Anda di halaman 1dari 20

PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SABUN MANDI

DARI RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)


DENGAN KAPASITAS 100.000 TON/TAHUN

Anton Patoni, Ikhwan Rosadi, Rian Febriyanto.


Jurusan Teknik Kimia, Universitas Jaya Baya, Jl. Raya Bogor Km. 28,8 Cimanggis-Jakarta
Timur

Abstrak

Pembuatan sabun mandi dari RBDPS yang diproses dari pengolahan minyak
kelapa sawit setelah melalui proses penyulingan (refined), penjernihan (bleaching),
dan penghilangan bau (deodorized). Pembuatan sabun mandi pada pra rancangan
pabrik ini menggunakan cara saponifikasi trigliserida yang memiliki tiga tahapan.
Tahap pertama dari proses saponifikasi trigliserida ialah mereaksikan trigliserida
dengan basa alkali (NaOH) untuk membentuk sabun dan gliserol, serta impuirities.
Lebih dari 99,5% asam lemak berhasil disaponifikasi kemudian hasil reaksi
dipompakan ke unit pemisah statis (separator) yang bekerja dengan prinsip
perbedaan densitas, sehingga terdapat lapisan bawah dan atas. Tahap terakhir ialah
penambahan zat aditif dan pengeringan sabun dalam unit pengeringan (dryer).
Pabrik sabun mandi dari RBDPS ini berproduksi dengan kapasitas 100.000
ton/tahun dengan fraksi sabun 87,5%, parfum 5,0%, gliserin 7,3%, EDTA 0,2%, dan
air 0,1%. Bahan baku yang dibutuhkan ialah NaOH sebanyak 1664,8 kg/jam dan
RBDPS sebanyak 11823,66 kg/jam. Kebutuhan utilitas meliputi air sebesar 6497,63
kg/jam, kebutuhan listrik 195,7463 KW, dan kebutuhan bahan bakar solar sebesar
1.697,2917 ltr/jam. Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi diperoleh modal
investasi sebesar Rp 70.374.392.333, biaya produksi sebesar Rp
2.003.263.029.440, laba bersih sebesar Rp 483.064.240.443, profit margin sebesar
18,63%, break even point (BEP) sebesar 15,04%, return On Investment (ROI)
sebesar 28,37%, Pay Out Time (POT) 3,57 tahun, dan return On Network (RON)
sebesar 47,28%. Hasil evaluasi ekonomi menunjukkan bahwa pabrik sabun mandi
dari RBDPS dengan kapasitas 100.000 ton/tahun layak untuk didirikan.

Kata kunci: sabun mandi, saponifikasi trigliserida

1
Abstract
Producing soap from RBDPS processed from palm oil after processing through
a distillation process (refined), purification (bleaching), and deodorizing (deodorized).
Producing soap at pre-plant designs it uses the saponification of triglycerides which
has three stages. The first stage of saponification of triglycerides is reacting
triglycerides with alkali base (NaOH) to form soap and glycerol, as well as impuirities.
More than 99.5% successfully saponified fatty acid reaction products then pumped
into a static separator unit (separator) which works with the principle of distinction
density, so there is a lower and upper layers. The last stage is the addition of
additives and drying soap in the drying unit (dryer).
RBDPS soap factory of this production with a capacity of 100,000 tonnes /
year with soap fraction of 87.5%, perfume 5.0%, 7.3% glycerol, 0.2% EDTA, and
0.1% water. The raw materials needed as much NaOH is 1664.8 kg / h and RBDPS
much as 11823.66 kg / h. Needs include water utilities for 6497.63 kg / h, 195.7463
KW electricity needs, and the need for diesel fuel 1697.2917 ltr / hour. Based on the
calculation of economic analysis obtained investment capital amounting to Rp
70,374,392,333, the production cost of Rp 2,003,263,029,440, a net profit of Rp 483
064 240 443, the profit margin of 18.63%, the break even point (BEP) is 15.04% ,
return on investment (ROI) of 28.37%, Pay Out Time (POT) 3.57 years, and return
On Network (RON) of 47.28%. The results indicate that the economic evaluation of
RBDPS soap factory with a capacity of 100,000 tonnes / year worth to set up.

