Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KERJA PRAKTEK

UJI NEGATIF/POSITIF TERDAPATNYA MYCOBACTERIUM


TUBERCULOSIS PADA SEDIAAN DAHAK DAN JUMLAH BTA PASIEN
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI SUMATERA BARAT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
Kerja
Praktek

OLEH:
Putri Nurhaziela
17032070/2017

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
LEMBARAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK

INSTANSI/ LEMBAGA:
DI RUMAH SAKIT PARU PROVINSI SUMATERA BARAT

PUTRI NURHAZIELA
NIM. 17032070/2017

Padang Pariaman, 27 Agustus 2017

Mengetahui,
Kepala Prodi Biologi

Dr. Dwi Hilda putri, S.SI, M,Si


NIP. 19750815 200604 2 001

Disahkan Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Elsa Yuniarti, S.Ked. M.Biomed Dr. Indria Lovita, Sp.MK,


M.Ked.Klin NIP. 197701262 006042 002 NIP. 19880228 201403 2 001

i
KETERANGAN TELAH MENYELESAIKAN KERJA PRAKTEK

Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa


mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang berikut ini.
Nama : Putri Nurhaziela
TM/ NIM : 2017/17032070
Telah melaksanakan kerja praktek di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Paru
Provinsi Sumatra Barat. Yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban sesuai dengan
aturan dan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Demikian surat ini kami buat agar yang bersangkutan menggunakan sebagaimana
mestinya.

Padang Pariaman, 27 Agustus 2020


Saya yang Menyatakan

Putri Nurhaziela

BIODATA PENULIS

Nama : Putri Nurhaziela


Tempat/ Tanggal Lahir : Malaysia/ 28 Juni 1998
NIM/ TM : 17032070/2017
Fakultas/ Jurusan : MIPA/ Biologi
Alamat : Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang
Pariaman

ii
Telah menyelesaikan kerja praktek di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit
Paru Provinsi Sumatera Barat mulai dari tanggal 3 Agustus - 31 Agustus 2020

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadiratn Allah Subhana Wata’ala
atas rahmat yang diberikan-Nya kepada penulis, atas kemurahan-Nya pula penulis dapat
menyelesaikan laporan magang biologi ini. Penulis mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan magang.

Adapun tujuan penulisan laporan magang biologi ini adalah untuk melengkapi
penyempurnaan secara tertulis magang biologi. Pada kesempatan
ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan magang, diantaranya :

1. Ibu dr. Elsa Yuniarti S.Ked, M.Biomed., selaku Dosen Pembimbing dari
Jurusan Biologi FMIPA UNP.
2. Bapak drg. Achmad Mardanus, M.Kes, selaku Kepala pimpinan Rumah
Sakit Paru Provinsi Sumatera Barat

3. Ibu dr. Indria Lovita, Sp.MK, M.Ked.Klin, selaku Pembimbing Instansi

4. Ibu dan Bapak seluruh staf dan karyawan Rumah Sakit Paru Provinsi
Sumatera Barat

5. Kedua Orang Tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan doa.

6. Rekan-rekan mahasiswa Magang Biologi UNP yang sama-sama


melaksanakan kegiatan Magang.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum seutuhnya sempurna, untuk itu
penulis menerima kritik serta saran. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik untuk
penulis maupun pembaca.

Padang Pariaman, 27 Agustus

iv
Putri Nurhaziela

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vi
DAFTAR TABEL...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.................................................................................... 1
B.Tujuan kerja praktek........................................................................... 3
C.Batasan Masalah................................................................................. 3
D.Manfaat Pengujian ............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN INSTANSI
A. Profil RS.Paru Sumatera Barat........................................................... 5
B. Struktur Organisasi RS.Paru Sumatera Barat..................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian Tubercolousis.................................................................... 8
B.Risiko Tubercolousis........................................................................... 9
C.Diagnosa dan Perawatan..................................................................... 11
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan......................................................... 15
B. Alat dan Bahan.................................................................................. 15
C. Cara Kerja........................................................................................... 16
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan ................................................................................. 21
B. Pembahasan ....................................................................................... 26
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 31

v
B Saran................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA Lampiran

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011). Tuberkulosis
adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit
ini apabila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2016).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 (2014) menyatakan bahwa


kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit atau gangguan kesehatan
dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat
baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Kesehatan lingkungan meliputi
seluruh faktor fisik, sosial, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan
lingkungan berpotensial untuk mempengaruhi kesehatan (WHO, 2015).

Peningkatan jumlah penduduk tentunya meningkatkan permintaan terhadap


kebutuhan dasar manusia, salah satunya ialah perumahan layak huni dan sehat.
Perumahan merupakan kebutuha dasar manusia dan juga determinan kesehatan
masyarakat, karena itu ketersediaan perumahan merupakan tujuan fundamental
yang kompleks dan adanya standar perumahan adalah isu penting dari kesehatan
masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat
kesehatan, sehingga penghuninya tetap sehat. Sebaliknya, jika kontruksi rumah dan
lingkungan tidak memenuhi syarat kesehatan, rumah tersebut dapat menjadi faktor
risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit seperti infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) dan tuberkulosis (Dede, 2010).

1
Menurut World Health Organization (2015) menyatakan bahwa penyakit
tuberkulosis paru saat ini telah menjadi ancaman global, karena hampir sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi. Sebanyak 95% kasus tuberkulosis paru dan 98%
kematian akibat tuberkulosis paru didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Negara dengan kasus pertama di dunia adalah India dengan presentasi kasus 23%,
Indonesia menempati urutan ke dua dengan presentasi kasus 10% dan Cina
menempati urutan ke tiga dengan presentase 10% sama seperti Indonesia dari
seluruh penderita tuberkulosis di dunia (WHO, 2015).

Dalam laporan WHO tahun 2016 diperkirakan 8,7 juta orang terjangkit TB
Paru dan 1,4 juta orang meninggal. Dilaporkan terdapat 6.216.513 TB Paru kasus
baru, dan 2.621.308 merupakan BTA positif. Kasus terbanyak TB Paru antara umur
15-44 tahun, di dapatkan 734.908 kasus. Berdasarkan data dari WHO tahun 2016,
angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia di perkirakan 395 per 100.000 penduduk
dan menyatakan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk 254.831.222 menepati
posisi kedua dengan beban tuberkulosis tertinggi di dunia setelah China.
Tuberkulosis di Indonesia juga merupakan penyebab nomor empat kematian setelah
kardiovaskular (WHO, 2016).

Diseluruh dunia pada tahun 2017 ditemukan 6,4 juta kasus TB Paru baru,
jumlah ini terus mengalami peningkatan sejak tahun 2013 dan empat tahun
sebelumnya dimana hanya terdapat 5,7-5,8 juta kasus baru. Dari 6,4 juta kasus TB
Paru yang dilaporkan mewakili 64% dari total perkiraan 10 juta. Kasus TB Paru
pada tahun 2017 sepuluh negara menyumbang 80% dari 3,6 juta kesenjangan
global. Tiga teratas adalah India (26%), Indonesia (11%) dan Nigeria (9%) (WHO,
2018).

Prevalensi TB paru di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 297 per 100.000
penduduk. Target prevalensi TB paru tahun 2019 sebesar 245 per 100.000
penduduk (Kemenkes RI, 2015). Sehingga perlu adanya peningkatan program
pengendalian TB paru untuk mencapai target tersebut. Tahun 2014 ditemukan kasus
baru BTA positif di Indonesia sebanyak 176.677 kasus. Kasus tersebut mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 196.310 kasus dan tahun
2012 sebesar 202.301 kasus (Kemenkes RI, 2015).

2
Di Indonesia pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis
sebanyak 425.089 kasus dengan CNR 162/100.000 penduduk, meningkat bila
dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2016 yang
sebesar 351.893 kasus dengan CNR 136/100.000 dan tahun 2015 sebesar 330.729
kasus dengan CNR 129/100.000. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
tiga provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat 78.698 kasus,
disusul oleh Jawa Timur 48.323 kasus dan Jawa Tengah 42.272 kasus. Menurut
kelompok umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2017 paling banyak ditemukan pada
kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 17,32% diikuti kelompok umur 45-54
tahun sebesar 17,09 % dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 16,43%
(Kemenkes RI, 2017).

Tuberkulosis sering dikaitkan dengan lingkungan yang kumuh dan beberapa


penyakit lain seperti HIV dan AIDS. Riskesdas (2010) menunjukan bahwa secara
nasional hanya 24,9% rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat.
Penilaian rumah sehat ini dilakuka terhadap kriteria kondisi fisik rumah yang
meliputi atap, dinding, lantai, ketersediaan jendela, ventilasi, pencahayaan, dan
kepadatan hunian. Selain kriteria yang ada dalam Riskesdas, masih terdapat faktor
risiko lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun
kecelakaan seperti kelembaban, suhu, asap rokok, kualitas udara dalam ruang,
adanya binatang penular penyakit, ketersediaan air bersih, serta perilaku penghuni
rumah itu sendiri (Permenkes, 2011).

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018 prevalensi penduduk Indonesia


yang di dianognis TB Paru oleh tenaga kesehatan adalah 0,4%, tidak berbeda
dengan tahun 2013 yaitu 0,4%. Provinsi dengan prevalensi TB Paru tertinggi
terdapat pada provinsi Banten (0,8%), Papua (0,8%), Jawa Barat (0,6%) dan Aceh
(0,5%) (Riskesdas, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk (2016) yang menyatakan


bahwa luas ventilasi ruangan rumah memiliki risiko terjadinya TB Paru 3,1 kali
lebih besar pada rumah dengan keadaan luas ventilasi ruangan tidak memenuhi
standar dibandingkan dengan rumah yang keadaan luas ventilasi ruangannya yang
memenuhi standar. Berdasarkan penelitian Syafri (2015), pencahayaan rumah < 60

3
lux berisiko 8,125 kali lebih besar untuk terinfeksi TB Paru dari pada dengan rumah
yang memiliki pencahayaan ≥ 60 lux.

Sahputra (2015) menyatakan bahwa ada hubungan kelembaban kamar tidur


dengan kejadian TB Paru, seseorang yang tinggal didalam rumah dengan
kelembaban yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 9,5 kali lebih berisiko
untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan rumah yang memenuhi standar
kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Lahabama (2013), kepadatan hunian
yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,9 kali untuk terjadi penularan ke
anggota keluarga lainnya dibandingkan dengan kepadatan hunian yang memenuhi
syarat kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian Yunengsih (2015), pengetahuan
merupakan salah satu penyabab kejadian TB Paru. Responden yang memiliki
pengetahuan kurang akan berisiko menderita Tb Paru sebesar 2,9 kali dibandingkan
dengan responden yang pengetahuan baik.

Perilaku kesehatan seperti penelitian yang dilakukan oleh Dhika RK &


Sarwani SR (2011), menyatakan bahwa ada hubungan kebiasaan membuka jendela
kamar tidur dengan kejadian TB Paru. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni,
dkk (2015), menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian TB Paru. seseorang yang mempunyai kebiasaan merokok berisiko 16 kali
lebih besar dibandingkan seseorang yang tidak merokok.

B. Rumusan Masalah
TB Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis, dan menjadi masalah kesehatan hingga saat ini. Ada
faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian TB Paru seperti perilaku
kesehatan dan lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
meliputi luas ventilasi, kepadatan hunian, pencahayaan dan kelembaban. Di rumah
Sakit Paru Provinsi Sumatera Barat banyak kasus TB yang telah ditangani,
berdasarkan pembagian, terdapat pasien dengan kasus yang berbeda tingkatan,
dilihat dari jumlah BTA hasil mikroskopis sample dahak (sputum).

C. Tujuan Pengujian
1. Untuk mengetahui cara pembuatan sediaan dari dahak pasien

4
2. Untuk mengetahui cara pewarnaan sediaan dari dahak pasien

3. Untuk mengetahui pengujian hasil sediaan dari dahak pasien

4. Untuk mengetahui jumlah BTA sediaan dari dahak pasien

D. Manfaat Pengujian

1.Bagi Peneliti

Menambahkan pengalaman dan wawasan peneliti terhadap gambaran


hubungan kondisi fisik rumah dan perilaku kesehatan dengan kejadian

TB Paru BTA (+) di RS Paru Provinsi Sumatera Barat

2. Bagi Responden

Sebagai sumber pengetahuan dan pendidikan terhadap responden tentang


pentingnya lingkungan kondisi fisik rumah sehingga dapat meminimalkan
kejadian penderita TB Paru.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan pada perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh


mahasiswa dan mahasiswi khususnya fakultas kesehatan masyarakat dan
sebagai referensi bagi penulis lain yang meneliti tentang hal ini.

4. Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Meuraxa atau

Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, dan sebagai acuan untuk membuat

kebijakan dalam hal penanggulangan TB Paru melalui kondisi fisik rumah


sehingga dapat menurunkan angka kesakitan TB Paru.

BAB II

5
TINJAUAN INSTITUSI

A. Gambaran Umum Tempat Magang


Rumah Sakit Paru Provinsi Sumatera Barat ini Terletak di Kabupaten Padang
Pariaman, di kecamatan Lubuk Alung, rumah sakit ini menangani penyakit khusus paru,
seperti Tubercolousis.

