Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kegawatdaruratan endrokrinologi yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga
merupakan komplikasi akut diabetes militus yang ditandai dengan
dehidrasi,kehilangan elektrolit dan asisosis. Penyakit ini juga dapat diakibatkan oleh
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan
lemak.
Ketoasidosis diabetikum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun. Penyakit ini
lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Surveillance Diabetes
Nasional Program Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa ada
115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika Serikat, sedangkan pada tahun 1980
jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD per 100.000 pasien diabetes menurun
antara tahun 1985 dan 2002 dengan pengurangan kematian terbesar di antara mereka
yang berusia 65 tahun atau lebih tua dari 65 tahun. Kematian di KAD terutama
disebabkan oleh penyakit pengendapan yang mendasari dan hanya jarang komplikasi
metabolik hiperglikemia atau ketoasidosis.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis
diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan
jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak
terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau
tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi rehidrasi,
pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia,
infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah
hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi ketoasidosis diabetikum?
b. Apa etiologi ketoasidosis diabetikum?
c. Bagaimana patofisiologi ketoasidosis diabetikum?
d. Apa saja manifestasi ketoasidosis diabetikum?

1
e. Apa saja pemeriksaan penunjang ketoasidosis diabetikum?
f. Bagaimana penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum?
g. Apa komplikasi ketoasidosis diabetikum?
h. Bagaimana asuhan keperawatan ketoasidosis diabetikum?
C. Tujuan
a. Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum
b. Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum
c. Mengetahui patofisiologi ketoasidosis diabetikum
d. Mengatahui manifestasi ketoasidosis diabetikum
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang ketoasidosis diabetikum
f. Mengatahui penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum
g. Mengetahui komplikasi ketoasidosis diabetikum
h. Mengetahui asuhan keperawatan ketoasidosis diabetikum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
KAD merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan perburukan semua
gejala diabetes, ketoasidosis diabetik merupakan keadaan yang mengancam jiwa dan
memerlukan perawatan dirumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolitnya (Corwin,2012).

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang


ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut
diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat
diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai
menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut
diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari
KAD murni (American Diabetes Association, 2004).
B. Etiologi
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau  diabetes melitus tergantung
insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.
Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus
tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin.
Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya
terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glukosa.

3
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
- Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
- Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
- Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
- Kardiovaskuler : infark miokardium
- Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
(Samijean Nordmark,2008)
C. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila
hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan
rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi
perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya
sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian
otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis
diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.
Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan
insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis
akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya
akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis
metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang
menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium,
magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi terjadi bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi
(pernafasan Kussmaul).

4
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan
rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk
membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan
lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi
produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam,
dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.

5
D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari KAD adalah :

1. Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan;
 Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
 Penglihatan yang kabur
 Kelemahan
 Sakit kepala
 Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri).
 Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut
nadi lemah dan cepat.
 Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
 Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
 Mengantuk (letargi) atau koma.

6
 Glukosuria berat.
 Asidosis metabolik.
 Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
 Hipotensi dan syok.
 Koma atau penurunan kesadaran.
E. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari
bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai
kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian
lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun,
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
4. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan

7
tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai
derajat asidosis.
5. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6. Gas darah arteri (AGD).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat
gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03
pada AGD.
7. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya
8. ß-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat ß kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
9. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
10. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika
osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada
kondisi koma.
11. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

8
12. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehidrasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan
kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada
pasien yang mengalami insufisiensi renal.
b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan
dengan cara:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
6. Aseton plasma: Positif secara mencolok
7. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat serum Fosfor
turun
9. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

9
F. Penatalaksanaan
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen
berikut:
1. Cairan

Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat.


NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan
normal salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang
menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal
jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500
ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.

2. Insulin

Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular


adalah alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena
mengalami kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis yang terjadi
dapat diatasi melalui pemberian insulin yang akn menghambat pemecahan
lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat
asam. Insulin diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu
( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa
ditambahkan kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah mencpai 250 –
300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu
cepat.

3. Potassium

Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien


penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara
hebat. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali
selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena
diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan
suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan
yang baik atas seorang pasien penderita KAD (ketoasidosis diabetikum)
adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.

10
G. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi
bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa
darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan
(mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila
kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka
kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.
4. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab
kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak
berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa
sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan
segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul
mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.

