Bab259410391 PDF
Bab259410391 PDF
BAB II
A. ETIKA BERBUSANA
1. Pengertian Etika Berbusana
Dalam kejadiannya, manusia dilahirkan kemuka bumi ini salah satunya
adalah membawa potensi malu terhadap lingkungannya di mana ia tinggal. Oleh
karena itu, untuk menutupi malunya manusia berusaha semaksimal mungkin
untuk menutupinya rapat-rapat, karena jika tidak bisa menutupinya maka aib yang
ada pada dirinya akan di ketahui orang lain. Manusia dengan segala peradabannya
memiliki naluri untuk mengembangkan apa yang ada, termasuk dalam
perkembangan model pakaian. Tidak bisa dipungkiri lagi model pakaian yang ada
di era globalisasi ini banyak menyadur dari dunia barat. Tapi umat Islam haruslah
tetap bercermin terhadap syari‟at Islam yang Rasulullah lah yang menjadi suri
tauladannya, tidak mengabaikan apa yang menjadi batasan-batasan berpakaian
sesuai syari‟at Islam.
Secara asal hukum pakaian dan perhiasan di dalam Islam adalah boleh,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Hal tersebut sesuai kaidah fiqih bahwa
hokum asal dari adat istiadat adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarang(Al-
Ashl fi al‟adah al-ibahah illa ma dalla al-dalill „ala al-man). Dari kedudukan
pakaian dan perhiasan seperti itu, Allah melarang hamba-Nya untuk
mengharamkan hal yang telah Dia halalkan, termasuk mengharamkan perhiasan
yang telah Allah sediakan bagi hamba-Nya. Allah SWT berfirman dalam Quran
Surat Al-„Araf ayat 32:
15
Namun hukum diatas bisa berubah oleh sebuah kondisi tertentu. Pakaian
dan perhiasan bias menjadi wajib jika memiliki tujuan untuk menutup aurat serta
melindungi tubuh dari panas dan dingin. Pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan
menyatakan identitas diri, sesuai dengan adat dan tradisi dalam berpakaian, yang menjadi
kebutuhan untuk menjaga dan mengaktualisasi dirinya dalam perkembangan zaman.
Setiap manusia berhak mengekspresikan dirinya lewat pakaian yang dipakainya, tetapi
tidaklah sembarangan. Tetap harus mengikuti syari‟at Islam(Arif Munandar Riswanto,
2010:140).
Pakaian adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi
dan kondisi dimana seorang berada. Pakaian termasuk salah satu kebutuhan yang
tak bisa lepas dari kehidupan. Karena pakaian mempunyai manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan kita. Dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata
“Libaasun-tsiyaabun”. Dan salam kamus besar Bahasa Indonesia, pakaian
diartikan sebagai barang apa yang biasa dipakaioleh seorang baik berupa jaket,
celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban dan lain-lain.
16
Al-Quran paling tidak menggunakan tiga istilah untuk pakaian yaitu, libas,
tsiyab, dan sarabil. Kata libas di gunakan oleh Al-Quran untuk menunjukkan
pakaian lahir maupun batin, sedangkan kata tsiyab digunakan untuk menunjukkan
pakaian lahir. Kata ini di terambil dari kata tsaub yang berarti kembali, yakni
kembalinya sesuatu pada keadaan semula, atau pada keadaan yang seharusnya
sesuai dengan ide pertamanya. Kata ketiga yang di gunakan Al-Quran untuk
menjelaskan perihal pakaian adalah sarabil. Kamus-kamus bahasa mengartikan ini
sebagai pakaian, apapun jenis bahannya. Hanya dua ayat yang menggunakan kata
tersebut. Satu diantaranya di artikan sebagai pakaian yang berfungsi menangkal
sengatan panas, dingin, dan bahaya dalam peperangan Allah berfirman dalam Q.S
Al-Nahl :81:
Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah
Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di
gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu
17
dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam
peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu
agar kamu berserah diri (kepada-Nya)”( Hasby ash-shiddiqie, 1989:
276).
Artinya: “Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka
ditutup oleh api neraka” ( Hasby ash-shiddiqie, 1989: 261).
Dari sini terpahami bahwa pakaian ada yang menjadi alat penyiksa. Tentu
saja siksaan tersebut karena yang bersangkutan tidak menyesuaikan diri dengan
nilai-nilai yang di amanatkan oleh Allah(M. Quraish Shihab:155-157). Dari
beberapa penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa Pakaian adalah salah
satu diantara tiga keperluan asas dan terpenting yang perlu dimiliki dan dipenuhi
oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupan seharian. Selain sebagai
keperluan asasi, pakaian juga boleh menjadi ekoran keperibadian seseorang,
sebagai simbol atau tanda dan lain-lain perlembagaan. Kriteria berpakaian itu
tidak memadai hanya berdasarkan ukuran adat, kerana adat boleh berubah. Justeru
itu, pakaian juga boleh berubah. Oleh kerana itulah ukuran agama adalah yang
paling tepat bagi menentukan etika atau kriteria berpakaian yaitu menutup aurat
yang menepati kehendak hukum syarak.
Pepatah mengatakan ajining raga ana ing busana . Ini menunjukkan betapa
pentingnya cara dalam berpakaian. Sehingga penampilan seseorang dalam
berpakaian dapat mencerminkan kepribadiannya, Pakaian akan mempresentasikan
karakter dan kepribadian pemakainnya. Cara berpakaian yang sopan sesuai
dengan norma- norma agama sosial yang akan menggambarkan kondisi psikologis
pemakainnya, dan demikian pula sebaliknya cara berpakaian yang teratur, dan
tidak memenuhi kriteria kepantasan juga akan menunjukkan seperti itulah kondisi
18
Ayat ini terdapat dalam rangkaian ayat yang menceritakan kisah Adam
mulai diciptakan hingga diturunkan di bumi. Dikisahkan pula bahwa
diturunkannya Adam beserta istrinya itu tidak lepas dari peran Iblis yang berhasil
19
Ibnu Jarir mengutip dari Mujahid yang mengatakan bahwa ayat ini
berkaitan dengan orang-orang Arab melakukan thawaf di Baitullah dalam keadaan
telanjang, dan tidak ada seorang pun yang mengenakan baju ketika thawaf.Maka
ayat ini mengingatkan kepada mereka akan besarnya nikmat Allah dan kekuasaan-
Nya atas mereka agar mereka ingat, lalu beriman, berislam, serta meninggalkan
syirik dan kemaksiatan. Di antara nikmat-Nya adalah diturunkannya pakaian bagi
mereka. Kemudian dijelaskan tentang kegunaan pakaian: yuwârî sawtikum wa
rîsy[an] (untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan). Menurut
ayat ini, ada dua kegunaan pakaian bagi manusia. Pertama, yuwârî saw`âtikum,
untuk menutupi auratmu. Kata saw`âta merupakan bentuk jamak dari kata
saw`ah. Pengertian al-saw`ah adalah al-„awarah (aurat). Menurut al-Syaukani, ini
merupakan perkataan para ulama salaf. Disebutnya al-„awrah dengan al-saw`ah
karena membuat pelakunya menjadi buruk ketika terbuka. Sehingga, sebagaimana
dijelaskan para mufassir, seperti Ibnu Jarir al-Thabari, al-Baghawi dan lain-lain,
pengertian ayat ini adalah: yastaru „awrâtikum (menutupi auratmu).
mengatakan, ayat ini hanya menunjukkan pemberian nikmat. Namun, menurut al-
Qurthubi, pendapat yang pertama lebih shahih. Alasannya, termasuk dalam
cakupan pemberian nikmat adalah menutup aurat. Maka Allah SWT menerangkan
telah menjadikan bagi anak cucu Adam menutupi aurat mereka dan menunjukkan
perintah untuk menutup aurat. Di samping itu juga tidak ada perbedaan di
kalangan ulama mengenai wajibnya menutup aurat dari pandangan manusia.
Kedua, sebagai rîsy[an]. Artinya, zînah (perhiasan). Diambil dari kata rîsy
al-thayr (bulu burung). Sebab, bulu itu merupakan perhiasan bagi burung.
Demikian penjelasan Sihabuddin al-Alusi. Ibnu Zaid juga menafsirkannya sebagai
al-jamâl (keindahan). Ibnu Katsir memaknai al-rîsy sebagai sesuatu yang
membuat sesuatu terlihat bagus.
Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk selalu tanpil rapi dan
bersih dalam kehidupan sehari-hari. Karena kerapian dan kebersihan ini,
Rasulullah saw. Menyatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Artinya, orang beriman akan selalu menjaga kerapian dan kebersihan kapan dan di
mana dia berada. Semakin tinggi imam seseorang maka dia akan semakin
menjaga kebersihan dan kerapian tersebut. Sabda Rasulullah saw. dari riwayat
Abu Darda :
Pakaiana yang kita kenakkan harus sesuai dengan tuntutan Islam dan
sebaliknya disesuiakan dengan situasi dan kondisi. Pada saat menghadiri pesta,
kita menggunakan pakaian yang cocok untuk berpesta, misalnya kemeja, baju
batik, pada saat tidur, kita cukup menggunakan piyama; dan begitu seterusnya.
Disamping itu, pemilihan model dan warna pakaian juga harus disesuaikan
dengan badan kita, sehingga menjadi serasi dan tidak menjadi bahan tertawaan
orang lain.
“ Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasullullah saw. Bersabda : kalau kamu
memakai sandal pasang yang kanan terlebih dahulu tetapi kalau membukanya
yang kiri buka dahulu, jadi yang kanan adalah yang pertama dipasang dan yang
terakhir dibuka, “ (H. R al-Bukhori)
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ََمْيَ ُ َمْي َمْي َ اِ ُ ُ َمْيََب
ا اَ َبَّن َ َمْي َ َمْيِ َ ا ُ َمْي َ َا ِّف لَُب َمْي اَمْيَب َ َ َمْي َ ُا َمْي
Dalam riwayar lain dikatakan bahwa Nabi pernah memakai baju hijau
bahkan juga merah sebagaimana dikatakan Ramtsah :
“Dari Abu Ramtsah Rifaah At-Taimiy ra, ia berkata : saya pernah melihat
Rasullullah saw memakai dua baju yang hijau” ( Abu Daud dan Tirmidzi )
23
ٍ ِ ِ
ط ُ صلَّنى هللُ َعلََمْيه َ َسلَّن َ َ َمْيراَبُ َمْي ًع َ ََق َمْيد َرأَيَمْيَبتُهُ ِ َمْيِف ُحلَّن ََحَمْيَرءَ َ َرأَيَمْي
ُّ َت َشَمْيئً ق َ َا َن َر ُس َمْي ُل هلل
ِ
َُ َمْيح َ َ َمْيله
Namun dalam berpakaian terdapat hal penting yang harus di ingat yaitu
bahwa Allah telah memerintahkan kepada para hambanya(kaum perempuan untuk
memanjangkan pakaiannya, namun panjangnnya pakaian sampai menutup seluruh
aurat bulan jaminan bahwa cara berpakaian tersebut sudah mendapatkan Ridho
dari Allah SWT lantaran memenuhi perintahnnya. sebab cara menutup aurat
dengan memanjangkan yang didasari perasaan ingin menyombongkan diri,
merupakan perbuatan yang tidak di sukai Allah dimana hal tersebut di sampaikan
sabdanya dalam sunan Abu Daud :
“Dari Abdul aziz bi Abu Ruwad, dari salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari nabi
"Saw bersabda : Hendaknya di panjangkan sarung, baju, dan sorban,
barangsiapa memanjangkan sesuatu darinya karena sombong Allah tidak akan
melihat kepadanya pada hari kiamat”( HR Abu Daud ).
seperti berpakaian untuk menutup aurat misalnya, akan tetapi jika dilakukan
dengan niat yang keliru atau dengan motif-motif tertentu yang menyimpang dari
ketentuan Allah, seperti untuk menyombongkan diri bukan karena patuh dan taat
kepadanya, maka nilai amalnya tidak akan sampai pada Allah dan tidak akan
mendapatkan balasan kebaikan dariNya, karena hanya dengan niat yang tulus
karena Allah suatu amal perbuatan akan memilii ruhnya dan akan di terima
sebagai amal sholeh di sisi Allah( Juwariyah:98).
ِ ُ صلَّنى هللُ َعلََمْي ِه َ َسلَّن َ َّنر ُ َ يََب َمْيلَ َِمْي َ َ َمْي َ َمْيرأَِ َ َمْي َ َمْيرأََ ََب َمْيلَ َِمْي َ َ َّنر ِ
َ َ َ َ َر ُس َمْي ُل هلل
ُ ُ
Artinya:“Rasulullah SAW melaknat pria yang mmakai pakaian wanita, dan
wanita yang memakai pakaian pria.”
ََمْي َ ِ لَّن َ َمْي َ َ َّنَب َ اِ ِّفر َ ِل ِ َ لِّف َ ِء َ َ َ َمْي َ َ َّنهَ اِ لِّف َ ِء ِ َ ِّفر َ ِل
Artinya:”tidak trmasuk golongan kami wanita yang nyerupakan diri dengan laki-
laki atau laki-laki yang menyerupakan diri dengan kaum wanita”
25
: ت ِ َ لِّف َ ِء – َ قَ َل
ِ ََ ِلَّنِب صلَّنى هلل علَ ِه سلَّن َمْي خلَّنثِْي ِ ِّفر ِل َمْي تََبر ِّف ال
َ ُ َ َ َ َ َ َ ُّ َ ُ َ َمْي َ َ َ ُ َ َمْي
صلَّنى هللُ َعلََمْي ِه َ َسلَّن َ اُالًَ َأَ َمْي َر َج عُ َ ُر ِ ِ
ُّ ِ اَأَ َمْي َر َج: قَ َل. أَ َمْي ِر ُ ُ َمْي َمْي اَبَُُب َمْي ُ َمْي-
َ لَّنِب
اُالَ ًن
ِ َ َمْي ُّق ِ َدي ِه َمْي رأَُ َمْي تََبر ِّف ل: ِ ث َ ي َمْيد لُ َن َمْيْللَّن َ َ يَبَمْيل ُر هلل إَِ ِه يَب م َمْي ِق
َ ُ َالَ ٌ َ ُ َمْي َ َ َ ُ ُ َمْي َ َمْي َ َ َ َ َ َمْي َ َ َمْي
Artinya:“tiga golongan manusia yang tidak akan masuk surga dan tidak akan
dilihat oleh Allah pada hari kiamat: 1.Orang yang durhaka kepada kdua
orang tuanya. 2.Wanita yang berprilaku(dan) mnyerupakan dirinya
dengan laki-laki. 3.Laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu(terhadap
kluarganya)(Muhammad Nashiruddin Al-Albani:183-187).
Tujuan berpakaian adalah mnghilangkan fitnah dari kaum wanita, dan dari
itu mungkinterwujud melainkan dengan mengunakan pakaian yang longgar dan
lebar. Tidak di bolehkan memakai pakaian ketat .
demikian itu dinyatakan tidak masuk surga dan tidak mencium baunya surga.
