Anda di halaman 1dari 8

BAB 1 "Hakikat Bahasa dan Pembelajaran Bahasa"

Kegiatan Pembelajaran 1 "Hakikat Bahasa"

Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis
melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda yang disepakati, yang memiliki
makna yang dipahami (Webster’s New Collegiate Dictionary, 1981).

Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling terkait dan tertata secara
beraturan, serta memiliki makna. Unsur-unsur bahasa diatur, seperti pola yang berulang.
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis.

Sebagai sebuah simbol, bahasa memiliki arti. Simbol merupakan sistem maka untuk
memahaminya harus dipelajari.

Bahasa bersifat produktif, maksudnya dapat membentuk ribuan kata, kalimat atau wacana
dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya.

Bahasa memiliii fungsi komunikasi, kita dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, dan nilai-nilai
yang dianut sehingga dapat dipahami dan juga memahami orang lain.

Bahasa juga merupakan variasi, maksudnya ialah perbedaan penggunaan bahasa oleh suatu
kelompok manusia itu begitu banyak dan beragam, yaitu ada kelompok profesi guru, dokter,
pedagang, pemuka agama; ada orang yang tinggal di kota dan di desa; ada yang berpendidikan
tinggi dan ada yang tidak; ada kelompok pria dan wanita; juga ada kelompok usia tua, muda,
dan anak-anak.

Sebagai sebuah produk kebudayaan, bahasa juga merupakan simbol kelompok yang
mencerminkan identitas masyarakat penggunanya.

Secara umum, bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Secara khusus, bahasa memiliki
fungsi instrumental, personal, regulator, heuristik, imajinatif, interaksional, dan informatif.

Dalam penggunaannya, bahasa memiliki wujud yang bervariasi. Variasi atau ragam bahasa
dapat dikelompokkan berdasarkan pemakai dan pemakaiannya. Berdasarkan pemakainya,
ragam bahasa dapat dilihat dari segi (a) asal daerah penutur, yang melahirkan dialek geografis,
(b) kelompok sosial, yang melahirkan dialek atau ragam sosial dengan segala variannya, dan (c)
sikap berbahasa, yang melahirkan ragam resmi dan tak resmi atau keseharian. Bertolak dari
pemakaiannya, ragam bahasa dapat dilihat dari sudut (a) bidang perbincangan, yang
melahirkan ragam ilmiah, ragam sastra, ragam jurnalistik, dan ragam-ragam lainnya, (b) media
berbahasa, yang memunculkan ragam lisan dan tulis, serta (c) situasi berbahasa, yang
memunculkan ragam baku dan tak baku.

Kegiatan Pembelajaran 2 "Hakikat Pembelajaran Bahasa"

Belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara tetap melalui pengalaman, pengamatan,
dan bahasa, yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar atau perubahan tingkah laku itu
berkaitan dengan pengetahuan, sikap atau keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa
yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya. Tugas guru dalam pembelajaran adalah
menciptakan kegiatan dan lingkungan belajar yang dapat merangsang dan mendorong
keterlibatan siswa secara aktif. Sesibuk apa pun guru kalau siswa tidak mengalami proses
belajar maka pembelajaran sebenarnya tidak pernah terjadi. Dalam perspektif ini, siswa adalah
subjek belajar, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, desainer, dan
organisator.

Dalam kaitannya dengan belajar bahasa di sekolah, guru perlu memahami bahwa sebelum
masuk ke sekolah, siswa telah belajar bahasa melalui komunitasnya. Mereka belajar bahasa
(menyimak, berbicara, bahkan mungkin membaca dan menulis) bukan demi bahasa itu sendiri,
melainkan karena didorong oleh kebutuhannya untuk memahami dan dipahami. Anak-anak itu
belajar melalui pengamatan, eksperimen, dan interaksi langsung dalam situasi yang nyata
dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat, media, dan lingkungannya. Dengan ’strategi’
belajar yang dilakukannya, mereka dengan sangat cepat menguasai kemampuan berbahasa
layaknya orang dewasa. Pola belajar bahasa yang mereka lakukan adalah sebagai berikut.

1. Semua komponen, sistem, dan keterampilan bahasa dipelajari secara terpadu.

2. Belajar bahasa dilakukan secara alami dan langsung dalam konteks yang otentik.
3. Belajar bahasa dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya.

4. Belajar bahasa dilakukan melalui strategi uji-coba (trial-error) dan strategi lainnya.

Ada tiga tipe belajar yang melibatkan bahasa, yaitu berikut ini 1). Belajar bahasa, 2).Belajar
melalui bahasa, 3). Belajar tentang bahasa. Ketiganya dipelajari anak secara bersamaan.
Kemampuan berbahasa, pengetahuan tentang bahasa, dan pemahaman anak tentang ’dunia’
terjadi secara simultan.

