Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIPERSENSITIVITAS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun oleh :
II B
1. Dicky Arimbi (0501100048)
2. Rani Indah Permatasari (0501100065)
3. Sulis Hariyanti (05011000 )

Departemen Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Malang
Prodi Keperawatan Malang
2006
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Klien dengan Hipersesitivitas untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I.

Dalam penulisan makalah ini,penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada :
1. Bpk Roni Yuliwar, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I
2. Bpk Joko Pitoyo, S.Kep, M.Kep selaku koordinator mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I
3. Bpk Tri Johan AY, S.Kp, M.Kep selaku
4. Ibu Tavip DW, S,Kep, Ns
5. Ibu Fiasrial Lundi, S.Kep, Ns
6. Teman-teman satu kelompok dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Malang, November 2006

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
Bab II. Tinjauan Teori
2.1 Konsep Medis Hipersensitivitas
2.1.1 Definisi
2.1.2 Tanda dan Gejala, Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Hipersensitivitas
2.2 Pemeriksaan Diagnostik
2.3 Penatalaksanaan Umum Klien dengan
2.4 Tinjauan Proses Keperawatan
2.4.1 Pengkajian
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
2.4.3 Intervensi Keperawatan
2.4.4 Evaluasi
Bab III. Tinjauan Kasus
BAB IV. Pembahasan
BAB V. Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA

- Suddarth, Brunner. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
- Dorland. 1994. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC
- Perhimpunan Dokter Spesial
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Tujuan Penulisan

BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas merupakan suatu keadaan perubahan aktivitas dimana tubuh
bereaksi naluriah secara berlebihan terhadap bahan asing. Reaksi hipersensitivitas
merupakan proses patologis yang diinduksi oleh respon imun (Dorland, 1994).
Hipersensitivitas adalah respon imun yangf berlebihan dan yang tidak diinginkan
karena dapat meniombulkan kerusakan jaringan dalam tubuh (Karnen G.
Baratawidjaja).
Hipersensitivitas memiliki kemampuan umum atau khusus bereaksi dengan tanda
dan gejala karakteristik terhadap pemberian atau sentuhan denagan bahan tertentu
(alergen) dalam jumlah yang tidak berbahaya bagi individu normal (non
sensitisasi). Suatu reaksi hipersensitivitas biasanaya tidak akan terjadi seudah
kontak pertama kali dengan ebuah antigen. Reaksi terjadi pada kontak ulang
sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami sensitisasi.
Sensitisasi memulai respon humoral atau pembentukan antibodi. Untuk
menambah pemahaman mengenai imuno patogenesis penyakit, reaksi
hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh Gell dan Coombes menjadi 4 tipe
reaksi yang spesifik menurut kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi,
sebagai berikut :
1. Reaksi Tipe I (Hipersensitivitas Anafilaktik)
Reksi tipe I disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaktik atau reaksi alergi dikenal
sebagai reaksi yang segera timbul (beberapa menit) sesudah alergen masuk ke
dalam tubuh. Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun
1906 diartikan sebagai “reaksi pejamu yang berubah” bila terjadi kontak dengan
bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih.
2. Reaksi Tipe II (Hipersensitivitas Sitotoksik)
Reaksi ini terjadi jika sistem kekebalan secara keliru mengenali konstituen tubuh
yang normal sebagai benda asing. Reaksi ini mungkin merupakan akibat dari
antibodi yang melakukan reaksi silang dan pada akhirnya dapat menimbulkan
kerusakan sel serta jaringan.
3. Reaksi Tipe III (Hipersensitivitas Kompleks Imun)
Reaksi ini terbentuk ketika antigen ketika antigen terikat dengan antibodi dan
dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik. Jika komplek ini
bertumpuk dalam jaringan atau endotelium vaskuler, terdapat 2 faktor yang
menyebabkan cidera yaitu peningkatan jumlah kompleks imun yang beredar
dengan adanya amina vasoaktif.
4. Rekasi Tipe IV (Hipersensitivitas Tipe Lambat)
Reaksi ini juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 sampai 72 jam
setelah kontak dengan antigen. Hipersensitivitas ini diperantarai oleh makrofag
dan sel T yang sudah tersensitisasi.
Ada 4 jenis Hipersensitivitas Tipe IV yaitu :

