Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air
Air merupakan salah satu dari tiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air, dan
atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya berupa daratan (dilihat dari
permukaan bumi). Udara mengandung zat cair (uap air) sebanyak 15% dari tekanan atmosfer
(Gabriel, 2001). Air adalah sumber daya alam yang sangat vital, yang mutlak diperlukan bagi
hidup dan kehidupan manusia. Dari waktu ke waktu ke tingkat pemanfaatan air semakin
bertambah. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya air ini bukan hanya disebabkan oleh
tingginya kebutuhan akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi tapi juga beragamnya jenis
pemanfaatan sumber daya air. Sementara, air yang tersedia di alam yang secara potensial dapat
dimanfaatkan manusia tetap tidak bertambah jumlahnya (Sirojuzilam, dan Mahalli, 2008).
Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia karena diperlukan antara lain untuk Rumah
tangga, Industri dan Pertanian dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
harus diperhatikan kualitas dan kuantitas. Kualitas air mudah diperoleh karena adanya siklus
hidrologi yaitu siklus alamiah yang memungkinkan tersedianya air permukaan dan air laut.
Namun pertumbuhan penduduk dan kegiatan manusia jelas menyebabkan pencemaran air
sehingga kualitas sulit diperoleh (Sutrisno dan Suciati, 1987).
Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak diperhatikan, maka
air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mendapatkan
air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air
sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah
dari kegiatan Rumah tangga, limbah dari kegiatan Industri dan kegiatan-kegiatan lainnya
(Wardhana, 1999).

2.2. Sumber Air


Sumber air dapat berasal dari air permukaan yaitu air Sungai dan Danau. Air tanah yang
dilihat berdasarkan kedalamannya dapat disebut dengan air tanah dangkal. Air angkasa adalah
air yang berasal dari Atmosfer, misalnya hujan dan salju. Kualitas berbagai sumber air
berbeda-beda tergantung dengan kondisi alam serta kegiatan manusia yang ada disekelilingnya.
Air tanah dangkal serta permukaan dapat berkualitas baik bila tanah sekitarnya tidak tercemar,
oleh karena itu air permukaan dan air tanah dangkal sangat bervariasi. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Sumber air dibagi menjadi 4 kelompok, yakni air
permukaan, air tanah, air hujan dan mata air.
a. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku air
minum, antara lain:
1. Air Waduk (berasal dari air hujan)
2. Air Sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
3. Air Danau (berasal dari air hujan, mata air dan atau air sungai)
Air permukaan merupakan air hujan yang mengalir di atas permukaan bumi. Selama
pengalirannya, air permukaan mendapat pengotoran dari lumpur, batang-batang kayu, daun-
daun, dan sebagainya.
b. Air Tanah
Air tanah adalah air yang keberadaannya di bawah permukaan air tanah. Air tanah adalah
sumber air yang utama tapi bukan satu-satunya untuk sumber air minum. Kelayakan air
tanah ini menjadi masalah utama. Air tanah adalah air yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan. Mata air yang bersumber dari tanah dalam tidak dipengaruhi dan kualitas dan
kuantitasnya sama dengan keadaan air di dalam tanah. Air tanah yang berada di dalam tanah
harus digali atau dibor untuk mendapatkan nya agar air keluar ke permukaan tanah. Pada
umumnya, air tanah yang berasal dari air hujan yang melalui proses infiltrasi secara
langsung atau tidak langsung dari air Sungai, Danau, Rawa, dan genangan air lainnya.

c. Air Hujan
Terjadinya air hujan di karenakan proses penguapan, terutama air pemukaan Laut yang naik
ke atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi. Selama proses
penguapan tersebut berlangsung, misalnya saat butiran hujan jatuh ke permukaan bumi
sebagian butiran hujan lainnya akan menguap sebelum sampai di permukaan bumi.
Sebagian lainnya akan tertahan pada tumbuhan dan oleh matahari akan diuapkan kembali ke
atmosfer. Air hujan yang sampai di bumi akan mengisi cekungan kubangan di permukaan
bumi dan sebagian akan mengalir dipermukaan bumi.
2.3. Air Sungai