“Rasulullah SAW bersabda :
ب ْالبَقَ ِس يَضْ ِسب ُْى َى ِ قَ ْى ٌم َه َعهُ ْن ِسيَاطٌ َكأ َ ْذًَا: از لَ ْن أَ َزهُ َوا
ِ ٌَّاى ِه ْي أَ ْه ِل ال
ِ َص ٌْف
ِ
ث ُز ُء ْو ُسه َُّي َكأ َ ْسٌِ َو ِت ٌ َث ُه ِو ْيال
ٌ َاث َهائِال ٌ َازي
ِ اث َع ٌ َ َوًِ َسا ٌء َكا ِسي.اا َ ٌَّبِهَا ال
َّ ج ْال َوائِلَ ِت الَ يَ ْد ُخ ْل َي ْال َجٌَّتَ َوالَ يَ ِج ْد َى ِزي َْحهَا َو
ْ إى ِز ْي َحهَا لَي ُْى َج ُد
هي ِ ْالب ُْخ
َه ِس ْي َس ٍة َك َرا َو َك َرا
Artinya: “Dua golongan ini dari ahli neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu :
Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul
manusia, dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang,
berlenggak-lenggok (jalannya) (berpaling dari Allah SWT),
mengajarkan wanita berlenggak-lenggok (memalingkan wanita lain
dari Allah SWT), kepala mereka seperti punuk onta yang miring
(memakai sanggul/rambut pasangan pada rambutnya), wanita seperti
ini tidak akam masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini (jauhnya)”
(HR. Muslim)( Khalid Sayyid Ali, 2011:205).
Artinya: “Dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”
Abdullah Ibn Umar Ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak
akan melihat kepada orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong “ ( HR.
al-Bukhari)”(Abidin Ja‟far, 2006:65).
Menjulurkan pakaian disebut juga dengan Isbal yaitu menjulurkan pakaian
dibawah mata kaki. Seperti yang telah di jelaskan pada kajian hadits di atas,
bahwasanya melakukan isbal itu dilarang.
“Apa saja yang berada di bawah mata kaki berupa sarung maka tempatnya
di Neraka.”
Rasullullah SAW bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak
bicara oleh Allah SWT di hari kiamat.” Tidak dilihat dan dibesihkan serta akan
mendapatkan azab yang pedih yaitu seseorang yang melakukan isbal pengungkit
29
pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.”
(HR. Muslim Abu Daud Turmudzi Nasa‟i & Ibnu Majah).
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim dalam keadaan kita mengetahui
ancaman keras bagi pelaku Isbal kita lihat sebagian kaum muslimin tidak
mengacuhkan masalah ini. Dia membiarkan pakaiannya atau celananya turun
melewati kedua mata kaki. Bahkan kadang- kadang sampai menyapu tanah. Ini
adalah merupakan kemungkaran yang jelas. Dan ini merupakan keharaman yang
menjijikan. Dan merupakan salah satu dosa yang besar. Maka wajib bagi orang
yang melakukan hal itu untuk segera bertaubat kepada Allah SWT dan juga segera
menaikkan pakaiannya kepada sifat yang disyari‟atkan.
Untuk orang seperti ini, hanya mendapatkan satu ancaman, dan siksaannya
tidak dijatuhkan untuk seluruh anggota badannya. Siksaan itu khusus untuk
bagian tubuh yang melanggar syariat, yaitu pakaian yang terjulur di bawah mata
kaki. Apabila baju atau celana panjang yang dipakai seseorang menjulur hingga
melewati mata kaki maka bagian yang terjulur tadi akan mendapatkan siksa
neraka. Namun siksaan itu tidak mengenai anggota tubuh yang lainnya. Hal itu
dikarenakan kadar siksaannya disesuaikan dengan sedikit banyaknya kain yang
terjulur(Syaikh Muhammad, 2009:287-288).
Dari Ummu Salamah, bahwasanya ada seorang wanita yang berkata kepada
Ummu Salamah Radhiyallahu Anha : “Aku memanjangkan bajuku, lalu aku
berjalan di tempat yang kotor.” Ummu Salamah menjawab : “Rasulullah SAW
pernah bersabda, „ujung baju itu akan dibersihkan oleh tanah berikutnya”
(HR.Ahmad dan Abu Dawud).
