Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KIMIA KLINIK II

CAIRAN SENDI
Disusun untuk memenuhi mata kuliah yang dibimbing oleh
Ibu Chalies Diah Pratiwi, S.ST, M.Kes

Disusun oleh :
1. Dewi Hardiana Septiani (B1R18002)
2. Fitrah Lutfia Maharani (B1R18009)
3. Marita Ningsih (B1R18016)
4. Niluh Putri Ayu Sally Wiastama (B1R18021)
5. Wenika Manda Safi’i (B1R18027)

D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HUTAMA ABDI HUSADA
TULUNGAGUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga karya tulis yang
berjudul Makalah Kimia Klinik II Cairan Sendi ini dapat diselesaikan sesuai
rencana.
Karya tulis sederhana ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas Mata
Kuliah Kimia Klinik II yang dibimbing oleh Ibu Chalies Diah Pratiwi, S.ST,
M.Kes.Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak. Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
segala kritik serta saran yang membangun dari para pembaca akan penulis terima
dengan lapang hati sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran bagi penulis agar
kelak penulis dapat membuat dengan lebih baik lagi.
Semoga karya tulis yang berjudul Makalah Kimia Klinik Ii Cairan Sendi
memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pembaca pada
khususnya serta dapat membantu meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita
dalam membangun bangsa Indonesia tercinta ini.

Tulungagung, 17 Maret 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
ABSTRAK.............................................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................ 1
1.3. Tujuan.............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 3

2.1 Pengertian Sendi.............................................................. 3

2.2 Pengertian Cairan Sendi.................................................. 4

2.3 Pofisiologi Cairan Sendi.................................................. 4

2.4 Pengambilan Cairan Sendi............................................... 4

2.5 Pemeriksaan Cairan Sendi............................................... 6

2.5.1 Makroskopis.......................................................... 6

2.5.2 Mikroskopis........................................................... 9

2.5.3 Kimia..................................................................... 13

2.5.4 Radiologi................................................................ 16

2.6 Abnormalitas Sendi......................................................... 17

BAB III PENUTUP................................................................................. 18


3.1 Kesimpulan...................................................................... 18
3.2 Saran................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan dua tulang disebut  persendian (artikulasi). Sendi merupakan


hubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan. Beberapa komponen
penunjang sendi antara lain kapsula sendi, ligamen (ligamentum), tulang rawan
hialin (kartilago hialin), cairan sinovial atau cairan sendi.
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada sendi yang dihasilkan
dari ultrafiltrasi plasma dan mengandung asam hialuronat.Asam hialuronat ini
menyebabkan cairan sendi bersifat kental sehingga cairan sendi dapat berfungsi
sebagai pelumas.
Cairan synovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan sehingga tidak
terjadi gesekan dalam pergerakan sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan
untuk membantu mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan
pada sendi. Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang ditusuk kedalam
cairan itu berada diarea antara tulang pada sendi tersebut.
Indikasi memeriksa cairan sendi diberikan oleh bertambah banyaknya cairan
itu dan pemeriksaan laboratorium membantu diagnosis kelainan. (Sarita,2016)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian dari Sendi?
2. Apa Pengertian dari Cairan Sendi?
3. Apa Patofisiologi dari Cairan Sendi ?
4. Bagaimana Cara Pengambilan dari Cairan Sendi?
5. Apa Saja Macam – macam Pemeriksaan Cairan Sendi?
6. Apa Saja Abnormalitas atau Gangguan Sendi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dari Sendi
2. Mengetahui Pengertian dari Cairan Sendi
3. Mengetahui Patofisiologi dari Cairan Sendi
4. Mengetahui Cara Pengambilan Cairan Sendi
5. Mengetahui Pemeriksaan dari Cairan Sendi
6. Mengetahui Abnormalitas atau Gangguan Sendi

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sendi

Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat


bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas
tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang
tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang
diperantarainya. Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang.
Sendi dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang
dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua
subtipe yaitu sutura dan sindemosis.
2. Sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago
hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi
menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis.
3. Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat
mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan
sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat
sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan
sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan
mengandung leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas
viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial.

v
Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi
rawan sendi.
2.2 Pengertian Cairan Sendi
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada sendi yang
dihasilkan dari ultrafiltrasi plasma dan mengandung asam
hialuronat. Asam hialuronat ini menyebabkan cairan sendi bersifat
kental sehingga cairan sendi dapat berfungsi sebagai pelumas.
Cairan synovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan
sehingga tidak terjadi gesekan dalam pergerakan sendi.
2.3 Patofisiologi Cairan Sendi
Inflamasi mula – mula mengenai sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi seluler.Peradangan
yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, teutama pada sendi
articular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulas
membentuk panus, atau penutup yang menutupi kartilago. Panus
masuk ketulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena
radang menimbulkan gangguan pada nutrisi artilago
artikuler.Kartilag menjadi nekrosis.Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau disiokasi dari persendian.
2.4 Pengambilan Cairan Sendi

Prosedur yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah


Arthrocentesis. Arthrocentesis merupakan prosedur klinis
menggunakan jarum suntik untuk mengumpulkan cairan sinovial
dari kapsul sendi. Arthrocentesis dilakukan oleh dokter atau
paramedik terlatih dengan mengunakan alat yang steril dan tepat.

Pre Analitik

1. Spuit yang digunakan (19/21 untuk sendi besar, 23/25 untuk sendi
kecil).
2. Digunakan sarung tangan steril.

3. Dilakukan anastesi lokal (lidokain atau etiklorida spray).

vi
4. Kapas alkohol dan betadine.

5. Empat tabung penampungan tanpa antikoagulan.

Analitik

1. Ditentukan lokasi penusukan, daerah ektensor lebih aman (bebas


saraf) dan beri tanda.
2. Dilakukan tindakan aseptik pada lokasi.

3. Dilakukan anastesi lokal (inflamasi lidokain/prokain dengan jarum


halus atau etiklorida spray).

4. Ditusuk daerah yang sudah ditandai dengan spuit yang berisi 25 µ


sodium heparin (dibilas) dan gunakan jarum yang sesuai hingga
terasa jarum menembus membran sinovia (seperti menusuk kertas).

5. Dilakukan aspirasi perlahan-lahan (untuk meminimalisasi nyeri).

6. Spesimen ditampung (sesuai urutan tabung pertama kali diisi).

 Tabung I  (tabung heparin ) steril untuk pemeriksaan


mikrobiologis (gram dan biakan).
 Tabung II (tabung EDTA) untuk pemeriksaan
mikroskopis, memeriksa kristal, dan hitung jenis sel.
 Tabung III (tanpa EDTA) untuk pemeriksaan kimia
atau imunologi dan untuk pemeriksaan makroskopis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel:
1. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan hemostasis.
2. Melakukan dengan tehnik yang benar dan berusaha untuk selalu
steril.
3. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk dibawa
kelaboratoium.
4. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa cairan sendi maka
pasien dipuasakan 6-8 jam terebih dahulu.
5. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan heparin.

vii
Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi wadah untuk
menampung cairan sendi harus steril

2.5 Pemeriksaan Cairan Sendi


a. Tes Makroskopik
1. Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat dan biasanya
volume normal tidak melebihi 2 ml. Volume yang melebihi 2 ml
menandakan adanya kelainan, makin besar volume itu, maka
makin luas juga kelainan yang ada.
2. Warna dan kejernihan :
 Warna
Cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai warna
kekuning-kuningan yang sangat muda. Jika terjadi warna merah
karena adanya darah biasanya disebabkan oleh trauma fungsi.
 Kejernihan
Dalam keadaan normal cairan sendi jernih. Proses patologis seperti
radang dapat mengubah ciri-ciri itu menjadi agak keruh sampai
keruh sekali. Selain oleh peradangan kekeruhan mungkin juga
disebabkan proses-proses lain, yakni oleh adanya beberapa macam
kristal atau oleh sel-sel synovia yang terlepas.
Prosedur Pemeriksaan Makroskopis Volume , Warna dan Kejernihan
Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang
berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel .

viii
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.
Pasca Analitik
Interpretasi :
 Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis
rematoid ringan.
 Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena
bertambahnya lekosit.
 Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi kronik,
pirai dengan efusi akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
 Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
 Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis
vilonodularis hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma pada
waktu aspirasi maka warna merahnya akan berkurang bila
aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan oleh trauma maka
warna merah akan menetap.
 Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama
(Gandasoebrata,2006).
3. Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi
fibrinogen. Proses peradangan dapat menyebabkan
menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan sendi. Kalau ada
bekuan laporkanlah besarnya bekuan itu, semakin besar bekuan
itu, maka semakin berat proses inflamasi
Prosedur Pemeriksaan Makroskopis Bekuan
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril

ix
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.
Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan (Gandasoebrata,2006).
4. Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu, beberapa
keadaan patologis dapat mengurangi viskositas sehingga cairan
itu seolah-olah menjadi encer.Untuk menguji viskositas isaplah
cairan sendi kedalam semprit 2 ml, kemudian biarkan cairan itu
mengalir keluar dari semprit (tanpa jarum) dan perhatikan
panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk sampai saat
cairan itu jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling
sedikit 5 cm. Makin pendek benang itu, maka makin abnormal,
kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga
menetesnya seperti air saja.
Prosedur Pemeriksaan Makroskopis Viskositas
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi menentukan
viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan jari
telunjuk, direntangkan antara jari telunjuk dan ibu jari.
4. Hitung panjang rentangan.

x
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut
viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik ® Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik) hemoragik
®Viskositas bervariasi (Gandasoebrata,2006).
b. Mikroskopis
1. Menghitung jumlah sel
Memakai larutan NaCl 0,85 % untuk menghitung jumlah sel dan
kamar hitung Fuchs-Rosenthal.Dalam keadaan normal jumlah sel
dalam cairan sendi kurang dari 200 per µl. Pertambahan cairan sendi
oleh causa bukan radang dapat meningkatkan jumlah itu sampai 2.000
per µl, sedangkan adanya radang mendorong angka itu sampai lebih
dari 2.000 per µl.
Jumlah lekosit
Hasil hitung lekosit total maupun hitung jenis lekosit pada sendi dapat
membedakan inflammatory arthritis, non inflammatory arthritis dan
infectious arthrtis.
Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis Menghitung Jumlah Sel
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
 Sampel diencerkan dengan NaCl 0,9% atau metilen biru dalam
NaCl 0,9% untuk cairan yang jernih.
 Jika cairan sendi terlalu kental kemungkinan sulit untuk dipipet,
maka sampel harus diencerkan dengan buffer hialuronidase.
 Bila cairan sendi banyak mengandung eritrosit, maka digunakan
HCl 0,1% atau saponin 1%, karena  cairan ini dapat melisiskan
eritrosit.

xi
Prinsip tes : Sampel diencerkan dan dimasukkan ke dalam kamar
hitung (hemositometer). Dengan memperhitungkan faktor
pengenceran, jumlah lekosit dalam darah dapat diketahui.
Analitik
Cara kerja :
1. Dipipet sampel ke dalam pipet lekosit sampai tanda 0,5.
2. Dipipet NaCl 0,9% sampai tanda 11, kocok isi  pipet beberapa
menit agar isi  pipet bercampur baik.
3. Kemudian dibuang  4 – 5 tetes isi  pipet.
4. Disiapkan kamar hitung dengan cover glass di atasnya.
5. Diteteskan isi pipet pelahan-lahan ke dalam kamar hitung
6. Dihitung jumlah lekosit yang tampak dalam 4 kotak lekosit
dengan menggunakan perbesaran lensa objektif 10 x dan hasilnya
dikali 50 (pengenceran).
7. Nilai rujukan: jumlah lekosit  < 200/mm3.
Pasca analitik
Interpretasi :
1. Jumlah lekosit 200-500/mm3 penyakit non inflamatorik
(penyakit degeneratif).        
2. Jumlah lekosit  2.000-100.000/mm3   menandakan
inflamatorik akut.
 Artritis gout akut : jumlah lekosit 750-45.000/mm3, rata-rata
13.500/mm3.
 Faktor rematoid : jumlah lekosit  300-98.000/mm3, rata-rata
17.800/mm3
 Artritis rematoid : jumlah lekosit  300-75.000/mm3, rata-rata
15.500/mm3.
 Septik (infeksi) : jumlah lekosit 20.000-200.000/mm3
 Artritis TB : jumlah lekosit 2.500-105.000/mm3, rata-rata
23.500/mm3.
 Atritis gonore : jumlah lekosit 1.500-108.000/mm3, rata-rata
14.000/mm3.

xii
 Atritis septik : jumlah lekosit 15.600-213.000/mm3, rata-rata
65.400/mm3.
 Hemoragik : jumlah lekosit 200-10.000/mm3
2. Menghitung jenis sel
Dilakukan dengan cara membuat sediaan apus yang dipulas Giemsa
atau Wright. Dalam keadaan normal leukosit berinti segment kurang
dari 25% dari semua jenis sel yang ada dalam cairan sendi.Semakin
tinggi angka itu, maka semakin akut keadaan patologis.
Hitung jenis lekosit pada sendi dapat membedakan inflammatory
arthritis, non inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.
Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis Menghitung Jenis Sel
Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
 Sampel harus diperiksa < 1 jam setelah pengambilan.
 Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi atau dari sedimen
cairan sendi yang telah disentrifus (paling baik).
Prinsip tes : cairan sendi diapuskan di atas obyek glass kemudian
diwarnai.
Analitik
Cara kerja pewarnaan MGG :
1. Diambil cairan  sendi yang telah disentrifuge
2. Diteteskan 1-2 tetes cairan sendi diatas objek glas, kemudian
dibuat hapusan di atas objek glass, dibiarkan mengering.
3. Difiksasi apusan tersebut dengan metanol selama 5 menit lalu
dibilas dengan air mengalir.
4. Diteteskan  sediaan apusan dengan larutan May Grunwald  ± 1
– 2 menit.
5. Digenangi dengan larutan buffer pH 6,4 dan diamkan selama 3
menit.

xiii
6. Diwarnai dengan larutan Giemsa yang sudah diencerkan
dengan buffer pH 6,4 dan dibiarkan 5 – 10 menit, cuci dengan
air mengalir lalu keringkan.
7. Diamati apusan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100
x menggunakan oil emersi.
8. Nilai rujukan : jumlah netrofil < 25 %.
Pasca analitik
Interpretasi :
Jumlah netrofil < normal atau non inflamatorik®25%  
Jumlah netrofil pada kelompok akut inflamatorik :
 Artritis gout akut : jumlah netrofil 48 – 94%, rata-rata 83%.
 Faktor rematoid : jumlah netrofil  8 – 89%, rata-rata 46%.
 Artritis rematoid : jumlah netrofil  5 – 96%, rata-rata 65%.
 Artritis tuberkulosa : jumlah netrofil  29 – 96%, rata-rata
67%.
 Artritis gonore : jumlah netrofil  2 - 96% , rata-rata 64%.
 Artritis septik : jumlah netrofil  75 – 100%, rata-rata 95%.
 Jumlah netrofil pada kelompok hemoragik : <50 o:p="">
(Gandasoebrata,2006).
3. Kristal-kristal
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus.
Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu.
Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Analitik
Cara kerja :
1. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang telah
disentrifus diatas objek glass dan ditutup dengan cover
glass.
2. Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10x dan 40x.
3. Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi.
Pasca analitik

xiv
Interpretasi :
  Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis
gout.
 Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang ditemukan
pada kondro-kalsinosis (pseudogout).
 Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific
periarthritis dan tendenitis.
 Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.
C. Kimia
1. Test Bekuan Mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada dalam cairan sendi.Mucin
adalah satu komplex yang tersusun dari asam hialuronat dan protein,
mucin membeku oleh pengarah asam acetat. Dalam keadaan normal
dan pada proses non-radang :
 Mucin “berkualitas baik” : terlihat satu bekuan kenyal dalam
cairan jernih.
 Mucin “berkualitas sedang” : menyusun bekuan yang kurang
kuat,bekuan itu tidak mempunyai batas-batas tegas dalam
cairan jernih.
 Mucin “berkualitas buruk” : seperti pada proses-proses radang
oleh infeksi, bekuan yang terjadi itu berkeping-keping dalam
cairan keruh.
Prosedur Pemeriksaan Kimia Tes Bekuan Mucin
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam asetat dapat membekukan asam hialuronat dan
protein.
Alat dan bahan :
1. Tabung reaksi
2. Pengaduk
3. Aquades

xv
4. Asam asetat glacial
5. Asam asetat 7 N
Analitik
Cara kerja :
1. Kedalam 1 tabung reaksi dimasukan 4mL aquadest.
2. Dimasukan sebanyak 1 mL cairan sendi.
3. Diteteskan 1 tetes larutan asam asetat 7 N.
4. Diaduk kuat-kuat dengan batang pengaduk.
5. Kemudian diperiksa hasil reaksi segera setelah diaduk dan setelah
2 jam.
Nilai rujukan
Terlihat satu  bekuan kenyal dalam cairan jernih ® Mucin baik :
normal.
Pasca analitik
Interpretasi :
 Mucin sedang : jika  bekuan   kurang  kuat  dan  tidak
mempunyai batas tegas dalam cairan jernih. Misalnya  pada
RA.
 Mucin buruk : jika  bekuan yang  terjadi  berkeping-keping
dalam cairan keruh, misalnya karena infeksi.
2. Test Glukosa
Prosedur Pemeriksaan Kimia Tes Glukosa
Pre analitik
Persiapan pasien : Pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum
pengambilan sampel.
Persiapan sampel :   Tidak hemolisis, cairan sendi disentrifus
terlebih dahulu.
Analitik
Cara Kerja:
Tes Glukosa menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro

xvi
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes (protein,
glukosa, LDH)
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis
6. Hasil tes akan keluar pada print out
Nilai rujukan:  Perbedaan  antara  glukosa serum dan glukosa cairan
sendi adalah < 10 mg%.
Pasca analitik
Interpretasi :
Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10 mg
Kelompok inflamatorik :
 Arthritis gout akut ® perbedaannya  0 – 41 mg%, rata-rata
12 mg%.
 Faktor rematoid ® perbedaannya  6 mg%.
 Artritis rematoid ® perbedaannya  0 – 88 mg%, rata-rata 31
mg%.
Kelompok septik :
 Artritis tuberkulosa ®  perbedaannya  0 – 108 mg%, rata-
rata 57 mg%.
 Artritis gonore ®  perbedaannya  0 – 97 mg%, rata-rata  26
mg%.
 Artritis septik ®  perbedaannya  40 – 122 mg%, rata-rata
71 mg%.
Kelompok hemoragik ®  perbedaannya < 25 mg%
3. Test Laktat dehidrogenase (LDH)
Prosedur Pemeriksaan Kimia Tes Bekuan Mucin
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
Persiapan sample : tidak ada persiapan khusus.
Analitik

xvii
Tes Laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro.
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan.
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes (protein,
glukosa, LDH).
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
6. Hasil tes akan keluar pada print out.
Nilai rujukan : 100-190 U/L
Pasca analitik
Interpretasi : LDH meningkat pada RA, gout dan artritis karena
infeksi, tetapi tetap normal pada penyakit sendi generative (Kadir. A,
2012).
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan penunjang dibutuhkan
untuk melihat struktur yang dicurigai mengalami kelainan.
Pemeriksaan rontgen merupakan modalitas utama (sekitar 60-70%
kelainan muskuloskeletal dapat ditegakkan diagnosis). Berikut
penjelasan dari temuan radiologik yang meliputi penyakit pada sendi:

1. Celah sendi

Pada sendi normal, tulang yang berhubungan tidak bertemu secara


langsung.Adanya tulang rawan dan cairan sinovial memberikan
gambaran adanya celah di rontgen (tulang rawan dan cairan tidak
terlihat pada foto polos).Adanya masalah di dalam tulang rawan
dan cairan sinovial berakibat salah satunya hubungan antara tulang
mendekat sehingga celah sendi menyempit.Hal ini bisa diakibatkan
degenerasi tulang rawan atau cairan sinovial.

2. Osteofit

xviii
Osteofit merupakan penulangan baru akibat kompensasi denerasi
tulang rawan. Karena penulangan ini di luar ‘kebiasaan’, hasil dari
penulangan ini menjadi tidak teratur, osteofit ini bisa menyebabkan
nyeri jika tumbuh dan berinteraksi dengan tulang lain dalam
bergerak.

3. Sclerosis subchondral
Subchondral merupakan lapisan yang berada di bawah tulang
rawan.Karena aliran darah yang meningkat menyebabkan penebalan
lapisan ini dan bisa membentuk kista subchondral dan meningkatkan
tekanan pada tulang dan menyebabkan nyeri.
2.6 Abnormalitas Cairan Sendi
1. Ankiliosis yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan karena
seolah-olah kedua tulang menyatu.
2. Dislokasi yaitu sendi bergeser dari kedudukan semula.
3. Terkilir atau keseleo yaitu tertariknya ligamen akibat gerak yang
mendadak.
4. Artritis yaitu peradangan pada satu atau beberapa sendi dan
kadang-kadang posisi tulang mengalami perubahan. Artritis
dibedakan menjadi
5. Gout artritis yaitu gangguan persendian akibat kegagalan
metabolisme asam urat. Asam urat yang tinggi dalam darah
diangkut dan ditimbun dalam sendi yang kecil, biasanya pada jari-
jari tangan. Akibatnya ujung-ujung ruas jari tangan membesar.
6. Osteoartriris yaitu suatu penyakit kemunduran, sendi tulang rawan
menipis dan mengalami degenarisi. Biasa terjadi karena usia tua.
7. Reumathoid yaitu suatu penyakit kronis yang terjadi pada jaringan
penghubung sendi. Sendi membengkak dan terjadi kekejangan
pada otot penggeraknya.

xix
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada sendi yang dihasilkan
dari ultrafiltrasi plasma dan mengandung asam hialuronat.Asam hialuronat ini
menyebabkan cairan sendi bersifat kental sehingga cairan sendi dapat
berfungsi sebagai pelumas. Prosedur yang digunakan untuk pengambilan
sampel adalah Arthrocentesis. Arthrocentesis merupakan prosedur klinis
menggunakan jarum suntik untuk mengumpulkan cairan sinovial dari kapsul
sendi.
Pemeriksaan Cairan Sendi terdiri dari Pemeriksaan Makroskopis, Pemeriksaan
Mikroskopis, Pemeriksaan Kimia dan Pemeriksaan Radiologi.

3.2. SARAN

xx
xxi
DAFTAR PUSTAKA

xxii

Anda mungkin juga menyukai