Fix Paper Pajak Internasional Kelompok 1
Fix Paper Pajak Internasional Kelompok 1
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Tax Treaty, United Nation Model and Organisation for Economic
Cooperation and Development Model.
AKUNTANSI PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I........................................................................................................................................3
KAJIAN TEORI..........................................................................................................................3
1.1 Tax Treaty......................................................................................................................4
1.2 United Nations Model (UN Model)...............................................................................4
1.3 Organization for Economic Cooperation and Development (OECD Model)............4
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................4
2.1 Tax Treaty......................................................................................................................5
2.1.1 Pengertian Tax Treaty...................................................................................5
2.1.2 Sejarah Tax Treaty.........................................................................................5
2.1.3 Tujuan Tax Treaty.........................................................................................6
2.1.4 Cakupan Tax Treaty......................................................................................7
2.1.5 Objek Pajak Tax Treaty....................................................................................9
2.1.6 Penggolongan Jenis Penghasilan...................................................................9
2.1.7 Surat Keterangan Domisili..........................................................................10
2.1.8 Ilustrasi Tax Treaty......................................................................................11
2.2 United Nations Model..................................................................................................11
2.2.1 Definisi UN Model........................................................................................11
2.2.2 Sejarah UN Model........................................................................................12
2.2.3 Penyusunan UN Model.................................................................................13
2.2.4 Pemajakan UN Model..................................................................................13
2.2.5 Ilustrasi UN Model.......................................................................................14
2.3 OECD Model (Organization for Economic Cooperation and Development)..........14
2.3.1 Definisi OECD Model...................................................................................15
2.3.2 Sejarah OECD Model..................................................................................15
2.3.3 Pembagian Hak Pemajakan OECD Model.................................................16
2.3.4 Ilustrasi OECD Model..................................................................................20
2
2.3.5 OECD Model pada Masa Pandemi COVID – 19.......................................20
BAB III.................................................................................................................................28
KASUS..................................................................................................................................28
3.1 Kasus Tax Treaty..........................................................................................................28
3.2 Kasus UN Model............................................................................................................28
3.3 Kasus OECD Model......................................................................................................29
BAB IV....................................................................................................................................30
PENYELESAIAN.......................................................................................................................30
4.1 Penyelesaian Kasus Tax Treaty....................................................................................30
4.2 Penyelesaian Kasus UN Model.....................................................................................31
4.3 Penyelesaian Kasus OECD Model................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................33
3
BAB I
KAJIAN TEORI
4
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa pasal dalam P3B memerlukan aturan pelaksanaan yang lebih jelas
mengenai ketentuan-ketentuan tersebut (mode of application), misalnya tentang pasal
dividen dan bunga. Sedangkan jika terdapat perbedaan penafsiran atau penerapan yang
bertentangan dengan P3B antara kedua negara, maka diperlukan adanya mutual
agreement procedure.
5
P3B tersebut kemudian disusul dengan munculnya P3B dalam konteks
internasional dipertengahan abad ke-19, yaitu P3B Austria/Hungaria dan Prussia pada
tahun 1899. P3B ini dikenal sebagai P3B internasional pertama.
Dengan P3B, maka pengenaan pajak atas laba usaha tidak dapat dikenakan di
kedua tempat, yaitu negara sumber atau negara domisili. Laba usaha dikenakan
pajak di tempat di mana mereka berkedudukan. Dengan adanya ketentuan ini,
diharapkan dunia usaha mendapatkan kepastian hukum, karena membayar
pajak hanya dikenakan satu kali yaitu di negara domisili.
Pemajakan atas investasi berupa bunga dari pinjaman, dividen dari penanaman
saham, royalti dari pemilik hak cipta, jika dikenakan pemajakan yang tinggi,
maka dipastikan penduduk asing akan berpikir ulang bahkan menjadi ragu
untuk menanamkan modal di Indonesia, karena hasil investasi tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
6
d) Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak.