Keyword: Soap, saponification of triglycerides

Latar Belakang

Sebagai negara yang sedang berkembang, pembangunan industri di


Indonesia merupakan salah satu usaha jangka panjang untuk merombak struktur
perekonomian nasional. Sebagaimana pembangunan yang sedang berjalan saat ini,
Indonesia sudah seharusnya menuju era industrialisasi untuk menjadi produsen

2
dunia dalam memproduksi berbagai barang kebutuhan hidup yang bahan bakunya
tersedia melimpah di Indonesia, seperti minyak goreng, sabun dan lainnya.

Salah satu kebutuhan manusia saat ini adalah sabun, karena hampir semua
manusia di seluruh bagian bumi memakai sabun untuk berbagai keperluan hidupnya.
Selain itu sabun juga dipakai dalam dunia industri, seperti dalam industri pengolahan
bijih tambang dan pembuatan minyak gemuk untuk mesin-mesin. Oleh karena itu
kebutuhan pasar bagi dunia industri sabun sangat luas sekali, hal ini tentu akan
sangat menguntungkan bagi negara-negara yang memiliki sumber daya alam bahan
baku sabun.

Sabun dapat dibuat dari minyak (Trigliserida), asam lemak bebas (FFA) dan
metil ester asam lemak dengan mereaksikan basa alkali terhadap masing-masing
zat. Salah satu minyak yang akan digunakan pada pembuatan sabun yaitu minyak
kelapa sawit. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit
memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu rendahnya kandungan kolesterol dan dapat
diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk
kebutuhan pangan tetapi juga memenuhi kebutuhan non pangan (oleokimia) seperti
sabun.

Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak sawit (bahan baku dasar
sabun) terbesar dunia. Sehingga pendirian industri sabun mempunyai prospek yang
sangat menguntungkan jika dikembangkan di negara Indonesia.

Berikut ini reaksi saponifikasi dari sabun :

Gambar 1 Reaksi saponifikasi

3
Minyak sawit dapat dipergunakan dalam industri melalui proses penyulingan,
penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined Bleached Deodorized
Palm Oil).

Table 1 Data Kebutuhan sabun dalam negeri dan ekspor

Tahun Kebutuhan impor (ton) Kebutuhan ekspor (ton)


2009 3.385 165.724
2010 2.286 162.584
2011 3.174 158.801
2012 7.338 177.298
2013 11.755 225.648

Sumber : Biro Statistik Indonesia, 2009-2013

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan konsumen akan


sabun terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentu menyebabkan kebutuhan
sabun pada masa yang akan datang juga akan terus meningkat, sejalan dengan laju
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan macam-macam industri yang
menggunakan bahan baku sabun.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sabun sejak tahun 2009
terus meningkat dan dapat diketahui hubungan persamaan sehingga kita dapat
memprediksi dan menganalisa kebutuhan sabun pada tahun 2017 mendatang.

Diketahui:
Kode Kebutuhan impor
Tahun Xi2 Xi . Yi
(Xi) (ton) (Yi)
2009 -2 4 3.385 -6.77
2010 -1 1 2.286 -2.286
2011 0 0 3.174 0
2012 1 1 7.338 7.338
2013 2 4 11.755 23.51

4
∑ 10 27.938 21.792

Jumlah n = 5

nilai a = ∑Yi / n sehingga,

a = 27.938 / 5

a = 5.587,6

nilai b = ∑Xi.Yi / ∑Xi2 sehingga,

b = 21.792 / 10

b = 2. 179,2

Dari perhitungan linear square kebutuhan dalam negeri dalam satuan ton
diperoleh persamaan garis tahun sebagai X terhadap jumlah permintaan sebagai Y
berikut ini :
Y= 5. 587,6 + 2. 179, 2x
Diketahui kode (Xi) :
Tahun Kode (Xi)
2009 -2
2010 -1
2011 0
2012 1
2013 2
2014 3
2015 4
2016 5
2017 6

