Anda di halaman 1dari 24

BAB 2 PEMILIHAN BENTUK

USAHA
Pendahuluan
Pemilihan berasal dari kata pilih yang merupakan kata kerja. Pilih memiliki arti
memandang (mempertimbangkan). Jika dimasukkan kedalam kata pilih bulu berarti
memandang (mempertimbangkan) bangsa atau keturunan dalam memilih dan
sebagainya, kalimat lain yaitu pilih kasih yang berarti memihak; berat sebelah. Jika
ditambah awalan pe- dan akhiran –an maka menjadi kata pemilihan yang termasuk
kedalam kata benda. Arti dari pemilihan adalah proses, cara, perbuatan memilih.
Contoh kalimat adalah pemilihan pengurus RT diadakan dua tahun sekali.
Pada dasarnya perencanaan pajak adalah pemilihan yang dilakukan oleh wajib
pajak agar pembayaran pajak menjadi lebih efisien. Pemilihan yang dilakukan
diwajibkan masih dalam koridor peraturan perpajakan sehingga tidak melanggar dan
merugikan negara. Oleh karena itu pemahaman terhadap peraturan perpajakan mutlak
dimiliki oleh pihak yang akan melakukan perencanaan pajak.
Pengertian secara bahasa ‘bentuk’ memiliki beberapa arti yaitu,
1. Lengkung; lentur
2. Bangun; gambaran
3. Rupa; wujud
4. Sistem; sususan (pemerintah, perserikatan dan sebagainya)
5. Wujud yang ditampilkan (tampak)
6. Acuan atau susunan kalimat
7. Kata penggolong bagi benda yang berkeluk (cincin, gelang dan sebagainya)
Sedangkan pengertian usaha yaitu,
1. Kegiatan dengan mengerakan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu
maksud, pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai
sesuatu
2. Kegiatan dibidang perdagangan (dengan maksud mencari untung); perdagangan;
perusahaan
Dari dua pengertian diatas maka pengertian bentuk usaha yaitu suatu
perserikatan (perkumpulan) yang dibuat untuk mencapai tujuan dari bentuk usaha
tersebut. Tujuan ditetapkan oleh bentuk usaha dan nantinya akan dicapai dengan
strategi-strategi tertentu.
Dalam perpajakan bentuk usaha dapat dimiliki oleh perseorangan maupun
badan. Bentuk usaha perseorangan adalah bentuk usaha yang didirikan oleh
seseorang tanpa melibatkan partner dalam merealisasikan kegiatan usahanya.
Sedangkan bentuk usaha badan adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh lebih
dari satu orang yang mempunyai tujuan sama, dengan disaksikan oleh notaris atau
lembaga terkait.

Macam-Macam Bentuk Usaha


Adapun bentuk usaha yang diakui dalam peraturan perpajakan di Indonesia
dibagi menjadi tiga yaitu,
1. Perseorangan
Bentuk usaha perseorangan dibagi menjadi perusahaan perseorangan dan
pengusaha perseorangan. Perusahaan perseorangan adalah suatu perusahaan
yang dimiliki oleh pemilik tunggal untuk mencapai tujuan perusahaannya
sedangkan pengusaha perseorangan adalah pemilik atau penguasa dari suatu
perusahaan perseorangan. Perusahaan perseorangan tidak membutuhkan rekan
lain dalam melakukan kegiatannya.
2. Badan Usaha
Menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 yang terakhir kali diubah
dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseoran terbatas, perseoran
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dari definisi diatas maka badan usaha
memiliki bentuk
1) Perseroan Terbatas
Kata “Perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau
organisasi usaha. Sedangkan “Perseroan Terbatas” adalah salah satu
bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dikenal dalam sistem
hukum dagang Indonesia. Adapun pengertiannya Perseroan Terbatas (PT)
atau dalam bahasa Belanda Naamioze Vennootschap adalah suatu badan
hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal berbentuk saham-
saham dimana pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.
2) Perseroan Komanditer atau Perseroan lainnya
Persekutuan Komanditer (CV/Commanditaire Vennootschap) adalah badan
usaha bukan badan hukum yang mempunyai satu atau lebih Sekutu
Komplementer yang masing-masing bentuk bertindak untuk dan atas nama
bersama semua sekutu serta bertanggung jawab terhadap pihak ketiga
secara tanggung jawab renteng, dan satu atau lebih Sekutu Komanditer yang
tidak boleh bertindak atas nama bersama semua sekutu dan tidak
bertanggung jawab terhadap pihak ketiga melebihi pemasukannya.
3) Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruhnya
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
4) Badan Usaha Milik Daerah
Badan Uasaha Milid Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.
5) Firma atau Kongsi
Firma adlaah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk menjalankan suatu
perusahaan dibawah satu nama bersama.
6) Organisasi sosial politik
Organisasi sosial politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok wrarga negara Indonesia secara sukarela atas
dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
7) Lembaga baik yang bertujuan profit ataupun non profit
Tabel Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Badan
Bentuk
Usaha PPh PPh PPh PPh PPh Bea PPh
Badan 21/26 22 23 24 25/29 PPN PPnBM Materai Final PBB BPHTB
Perseroan
Terbatas
Perseoran
Komanditer
Badan
Usaha
Milik
Negara
Badan
Usaha
Milik
Daerah
Firma atau
Kongsi
Organisasi
Sosial
Politik
Lembaga
profit atau
non profit
Catatan: Lengkapi data diatas dengan menuliskan ceklis (v) sesuai jenis kewajiban
perpajakannya