P3B mengatur adanya pemajakan yang sama dan setara antar kedua negara,
dengan prinsip saling menguntungkan dan tidak memberatkan
penduduk asing antar kedua negara dalam menjalankan usaha. Negara yang
mengadakan tax treaty tidak boleh sewenang-wenang dalam hal pemajakannya.
Pasal dan ayat ini mengatur tentang kepada siapa sajakah ketentuan dalam
treaty yang bersangkutan bisa diterapkan. Di sini diatur ketentuan tentang siapa
saja yang merupakan orang pribadi, badan usaha dan entitas lainnya yang
berdasarkan treaty tersebut dianggap sebagai penduduk dari salah satu negara
yang terikat perjanjian termasuk di dalamnya orang pribadi, badan atau entitas
lainnya yang dianggap sebagai penduduk dengan status kependudukan ganda
(double residence).
b) Tax Covered
Jenis pajak yang diatur di sini akan mengikuti ketentuan sesuai tax treaty dan
mengabaikan ketentuan internal yang berlaku di masing-masing negara. Dalam
7
beberapa hal, ketentuan suatu tax treaty memiliki kekuatan yang berada di atas
sistem perundang-undangan yang berlaku secara internal di dalam suatu negara.
Aturan dalam tax treaty hanya diberlakukan untuk jenis pajak langsung seperti
Pajak Penghasilan (PPh).
c) Residence
Di sini diatur tentang dua hal yaitu definisi penduduk (berkaitan dengan
personal scope) serta tie breaker rule yaitu ketentuan yang menentukan tidak
berlakunya status residence atas suatu pihak dengan karakteristik tertentu.
Klausul ini juga menegaskan bahwa orang pribadi atau badan tidak dapat
langsung dianggap sebagai penduduk suatu negara hanya karena mendapatkan
penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Dalam prakteknya, orang
pribadi atau badan dapat dianggap sebagai penduduk dari dua negara
berdasarkan azas worldwide income yang dianut. Artikel residence selanjutnya
mengatur langkah yang dapat digunakan untuk menghilangkan status
kependudukan ganda yang sering disebut dengan tie breaker rule. Tie breaker
rule dibedakan menjadi dua yaitu yang diterapkan untuk orang pribadi dan yang
diterapkan untuk selain orang pribadi. Tie breaker rule untuk orang pribadi
terdiri dari penentuan permanent home (tempat tinggal tetap), center of
economic and social interests (pusat kepentingan ekonomi dan sosial), habitual
abode (tempat kebiasaan untuk tinggal), national (kewarganegaraan) serta
mutual agreement (perjanjian antar otoritas perpajakan). Sementara itu tie
breaker rule untuk pihak selain orang pribadi hanya ada satu ketentuan yaitu
tempat di mana manajemennya efektif berada.
d) Permanent Establishment
Klausul ini mengatur tentang seberapa jauh jangkauan suatu negara dalam
mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Di
negara lain suatu pihak melakukan usaha. Apabila usaha di negara lain itu –
8
sebut saja negara X – ternyata berhasil, adalah hal yang logis jika otoritas pajak
di negara X ingin mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima. Namun
berkaitan dengan keinginan tersebut, tentu harus ada batas-batas atau aturan
yang jelas hingga bisnis yang dilakukan – yang sekaligus merupakan investasi
di negara X – tetap dapat berjalan dengan baik. Cerminan dari batas atau aturan
tersebut adalah ketentuan tentan permanent establishment atau bentuk usaha
tetap (BUT).
9
2.1.6 Penggolongan Jenis Penghasilan
a) Active income
Active income merupakan penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha dan
pekerjaan. Jenis-jenis penghasilan dalam P3B yang dikategorikan sebagai
active income, yaitu penghasilan dari kegiatan bisnis (business profit),
penghasilan dari kegiatan pelayaran, transportasi perairan darat, dan
penerbangan (shipping, inland waterways transport and air transport),
penghasilan dari pemberian jasa profesi yang dilakukan oleh individu
(independent personal services), penghasilan atas hubungan pekerjaan
(dependent personal services), penghasilan direktur (directors), penghasilan
entertainer dan olahragawan (entertainer and sportperson), gaji pegawai negeri
sipil (government services), dan penghasilan yang diterima oleh pelajar
(students).
b) Passive income
c) Other income
10
- hak pemajakan diberikan sepenuhnya kepada salah satu negara. Pada
umumnya diberikan kepada negara tempat subjek pajak terdaftar sebagai
subjek pajak dalam negeri (negara domisili atau residence state);
- hak pemajakan dibagi antara negara domisili (residence state) dan negara
sumber (source state).
11
2.2 United Nations Model
12
Berkembang, yang mengarah pada publikasi Konvensi Perpajakan Model PBB antara
Negara Berkembang dan Negara Berkembang pada tahun 1980. Perjanjian Model PBB
direvisi pada tahun 2001 dan lagi pada 2011. Pada tahun 2004, Kelompok Ahli
menjadi Komite Ahli Kerjasama Internasional dalam Masalah Perpajakan. Selain
mempertahankan Perjanjian Model PBB dan Komentarnya, Komite telah menerbitkan
beberapa karya referensi yang berguna yang berhubungan dengan pajak internasional,
termasuk manual tentang harga transfer untuk negara-negara berkembang dan buku
pegangan tentang administrasi perjanjian pajak.
Anggota Komite adalah pejabat pajak yang ditunjuk oleh pemerintah mereka
dan ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB. Mereka bekerja selama empat tahun dalam
140 Bab 8: Pengantar Perjanjian Pajak kapasitas individu mereka bukan sebagai
perwakilan dari pemerintah mereka; namun, kenyataan praktisnya adalah bahwa
banyak anggota Komite biasanya mengambil posisi yang sejalan dengan pemerintahan
mereka. Mayoritas anggota Komite berasal dari negara berkembang dan negara dengan
ekonomi dalam transisi. Anggota Komite adalah spesialis pajak dan termasuk beberapa
negosiator perjanjian.
13
Pasal 7 Laba Usaha Memberikan keleluasaan bagi negara sumber untuk
mengenakan pajak atas penghasilan BUT yang diperoleh
baik secara langsung maupun tidak langsung
Pasal Dividen Tidak memberikan Batasan pengenaan tarif. Tarif dapat
10 disesuaikan kepada kedua belah pihak atas hasil negosiasi
bilateral.
Pasal Bunga Tidak memberikan Batasan pengenaan tarif. Tarif dapat
11 disesuaikan kepada kedua belah pihak atas hasil negosiasi
bilateral.
Pasal 12 Royalti Ada kemungkinan hak pemajakan (may be taxed) pada
negara dimana royalty tersebut timbul.
Pasal 13 Capital Gains Hak pemajakan atas keuntungan yang berasal dari
penjualan saham dan sekuritas lain kepada negara sumber
(pasal 13 ayat 4 dan 5)
Pasal 18 Pensiun Alternatif Pertama
Mengenai pembayaran pension yang merupakan
pembayaran santunan social pemerintah, maka hak
eksklusif diberikan kepada negara sumber yang
membayar santunan social yang bersangkutan
Alternatif Kedua
Tidak memberikan hak eksklusif kepada negara
domisili hanya dinyatakan dapat mengenakan pajak
atas subjek pajak dalam negerinya yang menerima
pensiun
14
Indonesia saja, sedangkan atas penghasilan yang diperoleh diluar Indonesia, tidak
akan dipajaki di Indonesia.
15
2.3.2 Sejarah OECD Model
Organization for European Economic Co-operation (selanjutnya disebut dengan
OEEC) dibentuk pada tahun 1948 dengan jumlah anggota sebanyak 16 negara.
Pendiri dari OEEC adalah Prancis, United Kingdom (UK), dan Austria. Kemudian,
pada tahun 1955, Jerman bergabung menjadi anggota dari OEEC. Tujuan dari
organisasi ini adalah untuk mengimplementasikan bantuan administrasi terhadap
kerangka kerja dari the Marshall Plan dalam melakukan rekonstruksi kawasan Eropa
setelah Perang Dunia II.
OEEC mulai beroperasi pada tanggal 16 April 1948. Sejak tahun 1949, kantor
pusat OEEC berkedudukan di Prancis. Selama periode tersebut, terjadi pertumbuhan
ekonomi secara signifikan sebagai akibat adanya liberalisasi pasar. Kerjasama
ekonomi internasional juga semakin meningkat sehingga dibutuhkan suatu
harmonisasi terkait dengan pajak berganda yang dapat menghambat perkembangan
perekonomian dunia. Pada tanggal 30 September 1961, nama OEEC berubah menjadi
Organization Economic and Cooperation Development (OECD) yang memasukkan
Amerika Serikat dan Kanada menjadi negara anggota. Kemudian pada tahun 1971,
Fiscal Committee OECD berubah menjadi Committee on Fiscal Affairs (CFA)
dengan mandat yang lebih luas.
OECD telah menerbitkan beberapa perubahan dari OECD Model, yaitu OECD
Model 2000, OECD Model 2003, OECD Model 2005, OECD Model 2008, OECD
Model 2010 dan OECD 2014. Pada tahun 2017, versi terbaru dari OECD model telah
resmi dirilis, pemutakhiran dokumen yang dikembangkan oleh OECD dan G-20 ini
akan menjadi dasar kerjasama bilateral di bidang perpajakan. Pemuktakhiran ini
menggabungkan perubahan signifikan yang telah dikembangkan dibawah proyek
Anti Penggerusan Basis Pajak dan Pengalihan Laba (Base Erosion and Profit
Shifting). Model OECD tahun 2017 sangat mencerminkan konsolidasi dari apa yang
sudah dihasilkan dari proyek BEPS. OECD Model yang dikembangkan oleh OECD
menjadi dasar dari model P3B yang ada saat ini. OECD Model ini dimaksudkan
sebagai panduan bagi suatu negara yang akan mengadakan P3B. Terkait dengan
16
keanggotan OECD yaitu anggota OECD terdiri dari 35 (tiga puluh lima) negara
sebagai berikut: Australia, Austria, Belgia, Kanada, Chile, Republik Ceko, Denmark,
Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Irlandia, Israel,
Italia, Jepang, Korea, Latvia, Luxemburg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Polandia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki,
UK, dan Amerika Serikat.
Dalam model P3B yang dikembangkan oleh OECD, untuk membagi hak
pemajakan antara negara yang mengadakan perjanjian, terdapat 2 (dua) terminologi
yang digunakan, yaitu sebagai berikut.
17
dan Penerbangan tempat di dalam suatu wilayah negara lainnya. Dalam
dijalur internasional kasus ini, laba dari transportasi laut, sungai, dan udara
tersebut dapat dikenakan pajak di negara lainnya tersebut
(negara sumber).
Pasal 12 Royalti Hanya dikenakan pajak di negara domisili.
Pasal 13 Capital Gains Hanya dikenakan pajak di negara domisili atas
capital gains yang tunduk pada Pasal 13 ayat (5).
Pasal Penghasilan Profesi Hanya dikenakan pajak di negara domisili, kecuali apabila
14b individu yang menjalankan kegiatan profesi tersebut
mempunyai tempat tetap (fixed base) di negara sumber.
Pasal 15 Penghasilan atas Hanya dikenakan pajak di negara domisili sepanjang:
Hubungan • Pegawai tersebut tidak hadir di negara lainnya (negara
Pekerjaan sumber) dalam periode yang tidak melebihi 183 hari
dalam periode waktu 12 bulan yang dimulai dan
berakhir di tahun fiskal yang bersangkutan, dan
• Imbalan tersebut dibayar oleh pemberi kerja yang
bukan subjek pajak dalam negeri dari negara
sumber penghasilan, dan
• Imbalan tersebut tidak dibiayakan di negara
sumber oleh BUT dari si pemberi kerja.