Sehingga kebutuhan impor pada tahun 2017 ialah


Y = 5. 587,6 + 2. 179, 2 (6)
Y = 18. 662,8 Ton

5
dapat disimpulkan pada tahun 2017 mendatang kebutuhan sabun import saja
mencapai 18. 662,8 Ton.
Diketahui:
Kode Kebutuhan ekspor
Tahun Xi2 Xi . Yi
(Xi) (ton) (Yi)
2009 -2 4 165.724 165.724
2010 -1 1 162.584 162.584
2011 0 0 158.801 158.801
2012 1 1 177.298 177.298
2013 2 4 225.648 225.648

∑ 10 890.055 134.562

Jumlah n = 5
nilai a = ∑ Yi / n Jadi,
a = 890. 055 / 5
a = 178. 011
nilai b = ∑ Yi. Xi / ∑ Xi 2 Jadi,
b = 134. 562 / 10
b = 13. 456,2
Dari perhitungan linear square kebutuhan dalam negeri dalam satuan ton
diperoleh persamaan garis tahun sebagai X terhadap jumlah permintaan sebagai Y
berikut ini :
Y= 178. 011 + 13. 456,2x
Sehingga kebutuhan dalam negeri pada tahun 2017 ialah
Y= 178. 011 + 13. 456,2 (6)
Y = 258. 748,2 Ton

Total kebutuhan sabun di dalam dan di luar negeri pada tahun 2017 mendatang
mencapai 277. 411 Ton. Penentuan kapasitas 100.000 ton/tahun dalam tugas akhir
ini dengan berasumsi ingin memenuhi 1/3 kebutuhan pasar. Kapasitas 100.000
ton/tahun berarti telah melebihi 1/3 kebutuhan pasar. Hal tersebut dikarenakan saat

6
ini sudah banyak produsen sabun yang terkenal di pasaran yang berarti persaingan
pasar yang ketat.

Table 2 Perbandingan Proses

No Uraian Proses Proses Proses Metil Ester


Saponifikasi Netralisasi Asam Lemak
Trigliserida Asam Lemak
1 Bahan baku Bahan baku lemak Bahan baku Bahan baku asam
hewan, bisa juga asam lemak lemak
lemak nabati
Bahan baku ini
lebih mudah
diperoleh
2 Hasil Proses saponifikasi Dihasilkan air Proses saponifikasi
samping dihasilkan Gliserol sebagai produk dihasilkan metil
sebagai produk samping ester dan gliserol,
samping lalu metil ester
direaksikan dengan
NaOH
menghasilkan
sabun dan CH3OH
3 Kondisi Reaksi dapat Suhu reaksi Reaksi ini
operasi berlangsung pada berkisar antara dilangsungkan
suhu kamar, tapi 80-95 ºC dalam reaktor alir
umum digunakan tubular pada suhu
80-95 ºC 120 oC
4 penggunaan Prosesnya umum Proses netralisasi Proses saponifikasi
digunakan di kurang popular dihasilkan dari
industri besar dibandingkan reaksi inter –
proses esterifikasi
saponifikasi trigliserida
5 Reaktor Reaktor dilengkapi Reaktor terdiri Reaktor terdiri dari
dengan dari 2 turbodisperser dan
turbodisperser turbodisperser mixer
yang mampu mencapai 40-50
berputar 3000 rpm rps dan mixer
(50 rps) berkisar 15-20
rps

Dalam semua proses pembuatan sabun, umumnya variabel-variabel proses


utama yang cukup menentukan tingkat keberhasilan proses saponifikasi dalam
reaktor adalah sebagai berikut:

