjadi propinsi pelabuhan terkemuka di Indonesia tahun 2017. Sehingga
pembangunan JSS dengan rute Balitbang yang direncanakan di dekat wilayah
Kecamatan Bojanegara akan sangat menguntungkan secara ekonomi
penggembangan wilayah nantinya.

Tabel.3 Wilayah pengembangan propinsi Banten

Keterangan WKP I WKP II WKP III


Kabupaten/Kota Kab. Tangerang Kab. Serang Kab. Pandeglang
Kota Tangerang Kota Serang Kab. Lebak
Kota Cilegon
Potensi Unggulan Perdagangan dan Jasa, Pelabuhan, Industri, Pertanian, Kelautan,
Industri, Pelabuhan Udara, Perdagangan dan Pariwisata,
Perumahan, Pendidikan Jasa, Pariwisata, Pertambangan, Industri
Pendidikan, Kecil

FX. Hermawan Kusumartono 7


Kolokium Sebranmas 2010

Pertanian, Kelautan

Arahan Industri, Perdagangan dan Pariwisata, Pertanian, Pariwisata, Pertanian,


Pengembangan Jasa, Permukiman Pertambangan, Pertambangan,
(Berdasarkan RTRW Industri Kehutanan, Kehutanan, Pendidikan
Propinsi Banten Pendidikan
2002-2017)
Sumber: RTRW Propinsi Banten 2002-2017. Pemprov Banten 2002

• Dengan peruntukan Kab Serang, Kota Serang dan Cilegon sebagai pelabuhan,
industri, kawasan Pariwisata dan jasa perdagangan, maka akan lebih visible
dari aspek ekonomi apabila JSSS dibangun di rute Balitbang yang akan
memberikan pengembangan baru bagi banten Selatan yang selama ini jauh
tertingal dibandingkan banten Utara.

c. Prospek Perekonomian Lampung

• Perkembangan perekonomian propinsi Lampung yang tercermin dari


pertumbuhan PDRB Lampung pada periode tahun 2004 – 2006 menunjukkan
peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Pada tahun 2006 total PDRB
Lampung mencapai Rp 30,87 triliun.

• Kontribusi terbesar terhadap PDRB disumbangkan oleh sektor pertanian,


industri pengolahan dan kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran.

• Berdasarkan data, terlihat dominasi sektor pertanian terhadap total PDRB


Lampung. Sumbangan sektor pertanian juga menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun dengan kontribusi hampir mencapai 50 persen dari total PDRB
Lampung yaitu sebesar Rp 13,19 triliun pada tahun 2006 meningkat dari tahun
sebelumnya yang hanya mencapai Rp 12,5 triliun. Sektor industri pengolahan
dan perdagangan, hotel dan restoran masing-masing menyumbangkan Rp 4,07
triliun dan Rp 4,85 triliun yang juga mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya.

• Struktur pembentukan PDRB Lampung dengan dominasi sektor pertanian


menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam
perekonomian Lampung.
• Sektor pertanian ini memiliki potensi untuk terus dikembangkan, khususnya
melakukan investasi baru di sektor pertanian pada bidang agroindustri maupun
agrobisnis yang mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar
dibandingkan dengan investasi di sektor pertanian tradisional. Dengan adanya
agroindustri maka akan dapat mengembangkan industri hilir sektor pertanian
dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Pembangunan JSS diharapkan dapat
menjadi gerbang pembuka bagi masuknya investor ke propinsi Lampung di
masa depan. Karena keadaan tersebut dapat meningkatkan aksesibilitas
wilayah Lampung dengan wilayah-wilayah lain dari jawa yang selama ini
menjadi konsentrasi pertumbuhan investasi di Indonesia.

FX. Hermawan Kusumartono 8


Kolokium Sebranmas 2010

Tabel.4 Sektor unggulan dan non unggulan di propinsi Lampung

Sektor Unggulan Sektor-sektor Non Unggulan


Pertambangan dan Pengalian Perdagangan, hotel, dan
restoran
Industri Pengolahan Pengangkutan dan komunikasi
Pertanian Listrik, gas, dan air minum Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
Bangunan Jasa-jasa
Sumber: hasil perhitungan

d. Potensi Pembangunan JSS bagi Pengembangan Wilayah Lampung

• Hasil perhitungan nilai LQ dan rasio pertumbuhan mencerminkan bahwa


aktivitas perekonomian Lampung cenderung tumbuh lambat, khususnya dalam
pembentukan PDRB. Dukungan sektor industri pengolahan yang masih relatif
kecil menyebabkan akselerasi aktivitas ekonomi tidak seperti yang terjadi pada
kebanyakan daerah yang mengandalkan sektor industri pengolahan

• Peningkatan kontribusi sektor manufaktur menunjukkan fenomena yang


menarik di propinsi Lampung. Hal ini dapat terlihat pada kedua tabel di bawah
ini dimana jumlah perusahaan dan tenaga kerja yang terserap mengalami
penurunan tetapi nilai output dan nilai tambah yang dihasilkan justru
mengalami peningkatan.