11
6. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi
yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf.
Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga
mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut,
jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada
sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni
(ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami
kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini
penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan tujuan
meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut
akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih
baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi
rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada
proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami
keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi
saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi
lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan
mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.
Komplikasi lainnya
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat
beberapa komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
1. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu
makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya
karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga
bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.

12
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.
H. Asuhan keperawatan

Pengkajian
1. Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien
Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung  
adanya infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
Frekuensi pernapasan meningkat.
b. B2 (Blood)
1. Tachicardi
2. Disritmia
c. B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
d. B4 (Brain)
Gejala :   Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda :    Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang (tahap lanjut
dari DKA)

13
e. B5 (Bowel)
1. Distensi abdomen
2. Bising usus menurun
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur.
Gejala :  Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda :  Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas

I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Diagnosis KeperawatanPrioritas

Kekurangan volume cairan


Resikocedera
Resikoketidakseimbangannutrisi
Resikogangguan proses keluarga

Mengambalikan keseimbangn cairan dan elektrolit serta mengoreksi asidosis.

Kristaloid

Koloid

Terapi elektrolit

Menentukan dan mengatasi penyebab.

Terapi yang tepat

Mendeteksi/mencegah sekuele klinis

J. Diagnosis Keperawatan
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotik sekunder
akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat
Kriterial Hasil

CVP 2-6 mm Hg

14
SAP 15-30 mm Hg

DAP 5-15 mm Hg

TDS 90-140 mm Hg

MAP 70-105 mm Hg

FJ 60-100 kali/menit

P 12-20 kali/menit

Haluran urine 30ml/jam atau, 0,5 ml/kg/jam

Glukosa serum 25 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-12 mg/dl

Osmolalitas serum 275-295 mOsm/kg

Natrium serum 135-145 mEq/L

Kalium serum 4-5 mEq/L

Turgor kulit elastis

Membran bukal lembab

K. Pemantauan Pasien
1. Periksa tekanan AP (jika dapat dilakukan), dan CVP setiap jam atau lebih sering
jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan. Kedua parameter
tersebut menggambarkan kapasitas sistem vaskular untuk menerima volume
cairan dan dapat digunakan untuk memantau status volume cairan. Peningkatan
nilai pemeriksaan menunjukkan kelebihan cairan; penurunan nilai pemeriksaan
menunjukkan hipovolemia.
2. Pantau MAP; MAP <60 mm Hg dapat berpengaruh buruk pada perfusi serebral
dan perfusi ginjal.
3. Pantau EKG secara kontinu untuk mendeteksi adanya disritmia yang mengancam
jiwa yang dapat disebabkan oleh hiperglikemia atau hipokalemia.
4. Pantau kadar glukosa serum dengan menggunakan glukometer setiap 1-2 jam
selama fase akut untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.

15
5. Pantau status volume cairan secara akurat: ukur haluran urine setiap jam,
tentukan keseimbangan cairan setiap 8 jam, dan bandingkan berat badan serial.
Defisit cairan mungkin sebanyak 6 L.
6. Hitung osmolalitas serum dan pantau kecenderungan hasil pemeriksaan.

L. Pengkajian Pasien
1. Periksa TTV: TD, MAP, FJ, dan frekuensi pernapasan setiap jam atau lebih sering
jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan untuk mengevaluasi
respons pasien terhadap terapi. Pernafasan kussmaul dikaitkan dengan pH <7,2.
2. Kaji status hidrasi: catat turgor kulit pada paha bagian dalam atau dahi, kondisi
membran bukal, dan perkembangan edema atau bunyi kreteks setelah dilakukan
resusitasi cairan.
3. Kaji tingkat kesadaran secara cermat selama resusitasi cairan karena edema serebral
dapat disebabkan oleh penggantian volume cairan yang sangat agresif. Anak-anak
dengan diabetes tipe 1 yang mengalami KAD pada saat diagnosis terutama beresiko
mengalami edema serebral, yang sering kali fatal.
4. Kaji status pernapasan untuk menentukan frekuensi dan kedalaman pernapasan atau
suara napas tambahan. Ketidakseimbangan kalium dapat menyebabkan henti napas;
resusitasi cairan yang cepat dapat menyebabkan kelebihan cairan.
5. Kaji status GI: mual, distensi abdomen, dan tidak adanya bising usus dapat
mengindikasikan terjadinya ileus.
6. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan sekuele klinis.
M. Intervensi Nanda Nic Noc
tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan
teratasi
kriteria hasil:
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada ada rasa haus yang berlebihan
 Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
 Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