7
1. Suhu operasi
Proses saponifikasi trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar
dan prosesnya sangat cepat, sehingga sesuai untuk produksi skala besar.
Pada proses industri, suhu reaksi saponifikasi dipilih berada di atas titik cair
bahan baku dan biasanya berada di bawah titik didih air. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan pencampuran antara reaktan, daya pengadukan dapat
direduksi menjadi lebih kecil, dan transportasi cairan melalui pompa-pompa
dan pipa –pipa lebih mudah karena viskositas berkurang.
2. Pengadukan
Trigliserida, asam lemak dan metil ester asam lemak sukar larut dalam
air, sedangkan basa seperti NaOH sangat larut dalam air, sehingga jika
didiamkan akan terbentuk dua lapisan terpisah dan reaksi hanya akan
berlangsung pada daerah dua permukaan tersebut, akibatnya reaksi menjadi
lambat. Menghindari hal ini, maka pengadukan yang cukup kuat diperlukan
agar seluruh partikel reaktan dapat terdispersi atau sama lain dan dengan
demikian laju reaksi dapat ditingkatkan. Pada proses saponifikasi modern,
reaktor sudah dilengkapi dengan turbodisperser yang mampu berputar pada
kecepatan 3000 rpm untuk menjamin dispersi molekul-molekul reaktan
sesempurna mungkin (Spitz, 1995).
3. Konsentrasi reaktan
Reaksi kimia, reaksi yang berlangsung paling cepat adalah pada saat
awal reaksi, dimana masih terdapat banyak reaktan dan sedikit produk, karena
air merupakan produk reaksi, maka menurut prinsip kesetimbangan akan
menghambat pembentukan sabun dan membuat laju reaksi semakin kecil.
Menghindari hal ini, maka seharusnya tidak menggunakan air yang berlebihan
dalam umpan (larutan NaOH dan NaCl) dengan cara membuat konsentrasi
larutan ini sepekat mungkin. Prakteknya kebanyakan menggunakan NaOH
50% dan larutan NaCl jenuh (Spitz, 1995) untuk mempercepat laju reaksi
penyabunan.
Proses yang dipilih dalam pra rancangan pabrik ini ialah proses
saponifikasi trigiliserida dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

8
1. Suhu operasi dan tekanan relatif lebih rendah dari dua proses yang lain,
sehingga lebih hemat dalam pemakaian energi dan desain peralatan lebih
sederhana
2. Bahan baku tersedia melimpah di Indonesia yang dapat dilihat dari banyaknya
perkebunan sawit dan pabrik pengolahanya. Di Baturaja, tempat rencana
didirikan pabrik terdapat dua pabrik pengolahan sawit yaitu Mitra Ogan dan
Minanga.
3. Proses ini lebih umum digunakan di industri sehingga lebih mudah untuk
merancangnya dengan banyaknya literatur.

Deskripsi Proses
Proses Saponifikasi ini dapat dibagi menjadi tiga tahap proses, yaitu
1. Tahap persiapan umpan
2. Tahap reaksi saponifikasi trigliserida
3. Tahap pengeringan dan finishing sabun

1. Tahap Persiapan Umpan


Umpan terdiri dari RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)
dan NaOH 50% massa. RBDPS dipompakan kedalam tangki yang dilengkapi
dengan pemanas, dipanaskan terlebih dahulu menggunakan steam sampai suhu
90oC sebelum dipompa ke dalam reaktor. Sedangkan NaOH dilarutkan dalam air
proses yang bersuhu 30oC sampai konsentrasi NaOH 50% b/b. RBDPS dan
campuran larutan NaOH kemudian dipompakan ke dalam reaktor.

2. Tahap Reaksi Saponifikasi Trigliserida


RBDPS, dan campuran larutan NaOH dipompakan masuk ke dalam
reaktor yang diberi jaket pemanas untuk dipanaskan sampai suhu 90 oC untuk
dihomogenkan dan sekaligus bereaksi membentuk sabun dan air. Lebih dari
99.5% lemak/minyak berhasil disaponifikasi pada proses ini dengan waktu tinggal
1.8 jam dan kondisi operasi 90oC tekanan 1 atm (Spitz, 1995). Hasil reaksi
kemudian dipompakan ke unit pemisah separator yang bekerja dengan prinsip

9
perbedaan densitas. Pada unit ini akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan
sabun pada bagian atas dan lapisan impurities pada bagian bawah
Impurities terdiri dari gliserol, sisa alkali dan air yang secara keseluruhan
membentuk lapisan yang lebih berat dari sabun sehingga berada pada lapisan
bagian bawah di dalam pemisah statis. Proses selanjutnya adalah penambahan
aditif dan pengeringan sabun dalam unit pengeringan (dryer). Zat aditif yang
ditambahkan adalah gliserin yang berfungsi sebagai pelembut dan pelembab
pada kulit, EDTA yang berfungsi sebagai surfaktan pada sabun (pembersih dan
pemutih) yang dapat mengangkat kotoran pada kulit, dan pewangi (Essential)
yang berfungsi untuk memberikan kesegaran dan keharuman pada sabun. Zat
tambahan ini dicampurkan di dalam tangki pencampur yang dilengkapi jaket
pemanas untuk menjaga sabun tetap cair (suhu tetap) dan campuran homogen.
Jumlah aditif yang ditambahkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang diinginkan
pada tabel 3.
Tahap berikutnya adalah proses pengeringan sabun. Kandungan air di
dalam sabun diturunkan dari 30-35% ke 8-18%(Riegel, 1995). Unit pengeringan
sabun berupa vakum Spray chamber.

3. Tahap Pengeringan dan Finishing sabun


Pengeringan sabun dilakukan di unit vakum Spray Chamber. Campuran sabun
cair dari tangki pencampur dipompa unit Flash Drum, yang mengalami proses
flash pada tekanan tinggi sehingga dihasilkan uap air jenuh bersuhu 100 oC yang
terpisah dari sabun dan keluar melalui bagian atas Flash Drum. Kandungan air
dalam sabun yang keluar dari bagian bawah flash drum direncanakan tinggal
18% sebelum dikeringkan lebih lanjut dalam vacum dryer. Sabun kemudian
dipompakan ke unit vakum spray chamber. Kondisi vakum dihasilkan dengan
menggunakan pompa vakum. Dari unit pengeringan ini sabun yang dihasilkan
berupa sabun berbentuk semisolid dipompakan ke unit Finishing yang terdiri dari
satuan mesin pembentukan sabun batang dan disebut Bar Soap Finishing
Machine(BSFM) dan mesin packaging. Dari unit ini sabun ditransfer ke unit

10
penyimpanan dengan Belt Conveyor untuk penyimpanan sementara sebelum
dijual.

Blok Diagram dan Flowssheet

Gambar 2 Diagram pabrik sabun

Flowsheet dapat dilihat pada gambar berikut

STEAM

UTILITY

NaOH 50% H2O 50%

MIXER
PARFUM EDTA GLISERIN

GUDANG NaOH
TC

TC

FC
FC
FC

E-73

E-62 E-83

TANGKI RBDPS REAKTOR


BSFM
TANGKI PENCAMPUR
CYCLONE SEPARATOR

FLASH DRUM
PENYIMPANAN
PC
GUDANG
LC
E-82

SEMENTARA
FC

E-84

FC
FC
FC
FC

GLISEROL
IMPURITIES

KONDENSAT

MENARA PENDINGIN

Gambar 3 Flowsheet pabrik sabun

11
KELAYAKAN EKONOMI

Modal Investasi

Modal investasi adalah seluruh modal untuk mendirikan pabrik dan mulai
menjalankan usaha sampai mampu menarik hasil penjualan. Modal investasi terdiri
dari:

1 Modal Investasi Tetap / Fixed Capital Investment (FCI)


Modal investasi tetap adalah modal yang diperlukan untuk menyediakan segala
peralatan dan fasilitas manufaktur pabrik. Modal investasi tetap ini terdiri dari

a. Modal Investasi Tetap Langsung (MITL) / Direct Fixed Capital Investment


(DFCI), yaitu modal yang diperlukan untuk mendirikan bangunan pabrik,
membeli dan memasang mesin, peralatan proses dan peralatan
pendukung yang diperlukan untuk operasi pabrik. Modal investasi tetap
langsung ini meliputi :
a. Modal untuk tanah
b. Modal untuk bangunan dan sarana
c. Modal untuk peralatan proses
d. Modal untuk peralatan utilitas
e. Modal untuk instrumentasi dan alat kontrol
f. Modal untuk perpipaan
g. Modal untuk instalasi listrik
h. Modal untuk insulasi
i. Modal untuk inventaris kantor
j. Modal untuk perlengkapan kebakaran dan keamanan
k. Modal untuk sarana transportasi

Dari hasil perhitungan pada Lampiran 4 diperoleh Modal Investasi Tetap Langsung
(MITL) sebesar Rp 49.910.916.549,-

12
b. Modal Investasi Tetap Tidak Langsung (MITTL) / Indirect Fixed Capital
Investment (IFCI), yaitu modal yang diperlukan pada saat pendirian pabrik
(construction overhead) dan semua komponen pabrik yang tidak
berhubungan secara langsung dengan operasi proses. Modal investasi
tetap tidak langsung ini meliputi :
 Modal untuk pra-investasi
 Modal untuk engineering dan supervisi
 Modal biaya legalitas
 Modal biaya kontraktor (Contractor’s fee)
 Modal untuk biaya Tidak terduga (Contigencies)
Dari hasil perhitungan pada Lampiran 4 diperoleh Modal Investasi Tetap Tidak
Langsung (MITTL) sebesar Rp 20.463.475.785,- Maka Total Modal Investasi
Tetap (MIT) adalah sebesar :
Total MIT = MITL +MITTL
= (Rp 49.910.916.549 + Rp 20.463.475.785)
= Rp 70.374.392.333

2 Modal Kerja / Working Capital (WC)


Modal kerja adalah modal yang diperlukan untuk memulai usaha sampai
mampu menarik keuntungan dari hasil penjualan dan memutar keuangannya.
Jangka waktu pengadaan biasanya antara 3 – 4 bulan, tergantung pada cepat
atau lambatnya hasil produksi yang diterima. Dalam pra rancangan pabrik
pembuatan sabun mandi ini jangka waktu pengadaan modal kerja diambil 3 bulan.
Modal kerja ini meliputi :

 Modal untuk biaya bahan baku proses dan utilitas


 Modal untuk kas
Kas merupakan cadangan yang digunakan untuk kelancaran operasi dan
jumlahnya tergantung pada jenis usaha. Alokasi kas meliputi gaji pegawai, biaya
administrasi umum dan pemasaran, pajak dan biaya lainnya.

13
 Modal untuk mulai beroperasi (Start-Up)
 Modal untuk piutang dagang
Piutang dagang adalah biaya yang harus dibayar sesuai dengan nilai penjualan
yang dikreditkan. Besarnya dihitung berdasarkan lamanya kredit dan nilai jual tiap
satuan produk. Dari hasil perhitungan pada Tabel 45 diperoleh Modal Kerja
sebesar 1.105.614.093.541,-

Total Modal Investasi = Modal Investasi Tetap + Modal Kerja


= Rp 70.374.392.333,- + Rp 1.105.614.093.541,-
= Rp 1.175.988.485.875,-
Modal ini berasal dari :
1. Modal Sendiri
Besarnya modal sendiri adalah 60 % dari total modal investasi, sehingga modal
sendiri adalah sebesar Rp 705.593.091.525,-
2. Pinjaman dari Bank
Besarnya modal sendiri adalah 40 % dari total modal investasi, sehingga pinjaman
dari bank adalah sebesar Rp 470.395.394.350,-

Biaya Produksi Total (BPT) / Total Cost (TC)

Biaya produksi total merupakan semua biaya yang digunakan selama pabrik
beroperasi. Biaya produksi total meliputi :

1 Biaya Tetap / Fixed Cost (FC)


Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi,
meliputi sebagai berikut :
a. Gaji Tetap Karyawan
b. Bunga Pinjaman Bank
c. Depresiasi
d. Biaya Perawatan Tetap
e. Biaya Tambahan
f. Biaya Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

14
g. Biaya Asuransi
h. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dari hasil perhitungan pada Lampiran 4 diperoleh Biaya Tetap (FC) sebesar Rp
78.314.527.975,-

2 Biaya Variabel / Variabel Cost (VC)


Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya tergantung pada jumlah produksi.
Biaya variabel meliputi sebagai berikut :
a. Biaya Bahan Baku Proses dan Utilitas
b. Biaya Variabel perawatan
c. Biaya Variabel pemasaran
d. Biaya variabel lainnya.

Dari hasil perhitungan pada Lampiran 4 diperoleh Biaya Variabel (VC) sebesar Rp
1.924.948.501.465,-

Total biaya produksi = Biaya tetap + Biaya variabel


= Rp 78.314.527.975,- + Rp 78.314.527.975,-
= Rp 2.003.263.029.440

Total Penjualan (Total Sales)


Hasil penjualan Sabun = 100.000 ton/tahun x US S 2.100 /ton x Rp. 11.723 =
2.461.830.000.000,-/tahun

Perkiraan Rugi/Laba Usaha

Dari hasil perhitungan pada Lampiran 4 diperoleh sebagai berikut :


Laba sebelum Pajak (Bruto) = Rp 458.566.970.560,-
Pajak Penghasilan (PPh) = Rp 114.641.742.640,-
Laba setelah Pajak (Netto) = Rp 483.064.240.443,-

15
Analisa Aspek Ekonomi

1 Profit Margin (PM)


Profit Margin atau net profit menunjukkan pada perhitungan profitabilitas
(dalam persen). Dihitung pada Lampiran 4 dari perbandingan antara
keuntungan sebelum pajak terhadap total penjualan.

Dari hasil perhitungan diperoleh profit margin sebesar 18.63 %. Maka Pra-
rancangan Pabrik sabun RBDPS ini memberikan keuntungan.

2 Break Even Point (BEP)


Break Even Point adalah keadaan kapasitas produksi pabrik saat hasil
penjualan hanya dapat menutupi biaya produksi. dalam keadaan ini pabrik
tidak untung dan tidak rugi.Dari hasil Perhitungan Lampiran 4 BEP adalah

= 15.04%
Kapasitas produksi pada titik BEP
= 15.04 % x 100.000 ton/tahun
= 15.040 ton/tahun
Nilai penjualan pada titik BEP
= 15.040 ton x $ 2.100/ton x Rp 11.723
= Rp. 370.259.232.000,-
Dari data feasibilities (Peters, dkk. 2004) diperoleh data sebagai berikut : .
feasible)
infeasible)
Dari perhitungan diperoleh BEP sebesar 15,04 %. Maka Pra-Rancangan
Pabrik ini layak.

16
Rupiah
x 1000000
2.500.000
ts

2.000.000

tc

1.500.000

Biaya tetap
1.000.000
Biaya Variabel

Biaya total
500.000
Total penjualan

0
0 15.04% Kapasitas
100,0

3 Return On Investment (ROI)


Return on Investment adalah besarnya persentase pengembalian modal tiap
tahun dari penghasilan bersih. Perhitungan dalam Lampiran 4 sebagai berikut
:

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui laju pengembalian modal investasi


total dalam pendirian pabrik. Kategori resiko pengembalian modal tersebut
adalah sebagai berikut :

17
ROI ≤ 15 %, resiko pengembalian modal rendah
-rata

Dari hasil perhitungan diperoleh ROI sebesar 28.37 % sehingga pabrik yang
akan didirikan ini termasuk resiko laju pengembalian modal rata-rata.