Air Sungai merupakan air permukaan yang banyak digunakan oleh masyarakat.
Umumnya, air sungai masih digunakan untuk mencuci, mandi, sumber air minum, dan juga
pengairan sawah. Sungai banyak digunakan untuk keperluan manusia seperti tempat
penampungan air, sarana transportasi, pengairan sawah, keperluan peternakan, keperluan
industri, perumahan, daerah tangkapan air, pengendali banjir, ketersediaan air, irigasi,
tempat memelihara ikan, dan sebagai tempat rekreasi (Hendrawan, 2005).
Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai
fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Fungsi sungai yaitu sebagai
sumber air minum, sarana transportasi, sumber irigasi, perikanan dan lain sebagainya.
Aktivitas manusia inilah yang menyebabkan sungai menjadi rentan terhadap pencemaran
air. Begitu pula pertumbuhan industri dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
(Soemarwoto, 2003).
Sungai memiliki tiga bagian kondisi lingkungan yaitu Hulu, Hilir dan Muara Sungai.
Ketiga kondisi tersebut memiliki perbedaan kualitas air, yaitu:
1. Pada bagian Hulu, kualitas airnya lebih baik, yaitu lebih jernih, mempunyai variasi
kandungan senyawa kimiawi lebih rendah, kandungan biologis lebih rendah.
2. Pada bagian Hilir mempunyai potensial tercemar jauh lebih besar sehingga kandungan
kimiawi dan biologis lebih bervariasi dan cukup tinggi. Pada umumnya diperlukan
pengolahan secara lengkap.
3. Muara Sungai letaknya hampir mencapai laut atau pertemuan sungai-sungai lain, arus air
sangat lambat dengan volume yang lebih besar, banyak mengandung bahan terlarut.
lumpur dari Hilir membentuk Delta dan warna air sangat keruh.

2.4. Pencemaran Air


Pengertian pencemaran berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1998, adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi dan komponen lain ke dalam air dan udara atau berubahnya tatanan atau
komposisi air dan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara dan air
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya (Kristanto, 2002).
Pencemaran air adalah adanya suatu penyimpangan dari sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam
bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun di
daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari
pencemaran. Air hujan yang turun diatasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, seperti
Karbon dioksida, Oksigen dan Nitrogen serta bahan-bahan tersuspensi lainnya seperti debu dan
pratikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfer (Kristanto, 2002). Meskipun
rumus kimia air murni di Lingkungan Laboratorium adalah H2O namun kenyataannya di alam,
rumus tersebut seolah-olah berubah menjadi H2O + X dalam hal ini, X merupakan komponen-
komponen yang masuk atau di masukkan ke dalam badan air sehingga menyebabkan perairan
menurun kualitasnya.

2.4.1. Sumber-sumber pencemaran air dikelompokkan menjadi 7, yaitu (Wardhana, 1999):

1. Pencemaran Mikroorganisme dalam Air


Berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti bakteri, virus,
protozoa, dan parasit sering mencemari air. Kuman yang masuk kedalam air tersebut
berasal dari buangan limbah rumah tangga maupun buangan dari Industri, Peternakan,
Rumah sakit, Tanah Pertanian, dan sebagainya.
2. Pencemaran Air oleh Bahan Inorganik Nutrisi Tanaman
Penggunaan pupuk Nitrogen dan Fosfat dalam bidang pertanian telah dilakukan sejak
lama secara meluas. Pupuk kimia ini dapat menghasilkanproduksi tanaman pangan yang
tinggi sehingga digunakan petani. Tetapi di lain pihak, Nitrat dan Fosfat dapat
mencemari sungai, Danau dan Lautan. Sebetulnya sumber pencemaran nitrat ini tidak
hanya berasal dari pupuk pertanian saja, karena di udara atmosfer bumi mengandung
78% gas Nitrogen. Pada waktu hujan dan terjadi kilat dan petir, di udara akan terbentuk
Ammonia dan Nitrogen ( NH 4, NO 3 ¿dan terbawa air hujan menuju permukaan tanah.
Nitrogen akan bersenyawa dengan komponen yang kompleks lainnya.
3. Limbah Organik Menyebabkan Kurangnya Oksigen Terlarut
Penyebab utama berkurangnya kadar Oksigen dalam air ialah limbah organik yang
terbuang dalam air. Limbah organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi oleh
bakteri aerob (menggunakan Oksigen dalam air) sehingga lama kelamaan Oksigen yang
terlarut dalam air akan sangat berkurang.
4. Pencemaran Bahan Kimia Inorganik
Bahan kimia inorganik seperti asam, garam, dan bahan toksik logam seperti Pb, Cd, Hg
dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan air tidak enak untuk diminum. Di samping
dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti ikan dan organisme lainnya,
pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan produksi tanaman pangan dan
merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena bersifat korosif).

5. Pencemaran Bahan Kimia Organik


Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih, deterjen dan
masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan oleh manusia dapat
menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme lainnya.
6. Sedimen dan Bahan Tersuspensi
Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan kimia
inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut
menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Partikel yang tersuspensi menyebabkan
kekeruhan dalam air sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya
memperoleh makanan mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis. pakan ikan
menjadi tertutup lumpur maka insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen dan akan
mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam.
7. Meningkatnya Radioaktivitas Air Lingkungan
Zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak
ditangani dengan benar maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang
membuang bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Secara nasional sudah ada peraturan
perundangan yang mengatur masalah bahan sisa (limbah) radioaktif. Mengenai hal ini
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan peraturan
perundangan tersebut. Pembakaran batubara adalah salah satu sumber yang dapat
menaikkan radioaktivitas lingkungan.

2.4.2. Indikator Pencemaran Air


Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia
karena diperlukan terus-menerus dalam kegiatan sehari-harinya untuk bertahan hidup. Oleh
karena itu, manusia memerlukan sumber air bersih yang diperoleh dari air tanah dan air
permukaan. Namun tidak semua air baku dapat digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan air minum, hanya air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum yang
dapat digunakan untuk air minum (Meidhitasari, 2007). Pemantauan terhadap kualitas air
minum merupakan salah satu hal penting yang menjadi sasaran untuk memenuhi kesehatan
di suatu negara (Ince dan Howard, 1999).
Menurut Wardhana (1999), indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan tanda yang dapat diamati melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya perubahan suhu air
2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi hidrogen
3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air
4. Timbulnya endapan, koloidal, dan bahan terlarut
5. Adanya mikroorganisme
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
Pencemaran air dapat menjadi masalah regional maupun lingkungan global dan sangat
berhubungan dengan udara serta penggunaan lahan tanah dan daratan. Pada saat udara yang
tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar. Beberapa jenis
bahan kimia untuk pupuk dan pestisida pada lahan pertanian akan terbawa air ke daerah
sekitarnya sehingga mencemari air pada permukaan lokasi yang bersangkutan. Pengolahan
tanah yang kurang baik dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan
endapan. Banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air, yang akhirnya bermuara ke
lautan yang menyebabkan pencemaran pantai dan air laut sekitarnya (Darmono, 2001).

2.4.3. Dampak Pencemaran Air


Menurut Gabriel (2001), akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air adalah sebagai
berikut:
1. Terganggunya kehidupan organisme
2. Pendangkalan dasar perairan
3. Punahnya biota air seperti ikan
4. Menjalannya wabah penyakit seperti muntaber
5. Banjir akibat tersumbatnya saluran air
Air yang sudah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia.
Berdasarkan garis besarnya pencemaran air dapat mengakibatkan dua hal yaitu sebagai
berikut (Wardhana, 1999):
1. Air menjadi penyebab penyakit
Air lingkungan yang kotor karena tercemar oleh berbagai macam komponen dan dapat
menimbulkan kerugian yang lebih jauh lagi yaitu kematian. Kematian dapat terjadi akibat
pencemaran yang terlalu parah sehingga air menjadi penyebab berbagai macam penyakit.
2. Air menjadi tidak bermanfaat lagi
Air yang sudah tercemar tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk berbagai keperluan seperti
keperluan rumah tangga, keperluan industri, dan untuk keperluan pertanian. Hal ini
dikarenakan air tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan. Tentu saja
hal ini menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat.
Menurut Sugiharto (1987), dampak atau efek yang ditimbulkan dari limbah adalah
sebagai berikut:

1. Gangguan terhadap benda


Air limbah yang mengandung gas CO2 akan mempercepat proses terbentuknya karat
pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan. Kadar pH limbah yang terlalu rendah
atau tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada benda yang dilaluinya. Lemak pada air
limbah akan menyebabkan terjadinya penyumbatan dan membocorkan saluran air
limbah. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan material karena biaya perawatan
yang semakin besar.
2. Gangguan terhadap kehidupan biotik
Banyak zat yang terkandung di dalam air limbah menyebabkan kadar Oksigen terlarut
dalam air menurun sehingga kehidupan di dalam air yang membutuhkan Oksigen akan
terganggu. Konsentrasi limbah yang tinggi juga dapat menyebabkan kematian organisme
air. Kematian bakteri akan menyebabkan penjernihan air limbah menjadi terlambat dan
sukar diuraikan.
3. Gangguan terhadap kesehatan
Air limbah sangat berbahaya bagi manusia karena terdapat banyak bakteri patogen dan
dapat menjadi media penular penyakit. Selain itu air limbah juga dapat mengandung
bahan beracun, penyebab iritasi, bau, suhu yang tinggi serta bahan yang mudah terbakar.
4. Gangguan terhadap keindahan
Limbah yang mengandung ampas, lemak, dan minyak akan menimbulkan bau, wilayah
sekitar akan licin oleh minyak, tumpukan ampas yang mengganggu, dan gangguan
pemandangan.