Pasal 18 Pensiun Hanya dikenakan pajak di negara domisili.
Pasal 19 Gaji Pegawai Negeri Hanya dikenakan pajak di negara domisili.
Sipil
Pasal 21 Penghasilan Lainnya Hanya dikenakan pajak di negara domisili.
B. May Be Taxed
Terminologi ini digunakan untuk menyatakan bahwa hak pemajakan atas suatu
penghasilan diberikan kepada negara domisili dan negara sumber. Makna terminologi
tersebut adalah negara sumber juga dapat mengenakan pajak. Jadi, di samping negara
domisili berhak untuk mengenakan pajak, negara sumber juga dapat mengenakan
pajak. Apabila masing-masing negara mengenakan pajak, akan terdapat isu pajak
berganda. Untuk menghindari adanya pajak berganda, negara domisili diwajibkan
untuk memberikan keringanan pajak berganda melalui metode pembebasan
18
(exemption method) atau metode kredit (credit method). Hal ini bergantung pada
ketentuan domestik dari negara domisili.
19
Pasal 17 Entertainer dan Dapat dikenakan pajak di negara sumber atas
Olahragawan penghasilan yang diterima oleh entertainer terkait
dengan penghasilan dari pertunjukannya maupun
penghasilan olahragawan yang terkait dengan
penghasilan dari pertandingannya.
20
karena adanya pembatasan atau karantina. Permasalahannya hak pemajakan dapat
timbul jika seorang wajib pajak luar negeri melewati batas waktu time test.
21
negara-negara untuk memitigasi
kepatuhan dan biaya administrasi bagi
karyawan dan pemberi kerja
22
negara domisili.
Perumusan Model Konvensi Selaras dengan kebutuhan Karakteristik hubungan
harmonisasi hubungan ekonomi negara maju dengan
perpajakan diantara negara negara berkembang diwarnai
OECD oleh ketimpangan arus
penghasilan antar kedua
kelompok negara
Penyelesaian Masalah Diskriminatif dalam Tidak diskriminatif dan lebih
menyelesaikan masalah pajak mengutamakan kepentingan
internasional antara negara maju negara berkembang dalam
dengan negara berkembang. masalah perpajakan
internasional
Masa aktivitas proyek BUT 12 Bulan 6 Bulan
(proyek bangunan,
konstruksi, perakitan,
instalasi, atau aktivitas
supervisi)
Tipe Asuransi Perusahaan asuransi dianggap Mengatur bahwa perusahaan
memiliki Bentuk Usaha Tetap asuransi, kecuali berkenaan
jika perusahaan asuransi tersebut dengan reasuransi, dapat
memenuhi ketentuan ayat (1) dianggap mempunyai BUT
atau ayat (5) yaitu melalui agen apabila perusahaan asuransi
tidak bebas tersebut mengumpulkan atau
menerima premi atau
menanggung resiko di negara
sumber melalui orang / badan
yang bukan agen independent
Permanent Establishment Lokasi bangunan atau proyek Lokasi bangunan, proyek
pasal 5 ayat 3 konstruksi atau instalasi konstruksi, perakitan atau
merupakan suatu bentuk usaha instalasi atau kegiatan
tetap yang hanya bertahan lebih pengawasan sehubungan dengan
23
dari dua belas bulan. itu, tetapi hanya jika lokasi,
proyek atau kegiatan tersebut
berlangsung lebih dari enam
bulan dalam jangka waktu dua
belas bulan.
BUT Konstruksi Definisinya meliputi proyek Definisinya meliputi proyek
bangunan, konstruksi, atau bangunan, konstruksi, perakitan,
instalasi yang melebihi 12 bulan. instalasi, atau kegiatan
pengawasan terkait dengan
proyek-proyek di atas yang
melebihi 6 bulan.