4 Pay Out Time (POT)


Pay Out Time adalah angka yang menunjukkan berapa lama waktu
pengembalian modal, dihitung pada lampiran 4 dengan membandingkan besar
total investasi dengan penghasilan bersih setiap tahun. Untuk itu, pabrik
dianggap beroperasi pada kapasitas setiap tahun.

Dari hasil perhitungan didapat bahwa seluruh modal investasi akan kembali
setelah 3,52 tahun operasi.

5 Return On Network (RON)


Return on Network merupakan perbandingan laba setelah pajak dengan
modal sendiri. Perhitungan yang ada pada Lampiran 4 sebagai berikut :

Nilai RON yang didapatkan dari perhitungan ialah 47,28%

18
KESIMPULAN

Hasil analisa perhitungan pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Sabun


Mandi dari RBDPS dengan kapasitas produksi 100.000 ton/tahun diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1. Pabrik didirikan di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan


dengan luas area 10.000 m2.
2. Pabrik ini direncanakan beroperasi selama 300 hari per tahun dan 24 jam
sehari.
3. Bentuk badan usaha yang direncanakan adalah perseroan terbatas (PT) dan
bentuk struktur organisasi yang direncanakan adalah garis dan staff dengan
jumlah karyawan sebanyak 163 orang.
4. Analisa Ekonomi yang diperoleh pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan
Sabun Mandi dari RBDPS adalah sebagai berikut:
a. Modal investasi = Rp 70.374.392.333
b. Biaya produksi = Rp 2.003.263.029.440
c. Laba bersih = Rp 483.064.240.443
d. Profit Margin = 18,63%
e. Break Even Point (BEP) = 15,04%
f. Return On Investment (ROI) = 28,37%
g. Pay Out Time (POT) = 3,57 tahun
h. Return On Network (RON) = 47,28%

5. Dari hasil analisa ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Sabun
Mandi dari RBDPS ini layak untuk didirikan.

Modal investasi = Rp. 1.065.871.965.655,-

a. Biaya produksi = Rp. 1.677.009.346.076,-


b. Laba bersih = Rp. 527.242.990.443,-
c. Profit Margin = 27,76%
d. Break Even Point (BEP) = 9,97%
e. Return On Investment (ROI) = 45,96%
f. Pay Out Time (POT) = 2,18 tahun
g. Return On Network (RON) = 76,60%

6. Dari hasil analisa ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Sabun
Mandi dari RBDPS ini layak untuk didirikan.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. “Valuta Asing”. Harian Analisa, 29 Mei 2009

Asosiasi Asuransi Jiwa Indoneisa, AAJI. 2006.

Bapedal. 2006. “Laporan Akhir Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan”.


SUMUT.

Biro Pusat Statistik, Tahun 2009-2013.

Brownell, LE and Young E.H. 1959. “Process Equipment Design”. Wiley Eastern Ltd :
New Delhi.

Dirjen POM Depkes RI. 2005. “Farmakope Indonesia”. Departemen Kesehatan :


Jakarta.

Foust, A.S., L.A. Wenzel, C.W. Clump, L. Mais & L.B. Anderson.1980. “Principles of
Unit Operation”. 2nd Edition. Wiley : New York, USA.

Geankoplis, C.J. 1983. Transport Processes and Unit Operation”. 2nd Edition. Allyn
and Bacon Inc : New York, USA.

Hasil Penelitian di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, USU Tahun 1999.

Kirk, R.E. Othmer, D.F, 1949. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology.


John Wiley and Sons Inc. New York.

Kern, D.Q. 1965. “Process Heat Transfer”. International Edition McGraw Hill Book
Company : New York : USA.

20

Anda mungkin juga menyukai