Tabel.5 Banyaknya perusahaan industri besar/sedang dan tenaga kerja di


propinsi Lampung tahun 2000 – 2005
Pengeluaran
Banyaknya Banyaknya
Tahun untuk tenaga kerja
Perusahaan Tenaga kerja
(ribu Rp)
2000 231 48.341 366.52.670
2001 223 58.937 512.603.889
2002 213 58.602 479.240.257
2003 194 47.672 774.214.498
2004 187 62.890 633.479.819
2005 177 57.659 769.143.983
Sumber: BPS

DAMPAK PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA BAGI PEREKONOMIAN


PROPINSI BANTEN DAN LAMPUNG

• Dalam jangka panjang, investasi dalam pembangunan JSS ini akan mampu
memberikan multiplier effect bagi wilayah Banten dan Lampung serta wilayah-
wilayah lain yang berada di sekitarnya.

• Sektor-sektor yang diperkirakan akan mengalami dampak langsung adalah


sektor konstruksi dan bangunan yang akan mengalami peningkatan investasi
yang besar karena nilai proyek pembangunan JSS mencapai triliunan rupiah.
Sektor lain yang akan mengalami dampak langsung adalah sektor
pengangkutan, transportasi dan komunikasi karena adanya pergeseran volume
dan lalu lintas transportasi Jawa - Sumatera.

FX. Hermawan Kusumartono 9


Kolokium Sebranmas 2010

• Selanjutnya pembangunan JSS juga akan mempengaruhi struktur


perekonomian di kedua wilayah terutama dengan adanya investasi baru yang
masuk ke dalam wilayah-wilayah tersebut, misalnya industri pengolahan,
perdagangan, jasa keuangan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan di sektor-
sektor tersebut kemudian juga akan mendorong peningkatan kebutuhan energi
bagi aktivitas industri, jasa dan perdagangan sehingga meningkatkan pasokan
energi listrik dan juga bahan bakar minyak.

• Dalam perhitungan sederhana, dengan mengasumsikan bahwa besaran


investasi pembangunan JSS manfaatnya terbagi dua secara absolut yaitu
masing-masing 50% dari total biaya investasi sebesar Rp 210 triliun dalam
jangka waktu 8 tahun pembangunan proyek (2010 – 2017) maka investasi rata-
rata tahunannya bagi masing-masing propinsi Rp 26, 25 triliun.

• Nilai investasi sebesar Rp 210 triliun diperoleh berdasarkan hasil studi usulan
proyek Wiratman & Associates (1997) yang pada waktu itu memperkirakan total
biaya investasi sebesar Rp 92 triliun. Dengan memperkirakan laju inflasi dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir maka biaya proyek tersebut meningkat sebesar
125% menjadi Rp 210 triliun.

Multiplier Effect
Dengan dibangunnya JSS akan memberikan multiplier effect terhadap
pembentukan PDRB dalam jangka waktu 25 tahun sejak proyek direalisasikan
serta penyerapan tenaga kerja untuk provinsi Banten dan Lampung, sebagai
berikut :

Tabel.6 Multiplier effect

Provinsi Banten Provinsi Lampung


Multiplier Effect Rp 68,3 triliun 35,4 triliun
Penyerapan Tenaga 1.236.182 orang 710.336 orang
Kerja

ASPEK SOSIAL

a. Pembebasan lahan
Lebih sulit pembebasan lahan di Provinsi Banten dibandingkan lampung

Perbandingan Pembebasan Lahan Rute Balitbang dan Wiratman di Propinsi


Banten

Pembebasan lahan akan lebih mudah dilaksanakan di rute Balitbang dibandingkan


rute Wiratman. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor dibawah ini:
• Kepadatan penggunaan lahan jauh lebih padat di rute Wiratman dibandingkan
Balitbang.
• Lahan di rute Wiratman saat ini digunakan sebagai kawasan industri,
permukiman padat, dan lokasi kunjungan wisata pantai. Sedangkan di rute
Balitbang lebih didominasi oleh lahan pertanian dan lahan tidur.
• Membebaskan lahan pertanian lebih mudah untuk Banten daripada
membebaskan industri dan pariwisata serta permukiman padat di kawasan
Cilegon.
• Lahan pengganti lebih tersedia di rute Balitbang dibandingkan rute Wiratman.