B. Struktur Organisasi Instansi / Perusahaan Tempat Magang

struktur organisasi Rumah Sakit paru sumatera barat 2019

6
Catatan : Berdasarkan peraturan daerah sumatera barat Nomor 11
tahun 2017 tentang penetapan status balai pengobatan
penyakit paru-paru (BP4) Lubuk Alung menadi rumah sakit
paru sumatera barat . sejak saat itu nama BP4 berubah
menjadi Rumah Sakit Paru Sumatera Barat. tetapi sampai
akhir tahun 2019, struktur organisasi dan tata kerja (SOTK)
Rumah Sakit Paru Sumatera Barat belum disyahkan,
sehingga SOTK yang digunkan masih SOTK Balai
Pegobatan Penyakit Paru-paru.
Visi

Visi Rumah Sakit Paru Sumatera Barat adalah gamabaran arah pembangunan atau
kondisi masa depan yang ingin di capai melalaui penyenggaraan tugas dan fungsi. Visi
rumah sakit paru sumatera Barat yaitu: “Menjadi Pusat Rujukan Penyakit Paru dan
Saluran Pernapasan di Regional Sumatera Tengah Tahun 2025”.

Rujukan Paru Wilayah Sumatera Barat Tengah adalah pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab atas masalah kesehatan paru dan gangguan saluran pernapasan yang
dilakukan secara timbale balik antar fasilitas kesehatan meliputi sarana, rujukan
teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kusus, rujukan ilmu
pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan penunjang pada tahun 2025.

MISI

Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan sebuah visi. Untuk mewujudkan Visi yang telah disepakati, rumah sakit
paru sumatera barat menetapkan beberapa misi, antara lain:

1). memberikan pelayanan kesehatan paru dan saluran pernafasan secara berkualitas,
professional dan paripurna

penyelenggaraan pelayanan kesehatan paru dan saluran pernafasan secara


menyeluruh, dengan mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitas serta tidak
meninggalkan upaya promotif dan preventif, dilaksanakan secara bertanggungjawab,
aman, bermutu dan tidak deskripminatif.

2). membentuk jejaring pelaksanaan rujukan dan kerjasama dengan lembaga dan
institusi terkait, khususnya dalam penanganan penyakit paru dan saluran pernafasan.

melaksanakan kerjasama dengan lintas program dan lintas sector dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan paru dan saluran pernafasan, meliputi:
rujukan khusus dan rujukan specimen.
3). jejaring pendidikan, penelitian, pelatihan, pengembangan ilmu dan kualitas SDM di
Bidang Kesehatan Paru dan Saluran Pernapasan.

7
menjadi pusat pendidikan dan pelatihan SDM kesehtan paru serta menjadi pusat
pelatihan dan pengembangan kesehatan paru di wilayah bagian sumatera bagian tengah.

4). mengembangkan teknologi kesehatan khususnya penanganan penyakit paru dan


saluran pernapasan.

berperan aktif dan menjadi pusat pengembangan metode pencegahan, pengobatan dan
pengembangan alat kesehatan, seiring dengan makin tingginya tuntutan masyarakat dan
kompleknya permasalahan kesehatan, khususnya pada penyakit paru dan gangguan
saluran pernapasan untuk wilayah sumatera tengah

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang


disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman
tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Depkes, 2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

2. Manifestasi Klinis

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:

a. Demam

b. Malaise

c. Anoreksia

d. Penurunan berat badan

e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu

– minggu sampai berbulan – bulan)

f. Peningkatan frekuensi pernapasan

g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit

9
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi

i. Demam persisten

j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan


berat badan

3. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup


basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk
sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk
materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi
nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun


tidak kuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah
dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif

10
kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi
sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang
ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru
yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya
membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

4. Pathway Udara tercemar

11
kurang informasi

masuk paru Kurang pengetahuan

reaksi inflamasi / peradangan Hipertermia

penumpukan eksudat dalam elveoli

tuberkel produksi sekret berlebih

meluas mengalami perkejuan sekret susah dikeluarkan bersin

penyebaran klasifikasi
hematogen
Ketidakefektifan
limfogen
bersihan jalan napas

peritoneum mengganggu perfusi


Resti penyebaran infeksi
& difusi O pada orang lain
2

As. Lambung
Gangguan
Mual, anoreksia pertukaran gas

Resti penyebaran
infeksi pada diri
Perubahan nutrisi sendiri
kurang dari
kebutuhan tubuh

Mycrobacterium dihirup induvidu rentan tuberculoser Gambar 2.1 Pathway

Sumber : NANDA (2013) dan Soemantri (2008)

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien


tuberkulosis adalah:

a. Sputum Culture

12
b. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA

c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)

d. Chest X-ray

e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis


f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya selsel
besar yang mengindikasikan nekrosis
g. Elektrolit

h. Bronkografi

i. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

C.PENATAAN MEDIS

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Soemantri (2008), pengkajian keperawatan pada

tuberkulosis adalah:

1) Data pasien: Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai


dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama
antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan
pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi
sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat
minim.Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun
usia paling umum adalah 1– 4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami
TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan
perbandingan 3 : 1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang
terutama ditemukan pada usia< 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB
paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat

13
setelah usia remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien
dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).

2.Riwayat kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

a) Demam: subfebris, febris (40-410C) hilang timbul.

b) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus.

c) Sesak napas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai


setengah paru-paru.
d) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat


badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.

f) Sianosis, sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala

atelektasis.

g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya


penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular.
3.Pemeriksaan Fisik

Pada tahapan dini sulit diketahui, ronchi basah kasar dan nyaring,
hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik, pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi
interkostal dan fibrosa.
4.Pemeriksaan Penunjang

a.Sputum Kultur

Yaitu untuk memastikan apakah keberadaan Mycrobacterium


Tuberculossepada stadium aktif.

14
b. Skin test: mantoux, tine, and vollmer patch yaitu reaksi positif
mengindikasi infeksi lama dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan infeksi lam dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.

1) Darah: leukositosis, LED meningkat.

c.Diagnosa Keperawatan

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3) Hipertermia behubungan dengan dehidrasi

4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
5) Resiko penyebaran infeksipada orang lain berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.
6) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.

7) Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen
8) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
d.Intervensi

9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


defisiensi pengetahuan teratasi.
Kriteria hasil :

15
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan

- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan

secara benar

- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan


perawat Intervensi ( NIC ) :

- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses


penyakit yang spesifik
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini


berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat
Rasional: agar keluarga mengetahui jalan terjadinya penyakit

- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

Rasional: keluarga mampu mengetahui tanda gejala penyakitnya

- Gambarkan proses penyakit

Rasional: keluarga mampu mengetahui proses penyakitnya

- Identifikasi kemungkinan penyebab

Rasional: keluarga mengetahui penyebab penyakitnya

- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya

Raional: agar pasien mengetahui kodisinya saat ini

e.Hipertermia behubungan dengan dehidrasi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan masalah hipertermi teratasi Kriteria hasil:

- Suhu 360-370C

16
Tidak ada keluhan demam

- Turgor kulit kembali > 2 detik - Tanda-tanda vital dalam rentang


normal
Intervensi:
- Monitor tanda-tanda vita terutama suhu

Rasional: untuk memantau peningkatan suhu tubuh pasien

- Monitor intake dan output setiap 8jam

Rasional: untuk mengatasi dehidrasi

- Berikan kompres hangat

Rasional: untuk menurunkan suhu tubuh

- Anjurkan banyak minum

Rasional: untuk mengatasi dehidrasi

- Anjurkan memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

Rasional: agar sirkulasi udara ke tubuh efektif

- Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik

Rasional: mengatasi dehidrasi dan menurunkan suhu tubuh

f.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, bersihan


jalan napas kembali normal.
Kriteria hasil :

- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak


ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

17
- Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).
- Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas.
Intervensi (NIC) :

- Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
Rasional: pasien bisa bernapas dengan lega

- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Rasional: memudahkan pasien untuk bernapas

- Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan Rasional:


dilakukan pemasangan alat jika pasien kesulitan bernapas
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Rasional: mengencerkan dan mengeluarkan sekret di jalan napas


- Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction

Rasional: mengeluarkan sekret agar jalan napas bersih

- Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan

Rasional: mengetahui tipe pernapasan pasien

- Monitor repirasi status O2

Rasional: memantau kebutuhan oksigen pasien

g.Resiko penyebaran infeksi orang lainberhubungan dengan kurangnya


pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jan diharapkan


tidak terjadi penyebaran infeksi. Kriteria hasil : - Klien bebas dari
tanda dan gejala infeksi

18
- Mendeskripsikan proses penularan infeksi, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulmya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

Intervensi ( NIC ) :

- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

Rasional: mengetahui tindakan yang akan dilakukan

- Monitor kerentanan terhadap infeksi

Rasional: mencegah terjadinya penyebaran infeksi

- Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko

Rasional: menghindari kuman yang menyebar lewat udara

- Pertahankan teknik isolasi

Rasional: mencegah penyebaran bakteri oleh penderita

- Dorong masukan nutrisi yang cukup

Rasional: menurunkan risiko infeksi akibat mal nutrisi

- Instruksikan pasien untuk meminum antibiotik sesuai resep Rasional:


dengan minum antibiotik rutin, membuat TB menjadi tidak menular
dalam waktu > 2 bulan
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

Rasional: keluarga mengetahui tanda dan gejala infeksi

h.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi


pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi Kriteria hasil:

19
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 - Bebas dari gejala dan
distress pernapasan Intervensi:

- Kaji tipe pernapasan pasien

Rasional: TB menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil


ronkpneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis efusi pleural
untuk fibrosis luas
- Evaluasi tingkat kesadaran, adanya sianosis, dan perubahan warna
kulit

Rasional: pengaruh jalan napas dapat menggnggu oksigen organ vital


dan jaringan
- Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas

Rasional: menurunkan kebutuhan oksigen

- Kolaborasi medis pemeriksaan ACP dan pemerian oksigen Rasional:


mencegah pengeringan membran mukosa dan membantu
mengencerkan secret

i.Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan
risiko penyebaran infeksi terhadap diri sendiri tidak terjadi Kriteria hasil:

- Pasien mampu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau


menurunkan risiko penularan Intervensi:

- Kaji patologi penyakit

Rasional: membantu pasien menyadari pentingnya


mematuhi pengobatan untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi - Tekanan pentingnya tidak mengehentikan terapi
obat

Rasional: periode singkat berakhir setelah 2-3 hari setelah terapi awal,
tetapi risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan

20
- Anjurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering dengan nutrisi yang
seimbang
Rasional: mencegah mal nutrisi, karenaa mal nutrisi dapat
meningkatkan risiko penyebaran infeksi
j..Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nutrisi pada pasien terpenuhi.
Kriteris hasil :

- Adanya peningkatan berat badan

- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi - Tidak ada penurunan berat badan
yang berarti
Intervensi ( NIC ) :

- Kaji adanya alergi makanan

Rasional: mengetahui jenis makanan yang cocok untuk pasien

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan


nutrisi yang dibutuhkan pasien
Rasional: memberikan diit yang tepat

- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi

Rasional: agar tubuh pasien tidak lemah

- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Rasional: agar tubuh pasien tidak lemah

- Berikan substansi gula

Rasional: sebagai pemenuhan energi tubuh

21
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Rasional: memantau adekuatnya asupan nutrisi pada pasien

C. DIAGNOSA DAN PERAWATAN

- Kurang pengetahuan mengenai TB paru berhubungan dengan


Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

Tujuan : setelah dilakukan 3 kali kunjungan, masalah ketidakmampuan


keluarga mengenal masalah teratasi.
Rencana tindakan :

• Jelaskan kepada keluarga pengertian, penyebab, tanda gejala dan cara


pencegaha TB paru.
• Jelaskan kepada keluarga akibat lanjut TB paru.

• Kaji kembali kemampuan keluarga dalam merawat :


mendemonstrasikan cara merawat anggota keluarga yang menderita
TB paru.

• Jelaskan kepada keluarga pentingnya menjaga lingkungan rumah yang


bersih.
• Jelaskan kepada keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan

- Resiko penularan pada keluarga behubungan dengan


ketidakmampuan keluarga merawat dan memodifikasi lingkungan.

Tujuan : setelah dilakukan 3 kali kunjungan, masalah ketidakmampuan


keluarga merawat dan memodifikasi lingkungan teratasi.

Rencana tindakan :

• Jelaskan kepada keluarga cara merawat dan memodifikasi lingkungan


dengan anggota penderita TB paru

22
• Jelaskan kepada keluarga akibat lanjut TB paru

• Kaji kembali kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang


sakit
• Jelaskan kepada keluarga pentingnya merawat lingkungan rumah yang
bersih agar tidak terjadi penularan
• Jelaskan kepada keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan.

BAB IV
PELAKSANAAN KERJA PRAKTTEK

A. Waktu dan Tempat


Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 3 agustus sampai dengan 31 agustus di
Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Paru Provinsi Sumatera Barat, Lubuk Alung.

B. Alat dan Bahan

1. Pembuatan sediaan
a. Alat

Alat yang digunakan adalah BSC, kaca objek, tusuk lidi, spidol permanen, cawan
sputum

b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah sputum dahak

2.Pewarnaan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah papan pemanggang, sediaan dahak, spritus, korek
api, penjepit

b.Bahan
Bahan yang digunakan adalah metilen blue, carbol fuchsin, air

23
3.Pembacaan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah mikroskop

b.Bahan
Bahan yang digunakaan adalah sediaan dahak dan alkohol

C. Prosedur Kerja

1.Pembuataan sediaan dahak

Pada tahap awal ini, dalam pembuatan menguji ke negatif atau positif an pasien
terhadap TB adalah dengan membuat sediaan menggunakan dahak (sputum). ada 2 jenis
dahak yang dapat digunakan, yaitu dahak bertipe A atau disebut ‘Dahak Sewaktu” yang
artinya dahak ini diambil dan dikeluarkan sendiri oleh pasien langsung di rumah sakit.
Selanjutnya dahak tipe B atau yang disebut “Dahak Pagi” adalah dahak yang diambil
dan dikeluarkan oleh pasien ketika setelah bangun tidur.

Untuk cara kerjanya sebagai berikut :

a. Nyalakan BSC terlebih dahulu kemudian


bersihkan dengan
menggunakan alkohol dan kapas dengan cara di lap

b. Kemudian siapkan peralatan yang diperlikan seperti, cawan untuk


pembuangan limbah, tusuk lidi, spidol permanen, kaca objek, dan sample
dahak

c. Beri tanda pada kaca objek dengan spidol dengan data pasien
seperti
nama dan no identitas yang diberikan dari rumah sakit

d. Keluarkan sampel (dahak) menggunakan tusuk lidi kemudian


diletakan
pada kaca objek, tidak terlalu banyak

e. Ukir membentuk oval dengan ukuran 3x2 cm, ukir hingga rata

24
f. Setelah membentuk ukiran yang baik kemudian diamkan hingga
kering

g. Jika sudah kering sediaan tersebut sudah siap untuk diwarnai

2.Pewarnaan

Pada pewarnaan terdapat beberapa kriteria atau kualitas yang perlu disesuaikan, seperti
kekentalan mukoid, warna dahak hijau kekuningan. Dan juga terdapat identitas sediaan.
Yang perlu dipersiapkan yaitu ot dahak yang hanya bisa digunakan sekali pakai, bersih
dan kering. No identitas sesuai TB 0,5, menuliskan identitas pada dinding pet, bukan
pada tutupnya.

Cara kerjanya sebagai berikut :

a. Setelah sediaan kering dengan suhu kamar, pegang kaca objek dengan
pinset, permukaan sediaan menghadap keatas

b. Lewatkan diatas bagian api yang biru 2-3 kali selama 1-2 detik

c. Genangi seluruh permukaan sediaan dengan Carbol Fuchsin 2%

d. Panaskan hingga mengeluarkan uap, kemudian dinginkan selama 5


menit

e. Bilas sediaan dengan asam alkohol 0,3% hingga tidak ada sisa berwarna
merah

f. Kemudian bilas dengan air

g. Genangi seluruh permukaan sediaan dengan larutan methylene blue 3%


selama 10-20 detik

h. Kemudian bilas kembali dengan air

i. Keringkan sediaan dengan suhu kamar

25
1.Pembacaan mikroskopis dan pelaporan dngan skala IUATLD

a. Temukan

b. LP dengan pembesaran 10x10

c. Olesi sediaan dengan minyal immeral, kemudian


amati dengan pembesaran 10x100

d. Kemudian baca denagn mengamati besar lapangan pandang

BAB 1V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Gambar hasil pembuatan preparat

26
Gambar hasil pengamatan preparat positif 3+ BTA

Gambar hasil pengamatan preparat negatif TB

27
Gambar pembacaan hasil mikroskopis Berikut skala IUATLD

28
Yang terlihat hasil penulisan

Tidak ditemukan BTA dalam 100 negatif neg


lapang pandang

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 scanty Tulis jumlah


lapang pandang (tuliskan jumlah BTA
BTA yg ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 1+ 1+


lapang pandang

Ditemukan 1-10 BTA setiap 1 2+ 2+


lapangan pandang (periksa minimal
50 lapang pandang )

Ditemukan 10 atau lebih BTA dalam 3+ 3+


1 lapang pandang (periksa minimal
20 lapang pandang)

B. Pembahasan

Pada kerja praktek yang dilakukan selama di Rumah Sakit Paru Privinsi
Sumatera Barat ini, dapat diketahui bahwa tuberculosis dapat terjadi melalui organ
paru. Sementara itu Tuberkulosis itu sendiri merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis
ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan
tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati
dalam suhu 600C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis
menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan
asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel.(FKUI,2005)

Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu

29
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di
udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi
TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara.
Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan
makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam
lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005)

Berdasarkan skala IUATLD, terdapat pembagian pada pasien positif TB.


Skala tersebut dapat dilihat dari hasil mikroskopis mengguakan mikroskop dan
sediaan dalam bentuk prepaat, menggunakan lapang pandang. Dahak yang
digunakan menggunakan kode yang sudah diberikan pada pasien, dahak tersebut
dapat diambil di pagi hari setelah bangun tidur maupun di rumah sakit.

Faktor risiko terjadinya TB Paru dapat digolongkan dalam 5 (lima) hal yaitu
manusia, kuman penyebab, lingkungan fisik rumah baik dalam maupun luar,
perilaku dan tindakan. Faktor manusia adalah sejauh mana kondisi dan ketahanan
tubuh manusia mampu menangkis serangan kuman akibat terinfeksi dari orang
sakit. Faktor kuman penyebab adalah keadaan keganasan dan jumlah kuman yang
masuk cukup kuat dan banyak. Faktor lingkungan adalah keadaan lingkungan
manusia dan kuman yang mendukung untuk perubahan sehat menjadi sakit. Faktor
risiko perilaku kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang dapat mempengaruhi
terjadinya penularan atau penyebaran penyakit TB Paru yaitu kebiasaan tidur
penderita TB Paru bersama-sama dengan anggota keluarga, membuang dahak di
sembarang tempat, tidak pernah membuka jendela ruangan rumah, tidak membuka
jendela kamar tidur, tidak pernah membersihkan lantai dan kebiasaan merokok.
Faktor tindakan adalah tindakan penemuan dalam rangka pencarian penderita yang
dilaksanakan di lapangan maupun penegakan diagnosis dan pengobatan di
Puskesmas serta rumah sakit.

Lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian


tuberkulosis paru adalah lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang
adanya fasilitas ventilasi yang baik, pencahayaan yang buruk di dalam ruangan,
kepadatan hunian dalam rumah dan bahan bangunan didalam rumah. Selain

30
lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis keadaan lingkungan
fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial yang kurang baik juga akan dapat
merugikan kesehatan dan dapat mempengaruhi penyakit tuberkulosis dan pada
akhirnya mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis.

31
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tujuan penulisan dari laporan ini adalah untuk Untuk mengetahui uji negatif
positif terdapatnya Mycobacterium tuberculosis pada sediaan dahak pasien 2.
Tuberculosis merupakan penyakit yang dapat menular
3. Gejala umum yang ditimbulkan dari tuberculosis ialah batuk yang
berkepanjangan, lebih dari 2 minggu

B. Saran
Saran penulis, dalam kerja praktek, khususnya untuk yang melakukan kerja praktek
di rumah sakit dibutuhkan kehati-hatian untuk menjaga ke steril an diri sendiri maupun
terhadap pekerjaan dan terhadap pasien. Ditinjau lagi dari rumah sakit paru ini, memang
terkhusus pada paru, yang dikenal dengan penularan yang cukup mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC,


Jakarta

Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G.a. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Erlangga.

Copeland,L.O., M.B. Mc.Donald. 2001. Principles Of Seed Science and


Technology 4th edition. London : Kluwer Academic Publishers.

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

32
Johnson, Marion& Maas, Meidean. 2000. Nursing Outcome Classification. New York :
Mosby.

Mccloskey, Joanne& Bulechek, Gloria. 1996. Nursing Intervention Clasification. New


York: Mosby.

Mosby, NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta, Prima Medika

Price & Wilson (1995), Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Smelzer,Suzanne.C,2001.buku ajar keperawatan medikal bedah


brunner dan suddarth.Ed 8.Jakarta : EGC.

Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu
Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

33
Lampiran

Gambar pembuatan sediaan


Gambar pewarnaan sediaan

Gambar pengujian mikroskopis sediaan dahak

Anda mungkin juga menyukai