3. Badan Usaha Tetap


Badan Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang didirikan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau bertempat tinggal di
Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan, atau badan usaha yang tidak
didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa,
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirkan dan tidka
bertempat kedudukan menerima premi asuransi atau menanggung resiiko di
Indonesia; dan
16. Komputer, agen elektronik, atau peraltan otomatis yang dimiliki, disewa atau
digunakan oleh penyelenggaran transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.

Pemilihan Bentuk Usaha


Dalam pemilihan bentuk usaha wajib pajak akan memilih antara dua pilihan yaitu
perseorangan dan badan usaha. Dibawah ini akan dijelaskan pertimbangan-
pertimbangan dalam pemilihan bentuk usaha
Kelebihan dan Kekurangan
Dalam pemilihan bentuk usaha baik itu bentuknya adalah perseorangan ataupun
badan memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah perbandingan kekurangan
dan kelebihan.
Tabel Kelebihan dan Kekurangan Perusahaan Perseorangan
No Kelebihan Kekurangan
Mudah dan murah dalam proses Keterbatasan dalam mendapatkan
1
pembentukannya modal
Dapat dijalankan meskipun dengan Tanggung jawab pemilik tidak terbatas
2
modal yang kecil termasuk dalam masalah hutang
Pemilik perusahaan mengendalikan
secara langsung perusahaannya,
Kelangsungan hidup perusahaan relatif
3 yang dengan demikian
lebih singkat
memungkinkan pengusaha untuk
bertindak lebih cepat
Tidak terlalu dipengaruhi oleh
4 Sulit berkembang
peraturan pemerintah
Pemilik menerima semua
Administrasi yang dikelola kurang baik
5 keuntungan dan menanggung
dan tidak memenuhi
semua kerugian usaha
Bebas dari pajak penghasilam
6 apabila penghasilannya masih Kesulitan dalam manajemen
dibawah PTKP

Tabel Kelebihan dan Kekurangan Badan Usaha


No Kelebihan Kekurangan
1 Modal yang dimiliki lebih besar Pendiriannya lebih sulit
Badan merupakan wajib pajak sehingga
2 Kemampuan manajemen besar
dikenakan pajak
Biaya pembentukan perusahaan relatif
3 Tanggung jawab terbatas
tinggi
Tidak memiliki kerahasiaan yang tinggi
4 Mudah memindahkan hak milik
dalam hal keuangan dan yang lainnya
Kelangsungan hidup perusahaan lebih
5
terjamin

Dalam pemilihan bentuk usaha didalamnya terdapat kekurangan dan kelebihan


yang dipertimbangkan sesuai dengan tujuan. Suatu bisnis tujuan utamanya adalah
mencapai laba sehingga bentuk usaha yang paling selaras yaitu badan usaha. Namun
ada hal yang perlu diperhatikan pada saat pemilihan bentuk badan usaha yaitu dalam
hal perpajakannya. Pembahasan berikutnya akan dibahas mengenai bagaima
perlakukan perpajakannya dan mana yang lebih menguntungkan.

Kewajiban Wajib Pajak


Jika ditinjau dari kewajiban wajib pajak baik itu untuk bentuk usaha
perseorangan (wajib pajak orang pribadi) maupun badan (wajib pajak badan) tidak
memiliki perbedaan. Berikut adalah kewajiban wajib pajak,
1. Mendaftarkan diri: Baik perseorangan maupun badan diwajibkan memiliki
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Khusus untuk badan yang telah
memenuhi persyaratan tertentu wajib dikukuhkan menjadi PKP (Pengusaha
Kena Pajak).
2. Membayar, memotong/memungut dan melaporkan pajak
3. Melakukan kewajiban pada saat dilakukan pemeriksaan
4. Memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak
Hal yang membedakan antara perseorangan dengan badan adalah pajak yang
harus dilaporkan. Untuk perseorangan yang harus dilaporkan hanyalah Surat
Pemberitahuan (SPT) Orang Pribadi setiap satu tahun sekali sedangkan untuk badan
ada beberapa Surat Pemberitahuan (SPT) yang harus dilaporkan setiap bulannya
tergantung kepada kegiatan operasi perusahaan yang masuk kedalam ketentuan
perpajakan. Adapun pajak yang harus dibayar jika memenuhi ketentuan yang berlaku
oleh wajib pajak badan yaitu
a. Pajak Penghasilan Pasal 21
b. Pajak Penghasilan Pasal 22
c. Pajak Penghasilan Pasal 23
d. Pajak Penghasilan Pasal 25
e. Pajak Penghasilan Pasal 26
f. Pajak Penghasilan Pasal 29
g. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
h. Pajak Penghasilan Pasal 15
i. Pajak Pertambahan Nilai
j. Pajak Pertambahan NIlai Barang Mewah
Jika ditinjau dari kepraktisan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi maka
bentuk usaha yang tepat untuk dipilih adalah bentuk usaha perseorangan.

Tarif Pajak
Pertimbangan yang lain dalam pemilihan bentuk usaha yaitu dengan
memperhatikan tarif pajak yang dikenakan terhadap masing-masing bentuk usaha. Tarif
pajak yang bisa dibandingkan adalah tarif pajak penghasilan karena bentuk usaha
perseorangan dan badan sama-sama dikenakan pajak penghasilan. Dibawah ini adalah
tarif pajak penghasilan yang dikenakan kepada perseorangan
Tabel Tarif Pajak Penghasilan Perseorangan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tariif Pajak
Rp.0 s.d. Rp. 50.000.000 5%
Diatas Rp. 50.000.000 s.d Rp. 250.000.000 15%
Diatas Rp. 250.000.000 s.d Rp. 500.000.000 25%
Diatas 500.000.000 30%
Adapun tarif pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan adalah sebagai
berikut,
Tabel Tarif Pajak Penghasilan Badan
Batasan Peredaran Bruto Tarif Pajak
s.d Rp. 4.800.000.000 0.5%
Diatas Rp. 4.800.000.000 s.d Rp. 12.5% x perederan bruto yang
50.000.000.000 memperoleh fasilitas
25% x PKP bagian peredaran bruto yang
tidak memperoleh fasilitas

Diatas Rp. 50.000.000.000 25%


Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 tarif pajak
penghasilan badan yang termasuk kedalam UMKM yang memiliki penghasilan bruto
sebesar dibawah 4.8 milyar hanya dikenakan 0.5% yaitu bersifat final dengan
menyetorkan maksimal tanggal 15 disetiap bulannya sedangkan untuk perseorangan
dikenakan tarif paling rendah sebesar 5%. Berdasarkan hal itu maka bentuk usaha
badan lebih menguntungkan apabila dilihat dari tarif pajak yang dikenakan.
Untuk lebih rinci mana yang lebih efisien berdasarkan tarif pajak yang dikenakan
berikut ini akan dibahas tarif pajak dikaitkan dengan peredaran bruto
1. Peredaran Bruto Sampai dengan 4.8 milyar
Apabila peredaran bruto sampai dengan 4.8 milyar maka tarif yang dikenakan
adalah 0.5% untuk bentuk usaha badan. Adapun untuk perseorangan berlaku tarif
progresif sesuai dengan pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan. Berikut adalah
perbandingan antara bentuk usaha perseorangan dengan bentuk usaha badan dengan
peredaran bruto dibawah 4.8 milyar.

Tabel Perbandingan Tarif PPh Terutang


PERSEORANGAN BADAN
PKP
TARIF PAJAK TERUTANG TARIF PAJAK TERUTANG
25,000,000 5% 1,250,000 0.5% 125,000
50,000,000 5% 2,500,000 0.5% 250,000
5% 2,500,000
100,000,000 15% 7,500,000 0.5% 500,000
10,000,000
5% 2,500,000
175,000,000 15% 18,750,000 0.5% 875,000
21,250,000
5% 2,500,000
200,000,000 15% 22,500,000 0.5% 1,000,000
25,000,000
5% 2,500,000
15% 30,000,000
400,000,000 0.5% 2,000,000
25% 37,500,000
70,000,000
5% 2,500,000
15% 30,000,000
900,000,000* 25% 62,500,000 0.5% 4,500,000
30% 120,000,000
215,000,000
Catatan: Untuk menghitung PPh Badan dengan peredaran bruto dibawah 4,8 milyar
dihitung dari peredaran bruto tanpa ada pengurangan apapun sedangkan untuk orang
pribadi terdapat berbagai pengurangan diantaranya biaya jabatan, iuran dan PTKP (jika
statusnya merupakan pegawai tetap)

Untuk menghitung pajak terutang perseorangan adalah dengan cara


a. Penghasilan sampai dengan 50 juta x 5%
b. Penghasilan sampai dengan 250 juta x 15%
c. Penghasilan sampai dengan 500 juta x 25%
d. Penghasilan diatas 500 juta x 30%
*Contoh untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) 900 juta
a. 50.000.000 x 5% = 2.500.000 (Sisa PKP 750 juta)
b. 200.000.000 x 15%= 30.000.000 (Sisa PKP 650 juta)
c. 250.000.000 x 25%= 62.500.000 (Sisa PKP 400 juta)
d. 400.000.000 x 30%= 120.000.000 (Sisa PKP Habis)
Cara menghitung pajak terutang untuk badan yaitu
Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak

Dari tabel perbandingan diatas dengan asumsi Penghasilan Kena Pajak (PKP)
merupakan peredaran bruto yang merupakan dasar pengenaan pajak (DPP) untuk
pajak terutang Wajib Pajak Badan maka yang paling efisien adalah bentuk usaha
badan. Perbedaan antara perseorangan dengan badan sangat jauh yaitu paling kecil
yaitu
1.0.0 (PKP 25 juta) dan yang paling besar yaitu 210.500.000 (PKP 900 juta).
Untuk lebih memperjelas batas minimal mana yang harus dipilih disajikan dalam
tabel berikut,
Tabel Perbandingan PPh Badan Tertinggi dengan Perseorangan
BADAN PERSEORANGAN
PEREDARAN
PAJAK PKP PAJAK
BRUTO TARIF TARIF
TERUTANG TERUTANG
5% 2,500,000
4,800,000,000 0.5% 24,000,000 193,333,333 15% 21,500,000
24,000,000
Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa,
a) Peredaran bruto maksimal yang dikenakan 0,5% untuk bentuk usaha badan, pajak
terutangnya sama dengan Penghasilan Kena Pajak untuk bentuk badan
perseorangan sebesar 193.333.333
b) Apabila bentuk usaha perseorangan sudah mencapai Penghasilan Kena Pajak
sebesar 193.333.333 maka sebaiknya mengubah perusahaan perseorangan
kepada bentuk badan.
2. Peredaran Bruto Lebih Besar dari 4.8 Milyar sampai dengan 50 MIlyar
Kondisi berikutnya adalah apabila peredaran bruto lebih besar dari 4.8 milyar
dimana dalam bentuk usaha badan dikenakan tarif lapisan kedua yaitu tarif
mendapatkan fasilitas untuk peredaran bruto 4.8 milyar dan tarif selain peredaran bruto
yang tidak dikenakan fasilitas dengan rumus

(((4.8 milyar / Peredaran bruto) x Penghasilan Kena Pajak)) x 50% x 25%) +


Sisa Peredaran bruto tidak dikenakan fasilitas x 25%

Apabila peredaran bruto diatas 4.8 milyar dengan asumsi tingkat laba yaitu 10
persen maka perbandingan bentuk usaha perseorangan dengan bentuk badan adalah
sebagai berikut
Tabel Perbandingan Peredaran Bruto Diatas 4.8 Milyar
BADAN PENGHASILAN PERSEORANGAN
KENA PAJAK
PEREDARAN TINGKAT LABA
BRUTO PAJAK 10% DARI PAJAK
TARIF TARIF
TERUTANG PEREDARAN TERUTANG
BRUTO
50% x
60,000,000 5% 2,500,000
25%

5,000,000,000 25% 5,000,000 500,000,000 15% 37,500,000


65,000,000 25% 50,000,000
90,000,000

Untuk menghitung pajak terutang badan adalah dengan cara sebagai berikut,
1. Menghitung Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas:
4.800.000.000/5.000.000.000 x 500.000.000 = 480.000.000
2. Menghitung Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapatkan fasilitas:
500.000.000 – 480.000.000 = 20.000.000
3. Menghitung Pajak Penghasilan yang terutang mendapatkan fasilitas
480.000.000 x 50% x 25% = 60.000.000
4. Menghitung Pajak Penghasilan yang terutang tidak mendapatkan fasilitas
20.000.000 x 25% = 5.000.000
5. Menjumlahkan Pajak Terutang
60.000.000 + 5.000.000 =
65.000.000
Untuk menghitung pajak terutang perseorangan caranya sama dengan
sebelumnya.
Apabila dibuat skema peredaran bruto diatas 4.8 milyar dengan tingkat laba 10%
maka akan tampak seperti berikut,

Tabel Perbandingan Pajak Terutang diatas 4.8 Milyar


PAJAK TERUTANG
PEREDARAN TINGKAT PENGHASILAN
BRUTO LABA KENA PAJAK PERSEORANGAN BADAN

4,900,000,000 10% 490,000,000 92,500,000 62,500,000


5,000,000,000 10% 500,000,000 95,000,000 65,000,000
6,000,000,000 10% 600,000,000 120,000,000 90,000,000
7,000,000,000 10% 700,000,000 145,000,000 115,000,000
8,000,000,000 10% 800,000,000 170,000,000 140,000,000
8,500,000,000 10% 850,000,000 200,000,000 152,500,000
9,000,000,000 10% 900,000,000 215,000,000 165,000,000
10,000,000,000 10% 1,000,000,000 245,000,000 190,000,000
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa apabila peredaran bruto diatas 4.8
milyar dengan asumsi tingkat pendapatannya 10% dari peredaran bruto maka
sebaiknya bentuk usaha yang dipilih adalah bentuk usaha badan karena dari skema
diatas dari peredaran bruto 4.9 milyar sampai dengan 10 milyar pajak yang terutangnya
selalu lebih besar bentuk badan perseorangan dibandingkan dengan badan.
3. Peredaran Bruto Lebih dari 50 Milyar
Apabila peredaran bruto lebih besar dari 50 milyar maka tarif yang dikenakan
adalah 25%. Dengan asumsi tingkat laba adalah 10% dari peredaran bruto maka
skema perbandingan antara bentuk usaha perorangan dan badan adalah sebagai
berikut,
Tabel Perbandingan Peredaran Bruto Lebih Dari 50 Milyar
PAJAK TERUTANG
PEREDARAN TINGKAT PENGHASILAN
BRUTO LABA KENA PAJAK PERSEORAN
BADAN
GAN
51,000,000,000 10% 5,100,000,000 1,475,000,000 1,275,000,000
52,000,000,000 10% 5,200,000,000 1,505,000,000 1,300,000,000
55,000,000,000 10% 5,500,000,000 1,595,000,000 1,375,000,000
60,000,000,000 10% 6,000,000,000 1,745,000,000 1,500,000,000
70,000,000,000 10% 7,000,000,000 2,045,000,000 1,750,000,000
Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa apabila peredaran bruto lebih
besar dari 50 milyar maka yang paling efisien adalah bentuk usaha badan karena
dalam skema terlihat bahwa pajak terutang badan selalu lebih kecil nilainya dari pajak
terutang badan.
Apabila dikumpulkan dari yang sudah dibahas maka akan tampak sebagai berikut,

