Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK KARDIOGENIK

Dosen Pengampu: Hj. Ns. Endang Sri P.N, M.Kep, Sp, MB

Oleh:

Kelompok 6

1. Diah Oktaviani P07120217051


2. Mira Talitha Fitriana P07120217066
3. Silva Niar Katamsi P07120217081

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Mahir Medikal Bedah yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
kepada kami dalam penyusunan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Mahir Medikal Bedah yang
diberikan oleh Ibu Hj. Ns. Endang Sri P.N, M.Kep, Sp, MB. Kemampuan maksimal dan usaha
yang keras telah kami curahkan dalam penyusunan makalah ini. Semoga usaha kami tidak sia-sia
dan mendapatkan hasil yang baik. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, karena kami menyusun makalah ini dalam rangka mengembangkan kemampuan diri.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun baik lisan maupun tulisan sangat kami
harapkan.

Banjarbaru, Juli 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Syok adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gangguan system
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi untuk
mempertahankan metabolism aerobic sel secara normal (Rifki Az, 2013).
Syok kardiogenik disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah keseluruh tubuh, pada penyakit jantung coroner disebabkan karena adanya
kematian jaringan miokard sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara
optimal yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan (Rifki Az, 2013).
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manisfestasi hemodinamika yang
bervariasi ; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika
kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami kerusakan (Arif Muttaqin, 2012).
Syok kardiogenik lebih sering disebabkan karena kegagalan jantung kiri yang
mana hal ini dapat memperburuk keadaan karena mempengaruhi oksigenasi ke tubuh.
Ada kurang lebih 5 juta orang amerika hidup dengan gagal jantung tiga puluh hingga
enam puluh persen pasien akan mengalami perawatan kembali dalam enam bulan dari
diagnosis awal dan hospitalisasi.(Terry & Weaver, 2013). Syok kardiogenik adalah
penyebab kematian utama pada infark koroner akut, dengan angka mortalitas mencapai
50-90%.Angka mortalitas meningkat seiring dengan usia. Mortalitas pasien usia > 75
tahun dengan syok kardiogenik adalah 55%, sedangkan pada pasien < 75 tahun mortalitas
sebesar 29,8%. (Yenna Tasia, 2020).
Dalam kesempatan kali ini kami akan membahas konsep dasar dan asuhan
keperawatan yang berhubungan dengan Syok Kardiogenik karena pentingnya kita dalam
mengetahui dan memahami pemberian asuhan keperawatan yang baik dan benar terhadap
klien yang mengalami Syok Kardiogenik.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa definisi Syok Kardiogenik?
b. Apa etiologi Syok Kardiogenik?
c. Bagaimana patofisiologi Syok Kardiogenik?
d. Bagaimana manifestasi Syok Kardiogenik?
e. Bagaimana komplikasi Syok Kardiogenik?
f. Bagaimana penatalaksanaan Syok Kardiogenik?
g. Bagaimana konsep dasar Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Mengetahui definisi Syok Kardiogenik.
b. Mengetahui etiologi Syok Kardiogenik.
c. Mengetahui patofisiologi Syok Kardiogenik.
d. Mengetahui manifestasi Syok Kardiogenik.
e. Mengetahui komplikasi Syok Kardiogenik.
f. Mengetahui penatalaksanaan Syok Kardiogenik.
a. Mengetahui konsep dasar Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR SYOK KARDIOGENIK


1. Definisi Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI,
namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan
disritmia. (Brunner & Suddarth, 2012).
Syok kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak
mampu memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan
metabolisme tubuh akibat disfungsi otot jantung, biasanya ditandai dengan
penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan
atau tanpa adanya kongesti organ.

2. Etiologi
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru atau
hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut ( AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur
septum atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-
infark yang lebih kecil
5. Valvular stenosis
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
7. Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya)
8. Trauma jantung
9. Temponade jantung akut
10. Komplikasi bedah jantung

3. Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai akibat dari
serangan jantung pada fase termimal dari berbagai penyakit jantung.
Berkurangnya aliran darah berdampak pada supply O2 kejaringan  khususnya
pada otot jantung yang semakin berkurang, hal ini menyababkan iskemik miokard
pada fase awal, namun bila berkelanjutan  akan menimbulkan injuri sampai infark
miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan
kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok, metabolisme yang 
pada fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan semakin
memburuk sehingga produksi asam laktat   terus meningkat dan memicu
timbulnya nyeri hebat maupun rasa tertekan yang menjalar sampai leher dan
lengan kiri, kelemahan fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam
laktat yang tinggi pada darah. Semakin menurunnya kondisi pada fase syok otot
jantung semakin kehilangan kemampuan untuk berkontraksi memompa darah.
Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac
output atau berhenti sama sekali.  Hal tersebut menyebakkan suplay darah
maupun O2 menjadi menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi
penurunan kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas. Aktifitas ginjal juga
terganggu pada penurunan cardiac output, yang berdampak pada penurunan laju
filtrasi glomerulus. Pada kondisi ini pengaktifan system rennin, angiotensin dan
aldostreron akan menambah retensi air dan natrium menyebabkan produksi  urine 
berkurang (< 30ml/ jam). Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok yang
menyebabkan adanya  peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana  kondisi
ini akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis valvular.
Hal tersebut dapat mennyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi
cairan maupun refluk aliran darah  dan akhirnya memperberat kondisi edema
paru.

4. Manifestasi Klinis
Keluhan Utama Syok Kardiogenik:
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
Tanda Penting Syok Kardiogenik:
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipne8.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10 . Perubahan mental.

5. Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest, yaitu hilangnya fungsi jantung, napas, dan kesadaran
secara tiba-tiba dan tak terduga.
2. Disritmia, yaitu detak jantung yang tidak normal, apakah tidak beraturan,
terlalu cepat, atau terlalu lambat.
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke, yaitu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau
berkurang akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah.
5. Tromboemboli (pembekuan darah)
6. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
2. EKG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi
serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,
misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan
Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik:
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakuka intubasi.
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa:

1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri


2. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
3. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
4. Dopamin dan dobutamin, bila perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin
2-15 mikrogram/kg/m.
5. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m, bila ada dapat juga diberikan amrinon
IV. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
6. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan  oksigenasi jaringan.
Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
B. ASUHAN KEPERAWATAN SYOK KARDIOGENIK
1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus pada:
1.    Aktivitas
Gejala  : kelemahan, kelelahan

Tanda  : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit
kelembaban, kelemahan umum

2. Sirkulasi

Gejala  : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD,
DM

Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak
teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau
penurunan kontraktilitas ventrikel, gejala hipoperfusi jaringan kulit;
dioforesis (Kulit Lembab), pucat, akral dingin, sianosis, vena–vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps.

3. Eliminasi

Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam

Tanda : oliguri

4. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio
substernal, prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang,  wajah, tidak
tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung,
leher, dengan kualitas chorusing, menyempit, berat, tertekan, dengan
skala biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang mengeliat, menarik
diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD, pernafasan, warna kulit/kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.

5. Pernafasan

Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum, penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau
medikasi, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret; penggunaan otot aksesori


pernafasan, nasal flaring, batuk; kering/nyaring/nonprodoktik/ batuk
terus-menerus, dengan/tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu
darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi nafas; mungkin
tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan meningkatkan frekuensi
nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral
dingin.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik
b. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
c. Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi organ ginjal, peningkatan na / air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap air dalam
area interstisial/jaringan)
d. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/penghentian aliran darah
e. Nyeri(akut) b/d  iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan arteri
koroner
f. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai  oksigen dan kebutuhan,
adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard

3. Rencana Tindakan
a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik,
Ditandai dengan: Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau
paling tidak 60 mmHg dibawah tekanan basal (hipotensi relative), perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah,
tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau
penurunan kontraktilitas ventrikel, gejala hipoperfusi jaringan kulit; dioforesis (Kulit
Lembab), pucat, akral dingin, sianosis, vena-vena pada punggung tangan dan kaki
kolaps, gangguan fungsi mental, gelisah, berontak, apatis, bingung, penurunan 
kesadaran hingga koma, produksi urine < 30 ml/ jam( oliguri).

Intervensi :

1) Auskutasi TD. Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur, duduk, berdiri
jika memngkinkan.
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel, hipoperfusi
miokardia dan rangsanng vagal. Namun hipertensi juga fenomena umum,
kemungkinan berhubungan dengan nyeri, cemas, atau masalah vaskuler
sebelumnya. Hipotensi ortistatik (postural) mungkin berhubungan dengan
komplikasi infark.
2) Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional:
Penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya kelemahan /kekuatan nadi.
Ketidakteraturan diduga disritmia, yang memerlukan evaluasi lanjut.
3) Catat terjadinya suara S3, S4
Rasional:
S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal mitral (regugitasi) dan
kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark berat. S4 mungkin
berhubungan dengan iskemik miokard, kekakuan ventrikel, dan hipertensi
pulmonal atau sistemik.
4) Catat adanya suara murmur/gesekan.
Rasional:
Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh katup tak
baik, kerusakan septum, atau vibrasi otot papilar. Adanya gesekan dengan infark
juga berhubungan dengan inflamasi, contoh efusi pericardial dan perikarditis.
5) Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
Rasional:
Frekuensi dan irama jantung yang berspon terhadap obat dan ativitas sesuai
dengan terjadinya komplikasi /disritmia (Khususnya kontraksi ventrikel
premature atau blok jantung), yang mempengaruhi fungsi jantung  atau
meningkatan kerusakan iskemik. Denyutan /fibrilasi akut atau kronis mungkin
terlihat pada arteri koroner atau keterlibatan katup dan mungkin merupakan
kondisi patologi.
6) Sediakan alat dan obat darurat.
Rasional:
Sumbatan koroner tiba–tiba, disritmia letal, perluasan infark maupun kondisi
syok yang memburuk merupakan kondisi yang mencetuskan henti jantung, yang
memerlukan terapi penyelamat hidup segera.
7) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan, sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
8) Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/hevarin sesuai indikasi
Rasional:
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia
dan nyeri dada.
9) Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG, foto dada, pemeriksaan data
laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit).
Rasional:
EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan atau perbaikan
kondisi syok kardiogenik, status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan
efek obat. Foto dada dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan
disfungsi ventrikel. Enzim jantung dapat memantau perkembangan kodisi
pasien, adanya hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan oksigen,
keseimbangan elektrolit cotoh hipo/hiperkalemia sangat besar berpengaruh
terhadap irama jantung dan kontraksinya.
10) Kolaborasi dalam pemberian obat antidisritmia sesuai indikasi, dan bila
digunakan bantu pemasangan /mempertahankan pacu jantung.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PCV, dimana sering
mengancam secara profilaksis.
Pemacu merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut/diperlukan
secara permanen pada kondisi yang berat merusak system konduksi (Seperti:
Syok Kardiogenik).
b. Kerusakan  pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar ditandai dengan:
takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret; penggunaan otot aksesori pernafasan,
nasal flaring, batuk; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus–menerus, dengan/
tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih (edema
pulmonal). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan
mengi  peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau
sianosis, akral dingin.

Intervensi :

1) Auskultsi bunyi nafas, catat krekels, suara mengi.


Rasional:
Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan
untuk  intervensi lanjut.
2) Berikan posisi fowler/semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi pasien.
Rasional:
Dengan menggunakan posisi fowler/semi fowler dapat membantu pengembangan
paru sehingga mempermudah pertukan gas pada alveolar.
3) Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional:
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal ini terjadi pada GJK
kronis maupun syok kardiogenik.
4) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi.
Rasional:
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/
menurunkan hipoksemia jaringan.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi: Diuretik contoh furosemide
( lasix); brokodilator contoh amonofilin.
Rasional:
Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil
dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru.
c. Kelebihan volume cairan b/d Penurunan perfusi organ ginjal, peningkatan na/air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap air dalam
area interstisial/jaringan)
Ditandai dengan: Produksi urine < 30 ml/ jam (oliguri), takipnea, nafas dangkal,
pernafasan laboret; penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk;
kering/nyaring/batuk terus–menerus, dengan/tanpa pembentukan sputum: mungkin
bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal). Peningkatan frekuensi nafas,
nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin, tekanan arterial
sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg dibawah tekan
basal (hipotensi relative).

Intervensi:

1) Auskutasi bunyi nafas untuk adanya krekels


Rasional:
Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2) Catat adanya Distensi Vena Perifer seperti adanya edema dependen.
Rasional:
Dengan ditemukan adanya edema dependen dicurigai adanya kongesti/kelebihan
volume cairan.
3) Ukur masukan, catat penurunan  pengeluaran, sifat konsentrasi.
Rasional:
Hitung keseimbangan cairan. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan haluan urine.
4) Timbang berat badan tiap hari, bila kondisi membaik.
Rasional:
Perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
5) Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
Rasional:
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan
pada adanya dekompensasi jantung.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet sesuai indikasi (rendah
natrium/air)
Rasional:
Natrium dapat meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretic, contoh: furosemid (Lasix),
Hidralazin(Apresolin); spironolakton dengan hidronolakton (Aldactone).
Rasional:
Pemberian diuretic mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelebihan cairan.
Obat pilihan biasanya tergantung gejala asli akut/kronis.
8) Kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan kalium sesuai indikasi.
Rasional:
Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi dan dapat terjadi dengan
penggunaan deuretik penurunan kalium.

d. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/penghentian aliran darah.


Ditandai dengan: Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau
paling tidak 60 mmHg dibawah tekan basal (hipotensi relative), nadi cepat tidak
kuat atau lemah, tidak teratur, gejala hipoperfusi jaringan kulit; dioforesis (Kulit
Lembab), pucat, akral dingin, sianosis, vena–vena pada punggung tangan dan kaki
kolaps, gelisah, penurunan  kesadaran hingga koma.

Intervensi:

1) Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti cemas,


bingung, letargi, pingsan.
Rasional:
Perfusi cerebral secara langsung b.d curah jantung dan dipengaruhi oleh
elektrolit, hypoxia , ataupun emboli sistemik.
2) Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab dan  catat kekuatan nadi perifer.
Rasional:
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit atau perubahan denyut nadi.
3) Kaji tanda homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi) eritema, edema.
Rasional:
Indikator trombosis vena.
4) Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan
Rasional:
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan.
5) Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada bising usus,
mual atau muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Rasional:
Penurunan aliran darah ke mesenterikus dapat mengakibatkan disfungsi
gastrointestinal, contoh: kehilangan peristaltic.
6) Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat berat jenis
sesuai indikasi
Rasional:
Penurunan pemasukan  oleh kerena mual terus menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi jaringan dan
fungsi dari organ. Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.
7) Kolaborasi dengan dokter dan laboratorium dalam pemeriksaan data
laboratorium seperti GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit.
Rasional:
Sebagai indikator fungsi/perfusi organ.
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi. Misalnya:
Heparin/natrium warfarin (caumadin); Simetidine (tagamet); Ranitidine
(Zantac).
Rasional:
Pemberian Heparine dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis pada
pasien resiko tinggi (Fibrilasi atrial, kegemukan, aneurisma ventrikel, atau
riwayat troboflebitis) dapat untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau
pembentukan trombus mural. Simetidine (tagamet); Ranitidine (Zantac)
diberikan untuk menurunkan atau menetralkan asam lambung, mencegah
ketidaknyamanan dan iritasi gaster, khususnya adanya penurunan sirkulasi
mukosa.
e. Nyeri (Akut) b/d  iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan
arteri koroner.
Ditandai dengan: Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat,
kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD, pernafasan,
warna kulit/kelembaban, bahkan penurunan kesadaran. Skala biasanya 10 pada
skala 1–10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.

Intervensi :

1) Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal
dan respon hemodinamik.
Rasional:
Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan cemas.
2) Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas, lamanya
kualitas dan penyebaran.
Rasional:
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bila
memungkinkan bantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkan
dengan penganlaman yang lain.
3) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau AMI.
Rasional:
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan
identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau
perikarrditis.
4) Bila memungkinkan  anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Rasional:
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau memerlukan
peningkatan dosis. Dan untuk mengidentifikasi kondisi pasien dengan segera
pada kondisi syok, sehingga kerusakan lanjut dapat dicegah.
5) Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman
Rasional:
Rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
6) Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.
Rasional:
Pemberian obat narkotika dapat semakin menurunnya tekanan darah/depresan
pernafasan, kondisi ini dapat memperberat kondisi syok.
7) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan nasal atau
masker sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga
mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemik jaringan.
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kondisi
pasien.
Rasional:
Anti angina contoh nitrogliserin (nitri-bid, nitrostat, nitro-dur) nitrat berguna
untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner yang meningaktkan aliran
darah koroner dan ferfusi miokardia. Efek  fasodilatasi ferifer menurunkan
volume darah kembali ke jantung (freload), sehingga menurunkan kerja otot
jantung dan kebutuhan oksigen.

f. Intoleransi aktifitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai  oksigen dan kebutuhan,


adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
Ditandai dengan: Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna
kulit / kelembaban, kelemahan umum pada fisik.

Intervensi.

