Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya, perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan
pajak yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas. Salah satunya adalah jasa yang
digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung,
mesin dan tanah. Pengeluaran kas untuk pengeluaran tersebut memberikan manfaat lebih
dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini
dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan. Suatu perusahaan
tertentu pada dasarnya selalu berusaha untuk mencapai tujuan didirikannya perusahaan
tersebut. Untuk menunjang agar tercapainya tujuan itu, setiap perusahaan mempunyai
aktiva (harta/asset) tertentu guna memperlancar kegiatan yang dilaksanakan perusahaan.
Aktiva tetap merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan untuk
kegiatan operasionalnya. Aktiva tetap tersebut merupakan salah satu komponen dalam
neraca, sehingga ketelitian dalam pengolahan aktiva tetap sangat berpengaruh terhadap
kewajaran penilaiannya dalam laporan keuangan.
Kewajaran penilaian aktiva tetap suatu perusahaan dapat disesuaikan dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (2009). Dalam PSAK ini
dinyatakan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam
produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau
tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Aset tetap biasanya memiliki masa pemakaian lebih dari satu tahun, sehingga
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam jangka waktu yang relatif
lama. Namun, manfaat yang diberikan aktiva tetap umumnya semakin lama semakin
menurun manfaatnya secara terus menerus, dan menyebabkan terjadi penyusutan
(depreciation).

1
Seiring dengan berlalunya waktu, aktiva tetap akan mengalami penyusutan
(kecuali tanah). Faktor yang mempengaruhi menurun kemampuan suatu aktiva tetap
untuk memberikan jasa/manfaaat yaitu : Secara fisik, disebabkan oleh pemakaian dan
keausan karena penggunaan yang berlebihan dan secara fungsional, disebabkan oleh
ketidakcukupan kapasitas yang tersedia dengan yang diminta (misal kemajuan teknologi).
Sehingga penurunan kemampuan aktiva tetap tersebut dapat dialokasikan sebagai biaya.
Masalah pengalokasian biaya penyusutan merupakan masalah penting, karena
mempengaruhi laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Apabila menggunakan
metode penyusutan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku atau kondisi
perusahaan tersebut, maka akan mempengaruhi pendapatan yang dilaporkan setiap
periode akuntansi. Selain itu juga mempengaruhi nilai dari aktiva tetap tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyusutan?
2. Apa saja karakteristik dari aset yang dapat disusutkan?
3. Apa saja penyusutan yang dipercepat?
4. Bagaimana penyusutan berdasarkan peraturan perpajakan?
5. Bagaimana penyusutan berdasarkan standar akuntansi keuangan?
6. Bagaimana perencanaan pajak untuk penyusutan?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari penyusutan
2. Mengetahui karakteristik dari aset yang dapat disusutkan
3. Mengetahui penyusutan yang dipercepat
4. Mengetahui penyusutan berdasarkan peraturan perpajakan
5. Mengetahui penyusutan berdasarkan standar akuntansi keuangan
6. Mengetahui perencanaan pajak untuk penyusutan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang
masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang
diberikan dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara
bertahap. Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang
masa manfaat yang diestimasi. Kebijakan pajak untuk penyusutan harus
mempertimbangkan tiga hal yaitu keadilan pajak, kebijakan ekonomi dan administrasi.
Regulasi yang mengatur tentang penyusutan:
a. Undang-Undang
Pasal 9 ayat 2 dan pasal 11 UU No 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat
UU No 7 Tahun 1983 Tentang PPh Isinya yakni sebagai berikut:
 Pasal 9 ayat 2: Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak
dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau
Pasal 11A.
 Pasal 11 ayat 1: Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah
yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa
manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

3
 Pasal 11 ayat 2: Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam
bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan
cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir
masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat
dilakukan secara taat asas.
 Pasal 11 ayat 3: Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
 Pasal 11 ayat 4: Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
 Pasal 11 ayat 6: Ketentuan menghitung penyusutan, masa manfaat dan
tarif penyusutan harta berwujud.
b. Peraturan Pemerintah
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 1985 isinya yakni:
 Ayat 1: Penyusutan dan amortisasi dimulai pada tahuan pengeluaran,
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan, dan
amortisasi dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut, dan
untuk harta dalam usaha leasing penyusutan dimulai pada tahun harta yang
bersangkutan dileasingkan.
 Ayat 2: Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperbolehkan melakukan penyusutan mulai pada tahun harta tersebut
dipergunakan dalam perusahan atau dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan,atau pada saat harta yang
bersangkutan mulai menghasilkan.
 Ayat 3: Tarif penyusutan dan penggolongan harta berwujud dalam usaha
leasing,dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 11 ayat (9) dan ayat (14) Undang-undang Pajak Penghasilan.

4
 Ayat 4: Apabila terjadi penarikan harta berwujud dari pemakaian karena
dihibahkan, disumbangkan, atau diwariskan kepada pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c Undang-undang
Pajak Penghasilan 1984, maka untuk memperoleh dasar penyusutan:
 jumlah sebesar harga sisa buku dari harta yang dihibahkan,
disumbangkan atau diwariskan tersebut, dikurangkan dari jumlah
awal masing-masing golongan harta yang bersangkutan, sedangkan
jumlah sebesar sebesar harga sisa buku tersebut tidak boleh
dikurangkan sebagai biaya.
 jumlah sebesar harga perolehan dari harta Golongan Bangunan
yang dihibahkan, disumbangkan atau diwariskan tersebut
dikurangkan dari jumlah awal Golongan Bangunan, sedangkan
jumlah sebesar harga sisa bukunya tidak boleh dikurangkan
sebagai biaya.
 Pasal 5: Apabila terjadi penarikan harta Golongan Bangunan dari
pemakaian, baik karena sebab biasa maupun karena sebab luar biasa, maka
untuk memperoleh dasar penyusutan, harga perolehan dikurangkan dari
jumlah awal Golongan Bangunan, sedangkan jumlah sebesar harga sisa
bukunya dibebankan sebagai biaya pada tahun terjadinya penarikan harta
tersebut, dan jumlah sebesar nilai atau harga jual atau penggantian
asuransinya merupakan penghasilan.
 WP yang berhak melakukan penyusutan:
 Pihak yang menggunakan asset tersebut dalam kegiatan usaha
 Pemiilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner

5
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu:
a. Keadilan pajak
Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari wajib pajak,
apakah termasuk perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa. Dan juga harus
memperhatikan struktur modalnya, apakah termasuk padat modal (capital
intensive) atau padat karya (labour intensive). Dengan adanya penyusutan, maka
perusahaan manufaktur dan jenis usaha yang padat modal (capital intensive) akan
lebih diuntungkan dibandingkan perusahaan jasa ataupun jenis usaha padat karya
(labor intensive).
b. Kebijakan ekonomi
Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan investasi
(capital growth). Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar,
pengembalian atas investasi (return on investment-ROI) besar, sehingga pada
akhirnya menyebabkam arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan perpajakan,
perhitungan penyusutan dimulia pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat
diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau
menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat
dibedakan menjadi:
 Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas
 Penyusutan berdasarkan jenis industry tertentu
 Penyusutan berdasarkan jenis asset
 Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)
c. Administrasi
Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
sederhana dan kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana
ataupun yang komplek, tergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya
administrasi, sumberdaya manusia, dan kepatuhan dari Wajib Pajak.

6
B. Karakteristik Dari Aset Yang Dapat Disusutkan
1) Digunakan dalam kegiatan usaha
Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau
menjalankan usaha. Asset ini dapat dibedakan menjadi asset bisnis, asset
campuran, dan asset pribadi. Untuk asset bisnis dapat disustkan semuanya,
sedangkan untuk aset campuran boleh disusutkan sebagian sesuai dengan yang
digunakan dalam kegiatan usaha.
2) Nilainya menurun secara bertahap
Nilai asset yang dapat disusutkan harus diturunkan secara bertahap, baik
karena semakin buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak
menurun secara bertahap maka tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan.
Adapun asset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, asset pendanaan, barang
dagangan, dan persediaan.
3) Aset berwujud dan tidak berwujud
Asset berwujud maupun asset tidak berwujud yang mempunyai manfaat
lebih dari satu periode dapat disusutkan. Untuk asset tidak berwujud
penyusutannya disebut dengan amortisasi.
Pihak yang berhak melakukan penyusutan
4) Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah:
 Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha
 Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner
5) Saat dilakukan penyusutan
Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi
adakalanya pada tahun perolehan.