2.5. Biochemical Oxygen Demand (BOD)


BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah Oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Kadar BOD merupakan
salah satu parameter yang dapat dijadikan tolak ukur beban pencemaran suatu perairan.
Pemeriksaan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran karena dapat menentukan
beban pencemaran akibat air buangan dan mendesain sistem pembuangan secara biologis bagi
air tercemar (Agnes, 2005).
Berkurangnya Oksigen selama oksidasi ini sebenarnya selain digunakan untuk oksidasi
bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme.
Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik
yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi
Oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin banyak Oksigen
yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya
(Kristanto, 2002).
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan
Oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk
menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi
tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai
simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami
inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C – 27°C diukur lagi DO air
tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi Oksigen untuk proses
biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia
akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai (Raud, Tenno et al. 2012)
Untuk proses oksidasi biokimiawi sempurna zat-zat organik dalam sampel air menurut konvensi
dibutuhkan waktu selama 20 hari. Hal tersebut tentu tidak praktis untuk kebutuhan lapangan,
sehingga yang banyak digunakan adalah tes BOD(5). Hasil uji BOD(5) merupakan estimasi
kebutuhan Oksigen alami, karena lingkungan laboratorium tidak dapat mereproduksi kondisi
alami sebenarnya seperti suhu, sinar matahari, populasi biologis dan pergerakkan air (Cossu, Lai
et al. 2012).
Terdapat dua metode yang dilakukan dalam penentuan kadar Oksigen terlarut, yaitu
sebagai berikut:
1. Metode titrasi dengan cara winkler
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodide azide, adalah penetapan BOD
yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar Oksigen terlarut dalam sampel yang
disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, kemudian
diukur Oksigen terlarutnya. Botol yang tersisa diukur Oksigen terlarutnya pada hari ke nol
dengan menambahkan 1 mL MnSO4 ditambahkan 1 mL reagen alkali iodida azida dan ditambah
1 mL H2SO4 pekat. Setelah itu ditambah 3 tetes amilum dan dititrasi dengan larutan natrium
thiosulfate (Alaerts dan Santika, 1984). Selanjutnya dilakukan perhitungan BOD dan penurunan
BOD atau BOD(5).
Prinsip metode winkler adalah Oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang
ditambahkan ke dalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO 2.
Penambahan Asam Sulfat dan Kalium Iodida menyebabkan dibebaskannya iodin yang ekuivalen
dengan Oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisis dengan metode
titrasi iodometri dengan larutan standar tiosulfat dan indikator kanji (Muhajir, 2013).
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui penganalisaan Oksigen
terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih analitis, teliti dan akurat apabila
dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah
penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan penambahan indikator amilum
nya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan Oksigen terlarut yang lebih akurat.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis Oksigen terlarut (DO) adalah dimana
dengan cara Winkler penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik
akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar
bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal
ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri
yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I 2, oksidasi udara dan
adsorpsi I2 oleh endapan.

2. Metode elektrokimia dengan alat DO meter


Metode Elektrokimia adalah menggunakan peralatan DO Meter. Untuk menganalisa kadar
BOD dengan alat ini adalah dengan menganalisa kadar DO hari 0 dan selanjutnya menganalisa
kadar DO hari ke 5. Selanjutnya kadar BOD dapat dianalisa dengan mengurangkan selisih
keduanya. Cara penentuan Oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan Oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan
probe Oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada
alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb).
Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable
terhadap Oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah:
Katoda : O2 + 2H2O + 4e  4 HO−¿ ¿
Anoda : Pb + 2 HO−¿ ¿  PbO + H2O + 2e
Cara penentuan Oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia tidak lebih akurat
dibandingkan metode winkler disebabkan alat ini tidak dapat mendeteksi keseluruhan nilai
Oksigen terlarut dengan baik. Namun kelebihan metode ini adalah alat ini mudah digunakan dan
hasil yang diperoleh relatif cepat.
Sensor BOD secara elektrokimia merupakan metode yang menjanjikan karena waktu
pengukuran lebih singkat. Selain itu metode elektrokimia mempunyai beberapa keuntungan yang
relatif lebih unggul dibanding metode lain, yaitu kompatibilitas secara lingkungan, versatilitas,
efisiensi energi, aman, selektivitas, otomatisasi, dan efektivitas harga. Material elektroda
merupakan kunci utama keberhasilan sensor. Material ini harus mempunyai sifat:
(1) Stabil secara kimia atau fisika
(2) Kapasitas oksidasinya besar
(3) Konduktif
(4) Overpotensial Oksigen tinggi untuk sistem dalam air.
Jenis material yang mempunyai sifat di atas adalah Platina (Pt), Emas (Au), dan Karbon
yang sangat sesuai untuk sensor. Elektroda kerja yang telah digunakan untuk pengukuran BOD
adalah Platina (Karube, Matsunaga et al. 2009), MnO2 (Wu, Liu et al. 2009), Graphite (Oota,
Hatae et al. 2010), serta glassy carbon (Liu, Zhang et al. 2012). Elektroda emas dikembangkan
sebagai sensor Oksigen untuk pengukuran BOD menggunakan khamir lokal Rhodotorula
mucilaginosa sebagai biosensor. Imobilisasi khamir akan dilakukan dengan media agarose.

2.6. Chemical Oxygen Demand (COD)


COD atau kebutuhan Oksigen kimia adalah jumlah Oksigen yang diperlukan agar limbah
organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan
teroksidasi oleh kalium dikromat (K2Cr2O4) sebagai sumber Oksigen menjadi gas CO2 dan H2O
serta sejumlah ion Krom. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan
organik. Kadar COD dalam limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan
organik yang terdapat dalam air limbah, konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu
dapat direduksi dengan metode pengolahan yang konversional.

Metode Analisa COD KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand
= COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai
mg O2 untuk tiap 1000 mL contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam
contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan
yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen Oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri
sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr (3+) kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900
mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai
KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai
KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr 2O7(2-) pada
panjang gelombang 420 nm.

2.7. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh
saringan dengan ukuran partikel maksimal atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Bagian
yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan
jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan
kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis
dan visibilitas di perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS (Sutrisno
dan Suciastuti, 1991). Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan
cahaya, sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel.
Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat
perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi (Sugiharto, 1987). Penentuan zat
padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik,
dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1997).

2.8. Total Dissolve Solid (TDS)


TDS mengandung berbagai zat terlarut (baik itu zat organik, anorganik, stsu material
lainnya) dengan diameter < 10-3 µm yang terdapat pada sebuah larutan yang terlarut dalam air
(Mukhtasor, 2007). Ion yang paling umum adalah Kalsium, Fosfat, Nitrat, Natrium, Kalium,
Magnesium, Bikarbonat, Karbonat dan Klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion,
molekul atau aglomerasi dari ribuan molekul. Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah
limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Perubahan dalam konsentrasi TDS
dapat berbahaya karena akan menyebabkan perubahan salinitas, perubahan komposisi ion-ion,
dan toksisitas masing-masing ion. Perubahan salinitas dapat menganggu keseimbangan biota air,
biodiversitas, menimbulkan spesies yang kurang toleran, dan menyebabkan toksisitas yang tinggi
pada tahapan hidup suatu organisme (Weber-Scannel and Duffy, 2007).

2.9. Fosfat
Penentuan kadar Fosfat dilakukan dengan metode secara Fotometri menggunakan
Photometer Lavibond MD 600 . pada kisaran kadar 0,0 mg P/L sampai dengan 1,0 mg
P/L. Prinsip dari metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa kompleks
fosfomolibdat yang berwarna biru. Kompleks tersebut selanjutnya direduksi dengan asam
askorbat membentuk warna biru kompleks Molybdenum. Intensitas warna yang
dihasilkan sebanding dengan konsentrasi fosfor. Warna biru yang timbul diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 700nm-880 nm.
2.10. pH
pH merupakan derajat keasaman. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 04 Tahun 2010 baku mutu untuk sungai adalah memiliki pH netral bekisar antara
6,5 – 8,5. Menurut Kristanto (2002) derajat keasaman (pH) sangat erat hubungannya dengan
kandungan logam berat yang terdapat di dalam sungai semakin banyak bahan pencemar
(kandungan logam berat) yang berada di dalam sungai maka akan mengakibatkan rendahnya
nilai derajat keasaman (pH) yang membuat kesadahan air yang bersifat asam, air yang
digolongkan asam karena bersifat bikarbonat dalam air. Derajat keasaman (pH) suatu perairan
juga dipengaruhi oleh faktor alami dan manusia.

2.11. Baku Mutu Pencemaran Air


Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air, mutu air merupakan suatu kondisi kualitas air yang
dapat diukur diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan, baku mutu air merupakan ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air (UU RI No. 32 tahun 2009). Untuk menjaga kualitas air,
maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan dibuang ke perairan umum atau
sungai harus memenuhi standar baku mutu atau kriteria mutu air sungai yang akan menjadi
tempat pembuangan limbah cair tersebut, sehingga dapat meminimalisir kerusakan air atau
pencemaran air sungai (Yuliastuti, 2011).
Menurut PPRI No. 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat)
kelas :
1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai