Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS APENDISITIS
BERDASARKAN NANDA NIC-NOC

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. YESSI MEILIASARI NPM 19142019232 P


2. KURNIA SEPTIYANTI NPM 19142019221 P
3.GUNAWAN NPM 191420192

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
2020
1. Definisi Apendisitis Atau Usus Buntu
Apendiksitis atau sering kita sebut sehari-hari dengan usus buntu
merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada apendiks. Apendisitis
merupakan penyebab nyeri pada abdomen akut yang paling banyak ditemukan.
Penyakit usus buntu atau apendisitis ini dapat mengenai semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi penyakit ini lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.

2. Etiologi Apendisitis
Penyebab apendisitis atau usus buntu biasanya dapat disebabkan oleh
beberapa hal dibawah ini, antara lain adalah:
- Fekolit atau massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat
- Tumor apendiks
- Cacing ascaris di dalam saluran pencernaan
- Erosi mukosa apendiks karena parasit e. Histolytica
- Hiperplasia jaringan limfe

3. Anatomi dan fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan suatu organ kecil yang letaknya berada di bagian
bawah coloc ascenden. Apendiks bentuknya menggelantung seperti daging
tumbuh kecik di bagian bawah colon ascenden atau sering disebut dengan
umbai cacing.
Apendiks ini sering disebut dengan usus buntu. Apendiks sendiri
sebenarnya merupakan saluran kecil di dalam saluran pencernaan yang tidak
ada sambungannya, kakanya disebut dengan usus buntu.
4. Pathway

Idiopati Makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah


menurun, Mukosa terkikis

 Perforasi Peradangan pada apendiks Distensi abdomen


 abses
 Peritonitis

Nyeri Menekan gaster

Appendiktomy Pembatasan intake Peningkatan produksi


cairan HCL

Insisi bedah
Mual, Muntah
Resiko terjadi infeksi
Nyeri
Resiko kurang vol. cairan
5. Tanda Dan Gejala Apendisitis Atau Usus Buntu
Tanda dan gejala yang umum terjadi pada pasien usus buntu atau
apendisitis adalah sebagai berikut:
- Nyeri hingga kram di daerah perut kuadran kanan bawah
- Anoreksia atau hilang nafsu makan
- Mual dan muntah
- Demam ringan pada tahap awal penyakit dan dapat naik ketika terjadi
peritonotis.
- Nyeri lepas pada pemeriksaan perut
- Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
- Konstipasi atau susah buang air besar
- Diare atau mencret
- Disuria atau kencing sedikit
- Gejala berkembang dengan cepat dan kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai
6 jam setelah munculnya gejala pertama.

6. Komplikasi Apendisitis
Komplikasi dari usus buntu atau apendisitis akut adalah keadaan yang
terjadi akibat dari perforasi atau kebocoran usus, seperti peritonitis generalisata,
abses dan pembentukan fistula, dan konsekuensi penyebaran melalui pembuluh
darah, pieloflebitis supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan
septikemia.
Radang atau inflamasi dapat menjadi kronis dan dapat menyebabkan
obstruksi pada leher apendiks, sehingga akan menyebabkan retensi mukus dan
kemudian menimbulkan mukokel.
Apendisitis atau usus buntu ini sering tidak menimbulkan masalah klinis,
akan tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptur dari sel epitel yang mensekresi
mukus dapat dan dapat menyebar ke kavum atau rongga peritoneum.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan apendisitis dapat dilakukan
dengan memeriksakan laboratorium yang dapat dilihat dari kondisi leukositosis
ringan, yaitu leukosit berkisar antara 10.000-20.000/ml dengan peningkatan
jumlah netrofil.
Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan
melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini
dibenarkan.
Pemeriksaan usg perlu dilakukan bila telah terjadi infiltrasi apendikularis.

8. Penatalaksanaan Apendisitis
Penatalaksanaan apendisitis dapat dibagi menjadi beberapa tahap, mulai
dari taham sebelum operasi hingga tahap setelah operasi.
Sebelum Operasi
- Pasang NGT harus dilakukan untuk dekompresi
- Pasang kateter urin untuk mengontrol produksi urin.
- Rehidrasi cairan perlu dilakukan
- Berikan antibiotik spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
- berikan obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
- Jika demam, demam harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Operasi
- Dilakukan tindakan apendiktomi dan apendiks dibuang, jika apendiks mengalami
perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
- Abses apendiks selanjutnya diobati dengan antibiotika secara intravena,
massanya mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi
elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan
Jika pada kondisi massa apendiks atau usus buntu dengan proses
peradangan yang masih aktif yang ditandai dengan
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi .
Kemudian jika pada kondsi masa apendiks dengan proses radang yang
telah mereda ditandai dengan :
- Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.
- Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
- Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal

ASKEP APENDISITIS APLIKASI NANDA NIC NOC

1. Identitas Klien
Masukkan identitas klien mulai dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat
tiinggal, dan lain-lain. Identitas klien disini dapat menjadi penunjang informasi
dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang khas pada pasien apendisitis ini adalah nyeri perut kanan
bawah
3. Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat penyakit darah tinggi, DM, infeksi dan lain-lain

DATA FOKUS
1. Promosi Kesehatan
a. Data Subjektif
Penyakit yang lalu seperti penyakit saluran pencernaan
Pengetahuan tentang penyakit biasanya kurang
b. DO:
KU tampak sakit sedang hingga berat
TTV: takikardi, takipnea, TD naik dan suhu tubuh biasanya meningkat.