FX. Hermawan Kusumartono 10


Kolokium Sebranmas 2010

• Potensi campur tangan spekulan tanah lebih tinggi di rute Wiratman


dibandingkan Balitbang.
• Harga lahan lebih tinggi di rute Wiratman dibandingkan Balitbang.

Berikut ini tabel perbandingan beberapa faktor yang akan mempengaruhi


pengadaan atau pembebasan lahan kedua rute tersebut :

Tabel.7 Perbandingan Pengadaan Tanah JSS Di Propinsi Banten


Faktor Rute Balitbang Rute Rute
Wiratman Pilihan
Kepadatan • Tingkat kepadatan • Kepadatan penduduk Ballitbang
penduduk & penduduk tidak terlampau relatif lebih tinggi
Ketersediaan tinggi 1.205,6 Km2 dibandingkan rute
lahan • Kepadatan bangunan relatif Balitbang dengan 2.189,6
rendah. Km2
• Permukiman tidak padat, • Kepadatan bangunan
masih banyak lahan kosong relatif tinggi
• Merupakan areal
permukiman padat, areal
industri yang padat
Penggunaan • Didominasi oleh lahan • Didominasi lahan untuk Ballitbang
Lahan pertanian (47,06%) industri dengan rata-rata
• Jenis pertanian adalah 51,93%
kebun-kebun yang ditanami • Areal permukiman
kelapa,ubi kayu,dsb dengan rata-rata 25,36%
• Hanya sedikit areal (padat)
permukiman yakni 18,2% • Rencana tol akan
• Bukan permukiman padat melewati kawasan
industri KS dan Gardu
listrik Kota Cilegon
Penggunaan • Penduduk mayoritas bekerja • Penduduk mayoritas Ballitbang
Lahan oleh sebagai buruh industri bekerja sebagai buruh
Masyarakat 54,2% industri 65,3%
• Petani hanya 29,2% • Pemkot Cilegon dan
• Lahan pertanian tidak Propinsi Banten sangat
menjadi mata pencaharian mengandalkan
utama penduduk. pemasukan dari industri
• Pemerintah Kota Cilegon di kawasan industri KS t.
juga tidak terlampau Kontribusi 71,44% thd
mengandalkan pertanian PDRB
sebagai sumber PAD-nya, • Kota Cilegon (industri
hanya 2,7% maupun rumah tangga)
sangat membutuhkan
pasokan listrik dari gardu
listrik Kota Cilegon.
Ketersediaan • Lahan kosong masih cukup • Penggunaan lahan Ballitbang
lahan banyak. sangat padat, hampir
pengganti • Alternatif lahan untuk tidak ada lahan kosong.
relokasi masih cukup • Tidak tersedianya lahan
• Permukiman penduduk di untuk relokasi.
sekitar jalan masih mungkin • Lahan sudah jenuh dan
digeser ke areal kosong di sangat padat untuk pabrik
belakangnya. industri dan permukiman.
• Relokasi lahan pertanian Kecil kemungkinan bisa
dan permukiman penduduk digeser karena sangat
mudah dilakukan padat.
• Relokasi permukiman
padat dan industri akan

FX. Hermawan Kusumartono 11


Kolokium Sebranmas 2010

memakan waktu lama


dan menimbulkan
masalah yang lebih
besar.
Nilai/harga • Lahan belum terlampau • Lahan tergolong barang Ballitbang
lahan langka langka
• Harga lahan masih relatif • Tidak tersedianya lahan
rendah yakni berkisar dari untuk relokasi.
200 hingga 500 ribu/m² • Harga lahan sudah relatif
tinggi yakni berkisar dari
400 ribu – 1,1 juta/ m²

Pihak-pihak • Masyarakat pemilik lahan • Pihak Industri Ballitbang


yang harus • Beberapa industri yang • Pihak PLN
dihadapi lahannya akan terkena • Masyarakat pemilik lahan
dalam dampak
pembebasan
Pengambilan • Proses pengambilan • Proses pengambilan Ballitbang
keputusan keputusan lebih kepada keputusan cenderung Wiratman
oleh keputusan kolektif individual dan bukan
masyarakat • Kesepakatan harga yang keputusan kolektif
relatif seragam dapat lebih • Sulit mendapatkan
berpotensi untuk terwujud keseragaman nilai lahan
(Paternalistik) yang akan dibebaskan
• Tokoh masyarakat lokal • Tokoh masyarakat lokal
(baik formal maupun juga akan berperan
informal) sangat berperan dalam pengambilan
dalam pengambilan keputusan. Hanya saja
keputusan tidak sedominan pada
rute Balitbang.