BUT Pemberian Jasa Tidak pernah membentuk BUT. Kegiatan pemberian jasa dapat
membentuk BUT sepanjang
dilakukan di negara sumber
penghasilan melebihi 183 hari
dalam periode 12 bulan.
24
Pasal 5 Bentuk Usaha Tetap Bentuk Usaha Tetap
Bab II ini mengatur definisi umum dari suatu Bab II ini mengatur definisi umum dari suatu
terminologi yang digunakan di dalam P3B terminologi yang digunakan di dalam P3B serta
serta mengatur tatacara mendefinisikan suatu mengatur tatacara mendefinisikan suatu
terminologi yang tidak diatur definisi terminologi yang tidak diatur definisi umumnya
umumnya dalam Bab III dan tidak dalam Bab III dan tidak didefinisikan juga di
didefinisikan juga di pasal-pasal lain di luar pasal-pasal lain di luar Bab III.
Bab III.
Bab III
Pemajakan atas Penghasilan
Pasal 6 Penghasilan dari Harta Tak Bergerak Penghasilan dari Harta Tak Bergerak
Pasal 7 Laba Usaha Laba Usaha
Pasal 8 Kegiatan Pelayaran, Transportasi Perairan Kegiatan Pelayaran, Transportasi Perairan Darat,
Darat, dan Udara dan Udara
Pasal 9 Hubungan Istimewa Hubungan Istimewa
Pasal 10 Dividen Dividen
Pasal 11 Bunga Bunga
Pasal 12 Royalti Royalti
Pasal 13 Capital Gains Capital Gains
Pasal 14 [Dihapus] Penghasilan dari Pekerjaan Bebas
Pasal 15 Penghasilan dari Hubungan Pekerjaan Penghasilan dari Hubungan Pekerjaan
Pasal 16 Penghasilan Direktur Penghasilan Direktur dan Remunerasi Karyawan
Tingkat Atas
Pasal 17 Entertainer dan Olahragawan Artis dan Olahragawan
Pasal 18 Pensiun Pensiun dan Pembayaran Berkala
Pasal 19 Pegawai Pemerintah Pegawai Pemerintah
Pasal 20 Pelajar Pelajar
Pasal 21 Penghasilan Lain Penghasilan Lain
Bab III ini mengatur tentang pasal-pasal Bab III ini mengatur tentang pasal-pasal
substantif, yaitu pasal yang mengatur sejauh substantif, yaitu pasal yang mengatur sejauh
mana negara yang mengadakan perjanjian mana negara yang mengadakan perjanjian dapat
dapat memajaki penghasilan dari masing- memajaki penghasilan dari masing-masing jenis
masing jenis penghasilan. penghasilan.
Bab IV
Pemajakan atas Modal
Pasal 22 Modal Modal
Bab IV ini terdiri dari pasal tunggal yang Bab IV ini terdiri dari pasal tunggal yang
25
menentukan hak pemajakan terkait dengan menentukan hak pemajakan terkait dengan
modal. modal.
Bab V
Metode Eliminasi Pajak Berganda
Pasal 23A Metode Pembebasan Metode Pembebasan
Pasal 23B Metode Kredit Metode Kredit
Bab V ini mengatur apabila penerapan Pasal Bab V ini mengatur apabila penerapan Pasal 6 –
6 – 22 dalam menentukan alokasi hak 22 dalam menentukan alokasi hak pemajakan
pemajakan masih menimbulkan dampak masih menimbulkan dampak pajak berganda
pajak berganda maka pajak berganda tersebut maka pajak berganda tersebut akan dieliminasi
akan dieliminasi melalui negara domisili melalui negara domisili dengan dua cara, yaitu
dengan dua cara, yaitu metode pembebasan metode pembebasan (Pasal 23A OECD Model)
(Pasal 23A OECD Model) dan metode dan metode pengkreditan (Pasal 23B OECD
pengkreditan (Pasal 23B OECD Model). Model).