Peredaran Bruto Bentuk Usaha yang dipilih

Sampai dengan 4.8 milyar Bentuk usaha badan kecuali PKP


193,333,333 memilih perseorangan

Lebih dari 4.8 milyar sampai dengan 50 Bentuk usaha badan


milyar

Lebih dari 50 Milyar Bentuk usaha badan


Secara umum berdasarkan tarif yang paling efisien adalah memilih bentuk
usaha badan dengan syarat Penghasilan Kena Pajak (PKP) lebih dari 332 juta. Jika
kurang dari 332 juta sebaiknya memilih bentuk usaha perseorangan.

Lain-Lain
Selain tiga pertimbangan dalam pemilihan bentuk usaha terdapat beberapa
pertimbangan lain yang bisa dijadikan informasi.

1. Pembukuan vs Pencatatan
Dalam menjalankan bisnis dibutuhkan informasi keuangan yang akurat.
Begitupun dengan perpajakan yang membutuhkan informasi keuangan yang akurat
untuk ketepatan dalam pemotongan pajak yang merupakan sumber pendapatan negara
yang paling besar. Dalam menyajikan informasi ada dua alternatif yang bisa dipilih yaitu
melakukan pembukuan atau dengan pencatatan (norma perhitungan),
Secara umum pembukuan adalah pencatatan transaksi keuangan. Dalam
pepajakan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan
laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan (norma perhitungan) lebih sederhana bila dibandingkan dengan
pembukuan. Secara pengertian pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan
secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan
yang bukan objek pajak tertentu dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Perbedaan yang paling mendasar dari pembukuan dan pencatatan ada pada
data yang menjadi penghitungan besarnya pajak yang terutang. Apabila pencatatan
data yang menjadi penghitungan besarnya pajak yang terutang adalah peredaran bruto
sedangkan pada pembukuan adalah neraca dan laporan laba rugi.
Wajib pajak yang diwajibkan menggunakan pembukuan yaitu Wajib Pajak (WP)
badan dan Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha diatas 4.8
milyar peredaran brutonya setiap tahun. Adapun WP yang diwajibkan melakukan
pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang kegiatan usahanya dibawah 4.8
milyar namun sebelumnya harus diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak minimal
dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak.
Dalam melakukan pembukuan ada hal yang harus dipertimbangkan yaitu,
1. Karyawan yang mengerjakan. Dalam pembukuan suatu kegiatan usaha
membutuhkan orang khusus untuk mengerjakan pembukuan karena pembukuan
membutuhkan keahlian khusus yang harus selalu mematuhi standar yang telah
ditetapkan. Jika menambah karyawan maka akan menambah beban gaji.
Olehkarena itu perlu hitungan dengan menambahkan karyawan khusus yang
melakukan pembukuan.
2. Dilakukan secara terus menerus. Ketika memilih melakukan pembuatan maka
konsekuensinya adalah harus dilakukan secara terus menerus disetiap transaksi
dengan mengikuti standar yang telah ditetapkan. Tidak diperkenankan apabila
melakukan pembukuan namun banyak transaksi yang terlewat tidak dicatat.
3. Penyimpanan dokumen minimal 10 tahun. Ruang penyimpanan baik itu
berupa fisik maupun non fisik harus dipersiapkan minimal 10 tahun karena
Direktorat Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk memeriksa transaksi
maksimal 10 tahun yang lalu.
4. Pemahaman atas standar yang sudah ditetapkan dan perubahannya. Dasar
dari pajak terutang adalah laporan keutngan yang telah dibuat. Apabila terdapat
kesalahan dari laporan keuangan yang dibuat karena tidak memenuhi standar
maka pajak yang terutang menjadi salah, terlebih standar seringkali melakukan
perubahan yang akan mengubah laporan keuangan.