Mafia/Spekula • Kecenderungan campur • Kecenderungan campur Ballitbang
n Tanah tangan “jawara” lokal dalam tangan “jawara” lokal Wiratman
proses negosiasi dalam proses negosiasi
pembebasan/ pengadaan pembebasan/
lahan kecil. pengadaan lahan besar.
• Peran tokoh masyarakat • Peluang campur tangan
yang cenderung dominan. spekulan dari pihak luar
lebih besar karena lahan
yang langka, harga yang
relatif tinggi, dan
pengambilan keputusan
yang cenderung
individual
Potensi konflik • Lahan belum terlampau • Lahan tergolong barang Ballitbang
dalam langka langka
pembebasan • Masyarakat cenderung • Cenderung akan ditolak
lahan mengapresiasi positif masyarakat
pengembangan jalan akses • Potensi campur tangan
• Peran tokoh masyarakat spekulan yang tinggi
yang dominan • Beragamnya kepentingan
• Potensi campur tangan berbagai pihak
spekulan yang minim • Potensi konflik dalam
• Potensi konflik relatif rendah pembebasan lahan
sangat tinggi

FX. Hermawan Kusumartono 12


Kolokium Sebranmas 2010

Perbandingan Pembebasan Lahan Untuk Rute Balitbang dan Wiratman di Propinsi


Lampung

• Tidak terdapat perbedaan signifikan kesulitan pembebasan lahan untuk kedua rute
di Provinsi Lampung. Minimnya perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor berikut
ini:

1. Letaknya yang berdekatan satu sama lain dan masih berada dalam wilayah
kecamatan yang sama yakni Kecamatan Ketapang.
2. Karakteristik penggunaan lahan dan kepadatan penduduk sama-sama
didominasi pertanian
3. Secara sosio-demografis juga dihuni oleh etnis-etnis yang sama yakni dari etnis
Lampung, Jawa dan Sunda.

• Namun, dari kedua rute tersebut, rute pilihan Balitbang memiliki nilai lebih
dibandingkan rute Wiratman. Hal tersebut disebabkan:

1. Signifikansi penggunaan lahan terhadap penghidupan masyarakat lebih tinggi


di rute Wiratman sehingga apabila pembebasan dilaksanakan di rute Wiratman
maka akan mengganggu perekonomian masyarakat yang mengandalkan sektor
pertanian.
2. Nilai lahan yang cenderung lebih rendah di rute Balitbang karena lebih jauh dari
Bakauheni dibandingkan rute Wiratman.
3. Harga lahan yang lebih tinggi di rute Wiratman dibandingkan Balitbang.

Berikut ini tabel perbandingan aspek sosial dalam pengadaan/pembebasan lahan di


kedua lokasi di Propinsi Lampung:

Tabel.8 Perbandingan Pengadaan Tanah JSS Di Propinsi Lampung

Faktor Rute Balitbang Rute Rute


Wiratman Pilihan
Kepadatan Tidak Padat Tidak Padat Sama
penduduk
Penggunaan • Didominasi oleh lahan • Didominasi oleh lahan Sama
Lahan kering sebesar 73,2% kering sebesar 43,9%
• Pertanian rata-rata • Pertanian rata-rata
18,7%. 34,9%.
• Hanya sedikit areal • Hanya sedikit areal
permukiman yakni 2,3% permukiman yakni
0,5%
Signifikansi • Penduduk mayoritas • Penduduk mayoritas Balitba
Penggunaan bekerja sebagai nelayan bekerja sebagai ng
Lahan saat ini 94,1% petani 89,1%
Terhadap • Petani hanya 3,3% • Keberadaan lahan
Masyarakat • Pertanian merupakan pertanian penting bagi
pekerjaan sampingan penghidupan petani.
ketika tidak bisa melaut • Pertanian merupakan
• Lahan pertanian tidak andalan bagi Pemda
menjadi mata lampung Selatan
pencaharian utama karena kontribusinya
penduduk. PDRBmencapai
• Perikanan menyumbang 81,23%

FX. Hermawan Kusumartono 13


Kolokium Sebranmas 2010

4,5% dari PDRB

Ketersediaan • Lahan kosong masih • Lahan kosong masih Sama


lahan pengganti cukup banyak. cukup banyak.
• Alternatif lahan untuk • Alternatif lahan untuk
relokasi di daerah itu relokasi masih banyak
masih banyak • Permukiman
• Permukiman penduduk penduduk di sekitar
di sekitar jalan masih jalan masih sangat
mungkin digeser ke mungkin digeser ke
areal kosong di areal kosong di
belakangnya. belakangnya.
• Relokasi lahan pertanian • Relokasi lahan
dan permukiman pertanian dan
penduduk mudah permukiman
dilakukan penduduk mudah
dilakukan.

Nilai/harga lahan • Harga lahan masih Balitba


relatif rendah berkisar • Harga lahan relatif ng
50 hingga 125 ribu/m² tinggi berkisar 100 –
• Lebih jauh dari 200 ribu/ m²
Pelabuhan Bakauheni • Dekat dengan
Pelabuhan bakauheni

Pihak yang harus Masyarakat Masyarakat Sama


dihadapi u/
pembebasan
Pengambilan • Proses pengambilan o Proses pengambilan Sama
keputusan keputusan lebih kepada keputusan bersifat
keputusan kolektif kolektif
• Kesepakatan harga o Kesepakatan harga
mudah dicapai mudah dicapai
• Tokoh masyarakat lokal o Tokoh masyarakat
(baik formal maupun lokal (baik formal
informal) sangat maupun informal)
berperan mengambil sangat berperan
keputusan (paternalistik mengambil keputusan
kuat) (paternalistik kuat)
Mafia/Spekulan • Kecil kemungkinan • Kecil kemungkinan
Tanah campur tangan spekulan campur tangan
dari pihak luar karena spekulan dari pihak
peran tokoh masyarakat luar karena peran
yang cenderung tokoh masyarakat
dominan yang cenderung
dominan
• Masyarakat kuat sulit
dipengaruhi spekulan • Masyarakat kuat sulit
dipengaruhi spekulan
Potensi konflik • Lahan belum terlampau • Dekat dengan Sama
dalam langka Bakauheni,
pembebasan • Peran tokoh masyarakat Berpotensi
lahan kuat menghilangkan mata
• Potensi campur tangan pencaharian

FX. Hermawan Kusumartono 14


Kolokium Sebranmas 2010

spekulan yang minim penduduk yang


• Potensi konflik relatif mengandalkan jasa
rendah dan perdagangan di
Bakauheni
• Lahan belum
terlampau langka
• Peran tokoh masy
kuat
• Potensi campur
tangan spekulan yang
minim
• Potensi konflik sosial
relatif rendah

2. Pola Migrasi

• Keadaan selama ini, trend migrasi penduduk dari Sumatera ke Jawa masih
cukup tinggi atau jauh lebih tinggi dari migrasi masuk ke Sumatera. Pada grafik
terlihat bahwa migrasi masuk ke Jawa mencapai 12,2% berbanding 8,9%
migrasi masuk ke Sumatera.
• Dari aspek ekonomi, saat ini migrasi lebih tinggi ke Jawa (Banten, Jawa barat)
oleh karena struktur ekonomi Jawa mengandalkan sektor manufaktur yang
akan lebih menyerap banyak tenaga kerja dibandingkan sektor pertanian yang
menjadi andalan perekonomian Lampung dan Sumatera pada umumnya.
• Apabila ingin meningkatkan trend migrasi dari Jawa ke Sumatera, berikut ini
beberapa prasyarat yang harus diperhatikan:

a. Kesiapan propinsi-propinsi di Sumatera harus ditingkatkan untuk


meningkatkan investasi masuk dengan memacu pengembangan wilayah.
b. JSS penting, tetapi bukan yang utama. Iklim usaha, kemudahan perijinan,
dan optimalisasi potensi daerah lainnya perlu dipacu.
c. Apabila Sumatera ingin mengurangi migrasi ke Jawa, Propinsi-propinsi di
Pulau Sumatera harus meningkatkan investasi masuk di sektor industri
berbasis nasional yang menawarkan lapangan kerja.

25

21,1 Sumatera (In)


20
19,6
15 14,3 12,2 Jawa (In)
10,9
11,4
10 9,8
10,7
Sumatera (Out)
4,9
8,9
5 7,1

3,7 Jawa (Out)


0
(Sensus) (Sensus) (SUPAS)

1990 2000 2005

Gambar.2 Trend migrasi penduduk di Jawa dan Sumatera.

• Kecenderungan pilihan daerah tujuan migrasi di Sumatera dan Jawa saat ini
lebih pada propinsi terdekat dengan tingkat ekonomi lebih baik (PDRB, upah
minimum dan angka pengangguran). Daerah Tujuan migrasi utama di
Sumatera adalah Riau dan Sumatera Selatan (daerah yang relatif lebih maju
industrinya).

FX. Hermawan Kusumartono 15


Kolokium Sebranmas 2010

• Jakarta dan Jawa Barat juga masih menjadi tujuan migrasi dari segenap
propinsi di Sumatera
• Migrasi penduduk masuk ke Lampung dan Sumatera Selatan sedikit meningkat
pada tahun 2000 dan 2005
• Migrasi penduduk keluar dari Jawa Barat dan Jakarta sedikit meningkat mulai
tahun 90-an hingga saat ini.
• Namun masih jauh lebih besar migrasi penduduk ke Jawa Barat dan Jakarta
• Mengapa? Industri dan lapangan kerja di Sumatera, khususnya Lampung
masih belum berkembang dibandingkan Jawa (pertanian centris).
• Butuh peran pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat, melalui
pengembangan wilayah, Good Governance dan Clean Governance di
Sumatera.

In Migration Out Migration


1200 1200 1112,3
956
1000 Banten 1000 Banten
821,3
976,5 850,3
800 800
734,5 712,3 Lampung Lampung
643 631,7
600 600 450,3
Sumatera 367,2 Sumatera
443
400 Selatan 400 411,2 327,8 Selatan
344,5 328,1
223,5 Jakarta 256,3 233,04 143,5 Jakarta
200 211,1 200
167,6
110,8 123,7 223,7 149,25
45,4 109,4
0 Jawa Barat 0 Jawa Barat
(Sensus) (Sensus) (SUPAS) (Sensus) (Sensus) (SUPAS)

1990 2000 2005 1990 2000 2005

Gambar.3 Perhitungan menggunakan proporsi (per 1000 penduduk bermigrasi)

KESIAPAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH, PERAN SWASTA &


MASYARAKAT

a. Sumatera perlu segera menata diri

• Jalan lintas Sumatera yang kondisinya sebagian besar rusak.


• Dari aspek sosiologi politik, kecenderungan banyaknya kasus korupsi yang
melibatkan pimpinan daerah di Sumatera (Gub. Riau, Mantan Gub Sumsel,
Walikota Medan, Mantan Gub. Nanggroe Aceh Darussalam, Kasus Sekda Bintan,
dsb) memperburuk citra pemerintah daerah.
• Iklim investasi daerah Sumatera seperti Lampung, Jambi, Sumatera Utara, dan
Barat yang masih buruk (hubungan pemerintah daerah dengan sektor swasta
yang kurang baik, pemerintah kurang “merangkul” swasta)
• Pungutan liar yang masih tinggi (baik dari oknum aparat formal maupun preman).
Contoh: Medan, Lampung, Palembang dan Riau
• Hanya Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang sudah mengembangkan
pelayanan perijinan terpadu (one stop services) untuk mempermudah perijinan
usaha. Pelayanan perijinan menjadi salah satu daya tarik utama bagi investasi
sektor swasta.

b. Lampung cenderung belum siap

• Infrastruktur fisik (jalan) di Lampung tidak bagus/memadai, seringkali macet, jalan


sangat sempit.
• Prasarana penerangan yang minim
• Tingkat kriminalitas yang tinggi terhadap kendaraan pengangkutan barang

FX. Hermawan Kusumartono 16


Kolokium Sebranmas 2010

• Pungutan liar yang marak terjadi baik oleh oknum polisi maupun calo pelabuhan
• Kendala Prasarana Penyeberangan (kapal tua, fasilitas cenderung buruk)
• Pemerintah belum mengkaji secara benar masalah utama dari kemacetan
penyeberangan yang ada.
• Hubungan pemerintah daerah dengan sektor swasta kurang harmonis.
• Arah pengembangan ke pariwisata tidak ditunjang dengan perbaikan prasarana
penyeberangan yang notabene menjadi faktor utama dalam menarik wisatawan
dari Jawa.
• Kabupaten/Kota belum memiliki instrumen pelayanan perijinan terpadu sebagai
salah satu “gula utama” investasi (saat ini sudah 98 Kabupaten/Kota di Indonesia
yang menerapkan, namun tidak satupun kabupaten/kota di Lampung yang
menerapkan.

Sektor Swasta di Lampung dan Propinsi lainnya di Sumatera Belum


Seimbang dengan di Jawa

• Hubungan swasta dengan pemerintah daerah kurang baik.


• Relatif berskala lebih kecil dibandingkan di Jawa (Jakarta dan Banten)
• Masih dominan pada sektor pertanian dan peternakan.
• Kendala kebutuhan lahan investasi untuk sektor usaha yang pada umumnya
membutuhkan lahan pada skala besar. Sedangkan secara geografis
ketersediaan lahan pada topografi yang sama sangat sulit di Lampung.

Gambar.4 Masih maraknya praktek percaloan di pelabuhan Bakauheni menjadi


pekerjaan rumah tersendiri yang harus dibenahi untuk perbaikan pelayanan
transportasi penyeberangan

KESIMPULAN & REKOMENDASI

a. Kesimpulan

1. Dari sisi sosial, ekonomi dan kebijakan pembangunan Jembatan Selat Sunda
perlu dilaksanakan karena beberapa alasan:
 Arus orang dan barang antara Pulau Jawa dan Sumatera sudah tergolong
tinggi, dan berpotensi semakin tinggi pada tahun-tahun yang akan datang
sehingga harus diantisipasi dengan pelayanan perhubungan yang semakin
baik dan memenuhi unsur kepastian waktu serta biaya.
 Secara kebijakan, isu desentralisasi atau otonomi harus diikuti dengan
inisiatif kebijakan pembangunan infrastruktur yang urgensinya tinggi untuk
perhubungan agar pergerakan daerah dalam pengembangan ekonomi
menarik investasi lebih lebar.
 Pembangunan JSS merupakan kunci pemerataan ekonomi dan penyebaran
penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatera.

FX. Hermawan Kusumartono 17


Kolokium Sebranmas 2010

2. Permasalahan jasa pelayanan penyeberangan seringkali menjadi hambatan


bagi arus transportasi orang dan barang Jawa Sumatera. Padahal kepastian
biaya dan waktu dalam perhubungan merupakan faktor yang sangat
dipertimbangkan investor atau swasta. Beberapa penyebab dari permasalahan
arus orang dan barang Jawa Sumatera melalui penyeberangan Merak-
Bakauheni, antara lain:
 Sistem keluar-masuk kendaraan ke kapal yang tidak diatur dengan sistem
yang tertata rapi dan transparan. Ditambah lagi dengan praktek percaloan
yang tumbuh subur di pelabuhan karena sistem yang tidak jelas tersebut
 Kondisi kapal yang rata-rata sudah tua dan tidak memenuhi syarat untuk
transportasi orang dan barang. Ditambah dengan kondisi alam, dalam hal
ini ombak laut yang dalam kondisi tertentu berbahaya untuk dilalui feri.
 Kontrol terhadap muatan kapal yang tidak baik.

3. Pembebasan lahan berpotensi lebih mudah di lokasi Balitbang dibandingkan


Wiratman karena beberapa faktor :
 Tingkat campur tangan spekulan tanah cenderung lebih tinggi di rute
Wiratman dibandingkan Balitbang
 Tingkat kepadatan penduduk dan bangunan yang lebih rendah di lokasi
Balitbang dibandingkan Wiratman. Lahan di rute Balitbang yang dominan
pertanian dan lahan tidur, sedangkan di rute Wiratman adalah kawasan
industri dan permukiman padat.
 Nilai/harga lahan di rute Wiratman jauh lebih tinggi dibandingkan rute
Balitbang

4. Berpotensi lebih mudah pembebasan lahan di Lampung daripada Banten.


 Di Banten karateristik masyarakat heterogen, penggunaan lahan dan
campur spekulan tanah tinggi.
 Sedangkan di Lampung cenderung homogen masyarakatnya tingkat
kesulitannya lebih mudah.

5. Kecenderungan pola migrasi saat ini masih didominasi migrasi masuk dari
Sumatera ke Jawa dibandingkan dari Jawa ke Sumatera. Apabila JSS
dibangun maka kecenderungan migrasi dari Jawa ke Sumatera akan lebih
meningkat jika propinsi-propinsi yang ada di Pulau Sumatera tidak
mengembangkan industri berskala nasional yang banyak menyerap tenaga
kerja (menciptakan gula-gula baru sesuai dengan potensi daerahnya).
6. Dari aspek ekonomi, Banten dominan dengan industri manufaktur, sedangkan
Lampung dominan dengan pertanian. Pembangunan JSS secara ekonomi tetap
saja akan menguntungkan Banten (dan Jawa secara umum) ketimbang
Lampung (dan Sumatera pada umumnya). Fungsi Lampung dan Sumatera
selama ini lebih pada penopang ekonomi di Jawa. Pembangunan JSS dalam
kondisi saat ini secara ekonomi justru akan semakin mengalirkan ekonomi ke
Jawa. Oleh karena itu pihak propinsi yang ada di Sumatera harus bekerja
keras agar terjadi sebaliknya.

7. Perekonomian Banten masih tumbuh dengan ditopang oleh sektor industri


manufaktur.Pengembangan wilayah propinsi Banten dilakukan dengan
menggunakan model pusat-pusat pertumbuhan dalam wilayah kerja
pengembangan pada industri jasa perdagangan dan pariwisata, pertanian, dan
industri manufaktur. Adapun perekonomian Lampung sangat didominasi oleh
sektor pertanian. Perlu dukungan sektor industri pengolahan. Pengembangan
kawasan Lampung yang banyak memiliki potensi unggulan di sektor pertanian
dapat mengadopsi model pengembangan kawasan agropolitan.