Bab VI
Ketentuan Khusus
Pasal 24 Nondiskriminasi Nondiskriminasi
Pasal 25 Prosedur Persetujuan Bersama Prosedur Persetujuan Bersama
Pasal 26 Pertukaran Informasi Pertukaran Informasi
Pasal 27 Bantuan atas Pemungutan Pajak Bantuan atas Pemungutan Pajak
Pasal 28 Members of Diplomatic Missions and Members of Diplomatic Missions and Consular
Consular Posts Posts
Pasal 29 Territorial Extension Territorial Extension
Bab VI berisi beberapa ketentuan khusus, Bab VI berisi beberapa ketentuan khusus,
misalnya, terkait dengan ’nondiskriminasi’, misalnya, terkait dengan ’nondiskriminasi’,
’prosedur persetujuan bersama’, ’pertukaran ’prosedur persetujuan bersama’, ’pertukaran
informasi’ dan ’bantuan atas pemungutan informasi’ dan ’bantuan atas pemungutan pajak’
pajak
Bab VII
Ketentuan Penutup
Pasal 30 Saat Berlakunya P3B Saat Berlakunya P3B
Pasal 31 Saat Berakhirnya P3B Saat Berakhirnya P3B
Bab VII mengatur mengenai kapan berlakunya Bab VII mengatur mengenai kapan berlakunya
P3B dan tatacara pencabutan P3B.c P3B dan tatacara pencabutan P3B
a) Commentaries
26
Commentaries merupakan alat bantu untuk melakukan interpretasi. Terkait
dengan hal ini, otoritas pajak UK berpendapat bahwa Commentaries dapat disebut
sebagai alat bantu untuk menginterpretasikan ketentuan tertentu yang ditandatangani
dengan basis OECD Model. Lebih lanjut, hakim pengadilan pajak juga mengacu
kepada Commentaries sebagai alat bantu interpretasi seperti yang terjadi di Austria,
Australia, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Jepang, Malaysia, Belanda,
Spanyol, Swedia, dan Amerika Serikat.
Reservation
Dalam reservation ini, memuat perbedaan pandangan suatu negara atas
ketentuan yang diatur dalam suatu pasal (article) tertentu.
Observation
Dalam observation ini, memuat perbedaan pandangan suatu negara atas suatu
penjelasan (commentaries) dalam suatu pasal tertentu.
BAB III
KASUS
27
3.1 Kasus Tax Treaty
Kasus: Client Konsultan Pajak Mengenai PPh Jasa Teknis
28
kewarganegaraan atau domisilinya dari Belanda. Sebagai direktur R.W. tidak digaji dan
ia mendapatkan gaji atas pegawai saja (Brussel:Larcier,2001). Hal ini menimbulkan
keambiguan dalam pihak yang dapat memungut pajak atas gaji direktur tersebut.
BAB IV
PENYELESAIAN
Kondisi 1: Pemberian Know How dan Pemberian Jasa Teknis Merupakan Satu Kesatuan
yang Tidak Terpisahkan
Merujuk pada paragraf 11.6 OECD Model Tax Convention Commentary on Article 12,
perlakuan perpajakan atas pemberianknow how dengan pemberian jasa teknis yang tidak
29
terpisahkan dianggap sebagai satu kesatuan sebagai pembayaran royalti dan tunduk pada
ketentuan Pasal 12 P3B Indonesia dan Jepang. Ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2)
P3B Indonesia dan Jepang menjelaskan bahwa negara sumber dapat mengenakan pajak atas
royalti sesuai dengan ketentuan pajak domestik negara sumber dengan tarif tidak melebihi
10%, sepanjang penerima penghasilan merupakan beneficial owner. Dengan demikian, atas
pembayaran jasa teknis dalam kasus ini dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 10%.
Kondisi 2: Pemberian Know How dan Pemberian Jasa Teknis Dapat Dipisahkan
Apabila dalam perjanjian dapat dipisahkan antara pemberian know how dengan pemberian
jasa teknis maka perlakuan perpajakan atas pembayaran jasa teknis tersebut tunduk pada
ketentuan Pasal 7 P3B Indonesia dan Jepang. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia dan
Jepang menyebutkan bahwa atas penghasilan berupa laba usaha yang diterima atau
diperoleh oleh subjek pajak luar negeri (SPLN) dikenakan pajak di negara tempat
perusahaan tersebut berdomisili, sepanjang SPLN tersebut tidak memiliki Bentuk Usaha
Tetap (BUT) di Indonesia. Dengan demikian, dalam hal pemberian know how dengan
pemberian jasa dapat dipisahkan dan sepanjang SPLN tidak memiliki BUT di Indonesia
maka Indonesia sebagai negara sumber tidak memiliki hak pemajakan atas penghasilan jasa
yang dibayarkan kepada penerima penghasilan di Jepang. Oleh karenanya, atas biaya jasa
teknis tersebut bukan merupakan Objek PPh Pasal 26.
30
oleh BCCI untuk memberikan jasa di India dan menjadi sumber penghasilan bagi BCCI
akan dikenakan pajak sebagai FTS.
Pengambilan keputusan ini berkaitan dengan isu-isu tentang perpajakan dari FTS,
seperti perpajakan dari keuntungan bisnis dan aturan terkait pendapatan yang secara efektif
berkaitan dengan BUT yang berlokasi di India akan diatur dalam Pasal Laba Usaha
(Business Profit). Sehingga, seperti dilansir dalam mondaq.com, harus dikenakan pajak atas
nilai bersih (yaitu pendapatan dikurang pengeluaran).
31
seluruh penghasilan R.W. dikenakan pajak di Belgia. Kasus ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
R.W
Jika kita ilustarikan kasus ini menjadi Indonesia-Belanda maka berdasarkan tax
treaty antara Indonesia dan Belanda pada pasal 17 yaitu
Pasal 17
IMBALAN UNTUK DIREKTUR
Dari tax treaty tersebut dapat dimpulkan bahwa gaji direktur merupakan may be
taxed.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, Brian J. 2016. International Tax Primer Third Edition. Alphen aan den Rijn:
Kluwer Law International B.V.
United Nation. (2017). United Nations Model Double Taxation Convention between
Developed and Developing Countries 2017 Update. 127-461.
Darussalam. (2016, September 2011). Perkembangan Model P3B. DDTC News. Diakses
darihttps://news.ddtc.co.id/pajak-internasional-2-perkembangan-dan-model-p3b-7747?
page_y=0
Darussalam. (2008, November 10). Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis
Penghasilan Berdasarkan OECD Model Tax Treaty. Ortax. Diakses dari
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=35&list=&q=&hlm=7
Aeny, Suci Noor. (2017, Maret 14). Apa Itu Tax Treaty. DDTC News. Diakses dari
https://news.ddtc.co.id/apa-itu-tax-treaty-9578?page_y=0
33
Permandarani, Niken Ayu. (2018, November 06). PPh atas Pembayaran Jasa Teknis ke
Jepang. DDTC News. Diakses dari https://news.ddtc.co.id/pph-atas-pembayaran-jasa-
teknis-ke-jepang-14099?page_y=713.5
Asmarani, Nora Galuh C. (2020, April 06). Saran OECD Soal Pemajakan Pekerja Lintas
Negara Saat Corona Mewabah. DDTC News. Diakses dari https://news.ddtc.co.id/saran-
oecd-soal-pemajakan-pekerja-lintas-negara-saat-corona-mewabah-20070?page_y=0
Mukarromah, Awwaliatul. (2018, Oktober 25). Apa Perbedaan P3B OECD Model & UN
Model. DDTC News. Diakses dari https://news.ddtc.co.id/apa-perbedaan-p3b-oecd-model--
un-model-13992?page_y=2330
OECD Watch. Sherpa et al vs Glencore International AG. Diakses pada September 4, 2020,
dari https://complaints.oecdwatch.org/cases/Case_208
34