2. Pengakuan Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan, baik yang
berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia dalam bentuk nama
dan bentuk apapun. Penghasilan merupakan obyek pajak sehingga pajak terutang
dipengaruhi oleh pengakuan penghasilan.
Penghasilan didapatkan salah satunya berasal dari kepemilikan perusahaan.
Apabila perusahaan dimiliki oleh hanya satu orang maka seluruh penghasilan yang
dihasilkan oleh perusahaan menjadi dasar pengenaan pajak bagi pemilik perusahaan
dan penghasilan diluar usaha pun dimasukkan kedalam dasar pengenaan pajak karena
pada prinsipnya pajak dikenakan atas setiap penghasilan yang masuk kepada wajib
pajak sehingga dalam perpajakan hal ini tidak disarankan. Alternatif yang bisa dipilih
adalah dengan membuat badan usaha sehingga ketika perusahaan mendapatkan laba
kemudian laba dibagikan kepada para pemegang saham pajak terutangnya akan
menjadi lebih kecil dibandingkan dimiliki oleh satu orang. Selain itu pajak yang
dikenakan kepada wajib pajak badan hanya dikenakan pada kegiatan yang berkaitan
dengan usaha itu sendiri dan tidak termasuk kegiatan usaha pemegang saham.

3. Kewajiban Pemungutan Pajak


Apabila bentuk usaha yang dipilih adalah bentuk usaha badan maka akan
muncul kewajiban untuk memungut pajak. Pemungutan pajak berarti wajib pajak
menitipkan pembayaran pajak kepada lawan transaksi untuk membayarkan kepada
Direktur Jenderal Pajak sehingga hal itu menambah beban pekerjaan perusahaan.
Jenis-jenis pemotongan atau pemungutan yang ada dalam perpajakan yaitu Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4
ayat 2, PPh Pasal 15 dan juga PPn dan PPnBm. Bukti bahwa perusahaan sudah
membayarkan pajak yang dititipkan adalah bukti potong yang nantinya harus
diserahkan kepada lawan transaksi untuk dilaporkan.
Selain beban pekerjaan yang bertambah kewajiban pemungutan ini akan
berdampak kepada harga jual. Sebagai contoh pada Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri
baja dan industri otomotif diharuskan untuk memotong terlebih dahulu PPh pasal 22.
Meskipun pajak yang dipotong bisa diperlakukan sebagai kredit pajak namun hal ini
akan menambah pekerjaan dan harga yang dijual akan lebih tinggi yang dampaknya
yaitu mengurangi daya beli konsumen karena selain PPh pasal 22 konsumen juga
dibebani dengan membayar Pajak Pertambahan Nilai yang bertarif 10% dari Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
Alternatif yang bisa dipilih untuk menghindari PPh pasal 22 ini adalah dengan
menjadi bentuk usaha perseorangan. Bentuk usaha perseorangan tidak diwajibkan
memotong PPh pasal 22 sehingga lebih menguntungkan namun sebagaimana sudah
dibahas ada kekurangan yang terdapad dalam bentuk usaha perseorangan.

4. Pertanggungjawaban Utang Pajak


Bentuk usaha perseorangan tidak mungkin memisahkan aktiva yang dimiliki
perusahaan dengan pribadi yang menyangkut dengan kegiatan usaha, terlebih apabila
memiliki beberapa kegiatan usaha maka tidak mungkin untuk memisah-misahkan aktiva
dengan kegiatan usaha. Dalam perpajakan seluruh aktiva dari kegiatan usaha dengan
bentuk perseorangan harus digabungkan. Hal ini dapat menguntungkan kepada pemilik
karena seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi penghasilan pribadi,
begitupun sebaliknya apabila mendapatkan kerugian maka yang menanggung kerugian
adalah pribadi.
Dampak dari penggabungan aktiva ini adalah pada saat memiliki utang pajak.
Dalam peraturan perpajakan apabila wajib pajak tidak mampu membayar utang pajak
maka Direktur Jenderal Pajak melalui Juru Sita Pajak Negara berhak untuk menyita
seluruh aktiva sesuai dengan utang pajak yang dimiliki. Hal ini berarti jika perusahaan
bangkrut maka pemiliknya pun akan mengalami hal yang sama.
Ketika memutuskan untuk memilih bentuk usaha perseorangan maka harus
dipertimbangkan apabila mendapatkan keuntungan berapa pajak yang harus dibayar,
apabila terjadi kerugian dan tidak mampu membayar pajak solusinya seperti apa. Hal ini
perlu diperhatikan meskipun pemilik bersifat pasif karena penangungg jawab utang
pajak adalah pemilik bukan pihak yang bergiatan aktif ataupun pasif.

