Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN
GAGAL NAFAS
Disusun Oleh :
ALIYAH
NPM. 201991068
Kelompok Carpenito
Dosen Pembimbing :
Ns. Hasim Kadri, M. Kes
A. DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam
mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah.
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan
yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida,
sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri),
dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan
pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan
kondisi di mana kadar oksigen yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat
rendah. Sementara itu, untuk bekerja dengan baik, organ tubuh seperti jantung
dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu, gagal napas
juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada
kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di
paru-paru (alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas
dalam proses pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim
oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan menyingkirkan karbon
dioksida dari darah ketika mengembuskan napas. Gagal napas juga dapat
disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun kegagalan
otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner &
Sudarth, 2010).
B. Klasifikasi
1. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
2. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
emfisema dan penyakit paru hitam.
C. Etiologi
1. Kelainan di luar paru-paru
a. Penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma atau infark selebral
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
b. Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalis servikalis
2) Sindroma guilainbare
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
c. Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi leura
4) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) Obesitas: sindrom Pickwick
2. Kelainan Intrinsic Paru-Paru
a. Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma, Status asmatikus
3) Fibrosis kistik
b. Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu
barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
5) Kardiogenik
6) Nonkardiogenik (ARDS)
7) Atelektasis
8) Pneumoni yang terkonsolidasi
c. Kelainan Vaskuler Paru-Paru
Emboli paru-paru
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
1. Gagal nafas total
2. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
3. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
4. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
5. Gagal nafas parsial
6. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing
7. Ada retraksi dada
8. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
9. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
E. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan”
menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran
ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus
pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
F. Komplikasi
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator
(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya
kurang dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat,
PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
b. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia
jaringan, polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
c. Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi
komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
d. Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark
miokard akut.
2. Radiologi:
a. Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab
gagal nafas seperti atelektasis dan pneumoni.
b. EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
c. Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume
tidal < 500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit
(Ve) menurun (Lewis, 2011).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan
memperbaiki PaO2, sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi
jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi.
Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian
O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan
kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi,
infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
2. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik.
Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki
ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang
dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme
dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
3. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme,
sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
4. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid
Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika
terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid
mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan
4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas
akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid,
Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan
diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
5. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan
volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
6. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian
mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi
dada dan latihan batuk yang efektif.
7. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
8. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
9. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan
disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pemeriksaan Primer
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Pemeriksaan fisik
a. System pernafasaan
Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan
tertinggal
Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
b. System Kardiovaskuler
Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
trauma
Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradok
c. System neurologis
Inpeksi : gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak.
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale
Pemeriksaan sekunder
1. Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.
Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau
tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat,
tidak teratus (disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung,
irama jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis,
kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3. Eliminasi
Tanda : bunyi usus menurun.
4. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9. Pernafasan:
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan
atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10. Interaksi sosial
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah
terus-menerus, takut ), menarik diri.(Doengoes, E. Marylinn. 2000)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
dan ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sianosis
perifer.
5. Ansietas
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
tidak efektif 1. Respiratory status : Airway suction
berhubungan dengan Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral /
sumbatan jalan nafas tracheal suctioning
2. Respiratory status : Airway
dan ventilasi sekunder
patency 2. Auskultasi suara nafas
terhadap retensi lendir.
sebelum dan sesudah
3. Aspiration Control
suctioning.
Kriteria Hasil :
3. Informasikan pada klien
1. Mendemonstrasikan batuk
dan keluarga tentang
efektif dan suara nafas
suctioning
yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu 4. Minta klien nafas dalam
(mampu mengeluarkan sebelum suction
sputum, mampu bernafas dilakukan.
dengan mudah, tidak ada
5. Berikan O2 dengan
pursed lips)
menggunakan nasal untuk
2. Menunjukkan jalan nafas memfasilitasi suksion
yang paten (klien tidak nasotrakeal
merasa tercekik, irama
6. Gunakan alat yang steril
nafas, frekuensi pernafasan
sitiap melakukan tindakan
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas 7. Anjurkan pasien untuk
abnormal) istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan
3. Mampu
dari nasotrakeal
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang 8. Monitor status oksigen
dapat menghambat jalan pasien
nafas
9. Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
Airway Management
1. Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
3. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
9. Berikan bronkodilator
bila perlu
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama