Anda di halaman 1dari 6

Pentingnya Peningkatan Komunikasi Dalam Pelaksanaan

Interprofessional Collaboration
Eva Eryanti Harahap/181101054

Evaeryanti333@gmail.com

Abstrak

Di dalam rumah sakit banyak jenis SDM baik itu dalam bentuk profesi maupun non profesi
maka dari itu perlu nya komunikasi untuk mencapai sebuah hasil. Kolaborasi interprofesional
merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien
dalam pelayanan kesehatan. Dalam rumah sakit baik itu dokter, perawat, bidan, nutrisionis,
farmasis, analis laboratorium, penata rontgen,dan fisioterapis harus menjaga komunikasi agar
penyelenggaraan pelayanan berjalan secara sempurna untuk mendukung dan merespon berbagai
kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi.

Kata Kunci : Rumah Sakit, Kolaborasi Interprofessional, Komunikasi

1. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang jasa
pelayanan kesehatan .Dalam penyelenggaraannya suatu pelayanan pada pasien
dirumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang profesi
maupun non profesi. Rumah Sakit yang bermutu adalah rumah sakit yang dapat
memberikan pelayanan melalui penyelenggaraan pelayanan secara sempurna pada
unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan
khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok macam-
macam profesi. Para profesionalyang utama memberikan asuhan kepada pasien di
rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis
keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang sering dan pasti
selalu berhubungan dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya dengan yang
utama profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis
laboratorium, penata rontgen, fisioterapis.
Penyediaan pelayanan di suatu rumah sakit harus sesuai untuk mendukung dan
merespon berbagai kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan
koordinasi dengan tingkat yang tinggi. Pelayanan yang ada di rumah sakit
merupakan pelayanan yang multidisilpin sehinga bisa berpotensi terjadinya
pelayanan yang tumpang tindih, terjadinya konflik interprofesional dan juga
keterlambatan pemeriksaan dan tindakan (Susilaningsih, 2016). Kolaborasi
interprofesional merupakan sebuah strategi untuk mencapai kualitas dengan hasil
yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Komunikasi
dalam kolaborasi merupakan unsur yang penting untuk meningkatkan kualitas
perawatan dan keselamatan pasien (Reni,A al,2010). Kemampuan untuk bekerja
dengan profesional dari disiplin yang lain untuk memberikan sebuah kolaboratif.

2. TUJUAN
Bertujuan untuk mengetahui hubungan interprofessional Collaboration dengan
keselamatan pasien.
3. METODE
Metode yang digunakan adalah pencarian literatur yaitu mencari literatur yang
berhubungan dengan hubungan interprofessional Collaboration dengan keselamatan
pasien. Karena cakupan topik yang terlalu luas maka literatur yang digunakan
dengan batas publikasi 10 tahun terakhir.

4. HASIL
komunikasi yang efektif antara profesional kesehatan juga penting untuk
memberikan pengobatan yang efisien dan pasien-berorientasi komprehensif .Selain
itu, ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk
antara profesional kesehatan merugikan pasien. (Matziou1 at al, 2014). Salah satu
kompetensi inti dalam melakukan praktek kolaborasi interprofesional adalah dengan
melakukan komunikasi interprofesional dimana untuk melakukan kolaborasi dan
kerja tim perawat harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan tim kesehatan
lainnya sehingga ddapat mengintegrasikan perawatan yang aman dan efektif bagi
pasien dan tenaga kesehatan lainnya (ANA, 2010). Contoh komunikasi
interprofesional yang di gunakan adalah SBAR (Situation-Background
AssessmentRecommendation). SBAR merupakan tehnik dalam
mengkomunikasikan informasi yang penting yang membutuhkan perhatian dan
tindakan dengan segera sehingga keselamatan pasien dapat terjamin dan terlindungi.
5. PEMBAHASAN
The American Nurses Association (ANA, 2010) menggambarkan komunikasi
efektif sebagai standar praktik keperawatan profesional. Kompetensi profesional
dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan keterampilan diagnostik
klinis, tetapi juga kemampuan dalam keterampilan interpersonal dan komunikasi.
Perawat terdaftar diharapkan untuk berkomunikasi dalam berbagai format dan di
semua bidang praktek. Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita
mengetahui dan mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses
komunikasi. Unsur-unsur itu adalah sumber (resource), pesan (message), saluran
(channel/ media) dan penerima (receiver/audience). Komunikasi dapat efektif
apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan,
pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada
hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003). Komunikasi yang efektif terjadi bila
pendengar (penerima berita) menangkap dan menginterpretasikan ide yang
disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim
berita). Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayakan
proses komunikasi yang efektif, yaitu antara lain:

a. Sensitifitas kepada penerima komunikasi Sensitivitas ini sangatlah penting


dalam penentuan cara komunikasi serta pemilihan media komunikasi.

b. Kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis Hal ini menjadi penting
dalam seseorang mengerti komunikasi yang disampaikan.

c. Penentuan waktu yang tepat dan umpan balik Hal ini sangatlah penting
terutama dalam mengkomunikasikan keadaan yang bersifat sensitif.

d. Komunikasi tatap muka Komunikasi semacam ini memungkinkan kita untuk


melihat dengan baik lawan bicara kita, melihat body language, melihat
mimik lawan bicara, serta menghilangkan panjangnya rantai komunikasi
yang memungkinkan terjadinya mis komunikasi.

e. Komunikasi efektif Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala


yang ditimbulkan oleh beberapa pihak, pasien, dokter, perawat maupun
tenaga kesehatan lainnya.
6. PENUTUP

Komunikasi efektif dalam Interprofesi Collaboration Practice sebagai upaya


meningkatkan kualitas pelayan. Oleh karena itu, komunikasi yang efektif dan kolaborasi
perlu diberi penekanan yang kuat di semua program perawatan kesehatan profesional
untuk menjamin kepuasan dan keamanan pasien.

7. REFERENSI
Elrifda, S. (2011). Budaya Patient Safety dan Karakteristik Kesalahan Pelayanan:
Implikasi Kebijakan di Salah Satu Rumah Sakit di Kota Jambi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 2.

Firawati. (2012). Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien di RSUD Solok, Jurnal


Keselamatan Pasien. 6 (2), 74-77.

Ginting, D. (2019). Kebijakan Penunjang Medis Rumah Sakit ( SNARS).


Yogyakarta: Deepublish.

Herawati, Y. T. (2015). Budaya Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah


Sakit X Kabupaten Jember. Jurnal Ikatan Kesehatan Masyarakat. 11(1), 54-58.

Isamainar, H. (2019). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta: Deepublish.

Kamil, H. (2017). Patient Safety. Idea Nursing Journal Vol 1No 1.

Kemenkes RI. (2011). Permenkes RI No. 1691/Menkes/VIII/2011 tentang


Keselamatan Pasien Rimah Sakit.

Panesar. S. S., Stevens. A. C., dkk. (2017). At a Glance Keselamat Pasien dan
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktek (edisi 4). Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7.
Jakarta : Salemba Medika.

Rivai, F., Sidin, A. I. & Kartika, I. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan
Implementasi Keselamatan Pasien di RSUD Ajjappannge Soppeng Tahun 2015.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 05, No. 4.

Sakinah, S., dkk. (2017). Analisis Sasara Keselamatan Pasien Dilihat dari Aspek
Pelaksanan Identifikasi Pasien dan Keamanan Obat di RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 5,
Nomor 4.

Siamamora, R. H. (2019). Buku Ajar : Pelaksanaan Identifikasi Pasien. Ponorogo


Jawa Timur : Uwais Inspirasi Indonesia.

Siamamora, R. H. (2018). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan


Menggunakan Media Audiovisual Terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap.
Jurnal Keperawatan Silampari vol. 3, No. 1. Hal. 342-351.

Siamamora, R. H. (2018). Documentation of Parient Identification Into The


Electronic System to Improve The Quality of Nursing Services. International
Journal of Scientific & Technology Research. Vol. 8. No. 09. Hal. 1884-1886.

Triwibowo, C., Yuliawati, S., & Husna, N. A. (2016). Hardover sebagai Upaya
Peningkatan Keselamatan Pasien (Patient safety) di Rumah Sakit. Jurnal
Keperawatan Soedirman. Vol 11 (2), Hal 77-79

Whardani, V. (2017). Buku Ajar Manajemen Keselamatan Pasien. Malang: UB


Press.

Anda mungkin juga menyukai