7
6) Dasar melakukan penyusutan
Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
 Harga perolehan (historical cost)
Termasuk didalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang
dapat dikreditkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.
 Harga penggantian (replacement cost)
Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena
untuk kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.
 Revaluasi
Suatu aset yang telah direvaluasikan biasanya disusutkan
berdasarkan nilai revaluasinya.
C. Penyusutan Yang Dipercepat
Penyusutan dapat dipercepat untuk meningkatkan arus kas, karena jika
penyusutannya besar, maka pajak yang dibayar lebih kecil dan pengembalian atas
investasi menjadi tinggi. Metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1) Dipercepat (accelerated)
Terdapat dua cara utama dalam penyusutan tercepat, yaitu:
 Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
Metode saldo menurun ganda sering disebut metode penyusutan
yang dipercepat (accelerated depreciation method). Metode ini sering kali
digunakan dengan pertimbangan bahwa biaya pemeliharaan dan perbaikan
asset tetap akan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia aset
tetap. Oleh karena itu, berkurangnya jumlah penyusutan pada tahun-tahun
berikutnya dalam metode ini akan diimbangi dengan peningkatan beban
pemeliharaan dan perbaikan. Metode saldo menurun ganda menggunakan
nilai buku untuk menghitung penyusutan, penyusutan yang diterapkan
pada nilai buku adalah 40% pertahun atau dua kali lipat (dobel) dari garis
lurus yaitu 20% per tahun.

8
 Metode jumlah angka tahunan (sum of the year digits method).
Metode penyusutan ini menghasilkan tarif penyusutan yang
menurun dengan dasar penurunan pecahan dari nilai yang dapat
disusutkan yakni harga perolehan dikurang dengan nilai sisa dan setiap
pecahan menggunakan jumlah tahun sebagai bilangan penyebut. Misalnya
jika kita memiliki umur pakai selama 4 tahun, sehingga kita
menambahkan 1 + 2 + 3 + 4 = 10. kemudian penyusutan akan menjadi
4/10 tahun pertama, 3/10 tahun kedua, 2/10 tahun ketiga dan 1/10 tahun
keempat. Sehingga jika harga beli 5000 dikurangi nilai sisa 1000, hasil
yang diperoleh 4000. maka untuk tahun pertama 4/10 dari 4000 adalah
1600; tahun kedua 3/10 dari 4000 adalah 1200; tahun ketiga 2/10 dari
4000 adalah 800; tahun ke empat 1/10 dari 4000 adalah 400. (Merlina
Hamadi)
2) Memperpendek umur (shorted life)
Dengan umur yang menjadi pendek maka unsur pembagi yang digunakan
untuk menentukan nilai aktiva menjadi lebih kecil, sehingga penyusutan menjadi
lebih besar.
3) Bebas (Arbitrary deduction)
D. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan
Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran
untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan melalui
penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip
penandingan antara pengeluaran dan penerimaan (matching cost againsts revenue).
Dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, tidak
dapat diperkurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun
demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak,
perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan
penyusutan untuk akuntansi.

9
Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap
dilakukan secara individual per aset, tidak lagi secara gabungan (berdasarkan golongan)
seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil yang sama atau sejenis
masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan.
1) Saat Mulainya Penyusutan Fiskal
Undang-undang pajak penghasilan secara khusus dan eksplisit
menetapkan saat dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan.
Penyusutan fiskal harus dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini
hanya dapat terjadi karena hal-hal brikut ini:
a. Harta/asset yang masih dalam proses pengerjaan
Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya
dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut.
b. Harta/asset dalam usaha sewa guna usaha (leasing)
Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna usaha
khususnya sewa guna usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta
tersebut disewagunausahakan.
c. Wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak.
Persetujuan Dirjen Pajak. Wajib pajak dapat mengajukan
permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak mengikuti prinsip umum
penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta/aset
tersebut menghasilkan.