FX. Hermawan Kusumartono 18


Kolokium Sebranmas 2010

8. Pemerintah provinsi-provinsi di Sumatera secara umum belum siap, antara lain


:
• Jalan lintas Sumatera yang kondisinya sebagian besar rusak.
• Kecenderungan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pimpinan
daerah di Sumatera (Gub. Riau, Mantan Gub Sumsel, Walikota Medan,
Mantan Gub. NAD, Kasus Sekda Bintan, dsb).
• Iklim investasi di daerah Sumatera seperti Lampung, Jambi, Sumatera
Utara, dan Barat yang masih buruk
• Pungutan liar yang masih menjadi permasalahan tersendiri bagi sektor
usaha (baik dari oknum aparat formal maupun preman). Contoh Medan,
Lampung, Palembang dan Riau

9. Lampung cenderung belum siap menyambut pembangunan JSS


• Infrastruktur fisik (jalan) di Lampung masih kurang memadai, jalan sangat
sempit.
• Prasarana penerangan yang minim
• Tingkat kriminalitas yang tinggi terhadap kendaraan pengangkutan barang
• Pungutan liar yang marak terjadi baik oleh oknum polisi maupun calo
pelabuhan
• Pemerintah belum mengkaji secara benar masalah utama dari
penyeberangan Merak-Bakauni.
• Hubungan pemerintah daerah dengan sektor swasta kurang harmonis
sehingga iklim investasi belum membaik

10. Penetapan lokasi awal pembangunan JSS akan mempengaruhi struktur tata
ruang wilayah yang ada di sekitar JSS. Hasil kajian sosek menempatkan
starting point dari pembangunan jembatan di propinsi Banten terletak di daerah
Kecamatan Pulomerak yang berdekatan dengan lokasi pelabuhan Merak akan
memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomian Banten karena
meningkatkan daya dukung kawasan industri di Propinsi Banten yang akan
diarahkan ke wilayah Bojanegara dan sekitarnya, serta memperkuat daya
dukung infrastruktur pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

b. Rekomendasi

1. Dari kedua rute Rute, rute Balitbang lebih banyak banyak memberikan
kemudahan dari sisi dampak yang ada (sosial, ekonomi dan kebijakan).

2. JSS merupakan program jangka panjang, mengingat belum siapnya provinsi di


Sumatera. Oleh karena itu solusi jangka pendek direkomendasikan optimalisasi
pelayanan penyeberangan seperti, pembuatan sistem digital/komputerisasi,
penataan muatan kapal, peremajaan kapal ferry, rehabilitasi dermaga-dermaga
untuk mengantisipasi semakin tingginya kebutuhan penyeberangan.

3. Membangun Good Governance dan Clean Governance serta pengembangan


wilayah dan investasi secara integrated.

4. Pembangunan JSS dapat membawa manfaat optimal jangka panjang, maka


pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota se-Sumatera
(terutama Lampung) secepat mungkin menata kebijakan daerah dan
infrastruktur yang ada agar lebih siap menjadikan keberadaan JSS sebagai
daya ungkit ekonomi daerah. Misalnya dengan menerapkan kemudahan
perijinan dengan sistem perijinan satu atap, mendorong perencanaan wilayah,
dll.

FX. Hermawan Kusumartono 19


Kolokium Sebranmas 2010

DAFTAR PUSTAKA

Burdge, Rabel J. 1994. Social Impact: Assessment and Management: A Partisipative


Approach. Washington DC: The American Sociological Association
Hikmat, Harry. 2003. Analisis Dampak Lingkungan Sosial: Strategi Menuju
Pembangunan Berpusat Pada rakyat (People Centered Development). Makalah
Kuliah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Sosial-UI Jakarta.
Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia
Miles, Matthew B. Miles dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif, Jakarta:
UI Press
Soemarwoto, Otto. Januari 1991. Interaksi Manusia dan Lingkungan: Faktor Kritis
dalam Pembangunan Berkelanjutan, dalam Prisma No. 1 Tahun XX. Jakarta:
LP3ES.
Salim, Emil. Januari 1991. Pembangunan Berkelanjutan: Strategi Alternatif dalam
Pembangunan Dekade Sembilan Puluhan, dalam Prisma No.1 Tahun XX, Jakarta:
LP3ES.
Soemarwoto, Otto. 1998. Ekologi, Lingkungan dan Pembangunan, Jakarta: Penerbit
Jambatan
Laporan Akhir Kajian Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda,
Jakarta: Puslitbang Sebranmas, 2008
Laporan Pra FS Jembatan Selat Sunda, Bandung: Puslitbang Jalan dan Jembatan,
2008

FX. Hermawan Kusumartono 20

Anda mungkin juga menyukai