Pemahaman tentang apa itu bahasa, seperti apa belajar, dan bagaimana anak belajar bahasa,
seyogianya menjadi pijakan guru dalam merancang, melaksanakan, dan melakukan evaluasi
pembelajaran bahasa. Dari ketiga hal itu diturunkanlah paradigma atau cara pandang belajar
bahasa di SD, seperti berikut ini.

1. Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan ’menerjunkan’ siswa secara langsung
dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya.

2. Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan memberikan


kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang
bermakna, fungsional, dan otentik.

3. Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi ---dengan pemodelan dan
dukungan --- yang disediakan guru.

4. Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan


kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya.

5. Uji-coba (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada


siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa.

6. Harapan (expectation), artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau berhasil dalam
belajar, jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia menjadi sukses. Paradigma
pembelajaran bahasa tersebut merupakan rambu bagi guru untuk memilih dan menerapkan
strategi pembelajaran bahasa di SD.
BAB 2 "Pemerolehan Bahasa Anak"

Kegiatan Belajar 1 "Pemerolehan Bahasa Pertama"

Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa yang diperoleh secara
alami, informal, dan melalui kegiatan berbahasa langsung. Bahasa yang pertama kali diperoleh
anak disebut bahasa pertama. Setidaknya ada tiga teori pemerolehan bahasa yang
diperbincangkan para ahli, yaitu pandangan nativistik, pandangan behavioristik, dan pandangan
kognitif.

Keberhasilan anak dalam mempelajari dan menguasai bahasa pertama dipengaruhi oleh
berbagai faktor dengan strategi tertentu. Faktor yang mempengaruhi penguasaan bahasa anak
adalah faktor biologis, intelektual, lingkungan, dan motivasi. Dalam mendukung keberhasilan
belajar bahasa anak, unsur lingkungan sosial memberikan bantuan berupa bahasa semang,
parafrase, penyederhanaan, perluasan, penguatan, penegasan kembali, pelabelan, dan
pemodelan. Sementara itu, strategi belajar bahasa yang dilakukan anak adalah mengingat,
meniru, mengalami langsung, bermain, dan menyederhanakan.

Kemampuan anak dalam berbahasa bertahap, tidak sekaligus. Tahap-tahap perkembangan


bahasa anak terdiri dari fase pralinguistik, fase satu-kata (holofrastik), fase dua kata, dan fase
telegrafis.

Kegiatan Belajar 2 "Pemerolehan Bahasa Kedua"

Pemerolehan bahasa kedua (B2) adalah bahasa yang dipelajari dan dikuasai anak setelah
menguasai satu bahasa. Dalam konteks anak Indonesia, yang menyandang status B2 itu dapat
bahasa daerah, bahasa Indonesia atau bahasa asing. Tergantung pada bahasa mana yang
pertama dikuasai anak lebih dahulu.

Belajar B2 dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) terpimpin, melalui pembelajaran
khusus, (2) alamiah, melalui kegiatan langsung berbahasa dalam suasana nyata atau (3)
terpimpin dan alamiah. Dari ketiga cara itu, yang paling efektif mempercepat penguasaan B2
adalah cara yang ketiga.
Ada tujuh teori yang menonjol yang dikemukakan dalam pemerolehan B2.

1. Model akulturasi, yang memandang penyesuaian budaya sangat mempengaruhi


pemerolehan B2. Pengaruh itu ditentukan oleh jarak sosial dan psikologis antara kelompok
pembelajar B2 dengan masyarakat asli pemilik B2 tersebut.

2. Teori akomodasi, yang menyatakan bahwa cara pembelajar B2 membatasi diri dalam
berhubungan dengan masyarakat ‘pemilik’ B2. Identifikasi hubungan antara kedua kelompok
akan menimbulkan motivasi yang mempengaruhi keberhasilan pemerolehan B2.

3. Teori wacana, yang berpendapat bahwa pembelajar B2 akan menemukan makna bahasa
melalui keterlibatannya dalam berkomunikasi. Semakin sering pembelajar terlibat dalam
komunikasi alamiah (dalam konteks berbahasa langsung) maka akan semakin baik kemampuan
B2-nya.

4. Model monitor, yang menyatakan tampilan berbahasa pembelajaran B2 ditentukan oleh cara
mereka menggunakan monitor. Penggunaan monitor yang berlebihan akan menghambat
penguasaan bahasa pembelajar.

5. Model kompetensi variable, yang berpendapat bahwa cara seseorang mempelajari bahasa
akan mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Produk
penggunaan bahasa terdiri atas berbagai macam produk bahasa (wacana) dari yang tidak
terencana sampai yang terencana.

6. Hipotesis universal, yang menyatakan bahwa bahasa antara anak (interlangue) akan terisi
dengan kaidah-kaidah bahasa yang bersifat universal. Pola-pola bahasa yang sesuai dengan
kesemestaan bahasa akan lebih mudah dipahami daripada pola-pola khusus. Penguasaan
struktur B1 akan membantu pembelajar dalam pemerolehan B2.

