Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sebagai makhluk sosial yang eksploratif
dan potensial. Dengan menyadari sifat manusia tersebut, tentu manusia erat kaitannya dengan
kesehatan. Hal ini dikarenakan dengan memiliki tubuh yang sehat akan membantu melakukan
aktivitas sehari-harinya tanpa memiliki keluhan-keluhan yang membatasi gerak seseorang.
Hidup sehat berperan penting dalam kehidupan semua orang. Sehingga hal ini perlu
diperhatikan secara seksama terutama kesehatan bagi para lansia (lanjut usia). Perkembangan
penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik untuk diamati karena dari tahun ke tahun
jumlahnya cenderung meningkat. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2010
sekitar 24 juta jiwa atau sekitar 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Prediksi untuk tahun
2020 adalah sekitar 28,8 juta jiwa atau sekitar 11,34% dari total jumlah penduduk. Usia
harapan hidup pada tahun 2010 mencapai lebih dari 70 tahun (Sutriyanto, 2012).
Jumlah lanjut usia di dunia semakin bertambah sebagai hasil dari peningkatan usia
harapan hidup dan penurunan angka kematian (WHO, 2012; Karcharnubarn & Rees, 2009).
Usia harapan hidup di Indonesia adalah 69,4 tahun (Menkokesra, 2011). Rata-rata
pertumbuhan lansia berusia 80 tahun atau lebih di dunia pertahun adalah 3,8% dan persentase
tersebut 2 kali lebih tinggi daripada usia 60 tahun keatas. Sehingga pada tahun 2050
diperkirakan Indonesia menjadi Negara terbesar keenam dengan jumlah lansia berusia 80
tahun atau lebih setelah Cina, India, USA, Jepang, dan Brasil yaitu mencapai 10 juta (United
Nation Population Division, 2002). Indonesia merupakan Negara dengan era penduduk
berstruktur lansia karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun keatas semakin meningkat
dan lebih besar dari 7% (Kepmenkes RI No. 264, 2010 & Tira, 2012). Lanjut usia adalah
suatu kelompok populasi yang berisiko (at risk). Kelompok berisiko yang memiliki
karakteristik secara biologis dan usia perubahan pada kondisi sosial, ekonomi, gaya hidup
dan kejadian hidup (Stanhope & Lancaster, 2004). Batasan lansia (lanjut usia) menurut WHO
meliputi, usia pertengahan (middle age) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia
(eldery) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 76 sampai
90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Setiabudhi, 1999).
Pada lansia akan mengalami proses penuaan dimana menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan pada jaringan untuk memperbaiki dirinya atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga akan tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Constantinedes, 1994).
Semakin bertambahnya usia pada lansia, cenderung akan mengalami berbagai
gangguan fungsi dan gerak. Masalah-masalah pada lansia antara lain, mudah jatuh, mudah
lelah, gangguan mental akut, nyeri dada, sesak nafas, berdebar-debar, pembengkakan kaki
bagian bawah, nyeri punggung bawah atau pinggang, nyeri pada sendi pinggul, berat badan
menurun, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta kesemutan (Bandiyah, 2009).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh.
Kemampuan keseimbangan tentu dapat berkurang seiring penambahan usia karena terjadi
perubahan pada sistem saraf pusat atau neurologis, sistem sensori seperti sistem visual,
vestibular dan propiosepsi serta sistem muskuloskeletal (Miller, 2004).
Berkurangnya keseimbangan pada lansia akan mempengaruhi kondisi lain seperti
mengalami gangguan berjalan dan jatuh. Gangguan berjalan dan jatuh adalah salah satu dari
banyaknya masalah penting bagi lansia (Farabi, 2007). Menurut WHO, prevalensi jatuh
sekitar 28-35% dari penduduk usia 65 tahun keatas dan 32-42% pada usia 70 tahun keatas
(WHO, 2007). Berdasarkan survei masyarakat AS, Tenetti (1992) mendapatkan sekitar 30%
lansia yang berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang (Tenetti, 1992).
Berdasarkan kondisi ketidakseimbangan dan gangguan mobilitas fisik yang dialami
lansia terkait degenerasi dalam tubuhnya, maka diperlukan asuhan keperawatan yang
komprehensif guna menjaga kondisi lansia agar dapat meningkatkan kestabilan postural dan
tidak mengalami kejadian jatuh.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan
keseimbangan?
1.3 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan mobilitas fisik dan
gangguan keseimbangan, maka penulis mampu:
1. Melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan
keseimbangan.
2. Melakukan perencanaan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan
keseimbangan.
3. Melaksanakan implementasi sesuai rencana yang telah ditetapkan pada lansia dengan
gangguan mobilitas fisik dan gangguan keseimbangan..
4. Merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan analisa masalah pada lansia dengan
gangguan mobilitas fisik dan gangguan keseimbangan..
5. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik dan
gangguan keseimbangan. yang telah dilakukan.

1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi/evaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas
fisik dan gangguan keseimbangan
2. Bagi Pendidikan
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang asuhan keperawatan dengan
gangguan mobilitas fisik dan gangguan keseimbangan
3. Bagi masyarakat
Memberikan informasi yang mudah tentan gangguan mobilitas fisik dan gangguan
keseimbangan pada lansia agar masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan dan
perawatan terhadap masalah kesehatan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada lansia akan mengalami proses penuaan dimana menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan pada jaringan untuk memperbaiki dirinya atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga akan tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Constantinedes, 1994).
Semakin bertambahnya usia pada lansia, cenderung akan mengalami berbagai
gangguan fungsi dan gerak. Masalah-masalah pada lansia antara lain, mudah jatuh,
mudah lelah, gangguan mental akut, nyeri dada, sesak nafas, berdebar-debar,
pembengkakan kaki bagian bawah, nyeri punggung bawah atau pinggang, nyeri pada
sendi pinggul, berat badan menurun, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta
kesemutan (Bandiyah, 2009). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat
mempengaruhi keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan tentu dapat
berkurang seiring penambahan usia karena terjadi perubahan pada sistem saraf pusat
atau neurologis, sistem sensori seperti sistem visual, vestibular dan propiosepsi serta
sistem muskuloskeletal (Miller, 2004).

4.2 Saran
Pada penderita stroke dapat juga mengakibatkan hambatan mobilitas
fisik.Hambatan mobilitas fisik merupakan suatu keterbatasan dalam kemandirian
aktivitas sehari–hari, maka disarankan bagi lansia untuk latihan gerak dan
mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi sesegera mungkin guna untuk menghindari
dan menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
serta ketahanan otot. Saran bagi perawat khususnya yang memberikan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik dan keseimbangan tubuh
sebaiknya melakukan latihan rentan gerak (ROM) secara terprogram, bertahap, serta
bila perlu berkonsultasi pada ahli fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmanagara, A. 2007. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Keseimbangan
Lansia di Desa Pamijen Sokaraja Banyumas. Depok: Universitas Indonesia
Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Karcharnubarn, R. & Rees, P. 2009. Population Ageing and Healthy Life Expectancy in
Thailand. (diakses: 2 Oktober 2020) Diunduh dari:
http://www.geog.leeds.ac.uk/fileadmin/downloads/school/people/postgrads/r.karcharnu
rbarn/Population_Ageing _and_Health_Expectancy_in_Thailan d_draft_3_PHR.pdf

Kibler, W.B. 2006. The Role of Core Stability in Athletics Function. Sport Med, 36(3),
pp.189-198

Anda mungkin juga menyukai