Anda di halaman 1dari 28

Tugas Makalah: Patien Safety(Keselamatan Pasien)

Komponen-Komponen(Manajemen Keselamatan Kerja)

Oleh :
DIAN ISLAMIAH (FT.2017.002)

STIKES BUDI MULIA KENDARI JURUSAN DIII FISIOTERAPI


2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan
dosen dengan judul “Komponen-Komponen Patient Safety”.
Tujuan saya menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Kegawatdaruratan Patient Safety” guna untuk mengetahui dan lebih memahami tantang
“Patient Safety” yang telah di berikan oleh dosen.
Saya menyadari bahwa makalah yang di buat ini masih belum sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang masih berhubungan dengan makalah ini sangat saya harapkan untuk
menyempurnkaan makalah ini.

Kendari, 13 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i


Daftar Isi ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Patient Safety .................................................................. ............... 4
2.2 Aspek Hukum Patient Safety............................................................ 17
2.3 Implementasi Patient Safety ............................................................ 20
2.4 Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit ..................................... 23
2.5 Indikator Patient Safety .................................................................... 24
2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety ............................................. 25
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ........ ................................................................................. 29
3.2 Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical
errors).
Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai:
The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion)
or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya
kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan
tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near
Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui
secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama
dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Di
Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error  dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di Rumah Sakit.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah
ini adalah:
 Apa patient safety?
 Bagaimana aspek hukum patient safety?
 Bagaimana Implementasi Patient Safety ?
 Apa yang menjadi program keselamatan patient safety?
 Apa yang menjadi indikator patien safety?
 Bagaimana pola budaya yang mempengaruhi patient safety?

1.3 Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui bagaimana manajemen patien Safety di Rumah Sakit.

 Untuk mengetahui pengertian Patien Safety.


 Untuk mengetahui aspek hukum patient safety.
 Untuk mengetahui sasaran keselamatan patient safety.
 Untuk mengetahui indikator patien safety.
 Untuk mengetahui pengembangan budaya yang mempengaruhi patient safety.

1.4 Manfaat Penulisan


 Dapat mengetahui pengertian Patien Safety.
 Dapat mengetahui aspek hukum patient safety.
 Dapat mengetahui sasaran keselamatan patient safety.
 Dapat mengetahui indikator patien safety.
 Dapat mengetahui pengembangan budaya yang mempengaruhi patient safety.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Patient Safety


2.1.1 Definisi Patient Safety
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn,
Corrigan & Donaldson, 2000).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko, meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai
freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang
meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam
mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan
(KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan
(near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan
(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan
over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
5

2.1.2 Tujuan Sistem Patient Safety


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh)
2.1.3 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam
Patient Safety
5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;
b) keselamatan pekerja (nakes);
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d) keselamatan lingkungan;
e) keselamatan bisnis.
1) Elemen Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
2) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling
Umum):
a) Communication problems (masalah komunikasi)
b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c) Human problems (masalah manusia)
d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g) Technical failures (kesalahan teknis)
h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak
memadai)
[AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication No. 04-
RG005, December 2003]

2.1.4 Standar Keselamatan Pasien


A. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1) Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya
adalah sebagai berikut:
a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya
adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
8
RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya
tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri
sebagai berikut:
a) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya
adalah : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:
a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)
yang baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar
unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
KP
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan
KP.
e) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
dengan kriteria sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Standarnya adalah:
a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan
criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

B. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-


VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan
& budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat &
jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a) Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b) Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP
c) Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d) Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a) Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b) Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial
bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a) Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup
KP
b) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c) Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko
& tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a) Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b) Penilaian risiko pada individu pasien
c) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tsb.
4) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a) Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a) Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
b) Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c) Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
a) Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
c) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien &
keluarga.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf
anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a) Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis
(FMEA)  atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden &
minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b) Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a) Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan
staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c) Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e) Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
a) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b) Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c) Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan

2.1.5 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan
kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat
membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera
maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan
dan kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan
staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan
obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh
dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat
signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek
atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label,
atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep
secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi
kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses
ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama
yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak
tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk
penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat
kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan
para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-
kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh
yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya
informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak
kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi
dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung
tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar
saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan
perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan
perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan
pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan
sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan
infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan
Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan
masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan
cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya
sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan
taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja;
dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

2.2 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikut:
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.”
b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
1) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
Rumah Sakit.”
2) Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
3) Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
c. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
1) Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “
d. Hak Pasien
1) Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
2) Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
3) Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
4) Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana”
e. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
1) Pasal 43 UU No.44/2009
a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
c) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
2.3 Implementasi Patient Safety
2.3.1 Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety
a. Di Rumah Sakit
1) Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota:
dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya.
2) Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden
3) Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4) Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5) Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1) Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah
sakit di wilayahnya
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah
sakit
c. Di Pusat
1) Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2) Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas
Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4) Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
2.3.2 Manajemen Patient Safety
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan
Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety
1) Di Rumah Sakit
a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan
hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
e) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya
insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat
rahasia.
2) Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-
produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
3) Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi
laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit
c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
analisis laporan insiden  bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan
dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba
keselamatan pasien rumah sakit
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan
Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit
lainnya.
b. Monitoring dan Evaluasi
1. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-
unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien
di unit kerja.
2. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring
dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di
wilayah kerjanya.
3. Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-
rumah sakit.
b) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

2.4 Program “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai Langkah Strategis


Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu sistem
dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ni termasuk: asesment risiko,
“Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, “Peloporan
dan analisis insiden, “Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
“implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit (Depkes R.I. 2006)
terdapat tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit:
a. Membangun Kesadaran Akan Nilai KP, menciptakan kepemimpinan &
budaya yang terbuka & adil.
b. Memimpin dan Dukung Staf Anda, membangun komitmen & fokus yang kuat
& jelas tentang KP di RS Anda.
c. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko, mengembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi & asesmen hal yang
potensial bermasalah.
d. Mengembangkan Sistem Pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS.
e. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien, mengembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
f. Melakukan Kegiatan Belajar & Berbagi Pengalaman Tentang KP, mendorong
staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul.
g. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem KP, menggunakan informasi
yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelayanan.

2.5 Indikator Patient Safety


Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui
tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat
digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan
meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan
besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang
berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi
pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan
upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan
pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).
Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS
tingkat area pelayanan.
a. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk
mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien
mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya
mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya
risiko pasca tindakan medik.
b. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan
medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat
(kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis
sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.

2.5.1 Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety


Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area
pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti
misalnya untuk menunjukkan:
a. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan.
c. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan.
d. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta
atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).

Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam


penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus, 2006).
Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang
menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang
menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat diperhatikan,
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety


Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini:
a. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan
dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi
prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat
CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa
tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka
memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient
safety  di dalam RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah
kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman
yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya
yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan
pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan
pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi
pembelajaran bagi semua staf.
d. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data
mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan
manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
e. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan
dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan
yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
f. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga
diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
g. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi
akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab
ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
h. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,
memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu
hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim
yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan
konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim
dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien;
keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan); keselamatan
lingkungan; keselamatan bisnis.
Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME)
(ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), Restraint use (kendali penggunaan),
Nosocomial infections (infeksi nosokomial), Surgical mishaps (kecelakaan operasi),
Pressure ulcers (tekanan ulkus), Blood product safety/administration (keamanan
produk darah/administrasi), Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba),
Immunization program (program imunisasi), Falls (terjatuh), Blood stream – vascular
catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah), Systematic review,
follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis,
tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian).
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya dapat memahami
tentang keselamatan pasien di lingkungan pelayanan Poli Klinik. Diharapkan dalam
proses asuhan medis ini tidak ada yang mengakibatkan cedera pada pasien, berupa
Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
DAFTAR PUSTAKA

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum


Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of  medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia
Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National
Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15
November 2006.
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan. Penerapan dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan. Edisi 2. Penerapan dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Vestal, K.W. (1995). Nursing Management: Concepts and Issues. Lippincott. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai