Anda di halaman 1dari 7

Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai

(S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat
miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat
destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal
dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.
Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot
kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung
kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat
tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau
bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali. Defekasi adalah pengeluaran
feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi
setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon
sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur
dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal.
Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal
dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-
masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat
untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat
menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi
tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang
normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien
dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi.
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses
eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
Diposkan oleh kerrieQey di 21.40 pengertian Eliminasi adalah proses
pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua
langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai
tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks
miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan
keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan
oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Kandung kemih dipersarafi araf
saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke
medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi
pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih
untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna
berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,
apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml
urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada
eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk
fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan
masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi
usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan
kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan
dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan
sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.
Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan
fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan
hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan
peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor
yang mempengaruhi eliminasi Gangguan eliminasi adalah suatu gangguan
yang terjadi pada anak yang tidak dapat mengendalikan tingkah laku yang
seharusnya sudah dapat dikendalikan sesuai tingkatan umurnya. Gangguan
ini sangat menganggu orang dewasa dan orang-orang disekitarnya. Macam-
macam gangguan eliminasi antara lain Enurasis dan Enkopresis. Berikut ini
beberapa diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan eliminasi: 1.
Bowel incontinence (p. 22) atau inkontinensia alvi/faeces. Perubahan pola
kebiasaan defekasi. Bisa diakibatkan oleh diare kronis, pola makan,
immobilisasi, stres, pengobatan, kurang kebersihan pada saat toileting, dll.
Bedakan dengan diagnosis “Diare”. Pada diagnosis ini, faeces biasa, hanya
polanya saja yang berubah. Misalnya rutin sehari sekali, karena faktorfaktor
yang berhubungan, menjadi dua atau tiga hari sekali. 2. Diarrhea (p. 71)
atau diare. Data utamanya adalah faeces tidak berbentuk sampai dengan
cair. Indokator utamanya adalah buang air besar (cair) minimal tiga kali
dalam satu hari. Hasil auskultasi abdomen, kram perut dan nyeri perut
merupakan tanda-gejala yang lainnya. Faktor yang berhubungan dibagi
menjadi tiga kelompok; fisiologis, psikologis dan situasional. Misalnya
karena kecemasan, tingkat stres tinggi, proses peradangan, iritasi,
malabsorpsi, keracunan, perjalanan jauh, konsumsi alkohol dan pengaruh
radiasi. 3. Impaired urinary elimination (p. 234) atau gangguan eliminasi
urin. Karakteristiknya: disuria, frekuensi buang air kecil meningkat,
hesitansi, inkontinensia, nokturia. Di NANDA memang agak sedikit rancu.
Salah satu karakteristik yang disebutkan untuk diagnosis ini adalah
“retention”. Padahal sudah ada diagnosis “Retensi urine”. Sehingga
disarankan kalau pasien memang mengalami retensi urin, langsung diangkat
saja menjadi diagnosis “Retensi urin”. Untuk mengangkat diagnosis
keperawatan “Gangguan eliminasi urin”, perlu dijelaskan gangguan yang
mana. Jika pasien mengeluh sering terbangun untuk kencing di malam hari,
maka bisa diambil “Gangguan eliminasi urin: nokturia”. Jika pasien beser
(buang air kecil tidak terkontrol dan terus menerus), bisa diangkat menjadi
“Gangguan eliminasi urin: inkontinensia”. Dan seterusnya, sesuai data yang
diperoleh dari pengkajian. 4. Readiness for enhanced urinary elimination (p.
235) atau potensial peningkatan eliminasi urine (diagnosis sejahtera). 5.
Urinary retention (p. 236) atau retensi urin. Tidak dapat mengosongkan urin
secara lampias. Karakteristiknya: palpasi blader terasa tegang, sakit saat
buang air kecil, sampai dengan tidak keluarnya urin sama sekali. Faktor
yang berhubungan: kekuatan spincter, tekanan tinggi pada uretral dan
adanya hambatan (harus dibuktikan dengan adanya hasil pemeriksaan). 6.
Constipation (p. 44) atau konstipasi 7. Perceived constipation (p. 46) atau
perkiraan konstipasi (klien mendiagnosis dirinya sendiri menderita
konstipasi, biasanya faktor yang berhubungan adalah kepercayaan budaya,
kepercayaan keluarga, pemahaman yang salah atau gangguan proses pikir)
8. Risk for constipation (p. 47) atau resiko konstipasi. Pengobatan dan
Prognosis Gangguan Eliminasi Sebagian besar anak mengatasi gangguan
eliminasi mereka berhasil pada saat mereka remaja, dengan pengecualian
anak-anak yang eliminasi gangguan adalah gejala gangguan kejiwaan
lainnya. Encopresis diperlakukan dengan pelunak tinja maupun pencahar
dan dengan membentuk pola evakuasi usus teratur. Enuresis diperlakukan
dengan modifikasi perilaku termasuk mengubah kebiasaan toilet malam
hari. Yang paling mahal dan paling efektif metode adalah dengan memiliki
anak tertidur pada pad khusus yang memicu alarm bila pad menjadi basah.
This wakes the child and allows him to finish relieving in the toilet. Hal ini
membangunkan anak dan memungkinkan dia untuk menyelesaikan
relieving di toilet. Akhirnya ia terbangun tanpa bantuan sebelum
pembasahan. Obat juga dapat membantu dalam perawatan enuresis,
meskipun kambuh sering terjadi setelah mereka harus berhenti. Psikoterapi
biasanya tidak diperlukan, meskipun mungkin bermanfaat untuk anakanak
yang mengembangkan perasaan malu yang berhubungan dengan gangguan
eliminasi mereka. Dewasa dapat membantu anak menghindari rasa malu
dan malu dengan memperlakukan eliminasi kecelakaan mater tanpa basa-
basi dan ramah. Anak-anak dengan gangguan eliminasi sukarela
diperlakukan untuk masalah psikiatri didiagnosis berkaitan dengan
gangguan eliminasi menggunakan modifikasi perilaku, obat, dan intervensi
psikiatris lainnya. Asosiasi Psikiater Amerika mengakui gangguan eliminasi
ada dua,encopresis dan enuresis. Encopresis adalah gangguan eliminasi
yang melibatkan berulang kali setelah buang air besar di tempat-tempat
yang tidak tepat setelah usia ketika kontrol usus biasanya diharapkan.
Encopresis juga disebut inkontinensia fecal,. Enuresis lebih umum disebut
mengompol, adalah sebuah gangguan eliminasi yang melibatkan pelepasan
urin ke selimut, pakaian, atau tempat yang tidak pantas lainnya. Kedua
gangguan ini dapat terjadi pada siang hari (diurnal) atau pada malam hari
(nokturnal). Mereka mungkin sukarela atau paksa dan. Encopresis enuresis
dapat terjadi bersama-sama, meskipun paling sering terjadi secara terpisah.
Eliminasi gangguan dapat disebabkan oleh kondisi fisik, efek samping obat,
atau kelainan jiwa. Adalah jauh lebih umum untuk gangguan eliminasi
disebabkan oleh kondisi medis daripada psikiatris. Dalam kebanyakan
kasus di mana penyebabnya adalah medis, kekotoran ini tidak disengaja.
Ketika penyebab adalah jiwa, kekotoran mungkin disengaja, tetapi tidak
selalu begitu. Pengertian Enuresis ( gangguan eliminasi ) Secara luas
diketahui bahwa bayi tidak dapat mengendalikan kandung kemih atau
saluran pembuangan. Seiring bertambahnya usia maka tidak dapat dihindari
untuk mulai melakukan latihan buang air di toilet. Beberapa anak belajar
menggunakan toilet pada usia 18 bulan, yang lainpada usia 30 bulan, dan
sebagainya. Pada usia berapanormalnya seorang anak sudah harus mampu
mengeridalikan kandung kemihnya? Jawabannya, ditentukan oleh norma-
norma budaya dan statistik, agak tidak pasti. DSM-lV-TR dan berbagai sis
tern klasifikasi lainnya membedakan anak-anak yang mengompol ketika
tidur—disebut enuresis nokturnal, anak-anak yang mengompol ketika
bangun—disebut enuresis diurnal, dan anak-anak yang mengompol di siang
dan malam hari. Pengendalian di slang han dikuasai Iebih dahulu karena
pengendalian kandung kemih jauh lebih mudah saat seorang dalam keadaan
tenjaga. Bila seorang anak tentinggal dan anak-anak seusianya dalam
pengendalian kandung kemih, biasanya hal itu terkait pengendalian pada
jam-jam tidur di malam han. DSM-IV-TR memperkirakan bahwa pada usia
5 tahun, 7 persen anak lakilaki dan 3 persen anak perempuan masih
mengompol; pada usia 10 tahun, 3 persen anak laki-laki dan 2 persen anak
perempuan; dan pada usia 18 tahun, 1 persen remaja laki-laki dan kurang
dan 1 persen remaja perernpuan. Di Amerika Serikat diagnosis enuresis
nokturnal tidak ditegakkan, menurut DSM-IV-TR, hingga si anak berusia 5
tahun. Penyebab Enuresis ( gangguan eliminasi ) Sebuah temuan konsisten
mengenai enuresis menyatakan bahwa kemungkinan seorang anak enuretik
memiliki kerabat tingkat pertama yang juga mengompol sangat tinggi,
mendekati 75 persen (Bakwin, 1973). Sebuah studi baru-baru mi di
Denmark untuk pertama kalinya menunjukkan keterkaitan genetik langsung
dalam mengompol di malañi harm; suatu bagian kromosom 13 tampaknya
mengandung gen bagi enuresis nokturnal (Eiberg, Berendt, & Mohr, 1995).
Sebanyak 10 persen dan seluruh kasus enuresis disebabkan oleh kondisi
medis murni, seperti infeksi saluran unin, penyakit ginjal kronis, tumor,
diabetes, dan kejang (Kolvin, McKeith, & Meadows, 1973; Stansfield,
1973). Karena banyaknya insiden penyebab fisiologis enuresis, sebagian
besar profesional merujuk pasien enuretik ke dokter sebelum memberikan
penanganan psikologis. Pengendalian kandung kemih, yaitu penghambatan
suatu refleks alami hingga berkemih dengan sengaja dapat dilakukan,
merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Bukti-bukti medis
mengenai aktivitas otototot panggul bawah mendukung pemikiran bahwa
anak-anak yang mengompol tidak dapat melakukan kontraksi spontan 

Anda mungkin juga menyukai