7. Teori neurofungsional, yang berpandangan adanya hubungan antara pemerolehan B2


dengan anatomi otak syaraf dan sistem otak.

BAB III "Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Bahasa"


Kegiatan Belajar 1 "Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Bahasa"

Dalam konteks pembelajaran bahasa terdapat tiga istilah yang saling berhubungan, saling
menentukan satu sama lain, yaitu pendekatan, metode, dan teknik.

Pendekatan ialah sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya berupa asumsi atau
seperangkat asumsi yang saling berhubungan dengan sesuatu. Oleh sebab itu, pendekatannya
bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Di dalam pengajaran
bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat bahasa,
dan pengajaran bahasa yang diyakini oleh guru bahasa.

Pada umumnya metode diartikan sebagai ‘cara mengajar’. Sebenarnya pengertian yang tepat
untuk cara mengajar adalah teknik mengajar, sedangkan metode pada hakikatnya adalah suatu
prosedur untuk mencapai sesuatu tujuan yang telah ditetapkan, yang meliputi hal-hal
pemilihan bahan, urutan bahan, penyajian bahan dan pengulangan bahan. Ada beberapa
metode yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD, yaitu Direct
Method, Natural Method, Reading Method, dan Eclectic Method, yang menunjang pendekatan
komunikatif yang berlaku dalam pembelajaran bahasa Indonesia sekarang.

teknik adalah upaya guru, usaha-usaha guru, atau cara-cara yang digunakan guru untuk
mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas pada saat itu. Jadi,
teknik ini bersifat implementasional. Adapun teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di SD, yaitu teknik ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, pemberian tugas,
ramu pendapat, dan simulasi.

Kegiatan Belajar 2 "Pembelajaran Bahasa Indonesia Terpadu di SD"

Bermuara dari tema mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan ini dapat lintas materi, artinya materi pembelajaran dari suatu mata pelajaran
dipadukan menjadi satu. Misalnya, materi sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia dipadukan
dengan keterampilan berbahasa, dapat dengan mendengarkan, membaca, atau menulis.
Keterpaduan ini dapat juga dilaksanakan dengan lintas kurikulum. Misalnya, mata pelajaran
Sains dipadukan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran Agama dapat
dipadukan dengan mata pelajaran Sains dan seterusnya.

BAB IV "Telaah Kurikulum dan Buku Teks Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar
Kelas Rendah"

Kegiatan Belajar 1 "Hakikat Kurikulum"

Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh sekolah untuk siswa. Melalui
program yang direncanakan itu siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga
mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan pendidikan yang telah
ditentukan. Melalui program kurikuler, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa untuk
berkembang. Oleh karena itu, kurikulum disusun sedemikian rupa agar memungkinkan siswa
melakukan berbagai ragam kegiatan. Kurikulum tidak terbatas hanya pada mata pelajaran-mata
pelajaran saja, tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa,
seperti bangunan sekolah, alat-alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, karyawan tata
usaha, halaman sekolah, dan lain-lain (Wiryokusumo, 1988:6).

Adapun fungsi kurikulum bagi guru sebagai pedoman dalam menyusun dan mengorganisasikan
pengalaman belajar siswa serta sebagai pedoman mengevaluasi perkembangan siswa. Bagi
kepala sekolah fungsi kurikulum sebagai pedoman supervisi, sebagai pedoman dalam
pengembangan kurikulum, dan sebagai pedoman mengevaluasi kegiatan belajar mengajar.
Fungsi kurikulum bagi anak didik, diharapkan mereka akan mendapat sejumlah pengetahuan
dan kecakapan yang baru yang dapat dikembangkan dan melengkapi bekal hidup mereka
setelah terjun dalam masyarakat.

Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen,
yaitu Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah, Kegiatan Belajar Mengajar, Penilaian Berbasis
Kelas, dan Kurikulum Hasil Belajar.

Kegiatan Belajar 2 "Aspek-aspek Pembelajaran Bahasa"


Kurikulum 2004 bertujuan untuk mencapai standar kompetensi. Standar kompetensi mata
pelajaran Bahasa Indonesia di SD mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Keempat aspek tersebut dapat dipadukan satu sama lain dalam pembelajaran di kelas.
Kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra diajarkan melalui keempat keterampilan
bahasa tersebut.

Dalam praktiknya, pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1, keempat keterampilan tersebut


dilaksanakan secara terpadu. Misalnya kita padukan antara kompetensi dasar berbicara dan
kompetensi dasar menulis. Kompetensi dasar dalam berbicara “Memperkenalkan diri” dapat
kita padukan dengan kompetensi dasar dalam menulis “Menulis beberapa kalimat dengan
huruf sambung”.

Fungsi utama bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa
Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, sedangkan fungsi utama sastra adalah
sebagai penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan
apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif,
baik secara lisan maupun tertulis.

Anda mungkin juga menyukai