1) Tingkatkan istirahat, batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon


hemodinamika.
Rasional:
Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi oksigen, menurunkan  resiko
komplikasi yang lebih berat pada kondisi syok.
2) Bantu pasien dalam pemenuhan ADL.
Rasional:
Meminimalkan aktivitas pasien pada kondisi yang memerlukan istirahat
maksimal dan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
3) Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat defekasi.
Rasional:
Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (dapat menyebabkan
bradikardi, juga menurunkan curah jantung, dan takikardi  dengan peningkatan
TD.
4) Kaji ulang tanda/gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas atau
memerlukan pelaporan pada perawat/dokter.
Rasional:
Palpitasi, nadi tak teratur, adanya nyeri dada yang meningkat atau dispnea dapat
mengindikasikan kebutuhan perubahan kondisi pasien.

4. Implementasi
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran
dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih
dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan
data bila terjadi demikian kemungkinan rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan
pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam
menggunakan proses keperawatan.
BAB III

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN SYOK KARDIOGENIK

DI RUANG ICU RSUD KOTA SEMARANG

I. PENGKAJIAN

Tanggal masuk : 19/01/2013 Praktikan : Husein Arafat


Jam : 14.00 wib NIM : P17420612087
Ruang : ICU
No. Reg. : 220757

a. Identitas :
Nama pasien : Ny. K
Umur : 77 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/ bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Bandungrejo, Demak
Tgl pengkajian : 21/01/2013
Diagnosa Medis : Syok Kardiogenik

b. Penanggung jawab :
Nama : Tn. M
Umur : 38 tahun
Hubungan dg pasien : Anak
Suku/ bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta

II. Keluhan Utama

Pasien mengatakan sesak nafas.


III. Riwayat Keperawatan

A. Riwayat Perawatan Sekarang


Keluarga mengatakan sudah lima hari pasien sesak nafas dan
mengeluh pusing ketika malam. Kemudian pada tanggal 21 Januari 2013
sesak bertambah berat dari pagi sampai siang, pasien juga mengalami
penurunan kesadaran. Sehingga keluarga membawa pasien ke RSUD Kota
Semarang. Tiba di UGD, pasien mendapatkan pemeriksaan dengan hasil
GCS E : 3, M:4, V:2, TD : 71/47 mmHg, N:109, RR : 26x/menit, Suhu : 36,4
celsius, SPO2 : 88%, pasien mendapat terapi IV line RL 20 tpm, kemudian
pasien dibawa ke ruang ICU.

Tanggal 21 Januari 2013, saat dikaji didapatkan data kesadaran


Composmentis, keadaan umum lemah, akral hangat, pasien mengeluh
masih sesak nafas. Pasien mendapatkan terapi RL 20 tpm, ISDN 2x5mg,
Aspilet 1x80 mg, Digoxin 1x1/2 tablet, CPG 1x75mg, allupurinol
1x300mg, simvastatin 1x10mg.

B. Riwayat Keperawatan yang lalu


Keluarga mengatakan pasien sudah dua kali menderita penyakit
seperti sekarang. 5 bulan yang lalu pasien juga masuk RSUD Kota Semarang
dengan keluhan sesak nafas dan penyakit jantung.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan DM.

D. Pola Fungsional

1. Manajemen Kesehatan
Keluarga klien mengatakan jika ada anggota keluarganya yang
sakit, akan dibawa ke pelayanan kesehatan.

2. Nutrisi Metabolik

Sebelum Sakit
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak sulit makan. Makan
seperti biasa 3 kali sehari, minum 7-8 gelas sehari (1,5 liter).

Selama Sakit
BB: 45kg, TB: 150cm, Hb: 13,7 g/dl

3. Eliminasi

Sebelum Sakit

BAB : Frekuensi : 2 hari 1 kali


Konsistensi : lembek
Jumlah : Sedikit
Warna : kuning
BAK : Frekuensi : 4 kali/hari
Warna : kuning
Jumlah :-
Selama Sakit
BAB : Frekuensi :-
Konsistensi :-
Warna :-
Bau :-
BAK : Frekuensi : - (pasien memakai DC)
Warna : kuning jernih
Jumlah : saat dikaji 200 cc

4. Aktivitas
Sebelum Sakit
Klien mengatakan sebelum sakit klien bisa berkegiatan secara
mandiri. Klien juga mengatakan kalau klien suka jalan-jalan.
Selama Sakit
Klien tidak bisa melakukan kegiatan sendiri. Klien akan meminta tolong
pada perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk membantunya dalam
memenuhi kebutuhannya. Klien tergantung sebagian. Semua aktifitas pasien
dibantu oleh perawat dan keluarga.

5. Istirahat & Tidur

Sebelum Sakit
Klien mengatakan tidak ada gangguan dalam istirahat dan tidurnya. Klien
biasa tidur pukul 22.00-04.00 WIB. Terkadang klien terbangun untuk
BAK.

Selama Sakit

Klien bisa tidur dan tidak ada gangguan apalagi setelah minum obat.

6. Kognitif & Sensori

Sebelum Sakit

Klien mengatakan panca indranya masih berfungsi dengan baik kecuali


matanya yang sudah kabur.
Selama Sakit
Klien mengatakan panca indranya masih berfungsi dengan baik. Klien tidak
mengalami gangguan kognitif. Klien tidak mengalami disorientasi tempat,
orang dan waktu.

7. Konsep Diri

a. Identitas :
Klien berjenis kelamin perempuan berusia 77 tahun, Klien merasa puas
bisa membesarkan dan menghidupi anaknya dengan cara bertani hingga ia
sekarang mempunyai cucu 4 orang.

b. Body image :
Klien mengatakan bahwa dia merasa senang dengan seluruh anggota
tubuhnya mulai dari ujung rambut hingga kaki. Klien juga menerima
seluruh kekurangan apa adanya.

c. Ideal diri :
Klien berharap dirinya bisa cepat sembuh dan tidak kembali ke RS lagi.
d. Harga diri :
Klien memiliki percaya diri yang sangat tinggi. Dia berkeyakinan akan
cepat sembuh.
e. Peran diri :
Sebagai seorang ibu dan nenek, klien berusaha untuk tidak merepotkan
anak dan cucunya. Di masyarakat klien bisa bersosialisasi dengan warga
sekitar, saat ada kegiatan pengajian misalnya.

8. Mekanisme Koping
Klien meminta tolong pada perawat atau petugas lain/keluarga jika ada
masalah. Pasien menggunakan pernafasn mulut ketika sesak nafas.

9.Reproduksi dan Seksualitas


Klien berusia 77 tahun, memiliki 3 anak dan 3 orang cucu.
PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas dan penumpukan secret.
2. Breathing

Bunyi napas vasikuler. Tidak terdengar suara napas tambahan. RR : 26 x/menit,


terpasang Oksigen binasal 3liter/menit.
3. Circulation
Nadi kuat, teratur, CRT<2detik.
4. Disability
Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat dan orang .
GCS: 15 = E: 4, M: 6, V: 5

b. Pengkajian sekunder

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : composmentis E : 4, M : 6, V : 5

Tanda-tanda vital

Tek. Darah : 104/63 mmHg

Nadi : 71 x/menit

Pernafasan : 26 x/menit

Suhu : 36,8 celsius


tubuh
Kepala
Bentuk mesochepal, bersih, tidak ada lesi, distribusi rambut panjang beruban, kering.
Mata
Simetris, sclera anikterik, konjungtiva tidak anemi, reflex cahaya positif
Hidung
Simetris, bersih, tidak ada pembesaran polip
Mulut
Tidak ada pembesaran tonsil, bersih, mukosa bibir kering
Telinga :

- Daun telinga : simetris antara kanan dan kiri, bersih


- Liang telinga : bersih, sedikit serumen
- Fungsi pendengaran : dalam batas normal
Leher

Tidak ada pembesaran tiroid, nadi karotis teraba


Jantung

I: simetris, ictus cordis tidak terlihat


P: ictus cordis teraba mid klavikula linea sinistra IC ke 5
P: pekak
Abdomen

I : cembung
A : peristaltic usus 6 x/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : hipertimpani

Ekstremitas
Ekstremitas Atas

Terpasang infuse RL di tangan kanan

Tidak ada pitting edema, uji kekuatan otot nilainya ekstremitas atas 3 dan ekstremitas
bawah 2, tampak sianosis, CRT <2 detik.