10
2) Pengelompokan Harta Berwujud
Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh, semua aset tetap berwujud
yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu
menjadi dua golongan:
a. Harta berwujud kelompok bukan bangunan
Harta berwujud bukan bangunan dikelompokan menurut masa
manfaatnya sebagai berikut:

Kelompok bukan bangunan Masa manfaat


Kelompok 1 4 tahun
Kelompok 2 8 tahun
Kelompok 3 16 tahun
Kelompok 4 20 tahun
b. Harta berwujud kelompok bangunan
Harta berwujud bangunan dikelompokan menurut masa
manfaatnya sebagai berikut:

Kelompok barang bangunan Masa manfaat


Bangunan permanen 20 tahun
Bangunan Tidak Permanen 10 tahun
3) Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal
Mulai tahun 1995 Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode
penyusutan fiskal untuk aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo
menurun ganda atau metode garis lurus. Metode mana yang akan dipakai
bergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas. Satu yang
perlu dicatat adalah bahwa metode yang dipilih harus diterapkan terhadap seluruh
kelompok harta. Maksudnya, Wajib Pajak tidak dapat menggunakan metode saldo
menurun terhadap kelompok yang satu dan menerapkan metode garis lurus
terhadap kelompok lainnya. Dalam hal Wajib Pajak memilih metode saldo
menurun maka, pada tahun terakhir masa manfaat nilai sisa buku harta yang
bersangkutan disusutka seluruhnya. Aset tetap bangunan hanya menggunakan
satu metode yaitu metode garis lurus. Sebagai akibat dari adanya dua metode
penyusutan ini, timbul perbedaan presentase penyusutan fiskal.
Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan

11
Tarif Penyusutan
Kelompok bukan bangunan
Metode garis lurus Metode saldo menurun
Kelompok 1 25,00% 50,00%
Kelompok 2 12,50% 25,00%
Kelompok 3 6,25% 12,50%
Kelompok 4 5,00% 10,00%
Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan

Kelompok Bangunan Tarif penyusutan (metode garis lurus)


Bangunan permanen 5%
Bangunan tidak permanen 10%
Contoh Perhitungan Penyusutan:
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2001 membeli sebuah alat pertanian yang
mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp. 1.000.000.000,00.
Penghitungan penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:
 Metode Garis Lurus
Penyusutan tahun 2001:
6/12 x 25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 125.000,00
Penyusutan tahun 2002:
25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2003:
25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2004:
25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
 Metode Saldo Menurun
Penyusutan tahun 2001:
6/12 x 50% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2002:
50% x (Rp. 1.000.000.000,00 – Rp. 250.000,00) =
50% x Rp. 750.000,00 = Rp. 375.000,00

Penyusutan tahun 2003:


50% x (Rp. 750.000,00 – Rp. 375.000,00) =
50% x Rp. 375.000,00 = Rp. 187.500,00

12
Penyusutan tahun 2004:
Karena untuk tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada
tahun 2004 seluruh sisa nilai buku disusutkan sekaligus sehingga
penyusutan tahun 2004 adalah:
(Rp. 375.000,00 – Rp. 187.500,00) = Rp. 187.500,00
E. Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) didalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 tentang Aset
Tetap dan Aset Lain-lain, PSAK Nomor 17 tentang Akuntansi Penyusutan.
Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
dibangun lebih dulu, yang digunakan dalam proses perusahaan, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun.
Tanah biasanya memiliki masa manfaat yang tidak terbatas dan biasanya tidak
dianggap suatu aset yang dapat disusutkan. Namun, tanah yang memiliki masa manfaat
terbatas bagi perusahaan diperlakukan sebagai aset tetap yang dapat disusutkan.
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang
masa manfaat yang diestimasi. Jumlah yang dapat disusutkan adalah jumlah perolehan
suatu aset atau jumlah lain yang disubtitusikan untuk biaya perolehan dalam laporan
keuangan dikurangi nilai sisanya.
Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah jumlah perolehan
suatu aset atau jumlah lain yang distribusikan untuk biaya perolehan dalam laporan
keuangan dikurangi nilai sisanya.
Nilai sisa atau nilai residu adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh
pada akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangu taksiran biaya pelepasan.

Nilai wajar adalah suatu jumlah, untuk itu mungkin aset dapat ditukar atau suatu
kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkinginan untuk melakukan
transaksi yang wajar (arm’s lengh transaction).
Jumlah tercatat adalah nilai buku, yaitu biaya perolehan suatu aset setelah
dikurangi dengan akumulasi penyusutan.

13
1) Biaya Perolehan
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau
nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat
perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat
yang siap untuk digunakan.
Biaya perolehan aset tetap terdiri atas harga belinya, termasuk biaya impor
dan PPN masukan tidak boleh direstitusikan dan setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam dalam membawa aset tersebut ke kondisi aset
yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk pengunaan yang dimaksudkan,
setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari pembelian. Biaya dapat
didistribusikan secara langsung, misalnya:
 Biaya persiapan tempat
 Biaya pengiriman awal, biaya simpan dan biaya bongkar muat.
 Biaya pemasangan
 Biaya professional seperti arsitek dan insinyur
Apabila suatu aset diperoleh secara gabungan maka harga perolehan
ditentukan dengan mengolakasikan harga gabungan tersebut berdasarkann
perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
Aset tetap yang diperoleh dengan pertukaran atau pertukaran sebagian
untuk aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya, biaya peolehannya diukur
berdasarkan nilai wajar aset yang dilepaskan atau yang diperoleh, yang mana
yang lebih andal sesuai ekuivalen dengan nilai wajar aset yang dilepaskan setelah
disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer.
Pada umumnya, SAK menganut penilaian berdasarkan harga perolehan
atau harga pertukaran, jadi tidak mengijinkan penilaian kembali aset tetap.

2) Kriteria Aset yang Dapat Disusutkan


Kriteria Aset yang Dapat Disusutkan adalah sebagai berikut:
 Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi.
 Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas.

14
Masa manfaat dapat berupa periode suatu asset diharapkan
digunakan oleh perusahaan atau jumlah produksi atau unit berupa yang
diharapkan diperoleh dari asset oleh perusahaan. Masa manfaat asset harus
ditelaah ulang secara periodic dan bila harapan berbeda secara signifikan
dengan estimasi sebelumnya, maka beban penyusutan untuk periode
sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.
 Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau
memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan
administrasi.
3) Masa Manfaat
Pengertian masa manfaat sebagai berikut:
 Periode suatu aset diharapkan digunakan oleh perusahaan.
 Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset oleh
perusahaan
4) Metode Penyusutan
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat
dikelompokkan menurut kriteria berikut ini:
a. Berdasarkan waktu
 Metode Penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode garis lurus adalah suatu metode penyusutan aktiva
tetap di mana beban penyusutan tetap per tahunnya sama hingga
akhir umum ekonomis aktiva tetap tersebut. Metode ini termasuk
yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost
Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan
aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar
kecilnya volume produk atau jasa yang dihasilkan seperti
bangunan dan peralatan kantor.
 Metode Penyusutan Saldo Menurun (Double Declining Balance
Method)
Metode saldo menurun adalah metode penyusutan aktiva
tetap yang ditentukan berdasarkan persentase tertentu dihitung dari

15
harga buku pada tahun yang bersangkutan. Persentase penyusutan
besarnya dua kali persentase atau tarif penyusutan metode garis
lurus.
 Metode Penyusutan Jumlah Angka Tahun (Sum of The Year Digit
Method)
Metode penyusutan ini menghasilkan tarif penyusutan yang
menurun dengan dasar penurunan pecahan dari nilai yang dapat
disusutkan yakni harga perolehan dikurang dengan nilai sisa).
Setiap pecahan menggunakan jumlah tahun sebagai bilangan
penyebut (5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 15) dan jumlah tahun akhir dari
estimasi umur kegunaan sebagai penghitung.
b. Berdasarkan penggunaan
 Metode jam jasa (service hour method)
Metode ini digunakan untuk mengalokasikan beban
penyusutan berdasarkan pada proporsi penggunaan aktiva yang
sebenarnya. Metode penyusutan ini menggunakan jumlah jam
kerja sebagai dasar pengalokasian beban penyusutan untuk tiap
periode. Dalam metode ini beban penyusutan diperlakukan sebagai
beban variabel daripada beban tetap seperti dalam metode
penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method) sesuai dengan jam
kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa tiap
periode akuntansi. Kelemahan dari metode ini adalah ketika
kapasitas produktif dari perusahaan menjadi berkurang karena
adanya pesaing baru yang mungkin lebih efisien dan efektif,
sehingga cepat atau lambat perusahaan dipaksa untuk mengakui
kelemahan dari kapasitas produksinya.
Selain itu metode jasa jasa mengakui beban penyusutan
berdasarkan unit produksi, sehingga beban penyusutan yang diakui
menjadi kecil pada saat produksi yang dihasilkan sedikit, yang
selanjutnya akan menyebabkan overstatement terhadap laba yang
dilaporkan oleh perusahaan.

16
 Metode jumlah unit produksi (productive output method)
Metode ini digunakan untuk mengalokasikan beban
penyusutan berdasarkan pada proporsi penggunaan aktiva yang
sebenarnya. Metode penyusutan ini menggunakan hasil produksi
sebagai dasar pengalokasian beban penyusutan untuk tiap periode.
Dalam metode ini beban penyusutan diperlakukan sebagai beban
variabel sesuai dengan unit produksi yang dihasilkan tiap periode
akuntansi, bukan beban tetap seperti dalam metode penyusutan
garis lurus (Straight Line Method). Kelemahan dari metode ini
adalah sama seperti kelemahan yang terdapat pada metode jam
jasa.
c. Berdasarkan kriteria lainnya
 Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite
method)
Metode penyusutan biasanya digunakan untuk satu aktiva
tetap. Dalam keadaan tertentu bagaimanapun juga ada berbagai
macam aktiva yang disusutkan dengan menggunakan satu tarif
penyusutan. Ada 2 metode penyusutan untuk aktiva yang beragam
ini yaitu group dan composite method. Group mengindikasikan
kumpulan dari aktiva yang memiliki jenis yang sama dan
composite mengarah kepada kumpulan aktiva yang memiliki jenis
yang berbeda. Metode group biasanya digunakan untuk kelompok
aktiva yang hampir sama jenisnya dan memiliki umur kegunaan
yang sama. Sedangkan composite method digunakan untuk aktiva
yang bermacam-macam dan memiliki umur kegunaan yang
berbeda.
Tarif penyusutan untuk composite method ditentukan
dengan membagi penyusutan tiap tahun dengan nilai total dari
aktiva yang disusutkan. Dalam metode ini tarif penyusutan
didasarkan pada umur kegunaan kelompok aktiva. Laba atau rugi
dalam keadaan normal akibat aktiva tersebut dipensiunkan/tidak

17
lagi digunakan, tidak diakui. Perbedaan antara nilai buku aktiva
dan nilai sisa dibebankan atau dikurangkan pada akumulasi
penyusutan.
 Metode anuitas (anuity method)
Dalam metode anuitas ini beban penyusutan yang
dihasilkan pada tahun/periode awal adalah rendah dan akan
meningkat jumlahnya tiap periode berikutnya. Metode ini paling
banyak digunakan dalam industri real estate dan beberapa penyedia
jasa , tetapi metode ini bukanlah metode penyusutan yang secara
umum dapat diterima. Prinsip Akuntansi diterima Umum (U.S.
GAAP) sendiri tidak mengijinkan bentuk metode penyusutan ini.
 Metode persediaan (inventory sistem)
Metode penyusutan ini biasanya digunakan untuk menilai
aktiva berwujud yang nilainya kecil. Persediaan peralatan, sebagai
contoh, mungkin ada pada awal dan akhir periode. Kemudian
jumlah beban penyusutan dapat dihitung dengan menggunakan
nilai awal dari persediaan ditambah dengan beban yang
dikeluarkan untuk memperoleh peralatan tersebut dikurangi
dengan nilai akhir persediaan. Keberatan utama terhadap metode
ini dikarenakan metode ini tidak sistematik dan rasional, karena
tidak ada seperangkat formula yang digunakan.
Pemilihan metode alokasi dan estimasi masa manfaat aktiva tetap yang
dapat disusutkan adalah merupakan masalah pertimbangan. Pengungkapan
metode penyusutan yang digunakan dan estimasi masa manfaat akan berguna bagi
para pemakai laporan keuangan, dalam menelaah kebijakan yang dipilih
manajemen dan dapat membuat perbandingan dengan perusahaan lain.
Untuk alasan serupa, perlu untuk mengungkapkan jumlah yang dapat
disusutkan yang dialokasikan dalam suatu periode dan akumulasi penyusutan
pada akhir periode tersebut.
Metode penyusutan yang digunakan ditelaah ulang secara periodik dan jika
terdapat perubahan yang signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi atas aktiva