16
 pH urin dalam batas normal
 Intake oral dan intravena adekuat
N. Intervensi :
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
O. Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur) untuk
mengevaluasi respons pasien terhadap terapi insulin.
2. Tinjau elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) karena
ketidakseimbangan elektrolit dikaitkan dengan diuresis osmotik. Kalium
khususnya harus dievaluasi setiap 1-2 jam. Kejang dapat dikaitkan dengan
hiponatremia; ileus dan disritmia dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan
kalium.
3. Tinjau indikator fungsi ginjal: BUN dan kreatinin. Pasien dapat berisiko
mengalami gagal ginjal akut prarenal akibat deplesi volume vaskular yang berat.
4. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik yang
membaik atau memburuk.
5. Tinjau laporan pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi adanya organisme
yang menyebabkan infeksi.

17
P. Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan kristaloid sesuai instruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS sampai
1.000 ml/jam mungkin diperlukan hingga haluran urine. TTV, dan pengkajian
klinis menggambarkan status hidrasi yang adekuat. Resusitasi cairan yang kurang
agresif mungkin diperlukan pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular,
terutama gagal jantung. Salin setengah normal mungkin diperlukan pada pasien
tersebut, bukan NS. Tambahkan dektrosa 5% pada infusi intravena ketika
glukosa serum ≤250 mg/dl, untuk mencegah hipoglikemia rebound.
2. Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien diizinkan
mengkonsumsi cairan melalui mulut.
3. Berikan higiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan kekeringan
pada membran mukosa.
4. Berikan terapi insulin intravena sesuai instruksi. Regimen tipikal dimulai dengan
dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi rumatan 0,1 U
insulin/kg/jam. Drip insulin mungkin dihentikan dan insulin SK mungkin
diberikan pada saat glukosa serum ≤250 mg/dl, asidosis dikoreksi, dan pasien
mampu menoleransi asupan per oral.
Diagnosis Keperawatan:
Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder
akibat asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan glukosa
sekunder akibat kekurangan insulin
Kriteria Hasil
Pasien sadar dan berorientasi
Pasien tidak akan mencederai diri sendiri
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah mencapai
kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120 mg/dl
pH 7,35-7,45
Pemantauan Pasien
Tidak ada yang spesifik
Pengkajian Pasien
1. Kaji tingkat kesadaran, yang dapat berkisar dari kebingungan sampai koma yang
nyata. Penurunan glukosa serum yang terlalu cepat (>100 mg/dl/jam) juga dapat
mengakibatkan gangguan fungsi serebral. jika pasien mengalami sakit kepala,

18
latergi, atau mengantuk selama terapi yang berhasil, curigai terjadinya edema
serebral.
2. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan skuele klinis.

Intervensi menurut NANDA Nic Noc


1. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata.
2. Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit
sesuai keinginan.
3. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
4. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anestesi.
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
6. Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
7. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
8. Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.  Observasi hifema dengan
senter sesuai indikasi.
9. Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
10. Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.

Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur dengan
menggunakan glukometer) untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi
insulin.
2. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik yang
membaik atau memburuk.
Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan insulin reguler sesuai instruksi setelah hasil pemeriksaan kadar kalium
serum didapatkan. Beberapa pasien jarang ditemukan mengalami KAD
hipokalemia; dalam hal ini, pemberian insulin intravena sebelum kadar kalium
dikoreksi dapat menjadi letal. Regimen tipikal dimulai dengan dosis muatan 0,15
U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi rumatan 0,1 U insulin/kg/jam.