Ekstremitas Bawah

Tidak ada oedema, kulit kering

Genitalia
Terpasang DC

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah rutin:
Hemoglobin
Leukosit 13,7 13,2-17,3
Hematokrit
12 3,8-10,6

40 41-53

Kimia
Klinik:
Cholesterol 259 <265
Trigliserid
228 70-140
Creatinin
Calcium 1,9 0,62-1,1
Natrium
Kalium 1,05
HDL
LDL 131 135-147
CKMB
3,8 3,5-5

66,7

14,7

85
Program Terapi Obat

Jenis Obat Dosis

ISDN 2 x 5 mg

Aspilet 1 x 80 mg

Digoxin 1 x1/2 tablet

CPG 1 x75 mg

Allupurinol 1 x 300 mg

Simvastatin 1 x10 mg

Dobutamin 1,2 cc/jam

Daftar Masalah

No Data Fokus Etiologi Masalah Paraf

1. DS: Pasien mengatakan sesak nafas Gangguan


DO: pertukaran gas
Klien gelisah
RR :26x/menit, SPO2: 95%
Tampak sianosis.
Terpasang O2 nasal 3liter/menit
2. DS : Intoleransi
Klien mengatakan tubuhnya seakantidak aktivitas
bertenaga, dan lemas
DO :
- Saat disuapi, saturasi O2 klien turun hingga
89 %
- TD : 104/63 mmHg
- N : 71 x/menit, lemah

3. DS : Resik operubahan
Klien mengatakan tidak nafsu makan dan nutrisi kurang dari
makanan terasa pahit. kebutuhan tubuh
DO:
- Mukosa bibir kering
- Klien makan hanya 4 sendok
- Klien memuntahkan makanannya.
Rencana Keperawatan

No Tgl/Jam Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Para


f

1. 21 januari Gangguan Tujuan Setelah 1. Evaluasi


2013 pertukaran gas dilakukan tindakan perubahan
keperawatan selama tingkat
3x24 jam, diharapkan kesadara, catat
gangguan pertukaran sianosis, dan
gas berkurang, dengan perubahan
kriteria hasil: warna kulit,
termasuk
1. Sesak nafas hilang membrane
mukosa dan
2. Klien tidak kuku
menunjukkan
ekspresi wajah 2. Berikan terapi
gelisah oksigen nasal 3
liter/menit.
3. RR normal, 16-
20x/menit 3. Pantau kadar
hemoglobin.
4. SPO2 100% 4. Berikan posisi
semifowler.
5. Kolaborasi
dalam
pemberian
obat.

2. 21 januari Intoleransi Setelah dilakukan 1. Pantau respon


2013 aktivitas asuhan keperawatan klien terhadap
selama 3x24 jam, aktivitas
diharapkan klien
dapat mentoleransi 2. Monitor respon
aktivitas dengan pemberian
kriteria hasil: oksigen

▪ Klien dapat 3. Anjurkan klien


berpartisipasi dalam untuk napas
aktivitas sesuai dalam setelah
kemampuan klien. berpindah
posisi atau
▪ Nadi dalam rentang beraktivitas
normal 60-100
x/menit 4. Bantu aktivitas
fisik klien
▪ Tekanan darah dalam
rentang normal 120/80 5. Tingkatkan
mmHg aktivitas secara
bertahap

▪ Klien mampu 6. Berikan


mengidentifikasi istirahat
aktivitas dan situasi
yang menimbulkan
kecemasan
3. 21 januari Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji
2013 perubahan tindakan keperawatan kemampuan
nutrisi kurang selama 3 x 24 jam klien
dari kebutuhan diharapkan status nutrisi memenuhi
tubuh adekuat dengan kriteria kebutuhan
hasil: nutrisi
-intake nutrisi adekuat
-Nafsu makan meningkat 2. Tawarkan
-mukosa bibir lembab oral hygiene
sebelum
makan

3. Anjurkan
pada klien
untuk makan
sedikit tapi
sering

4. Anjurkan
pada klien
untuk makan
makanan
hangat

5. Anjurkan
pada klien
untuk makan
makanan
yang disukai
6. Ajarkan pada
klien tentang
kebutuhan
nutrisi

7. Bantu klien
dalam makan
dan libatkan
keluarga
dalam
pemberian
makanan

Catatan Keperawatan (Implementasi)

No Tanggal Tindakan Respon Paraf

1. 21Januari DS: -
2013 DO:-
TD: 104/67 mmHg
Mengkaji tekanan darah, nadi N:71 x/menit
danRR, saturasi oksigen RR: 26x/ menit

DS:-
DO:
tampak sianosisi dikuku dan
Mengevaluasi adanya sianosis mukosa bibir pucat

DS:-
DO:
Mempertahankan pemberian Klien menggunakan kanul
oksigen nasal 3 liter/menit