2. NUTRISI
a. DS:
Tidak nafsu makan, mual dan muntah
b. DO:
Tampak tidak nafsu makan

3. Sistem gastrointestinal
a. DS:
Riwayat penyakit pencernaan, hemoroid dan konstipasi
b. DO:
Pengkajian abdomen:
- Inspeksi biasanya pada apendisitis sudah buruk tampak kemerahan pada
perut kanan bawah.
- Palpasi pada kuadran kanan bawah akan menghasilkan nyeri takan dan
nyeri lepas
- Perkusi abdomen pekak
- Auskultasi bising usus normal hingga tidak ada bising usus.

4. KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN


a. DS:
Kebutuhan akan selimut
Panas
b. DO:
Suhu biasanya tinggi
Keluar keringat
Merah, bengkak, panas pada perut kanan bawah

5. KENYAMANAN
a. DS:
Nyeri pada perut terutama kanan bawah
b. DO:
Tampak kesakitan dan gelisah

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DAPAT DI LAKUKAN UNTUK MENUNJANG


DIAGNOSA APENDISITIS
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan hasil leukositosis atau
leukosit lebih dari 20.000.
2. USG
Pada pemeriksaaan ultrasonografi biasanya ditemukan massa di kuadran perut
kanan bawah tepat pada organ apendiks.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN DAPAT MUNCUL PADA PASIEN


APENDISITIS
1. Nyeriakut berhubungan dengan agen injuri biologi
2. Mual berhubungan dengan nyeri
3. Risikoinfeksi

INTERVENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS

Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi

Tujuan dan kriteria hasil (NOC)


Setelah diberikan perawatan pasien akan:
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:

 memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai


kenyamanan
 mempertahankan nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
 melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
 mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
factor tersebut
 melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
 melaporkan pola tidur yang baik
Intervensi keperawatan (NIC)

1. Pengkajian
 Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
 Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
 Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic
dan kemungkinan efek sampingnya
 Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
 Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien

2. Manajemen nyeri:
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor presipitasinya
 Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif

3. Penyuluhan untuk pasien/keluarga


 Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi
obat tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
 instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai
 Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan
 Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid (resiko
ketergantungan atau overdosis)

4. Manajemen nyeri:
 Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)

5. Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
6. Manajemen nyeri:
 Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
 Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat
ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien
dimasa lalu
7. Perawatan dirumah
 Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
 Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang
diperlukan dalam pemberian obat

Diagnosa 2 : Mual berhubungan dengan nyeri

Tujuan dan kriteria hasil (NOC)

Setelah diberikan perawatan pasien akan menunjukkan:

 Mual akan berkurang yang dibuktikan oleh Selera makan, Tingkat


kenyamanan, Hidrasi, Pengendalian mual-muntah, Mual dan muntah: efek
gangguan, Keparahan mual dan muntah, Status nutrisi yang adekuat
 Memperlihatkan efek gangguan mual dan muntah yang dapat diterima, yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
1. sangat berat
2.  berat
3. Sedang
4. Ringan
5.  tidak mengalami

Memperlihatkan hidrasi, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:

   Melaporkan terbebas dari mual


 Mengidentifikasi dan melakukan tindakan yang dapat menurunkan mual

Intervensi keperawatan (NIC)

1. Pengkajian
 Pantau gejala subjektif mual pada pasien
 Pantau warna, berat jenis dan jumlah urin
 Kaji penyebab mual

2. Pemantauan nutrisi (NIC):


 Pantau kecenderungan peningkatan atau penurunan berat badan
 Pantau adanya kulit kering dan pecah-pecah yang disertai depigmentasi
 Pantau turgorkulit jika diperlukan
 Pantau adanya pembengkakan atau pelunakan, penyusutan dan peningkatan
perdarahan pada gusi
 Pantau tingkat energy, malaise, keletihan dan kelemahan
 Pantau asupan kalori dan makanan

3. Manajemen cairan (NIC):


 Pertahankan keakuratan pencatatan asupan dan haluaran urin
 Pantau TTV jika perlu
 Pantau makanan dan cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan kalori setiap
hari, jika perlu
 Pantau status hidrasi, jika perlu

4. Penyuluhan untuk pasien dan keluarga


 Jelaskan penyebab mual
 Apaila memungkinkan, beritahu pasien seberapa lama kemungkinan mua
akan terjadi
 Ajarkan pasien menelan untuk secara sadar atau napas dalam untuk
menekan reflek muntah
 Ajarkan untuk makan secara perlahan
 Ajarkan untuk membatasi minum 1 jam sebelum, 1 jam setelah, dan selama
makan