19
Glukosa harus turun 40-80 mg/dl/jam. Penurunan kadar glukosa serum yang
terlalu cepat dapat menyebabkan edema serebral. jika kadar glukosa serum tidak
menurun dalam 2 jam, menggandakan dosis infusi insulin mungkin diperlukan.
Jika edema serebral terjadi, antisipasi pemberian manitol.
2. Dekstosa seharusnya dikombinasikan dengan salin setengah normal (0,45 NS)
pada saat kadar glukosa ≤250 mg/dl untuk mencegah hipoglikemia dan edema
serebral.
3. Pemberian insulin reguler melalui SK dapat dimulai pada saat glukosa serum
≤250 mg/dl, pH >7,2 atau CO2 sebesar 15-18 mEq/L, dan pasien mampu
menoleransi asupan per oral. Biasanya, infusi insulin akan dihentikan 1-2 jam
setelah pasien mendapatkan insulin SK.
4. Antisipasi suplementasi kalium (kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium asetat)
untuk mengganti kehilangan kalium akibat eksresi urine, akibat koreksi asidosis
metabolik, atau sekunder akibat uptake selular pada terapi insulin. Validasi
haluaran urine sebelum memberikan kalium. Jika hipokalemia refraktori terhadap
terapi, pertimbangkan penggantian magnesium.
5. Pemberian natrium bikarbonat dipertimbangkan hanya jika pH serum <7.
6. Intubasi NG mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko muntah dan aspirasi
pada pasien yang mengalami perubahan mentasi. Pertahankan pasien tetap NPO
sampai pasien sadar, berhenti muntah, dan bising usus kembali ada.
7. Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika pasien tidak mampu
melindungi jalan napas atau tidak mampu melakukan ventilasi dan osigenasi
dengan adekuat.
8. Bantu pasien yang sadar untuk batuk dan napas dalam guna mencegah stasis paru
dan atelektaksis. Ubah posis pasien yang tidak sadar setiap 1-2 jam dan lakukan
pengisapan sekresi sesuai kebutuhan.
9. Berikan perawatan kulit yang cermat umat mencegah kerusakan integritas kulit;
inspeksi tulang yang menonjol. Pertahankan kesejajaran tubuh pada pasien yang
tidak sadar.
10. Orientasi pasien dengan sering terhadap lingkungan sekitarnya. Pertahankan
tempat tidur dalam posisi rendah dan naikkan sisi pengaman.
Diagnosis Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

20
Menurut Nanda Nic Noc
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X 24 jam, pasien
menunjukan keseimbangan nutrisi
Kriteria Hasil :
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlahaktivitas yang biasadilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah

21
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catatadanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Kriteria Hasil
Berat badan target stabil
Prealbumin 15-32 mg/dl
Albumin serum 3,5-5 g/dl
Transferin serum > 200 mg/dl
Limfosit >1.500 sel/mm3
Keseimbangan nitrogen positif
Intervensi
1. Kaji kebutuhan energi dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict atau
bantu dengan kalorimetri tidak langsung. Kebutuhan kalori untuk pasien sakit
kritis didasarkan pada berat badan aktual dan diperkirakan sekitar 20 sampai 30
kcal/kg.
2. Hitung berat badan ideal dengan rumus berikut: 50 kg (pria) atau 45 kg (wanita)
= 2,3 (untuk setiap inci di atas 5 kaki) ± 10%.
3. Bandingkan berat badan serial; perubahan yang cepat (0,5 sampai 1,0 kg/hari)
menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan bukan ketidakseimbangan antara
kebutuhan nutrisi dan asupan.
4. Kaji status GI: muntah, diare, atau nyeri abdomen dapat mengganggu absorpsi
nutrisi.
5. Tinjau profil nutrisi untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
6. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk evaluasi nutrisi formal.
7. Berikan perawatan mulut untuk mengcegah stomatitis, yang dapat berpengaruh
buruk pada kemampuan pasien untuk makan.
8. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk meningkatkan nafsu makan
pasien; hindari pandangan yang menghina di sisi tempat tidur; siapkan pasien
dengan memastikan tangan dan wajah telah dicuci.

22
9. Bantu pasien sesuai kebutuhan karena keletihan dan kelemahan atau adanya
pelatan invasif dapat menyebabkan pasien tidak mau makan sendiri.
10. Berikan nutrisi enteral sesuai instruksi.
11. Berikan nutrisi parenteral sesuai instruksi.

Diagnosa Keperawatan:

Risiko Gangguan proses keluarga

Kriterial Hasil

Keluarga akan menyatakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi.


Keluarga akan memperlihatkan perilaku koping yang adekuat.
Intervensi
1. Perkenalkan diri anda kepada keluarga dan siapkan keluarga untuk menghadapi
lingkungan unit perawatan intensif (ICU). Antisipasi kebutuhan pelayanan
pendukung untuk pasien dan keluarga selama krisis ini. Sediakan kontinuitas
pemberi perawatan kapan pun memungkinkan.
2. Tunjukkan kompetensi dalam merawat kerabat mereka. Keluarga ingin
dinyakinkan bahwa perawatan yang sebaiknya mungkin diberikan kepada kerabat
mereka.
3. Tunjukan pengetahuan personal tentang pasien. Hormati keyakinan agama dan
budaya dan integrasikan keyakinan tersebut dalam asuhan keperawatan.
4. Lakukan pendekatan pada keluarga dengan sikap relaks dan humanistik serta
berikan informasi dengan sering tanpa menunggu untuk ditanya. Dengarkan
ungkapan ketakutan, kemarahan, atau ansietas mereka. Hindari jawaban yang
defensi. Berikan waktu kepada keluarga meninggalkan tempat tidur untuk
melepaskan kekhawatiran mereka. Jawab pertanyaan dengan jujur dan berikan
fakta dengan sering tentang kondisi kerabat mereka. Antisipasi mengulangi
informasi dan memberikan waktu untuk mereka memahami informasi selama
periode krisis ini.
5. Kaji titik kritis atau titik resiko yang dapat memengaruhi harapan keluarga dan
kepuasan (mis., keluarga yang mengungkapkan kemarahan, pasien yang
menunggu pembedahan atau sebentar lagi pulang).

23
6. Berikan informasi tertulis kepada keluarga tentang kebijikan unit dan pelayanan
yang tersedia. Informasi harus meliputi nomor telepon unit dan lokasi ruang
tunggu.
7. Dengan nomor telepon keluarga dan hubungi juru bicara keluarga sedikitnya
setiap hari dengan memberitahukan informasi tentang kondisi pasien dan setiap
perubahan dalam layanan medis atau asuhan keperawatan.
8. Klirifikasi persepsi keluarga tentang penyakit kerabat mereka dan validasi
pemahaman mereka tentang situasi tersebut. Izinkan keluarga mengetahui bahwa
staf merawat kerabat mereka dan memberikan perawatan yang terbaik.
9. Berikan waktu kunjungan khusus, jelaskan peralatan yang digunakan dan
mengapa berbagai hal dilaksanakan, kaji kebutuhan anggota keluarga untuk
berpartisipasi dalam perawatan kerabat mereka, dan izinkan keluarga untuk
berpartisipasi semampu mereka. Sensitif terhadap kebutuhan keluarga untuk
ditinggalkan bersama kerabat mereka. Susun peralatan sehingga anggota keluarga
dapat menyentuh kerabat mereka.
10. Yakinkan keluarga bahwa mereka akan dihubungi jika kondisi kerebat mereka
memburuk.
11. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk menemui rohaniwan rumah sakit atau
pekerja sosial.
12. Dorong keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan personal mereka sendiri
seperti makan dan tidur.

Intervensi Keperawatan NIC :

1. Konseling
2. Peningkatan perkembangan
3. Dukungan emosional
4. Promosi integritas keluarga
5. Mobilisasi keluarga
6. Pemeliharaan proses keluarga
7. Dukungan keluarga
8. Promosi normalisasi
9. Peningkatan peran
10. Dukungan system peningkatan

24
BAB III

A. Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relative, Kad di sebabkan oleh infeksi, ketidakpatuhan obat,
hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid and adrenergik.
Komplikasi kad adalah hipoglikemia, Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik ).
B. Saran

Saat ini penyakit keatoasidosis diabetikum sering kali di sepelekan oleh


manyarakat. Harapannya dengan adanya pengetahuan tentang penyakit ketoasidosis
diabetikum mampu menambah wawasan yang lebih lagi bagi pembaca sehingga
pembaca dapat mengoptimalkan penyembuhan penyakit ketoasidosis diabetikum.

25
DAFTAR PUSTAKA

Sikhan.2009. Ketoasidosis Diabetikum. http://id.shvoong.com.muhammadfaizy,nety


EP.FK UNAIR RS Dr.Soetomo Surabaya

Dr. MHD Syahputra. Diabetic Ketoasidosis. www.Library.usu.ac.id Samijean


Nordmark.

Corwin, Elizabeth.2012. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Hidayat. Ketoasidosis DM. www.hidayat2.wordpress.com

Jurnal Kedokteran media medika Indonesia. FK UNDIP. Patofisiologi komplikasi


vascular diabetes mellitus www.mediamedika.net

26

Anda mungkin juga menyukai