DS:
DO:
Menganjurkan klien untuk napas Klien bisa mengikuti perawat
dalam setelah berganti posisi atau saat mencontohkan cara
beraktivitas napas dalam

Menganjurkan klien untuk napas DS:


dalam setelah berganti posisi atau DO:
beraktivitas Klien bisa mempraktekkan
cara napas dalam
2 21Januari Membantu aktivitas fisik klien DS:
2013 DO:
Membantu klien untuk
meninggikan tempat tidur

Memantau respon klien terhadap DS:


aktivitas DO:
Saat membantu klien makan,
N: 118x/menit SpO2: 89%,
TD:130/87mmHg
Setelah makan:
N:111x/menit, SpO2:9%,TD:
130/87 mmHg

Memantau respon klien terhadap DS:


aktivitas DO:
Saat membantu klien makan
dan minum , N: 109x/menit
SpO2: 90%, TD: 116/75
mmHg
Setelah makan: N:
110x/menit, SpO2:92 %, TD:
116/75 mmHg

Membantu aktivitas fisik klien DS:


Klien mengatakan kalau dia
haus
DO:
Membantu klien minum
Klien makan dan minum½
gelas, dengan mengubah
posisi setengah duduk dan
mengganti masker
oksigen dengan nasal
kanul

Meningkatkan aktivitas klien secara DS:


bertahap DO:
Klien bisa berpartisipasisaat
makan dan minum
Memantau respon klien terhadap DS:
aktivitas DO:
Saat membantu klienmakan
dan minum , N:111x/menit
SpO2: 93%,TD: 124/81
mmHg
Setelah makan:
N:108x/menit, SpO2:95
%,TD: 124/81 mmHg

Membantu aktivitas fisik klien DS:


Klien mengatakan sudahtidak
sesek, tapiterkadang masih
ngos-ngosan
DO:
Membantu klien makan dan
minum ½ gelas, dengan
mengubah posisi setengah
duduk dan mengganti masker
oksigen dengan nasal kanul

Memberikan istirahat yang adekuat DS:


DO:
Pasien tampak beristirahat

3. 21Januari Mengkaji kemampuan klien dalam DS:-


2013 memenuhi kebutuhan nutrisi DO:
Klien bisa mengunyah
makanan walaupun pelan-
pelan. Klien tidak mengalami
kesulitan menelan

Membantu klien dalam makan DS:-


DO:
Klien makan nasi tim,
Dengan lauk soup dan hanya
dihabiskan 4sendok.

Menganjurkanklien untuk makan DS:-


dengan porsi sedikit tetapi sering DO:
Klien mengatakan, kalaudia
memang mudahmerasa
kenyang.
Menganjurkan klien untuk DS:-
memakan makanan selagi hangat DO:
Klien mengatakan suka
makan-makanan hangat

Catatan Perkembangan

Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf


Keperawatan

21 Januari 2013 Gangguan pertukaran S : Klien mengatakan masih sesak


gas nafas
O:

RR : 26 x/menit, SpO2: 95%

A : masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4

Intoleransi aktivitas S : Klien mengatakan masih lemas


O:
N: 108 x/menit; TD: 124/81 mmHg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomor 1,
3,5

Resiko perubahan S : Klien mengatakan tidak nafsu


nutrisi kurang dari makan
kebutuhan tubuh O:
- Klien makan kurang lebih 8
sendok dan minum ½ gelas
-Mukosa bibir kering
A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomor
3,4,5,6
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik antara lain:
Penyakit jantung iskemik, obat-obatan yang mendepresi jantung, gangguan irama
jantung.
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke
seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya
serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat
perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya
karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok
serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama
penderita mengalami syok

B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan
gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syok sehingga dapat melakukan
pertolongan segera.
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan tindakan-tindakan emergency 
untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. dkk .2012.,Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta

Guyton A.C., Hall J.E.2010., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Bruner & Suddarth.2012,Keperwatan Medikal Bedah Edisi 8.EGC.Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular

Rifky Az .2013. Mengenal Syok. In: Mini Simposium Emergency In Field Activities
Hippocrates Emergency Team. RS Islam Siti Rahmah: Padang

Tasia, Yenna. 2020. Alomedika Epidemiologi Syok Kardiogenik. [online]


https://www.alomedika.com/penyakit/icu/syok-kardiogenik/epidemiologi.
Diakses: 18 Juli 2020

Terry, C.L. & Weaver, A. 2013. Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha Publishing

Anda mungkin juga menyukai