Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR MOBILISASI

Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi adalah memenuhi
kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri,
mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal. Immobilisasi adalah suatu
keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah
baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi
nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark
miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).

Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan,
sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan
tonus otot menjadi berkurang.

Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel
darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:


- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak
ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra

- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan


menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada
tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum
dan iga.

- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan


dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat
bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula)

- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
di mana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan
oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.

Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.

Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.

Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah
besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia
lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.

Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya: proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi
postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor
memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah
posisiJoint mobility

1. Prinsip-prinsip mekanika tubuh

2. Factor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi

1. Sistem neuromuskular

2. Gaya hidup

3. Ketidakmampuan

4. Tingkat energi

5. Tingkat perkembangan

- Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas lentur dan


persendian

memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan tubuh bagian atas
dibawa ke

depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh.

- Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang


servikal dan lumbal

lebih nyata

- Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai
tumbuh. Otot,

ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada perkembangan


postur dan

peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak


melakukan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.

Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu dibanding
yang laki-laki.

Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha, dan bokong.


Perubahan laki-laki

pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan


meningkatnya massa

otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul menjadi lebih sempit.
Perkembangan otot
meningkat di dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.

Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada
tubuh dan

kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita hamil.
Perubahan ini

akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan


pertumbuhan fetus. Pusat

gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar ke belakang


dan agak

berpunggung lengkung. Dia biasanya mengeluh sakit punggung.

Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.

3. Efek psikologis

Antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori, dan

sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum adalah depresi,


perubahan perilaku,

perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.

Efek fisiologis

perubahan pada:

- muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,


atropi dan abnormalnya

sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium

- kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja


jantung, dan pembentukan

thrombus 6

- pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik

- metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme


karbohidrat, lemak dan protein;

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan


gangguan pencernaan
(seperti konstipasi)

- eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran


perkemihan dan batu ginjal

- integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia


jaringan

- neurosensori: sensori deprivation

4. Gangguan mobilisasi

Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiri yang dialami oleh seseorang.

Penyebab imobilitas fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan


lingkungan internal dan eksternal.

• Faktor internal

1. penurunan fungsi muskuloskeletal

a. otot-otot (atrrofi, distrofi, atau cedera)

b. tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia)

c. sendi (arthritis dan tumor)

d. kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)

2. perubahan fungsi neurologis

a. infeksi (mis.ensefalitis)
b. tumor
c. trauma
d. obat-obatan
e. penyakit vaskuler (mis. Stroke)
f. penyakit demielinasi (mis. Sklerosis multiple)
g. penyakit degeneratif (mis. Penyakit parkinson)
h. terpajan produk racun (mis. Karbonmonoksida)
i. gangguan metabolik (mis. Hipoglikemia)
j. gangguan nutrisi
3. nyeri

penyebabnya multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.

4. defisit perseptual

kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.

5. berkurangnya kemampuan kognitif

gangguan proses kognitif, seperti demensia berat

6. jatuh
a. efek fisik : cedera atau fraktur
b. efek psikologis : sindrom setelah jatuh
7. perubahan hubungan sosial

a. faktor-faktor aktual (mis. Kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau
teman-teman)
b. faktor-faktor persepsi (mis. Perubahan pola pikir seperti depresi)

8. aspek psikologis

ketidakberdayaan dalam belajar, depresi.

• Faktor eksternal

1. program terapeutik
program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas
pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi : faktor-faktor mekanis dan
farmakologis, tirah baing, dan restrein.

a. faktor mekanis dan farmakologis : mencegah atau menghambat pergerakan tubuh dengan
menggunakan peralatan eksternal (gips dan traksi) atau alat-alat ( yang dihuubuungkan
dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urin, dan oksigen). Agen
farmasetik seperti sedatif, analgesik, tranquilizer, dan anesteti yang digunakan unntuk
mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkan
secara keseluruhan.

b. Tirah baring dapat dianjurkan pada penanganan penyakit atau sekuela cedera. Istirahat
dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban kerja jantung.
Selain itu, istirahat memberikan kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk relaksasi,
menghilangkan nyeri, mencegah iitasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan
meminimalkan efek gravitasi.

c. Restrein fisik dan pengaman tempat tidur biasanya diunakan pada lansia yang
diinstitusionalisasi.

2. karakteristik penghuni institusi

tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat mempengaruhi
pola mobilitas dan perilaku.

3. karakteristik staff

tiga karakteristik dari staff keperawatan yang mempenaruhi pola mobilitas adalah
pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsekuensi
fisiologis dari imobilitas dan tindakan keperawatan untuk mencegah pengaruh imobilitas
sangat penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk memaksimalkan mobilitas.
Jumlah anggota staff yang adekuat dengan suatu komitmen untuk menolong lansia
mempertahankan kemandiriannya harus tesedia untuk mencegah komplikasi imobilitas.
4. sistem pemberian asuhan keperawatan

alokasi praktek fungsional dapat meningkatkan ketergantungan dan komplikasi dari


imobilitas. Ketika perawatan dibagi menjadi tugas-tugas, keutuhan dan interaksi klien akan
terabaikan.

5. hambatan-hambatan

hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik termasuk
kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam mengunakan alat
bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya san daran untuk kaki.
Seringkali rancangan asitektur umah saki atau panti jompo tidak memfasilitasi atau
memotivasi klien untuk aktif dan tetap bergerak.

6. kebijakan-kebijakan institusional

praktek pengaturan formal dan informal mengendalikan keseimbangan antara pemeintah


institusional dan kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan, semakin besar efeknya pada
mobilitas.

Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidakaktifan antara lain :

No. efek hasil


1. Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi orthostatik
maksimum.
2. Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan fungsi ventrikel kiri
3. Penurunan toleransi latihan
Penurunan curah jantung
4. Penurunan kapasitas kebugaran
Penurunan volume sekuncup
5. Penurunan massa otot tubuh, atrofi muskular,
Peningkatan katabolisme penurunan kekuatan otot
6.
protein
Osteoporosis disuse
7. Peningkatan pembuangan Konstipasi
kalsium
8. Penurunan evakuasi kandung kemih
Perlambatan fungsi usus
9. Intoleransi glukosa
Pengurangan miksi
10. Penurunan kapasitas fungsional residual
Gangguan metabolisme
11. Atelektasis, penurunan PO2, peningkatan pH
glukosa

12. Penurunan volume plasma, penurunan keseimbangan


Penurunan ukuran thoraks
natrium
13.
Penurunan aliran darah
Perubahan kognisi, depresi dan ansietas, perubahan
pulmonal
14.
persepsi
Penurunan cairan tubuh total
Bermimpi pada siang hari, halusinasi
Gangguan sensori

Gangguan tidur

5. Perubahan perkembangan

Asuhan keperawatan gangguan mobilisasi

Pengkajian Ciri Khas Penting Diagnosa Kep


Ukur ROM selama Keterbatasan ROM pada bahu Gangguan
latihan kiri mobilisasi fisik
ekstremitas . Enggan mencoba berhubungan
Tanyakan klien tentang menggerakkan bahu kiri. dengan nyeri
persepsinya terhadap Gagal mengkoordinasi ketika pada
nyeri . melakukan ROM pada bahu bahu kiri.
Tanyakan klien tentang kiri.
daya Klien mengeluh nyeri seperti
tahan dan toleransi tertusuk pada lengan kiri.
aktivitas. Klien mengatakan kekuatan
otot bahu kirinya berkurang

Abrasi kulit di perimeter area Risiko injuri


yang digips berhubungan
Inspeksi keutuhan area Kemampuan untuk mengubah dengan tekanan
kulit posisi dari gips
ekstremitas yang digips dengan bebas berkurang
Observasi gaya jalan
dan
kemampuan bergerak
dengan
bebas

Diagnosa keperawatan

Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA yang berhubungan dengan mekanik


tubuh yang tidak
sesuai dan gangguan mobilisasi.
Intoleransi aktivitas berhubungan Gangguan integritas kulit atau risiko
dengan: gangguan
- Kesegarisan tubuh yang buruk integritas kulit berhubungan dengan/
- Penurunan mobilisasi b.d:
- Pembatasan mobilisasi
- Tekanan pada permukaan kulit
- Pengurangan kekuatan
Risiko injuri berhubungan dengan:
- Ketidaklayakan mekanik tubuh Perubahan eliminasi urin b.d
- Ketidaklayakan posisi - Pembatasan mobilisasi
- Ketidaklayakan teknik pemindahan - Risiko infeksi
- Retensi urin
Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan: Risiko infeksi berhubungan dengan:
- Pengurangan ROM - Stasisnya sekresi paru
- Tirah baring - Gangguan integritas kulit
- Penurunan kekuatan - Stasisnya urin
Tidak efektifnya bersihan jalan napas
b.d: Inkontinensia total berhubungan
- Stasisnya sekresi paru dengan:
- Ketidaklayakan posisi tubuh - Perubahan pola eliminasi
- Pembatasan mobilisasi
Tidak efektifnya pola napas b.d:
- Penurunan pengembangan paru Tidak efektifnya koping individu b.d:
- Penumpukan sekresi paru - Pengurangan tingkat aktivitas
- Ketidaklayakan posisi tubuh - Isolasi sosial

Gangguan pertukaran gas Gangguan pola tidur berhubungan


berhubungan dengan: dengan:
- Pola napas asimetris - Pembatasan mobilisasi
- Penurunan pengembangan paru - Rasa tidak nyaman
- Penumpukan sekresi paru

Risiko kurangnya volume cairan b.d


penurunan
asupan cairan

Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan

Contoh Rencana Keperawatan pada gangguan mobilitas fisik

Diagnosa Keperawatan: gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


bahu kiri
Definisi: gangguan mobilitas fisik merupakan kondisi individu menunjukkan
keterbatasan
kemampuan dalam mobilitas fisik secara bebas
Tujuan Hasil yang Intervensi Rasional
diharapkan
Klien akan Usulkan Aktivitas
mencapai Klien akan ROM pemberian analgesik
ROM normal pada analgesik 30 akan maksimal
(fleksi kesatuan menit pada
dan ekstensi ekstremitas sebelum latihan saat klien
1800) atas ROM memulai
bahu kiri dalam 4 latihan
bulan Klien akan Ajarkan klien
menunjukkan untuk Pendidikan
aktivitas latihan ROM membuat
perawatan diri spesifik klien mempunyai
menggunakan pada bahu dan kesempatan dan
lengan lengan pengetahuan
kiri dalam 2 hari kiri untuk
menjaga dan
Klien akan Buat jadual meningkatkan
mengikuti latihan ROM
program latihan aktif antara (Lehmkuhl et al,
secarateratur waktu 1990
pada saat pulang makan dan mandi
Hal ini akan
mendukung
frekuensi
latihan yang
berpengaruh
pada
kesatuan dan
pengurangan
risiko
perkembangan
kontraktur

Rencana keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan-tujuan berikut:

1. mempertahankan kesegarisan tubuh yang sesuai

2. mencapai kembali kesegarisan tubuh atau tingkat optimal kelurusan


tubuh

3. mengurangi cidera pada kulit dan sistem musculoskeletal dari


ketidaktepatan mekanika atau

kesegarisan tubuh

4. mencapai ROM penuh atau optimal

5. mencegah kontraktur
6. menjaga kepatenan jalan napas

7. mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal

8. memobilisasi sekresi jalan napas

9. menjaga fungsi kardiovaskuler

10. meningkatkan toleransi aktivitas

11. mencapai pola eliminasi normal

12. menjaga pola tidur normal

13. mencapai sosialisasi

14. mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri

15. mencapai stimulasi fisik dan mental

IMPLEMENTASI

Lihat penuntun praktikum

Kriteria dasar cara mengangkat berikut ini:

1. Posisi berat. Berat yang akan diangkat sebaiknya sedekat mungkin


dengan pengangkat.

Tempatkan obyek sedemikian rupa sehingga menggunakan kekuatan


mengangkat yang dimiliki

perawat

2. Tinggi obyek. Tinggi yang paling baik untuk diangkat sebaiknya vertikal
yaitu sedikit di atas

dari tinggi pertengahan seseorang dengan lengan menggantung sejajar siku.

3. Posisi tubuh. Jika posisi tubuh pengangkat bervariasi dengan tugas


mengangkat yang berbeda-

beda, ikuti petunjuk umum yang dapat dipakai untuk sebagian besar
keadaan. Tubuh
diposisikan dengan tubuh tegak sehingga kelompok otot-otot multipel
bekerja sama dengan

cara yang tepat

4. Berat maksimum. Setiap perawat sebaiknya tahu berat maksimum yang


aman untuk membawa- aman bagi perawat dan klien. Obyek yang terlalu
berat adalah jika beratnya sama

dengan atau lebih dari 35% berat badan orang yang mengangkat. Oleh
karena itu, perawat yang

beratnya 130 lb (59,1 kg) sebaiknya tidak mencoba mengangkat orang


imobilisasi yang

beratnya 100 lb (45,5 kg). Meskipun perawat mungkin mampu


melakukannya, hal ini akan

berisiko menjatuhkan klien atau menyebabkan cidera punggung perawat.

Evaluasi

Daftar pustaka

R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia


Lanjut), edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi
2, Jakarte, EGC, 1998.

Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta,
PTGramedia Pustaka Utama, 1999.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah


Brunner & Suddarth,Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001

Anda mungkin juga menyukai