Tipe Jones Mote Kontak Tuberkulin Granuloma


Waktu 24 jam 48 jam 48 jam 4 minggu
Reaksi
Bentuk Pembengkakan Eksim Indurasi lokal & bengkak, Indurasi kulit
Klinis kulit panas
Gambaran Leukosit Sel Sel mononuklear, limfosit, Sel epiteloid,
Histologis basofil, mononuklear, monosit, makrofag turun sel raksasa
limfosit edema,epidermis makrofag,
mononuklear menimbul fibrosis,
nekrosis
Antigen Ag intradermal Epidermal Dermal Ag atau Ag/Ab
misal. Misal. Misal. atau talk dalam
Ovalbumin Karet,nikel Tuberkulin&mikrobacterium, makrofag yang
leismania persisten

2.1.2 Tanda dan Gejala, Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Hipersensitivitas

Reaksi Tanda dan Gejala Patofisiologi Manifestasi Klinis


Anafilaktik Sistemik : Angioedema, Antibodi AgE terikat dengan sel-sel Asma okstrinsik, rinitis
hipotensi, spasme tertentu, pengikatan Ag membuat alergika musiman,
bronkus,stridor lepasnya amina vasoaktif dan anafilaksis sistemik,
Lokal : mediator lain yang mengakibatkan reaksi terhadap serangga
Urtikari vasodilatasi, peninkatan penyengat, makanan,
permeabilitas, kontraksi otot polos obat, kasus urtikari,
ekzem infantilis
Sitotoksik Bervariasi menurut Antibodi IgM atau IgG terikat Sindrom Goodpasture,
penyakitnya, dyspneu, dengan Ag seluler (eksogenus). anemia hemolitik,
hemoptisis, panas Keadaan ini dapat mengaktifkan autoimun,
komplemen lewat C3 dengan trombositopenia,
fagositosis/opsonisasi sel atau pemfigus, pemfogoid,
pengaktifan komplemen yang penuh anemia pernisiossa,
dengan sitolisis rejeksi cangkokan
hiperakut pada
transplantasi ginjal,
reaksi transfusi kelainan
hemolitik pada BBL,
beberapa reaksi obat
Kompleks Urtikaria, ruam Kompleks Ag-Ab IgG/IgM Sistemik :
Imun multiformis, terkumpul di jaringan tempat Serum sickness karena
skarlatiniformis/morbili kompleks itu mengaktifkan serum, obat atau Ag virus
formis, adenopati, nyeri komplemen, ditandai dengan leukosit hepatitis,
sendi, panas, sindrom PMN dan pelepasan enzim glomerulonefritis akut,
seperti serum sickness proteolitik lisosom serta faktor SLE, artrithis rematoid,
permeabilitas di dalam jarigan poliarteritis,
penyebab inflamasi akut krioglobulinamia.
Lokal :
Reaksi arthus
Lambat / Bervariasi menurut Sel penyampai-Ag akan Dermatitis kontak,
Seluler jenis penyakit : menyampaikan Ag kepada sel Teori penyakit cangkokan vs
Panas, eritema, gatal dengan adanya MHC. Sel Teori yang resipien, rejeksi alograft,
sudah tersensitisasi melepas limfokin granuloma akibat
yang menstimuli makrofag, lisosim mikroorganisme intrasel,
lepas dan jaringan sekitarnya lepas sensitivitas obat,
tyroiditis hashimoto,
TBC, sarkoidosis

2.2 Pemeriksaan Diagnostik

Anda mungkin juga menyukai