5. Aktivitas kolaboratif
 Berikan obat antiemetic sesuai anjuran
 Konsultasikan dengan dokter untuk memberikan obat pengendali nyeri yang
adekuat dan tidak menyebabkan mua pada pasien
 Manajemen cairan (NIC): berikan terapi IV, sesuai dengan anjuran

6. Aktivitas lain
 Tinggikan bagian kepala tempat tidur atau ubah posisi pasien lateral untuk
mencegah aspirasi
 Pertahankan kebersihan klien dan tempat tidur saat terjadi muntah
 Pindahkan segera benda-benda yang menimbulkan bau
 Jangan menjadwakan tindakan yang menyebabkan nyeri atau mual sebelum
atau sesudah makan
 Berikan perawatan mulut setelah terjadi muntah
 Berikan kain basah yang dingin dipergelangan tangan, leher dan dahi pasien
 Tawarkan makanan dingin dan makanan lainnya dengan aroma minimal
 Pemantauan nutrisi (NIC): perhatikan perubahan ststus nutrisi yang signifikan
dan sesegera lakukan penanganan, jika perlu

7. Perawatan dirumah
 Instruksikan kepada klien untuk menghindari bau dari makanan yang
disiapkan dirumah
 Semua intervensi diatas dapat dilakukan untuk perawatan dirumah

Diagnose 3 : Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasiv

Tujuan dan kriteria hasil (NOC)

Setelah diberikan perawatan pasien akan menunjukkan:


 Factor resiko infeksi akan hilang yang dibuktikan dengan pengendalian resiko
komunitas, penyakit menular, status imun, keparahan infeksi, dan penyembuhan
luka primer dan sekunder.

Contoh lain: pasien dan keluarga akan:

 Terbatas dari tanda dan gejala infeksi


 Memperlihatkan hygiene personal yang adekuat
 Mengindikasikan status gi, pernapasan, genitourinaria dan imun dalam batas
normal
 Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi
 Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan
pemantauan

Intervensi keperawatan (NIC)

Pengkajian

 Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu, denut jantung, drainase, penampilan luka,
sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
 Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
 Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolute,
hitung jenis, protein serum, albumin)
 Amati penampilan praktek hygiene personal untuk perlindungan terhadap infeksi

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

 Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan
resiko terhadap infeksi
 Instruksikan untuk menjaga personal hygiene

Pengendalian infeksi (NIC):

 Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar


 Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
Aktivitas kolaboratif

 Ikuti protokol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau kultur positif
 Pengendalian infeksi (NIC): berikan terapi antibiotic, bila diperlukan

Aktivitas lain

 Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak menugaskan perawat


yang sama untuk pasien lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang
perawatan pasien dengan pasien yang terinfeksi

Pengendalian infeksi (NIC):

 Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masing


pasien
 Pertahankan tehnik isolasi, bila diperlukan
 Batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan

Perawatan dirumah

 Ajarkan tindakan hygiene dasar seperti mencuci tangan, tidak berbagi handuk,
gelas , dll
 Ajarkan metode mengolah, menyiapkan, dan menyimpan makanan yang aman
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi factor dilingkungan mereka, gaya
hidup atau praktik kesehatan yang meningkatkan risiko infeksi
 Ajarkan keluarga bagaimana membuang balutan luka yang kotor dan sampah
biologis lainnya
 Pengendalian infeksi: ajarkan pasien dan keluarga mengenal tanda dan gejala
infeksi serta kapan harus melaporkan ke layanan kesehatan.
Daftar Pustaka

Burner And Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi
8.volume 2. Jakarta : EGC.

Brunicardi CF, et al. 2010. The Appendix, dalam : Schwartz‟s Manual of


Surgery. Ninth Edition. New York : McGrawHill. Hlm. 2043-2071.

Henry, Michael M, et al. 2005. The Epidemiology Of Appendicitis And


Appendectomy In The United States diakses 12 oktober 2014
http://aje.oxfordjournals.org/content/132/5/910

Hortic, matiza. 2005. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in


Women. Coll. Antropol. 29 (2005) 1: 133–138

Koesoemawati H, dkk. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 143.

Maa J, Kirkwood KS. 2012. The Appendix, dalam : Sabiston Textbook of


Surgery. 19th edition. New York : Elsevier. Hlm. 1279-1293.

Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat R, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 755-762.
Standring S, et al. 2005. Abdomen: Regional Anatomy, dalam : Gray‟s
Anatomy : The Anatomical Basis of Clinical Practice. Thirty-Ninth Edition. New
York : Elsevier. Hlm. 280-283.

Wibowo S, dkk. 2008. Appendisektomi/appenditomi, dalam: Pedoman Teknik


Operasi “OPTEK”. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
(AUP). Hlm. 75-88.

Anda mungkin juga menyukai