Bentuk Usaha Tetap


Bentuk Usaha Tetap atau Permanent Establishment adalah kriteria bagi negara
sumber untuk bisa melakukan pengenaan pajak atas penghasilan dari laba bisnis yang
diterima atau dijalankan oleh Wajib Pajak Luar Negeri. Konsep Bentuk Usaha Tetap
dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dimaksudkan untuk menentukan
hak pemajakan negara sumber agar dapat mengnakan pajak atas laba usaha yang
diperoleh oleh Subjek Pajak dari negara lain. Tanpa keberadaan Badan Usaha Tetap
maka negara sumber tidak berhak memajaki yang diperoleh oleh Wajib Pajak Luar
Negeri dan untuk hak pemajakan tetap berada ditangan negara domisili.
Bagi Bentuk Usaha Tetap, penghasilan dari dalam negeri tetap diakui sebagai
penghasilan dan dikenakan pajak. Namun selain penghasilan didalam negeri, BUT juga
mengakui penghasilan yang berasal dari luar negeri dan penghasilan yang berasal dari
luar negeri itu dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku
dinegara sumber.
Di Indonesia kewajiban perpajakan antara Bentuk Usaha Tetap dan bentuk
usaha Badan sama. Yang membedakan adalah statusnya yaitu wajib pajak luar negeri.
Adapun tarif yang dikenakan untuk Bentuk Usaha Tetap adalah 25%. Keuntungan
dalam bentuk usaha badan yaitu mendapatkan fasilitas tarif 12.5% untuk peredaran
bruto diatas 4.8 milyar sampai dengan 50 milyar sedangan dalam Bentuk Usaha Tetap
tidak mendapatkan fasilitas.
Apabila peredaran bruto 4.8 milyar sampai dengan 50 milyar maka yang harus
dipertimbangkan adalah tarif yang telah disepakati antara Indonesia dengan negara
sumber yang tertuang kedalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Apabila tarifnya lebih kecil dari 12.5% dan 25% yang dikenakan pada bentuk usaha
badan maka sebaiknya memilih bentuk usaha tetap. Berikut beberapa tarif pajak yang
telah disepakati antara Indonesia dengan negara dalam Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B).
Tabel Tarif Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Tarif Pajak Tarif Pajak
No. Negara
Bunga Royalti

1 Australia 10% 10%/15%


2 Amerika Serikat 10% 10%
3 Belanda 10% 10%
4 China 10% 10%
5 Hongkong 10% 5%
6 India 10% 15%
7 Inggris 10% 10%/15%
8 Italia 10% 10%/15%
9 Jepang 10% 10%
10 Jerman 10% 10%/15%
11 Korea 10% 15%
12 Malaysia 10% 10%
13 Prancis 15% 10%
14 Qatar 10% 5%
15 Singapura 10% 15%

Pertimbangan lain yang harus diketahui yaitu penghasilan dari BUT yang
didapatkan di Indonesia akan di investasikan lagi di Indonesia atau tidak. Jika
penghasilan yang didapatkan dari Indonesia tidak di investasikan di Indonesia maka
akan dikenakan tambahan pajak yang disebut branch profit tax dengan tarif yang telah
disepakati dari penghasilan neto setelah pajak. Apabila BUT tidak memiliki keinginan
untuk investasi di Indonesia setelah mendapatkan penghasilan maka sebaiknya tidak
membuat BUT. Sebaliknya, apabila BUT memiliki rencana untuk investasi kembali di
Indonesia sebaiknya memilih bentuk usaha Badan Usaha Tetap.
Referensi
Ananda, Amin Dwi., & Susilowati, Dwi. 2015. Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) Berbasis Industri Kreatif di Kota Malang. Jurnal Ilmu
Ekonomi JIE, Vol.1, (No.1), pp. 120-142.
Candra, Wibisono dan Mujilan. 2013. Modernisasi Sistem Administrasi dan Kepatuhan
Wajib Pajak, Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi, Vol 1. No.1
Gunadi. 2017. Panduan Komprehensif Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Jakarta:
Bee Media Indonesia
I.G. Rai Wijaya. 2005. Hukum Perusahaan. Bekasi: Mega Poin
KBBI. 2019. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at
https://kbbi.kemdikbud.go.id
Kumaratih, Cinantya dan Budi Ispriyarso. 2020. Pengaruh Kebijakan Perubahan Tarif
PPh Final Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pelaku UMKM. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 2, Nomor 2
Maharatih, Ni W. 2019. Studi Kritis Pengenaan Pajak Penghasilan Final Bagi Usaha
Mikro Kecil Menengah. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law
Journal), Vol.8, (No.1), pp. 105-115.
Mardiasmo. 2018. Perpajakan Edisi Terbaru 2018. Jakarta: Penerbit Andi
Purnawan, A. 2018. Taxing Policy Reconstruction Based on Justice Value to Encourage
Industrial Competitiveness in the Global Era. International Journal of Law
Reconstruction, Vol.1, (No.1), pp. 161-176.
Rahayu, Sri dan Lingga, Ita salsalina. 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi
Perpajakan terhadap Kepatuhan wajib pajak, jurnal Akuntansi, Vol.1 No.2, h:
119- 138
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Resmi, Siti. 2013. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
Resmi, Siti. 2019. Perpajakan Teori & Kasus Edisi 11 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba
Santo, Paulus Aluk Fajar Dwi. 2010. Aspek Hukum Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap
Menurut Hukum Positif di Indonesia. Binus Business Review Vol. 1 No. 1 Mei
2010: 252-265
Simamora, Patar dan Deni Suryaman. 2015. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada
KPP Pratama Cibinong. JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi)
Volume 1 No. 1 Tahun 2015, halaman 25-31
Suandy, Erly. 2016. Perencanaan Pajak Edisi 6. Jakarta: Penerbit Salemba
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Wisanggeni, Irwan dan Michell Suharti. 2017 Manajemen Perpajakan Taat Pajak
dengan Efisien. Jakarta : Mitra Wacana Medi
Zain, M. 2003. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat
Soal Latihan
1. Apa dampak dari pemilihan bentuk usaha terhadap perpajakan? Jelaskan!
2. Jika dilihat dari kelebihan dan kekurangan bentuk usaha apa yang paling
menguntungkan? Jelaskan disertai dengan contoh!
3. Jikai dilihat dari kewajiban pajak yang harus dilaksanakan bentuk usaha apa
yang paling mengungkan? Jelaskan disertai dengan contoh!
4. Mengapa tarif pajak untuk bentuk usaha perseorangan lebih besar dibandingkan
dengan bentuk usaha badan? Jelaskan!
5. Mana yang lebih mudah antara pembukuan atau pencatatan? Jelaskan jawaban
saudara!
6. Apa perbedaan pengakuan penghasilan yang diterima oleh perseorangan
dengan penghasilan yang diterima oleh badan? Jelaskan diseritai dengan
contoh!
7. Jika dilihat dari pertanggungjawaban utang pajak mana yang lebih
menguntungkan antara bentuk usaha badan atau bentuk usaha perseorangan?
Jelaskan!
8. Berikan 10 contoh yang termasuk kedalam Bentuk Usaha Tetap yang ada di
Indonesia!
9. Mana yang lebih menguntungkan antara Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap? Jelaskan jawaban anda!
10. Apa perbedaan dan persamaan perlakukan pajak antara bentuk usaha badan
dan bentuk usaha tetap?
Soal Kasus
1. Tentukan mana yang akan dipilih antara bentuk usaha perseorangan atau
bentuk usaha badan dengan mempertimbangkan tarif dengan asumsi peredaran
bruto kurang dari 4.8 milyar jika
a. Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 27.500.000
b. Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 97.500.000
c. Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 327.500.000
d. Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 727.500.000
e. Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 927.500.000
2. Tentukan mana yang akan dipilih antara bentuk usaha perseorangan dan bentuk
usaha badan dengan mempertimbangkan tarif dengan asumsi peredaran bruto
lebih dari 4.8 milyar sampai dengan 50 milyar dan tingkat laba sebesar 15% ika
a. Peredaran Bruto sebesar Rp. 6.000.000.000
b. Peredaran Bruto sebesar Rp. 11.000.000.000
c. Peredaran Bruto sebesar Rp. 15.000.000.000
d. Peredaran Bruto sebesar Rp. 30.000.000.000
e. Peredaran Bruto sebesar Rp. 45.000.000.000
3. Tentukan mana yang akan dipilih antara bentuk usaha perseorangan dan bentuk
usaha badan dengan mempertimbangkan tarif dengan asumsi peredaran bruto
lebih 50 milyar dan tingkat laba sebesar 15% ika
a. Peredaran Bruto sebesar Rp. 53.000.000.000
b. Peredaran Bruto sebesar Rp. 59.000.000.000
c. Peredaran Bruto sebesar Rp. 70.000.000.000
d. Peredaran Bruto sebesar Rp. 90.000.000.000
e. Peredaran Bruto sebesar Rp. 1.000.000.000.000
4. Anda merupakan seorang konsultan pajak. Anda mendapatkan klien yang ingin
membuat bisnis baru namun ingin membayar pajak secara efisien. Saat ini klien
memiliki beberapa pilihan untuk memulai bisnisnya yaitu dengan menjadi bentuk
usaha perseorangan dan bentuk usaha badan. Klien anda memiliki kondisi
sebagai berikut,
a. Penghasilan bruto Rp. 0 sampai dengan Rp. 4.800.000.000 dengan
Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar
- Rp. 100.000.000
- Rp. 300.000.000
- Rp. 700.000.000
b. Penghasilan bruto lebih besar dari Rp. 4.800.000.000 sampai dengan Rp.
50.000.000.000 dengan Peredaran Bruto sebesar
- Rp. 6.000.000.000 dengan tingkat laba 10%
- Rp. 5.000.000.000 dengan tingkat laba 20%
- Rp. 7.000.000.000 dengan tingkat laba 30%
Dari informasi diatas bagaimanakah rekomendasi anda kepada klien anda,
apakah anda akan merekomendasikan membuat bentuk usaha perseorangan
atau bentuk usaha badan? Jelaskan disetiap masing-masing kondisi dengan
perhitungannya!
5. PT. Kertas merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan kertas.
Kertas yang diproduksi berasal dari kayu yang diolah oleh PT. Kertas kemudian
PT. Kertas menjualnya kepada perusahaan lain atau kepada konsumen
langsung. Dari deskripsi perusahaan diatas sebutkan kewajiban pajak apa yang
harus dipenuhi oleh PT. Kertas disertai dengan uraiannya!

Anda mungkin juga menyukai