18
tersebut, metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan hal itu.
Perubahan metode penyusutan harus dilaporkansesuai dengan PSAK yang berlaku
tentang laba rugi bersih pada tahun berjalan, kesalahan mendasar, perubahan
kebijakan dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa datang harus
disesuaikan
5) Penyusutan Kelompok dan Gabungan
Untuk memudahkan kegiatan administrasi, ada kalanya perusahaan
memilih cara penyusutan dengan mengolompokkan asset ke dalam beberapa
kelompok. Dalam ketentuan fiskal disebut dengan golongan harta.
6) Saat Dimulainya Penyusutan
Pada umumnya penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk asset
tetap yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun
selesainya pengerjaan tersebut. Berbeda dengan penyusutan fiskal yang harus
setahun penuh, penyusutan komersial boleh dilakukan untuk jangka yang lebih
pendek.
7) Dasar Penyusutan
Dasar penyusutan yang digunakan adalah biaya perolehan awal, baik
melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila
perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya
adalah nilai setelah revaluasi.
8) Pengungkapan
Pemilihan suatu metode alokasi dan estimasi masa manfaat suatu asset
merupakan masalah pertimbangan. Pengungkapan metode yang digunakan dan
estimasi masa manfaat atau tingkat penyusutan yang digunakan menyediakan bagi
para pengguna laporan informasi yang membuat mereka menelaah kebijaan yang
dipilih manajemen dan dapat membuat perbandingan dengan perusahaan lain.
9) Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal
Persamaan yang terdapat dalam akuntansi komersial dan akuntansi fiskal
adalah sebagai berikut:

19
 Aktiva/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode tidak
boleh langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya tetapi harus
dikapitalisir dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya.
 Aktiva/harta yang dapat disusutkan adalah aktiva tetap baik bangunan
maupun bukan bangunan.
 Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali tanah tersebut memiliki
masa manfaat terbatas.
F. Perencanaan Pajak Untuk Penyusutan
Penentuan metode penyusutan secara tepat penting untuk dilakukan dalam
perencanaan pajak, terutama untuk perusahaan-perusahaan yang padat modal.
Berdasarkan pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan metode penyusutan dapat
digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aset tetap bukan bangunan adalah
metode garis lurus atau saldo menurun. Untuk lebih jelas, hasil perhitungannya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Contoh Soal Perencanaan Pajak Atas Penyusutan
PT. Abadi membeli aset tetap berupa mesin, dengan harga perolehan
Rp1.000.000.000,00. Mesin tersebut dalam aset tetap kelompok 1. Besarnya beban
penyusutan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1:
Besar beban penyusutan per tahun dihitung dengan metode garis lurus dan saldo
menurun.

Jenis aset : Mesin


Harga perolehan : Rp. 1.000.000.000.00
Umur : 4 tahun

20
Metode Penyusutan
Tahun
Garis Lurus Saldo Menurun
1 250.000.000 500.000.000
2 250.000.000 250.000.000
3 250.000.000 125.000.000
4 250.000.000 125.000.000
Akumulasi Penyusutan 1.000.000.000 1.000.000.000
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa besarnya beban penyusutan per tahun
berbeda-beda tetapi pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) jumlah akumulasi penyusutan
adalah sama. Sehingga dalam perpajakan perbedaan besarnya beban penyusutan ini
dikenal dengan istilah beda waktu/beda sementara (timing difference/temporary
difference). Walaupun berdasarkan nilai nominal pada akhir masa manfaat besarnya
akumulasi beban penyusutan sama, namun jika ditinjau dari nilai tunai (present value)
jumlahnya akan menjadi berbeda. Dalam contoh ini, untuk mengetahui nilai tunai
(present value) tingkat diskon yang digunakan adalah 20%. (Lihat tabel 2) berikut.

Metode Penyusutan
Garis Lurus Saldo Menurun Tingkat
Tahun Diskon
(20%)
Nominal PV PV Nominal PV PV
1 250.000.000 208.333.333,30 500.000.000 416.666.666,70 0,833333

2 250.000.000 173.611.111,10 250.000.000 173.611.111,10 0,694444


3 250.000.000 144.675.925,90 120.500.000 72.337.963,00 0,578703
4 250.000.000 120.563.271,60 120.500.000 60.281.636,80 0,482253
1.000.000.000 647.183.642,90 1.000.000.000 722.897.377,60

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mesin yang pada saat perolehannya sebesar
Rp 1.000.000.000,00 dan pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) dengan discount factor
20% jumlah nilai tunai (present value) dari akumulasi beban penyusutan mesin dengan
menggunakan metode garis lurus sebesar Rp 647.183.642,00 dan menggunakan metode
saldo menurun sebesar Rp 722.897.76,50.
Tabel 3 (Perbandingan besar penghematan pajak antara metode garis lurus dan
metode saldo menurun dengan tingkat diskonto 20%).

21
Garis Lurus Saldo Menurun
Keterangan
Nominal PV PV Nominal PV PV
Harga Perolehan 1.000.000.000 1.000.000.000 500.000.000 416.666.666,70
Biaya Penyusutan 1.000.000.000 647.183.641,98 1.000.000.000 722.897.376,54
PPh 30% 300.000.000 194.115.092,59 300.000.000 216.869.212,96
Penghematan Pajak = 216.869.212,96 – 194.155.092,59 = 22.714.120,37
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh besarnya penghematan pajak yang
dapat dilakukan jika perusahaan memilih metode saldo menurun dalam menghitung
besarnya beban peyusutan. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak tertinggi yaitu
30% karena diasumsikan bahwa perusahaan telah mencapai laba di atas Rp 100.000.000.
Dengan tingkat diskon 20% besar penghematan pajak adalah Rp 216.869.212,96 – Rp
194.115.092,59 = Rp 22.714.120,37.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang
masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang
diberikan dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara
bertahap.
Semua bentuk aset tetap dikenai penyusutan atau depresiasi Kecuali tanah atau
lahan, aset tetap merupakan subyek dari depresiasi atau penyusutan artinya nilai aktiva

22
tetap selain tanah, misalnya mobil, berkurang seiring dengan realisasi masa umur
pemanfaatannya, sampai ketika masa guna itu habis, nilai aktiva mobil yang
bersangkutan adalah nol. Depresiasi juga dapat didifinisikan yaitu sebagian dari Harga
perolehan suatu aktiva berwujud yang dialokasikan atau diakui sebagai biaya baik setiap
tahun atau setiap bulan setiap periode akuntansi.
Secara umum perusahaan dalam menentukan depresiasi biasanya
menggunakan beberapa metode penetapan nilai penyusutan yaitu; Metode Garis Lurus,
Metode jam jasa, Metode Saldo Menurun, Metode Jumlah Angka‐Angka Tahun dan
Metode Nilai Produksi. Tetapi secara umum biasanya perusahaan menggunakan salah 1
dari banyak metode yang ada, biasanya yang digunakan adalah metode garis lurus dan
metode saldo menurun karena dalam perpajakan, pajak penghasilan pasal 11, metode
yang boleh dalam pelaporan pajak adalah metode garis lurus dan saldo menurun. (untik
lebih jelasnya lihat peraturan atau UU pajak penghasilan pasal 11 dan penggolongan jenis
– jenis harta dalam Kep. Men. Keu. No. 138/KMK.03/2002). Dalam menentukan suatu
keputusan untuk menyusutkan aktiva tetapnya tentu didasari dengan alasan kenapa aktiva
tetap disusutkan dan faktor – factor yang mempengaruhi biaya depresiasi.

B. Saran
Masalah pengalokasian biaya penyusutan merupakan masalah penting, karena
mempengaruhi laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Apabila menggunakan
metode penyusutan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku atau kondisi
perusahaan tersebut, maka akan mempengaruhi pendapatan yang dilaporkan setiap
periode akuntansi. Yang perlu diingat bahwa manajemen dapat memilih satu atau lebih
metode yang dianggap paling sesuai. Dan bila sudah menetapkan satu metode, harus
ditetapkan secara konsisten, sepanjang masa penggunaan aktiva yang bersangkutan,
sehingga laporan keuangan dari periode ke periode dapat diperbandingkan.

23

Anda mungkin juga menyukai