Ada seorang wanita dari Bani Abdul Asyal yang menceritakan, aku pernah
bertanya : “Ya Rasulullah sesungguhnya kami memiliki jalan menuju ke mesjid
yang becek, lalu apa yang harus kam lakukan jika turun hujan?”Beliau
mengatakan : “Bukankan setelah jalan tersebut ada jalan yang leih bersih
darinya?” “Ya,” Jawabnya. Lebih lanjut beliau mengatakan : “Yang ini
(dibersihkan) oleh yang ini” (HR.Abu Dawud).
warna maupun baunya. Sedangkan bagian yang tidak mungkin dicuci, misalnya
lantai, maka cara mensucikannya adalah dengan menyiramnya sehingga tidak ada
bekas najis padanya. Dan air merupakan alat pokok untuk membersihkan dan
mensucikan, dan tidak ada yang dapat menggantikannya kecuali yang dibenarkan
syari‟at, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas(Syaikh Kamil M.
Uwaidah:658).
Artinya :“Segala puji bagi Allah yang telah memberi pakaian dan rezeki
kepadaku tanpa jerih payahku dan kekuatanku”(M. Hammam
Mihrom, dkk:281).
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid(tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling
ka‟bahatau ibadat-ibadat yang lain), Makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan(jangan melampaui batas yang di butuhkan
oleh tubuh dan jangan pula melampaui batasan-batasn makanan yang
di halalkan). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan” ( Hasby ash-shiddiqie, 1989:153).
32
Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah
Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di
gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu
dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam
peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu
agar kamu berserah diri (kepada-Nya)”( Hasby ash-shiddiqie,
1989:276).
Sebagaimana Nabi SAW juga telah menerangkan mana pakaian yang boleh
dan mana yang disunahkan memakainya. Oleh karena itu, orang Islam wajib
berpakaian dengan adab-adab sebagai berikut :
a) Laki-laki dilarang memakai sutra secara mutlak, baik untuk baju sorban atau
lain-lainnya.
b) Janganlah memanjangkan baju, celana, kopiah, jas, atau mantel melebihi mata
kaki.
Rasulullah bersabda :
“kain yang dipakai di bawah mata kaki berada dalam neraka.”
“Orang yang memakai kain, kemeja dan sorban dengan diturunkan
(dipanjangkan) karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada
hari kiamat.”
Rasulullah bersabda :
“Allah tidak mau memandang orang yang menurunkan bajunya karena
sombong.” (Muttafaq „alaih).
33
Membina hubungan yang baik antar sesama manusia merupakan suatu hal
yang penting dilakukan oleh setiap orang. Begitu pentingnya membina hubungan
yang baik ini, karena kita merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin dapat
dan mampu hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Manusia adalah makhluk
sosial di mana kualitas kemanusiaannya oleh perananya dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan manusia lainnya di tengah masyarakat. Untuk itu Al-Quran
menekankan hubungan antar manusia dengan memuat lebih banyak ayat-ayat
yang berbicara tentang ibadah sosial, daripada ibadah yang bersiat ritual(Syahidin
dkk:295).
bersih dari indikasi dan jauh dari perpecahan. Menggalang persatuan untuk
terciptanya kekuatan atau potensi. Islam membutuhkan potensi besar untuk
melaksanakan tujuan Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
missi. Menyembah Allah dan menjungjung tinggi kalam-Nya, menegakkan
kebenaran, berbuat baik, berjuang demi tegaknya prinsip Islam dan harkat
manusia, sehingga mereka dapat merasakan yang hidup penuh dengan kedamaian
di bawah naungan panji-panji Islam. Islam mengikat hati kaum muslimin dalam
satu ikatan yang kuat, terjalin dalam satu rasa kekeluargaan yang dapat
menumbuhkan solidaritas Antara sesama(Sahid Sabiq:175).
Ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bergaul, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
35
a) Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal baik dari dalam diri seseorang
maupun dari keluarga.
Diri seseorang: ada begitu banyak hal yang mempengaruhi manusia dalam
bergaul dengan sesamanya. Faktor ini tidak lain adalah kondisi fisik dan mental
(psikis) seseorang. Kondisi fisik yang baik akan membentuk sifat dan perilaku
yang baik dalam bergaul. Ia tidak akan merasa minder kepada sesamanya. Begitu
juga sebaliknya jika kita memiliki kondisi fisik yang kurang sempurna, maka ini
akan menyebabkan seseorang dalam bergaul akan kurang maksimal. Entah, ia
merasa kurang percaya diri akan kekurangannya. Tapi, hal ini juga harus
dibarengi dengan kondisi mental yang kuat dan sesuai dengan prinsip dan ajaran
agama sehingga akan melahirkan pribadi yang kuat, kokoh dan mampu
menghadapi segala macam dampak pergaulan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembngan seseorang. Kondisi dan tata cara kehidupan
kelurga merupakan lingkungan yang kondusif. Di dalam keluarga berlaku norma-
norma kehidupan kelurga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan
keluarga.
b) Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang.
Faktor ini adalah lingkungan. Lingkungan adalah tempat dimana sesoerang
tumbuh dan berkembang. Kepribadian seseorang dalam bergaul dipengaruhi dari
lingkungan tempat tinggal seseorang. Jika lingkungannya baik, maka akan
terbentuk tata pergaulan yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, jika lingkungan
tempat ia tinggal kurang memadai, maka akan berakibat pada pergaulan yang
kurang baik pula. Seringkali, seseorang yang berada pada lingkungan yang sarat
akan pengkonsumsian narkoba, rokok, minuman keras dan pekerja Seks
Komersial, akan melahirkan generasi yang seperti itu pua (bergaul seperti itu).
36
Islam mengambil jalan tengah dalam segala hal, tidak mempersulit tapi
tidak mempermudah. Islam bukan Dien (agama) yang mengharamkan segala
bentuk hubungan antara pria (ikhwan) dan wanita (akhwat), tapi juga tidak
membuka pergaulan bebas antara pria dan wanita. Dasar diperbolehkannya
pergaulan antara pria dan wanita ini terdapat dalam QS. Al-Hujurat: 13:
Tujuan utama dari pergaulan dalam Islam ialah untuk meningkatkan nilai-
nilai takwa dan kebajikan, sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Maidah
ayat 2:
Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat".
39
Mengenai apa yang dimaksud dengan perhiasan yang harus ditutupi oleh
perempuan dan perhiasan apa yang boleh ditampakkan olehnya, terdapat banyak
pendapat di kalangan para mufassir. Sebagian menganggap bahwa yang dimaksud
dengan perhiasan tersembunyi adalah keindahan alami (keelokan tubuh
perempuan), sementara itu, kata „perhiasan‟ jarang digunakan untuk makna ini.
Sebagian yang lain memaknakannya dengan “tempat perhiasan”, karena
memperlihatkan perhiasan itu sendiri, seperti anting, kalung dan gelang, secara
sendirinya tidaklah bermasalah, dan jika terdapat pelarangan, hal ini berkaitan
42
dengan tempat perhiasan tersebut, yaitu telinga, leher dan tangan sebagai tempat
perhiasan tersebut berada. Yang lainnya memaknakannya dengan “perhiasan” itu
sendiri, hanya saja ketika dikenakan di tubuh, merupakan hal yang wajar jika
memperlihatkan perhiasan seperti ini akan dibarengi dengan memperlihatkan
anggota tubuh tempat dikenakannya perhiasan tersebut. (Dari segi kesimpulan,
kedua tafsir terakhir adalah sama, kendati dianalisa dengan dua cara) Yang benar
adalah, bahwa kita menafsirkan ayat tanpa pra anggapan dan sesuai dengan
lahiriahnya, dimana lahiriahnya tak lain adalah makna ketiga. Oleh karena itu
kaum perempuan tidak berhak memperlihatkan perhiasan-perhiasan yang biasanya
tersembunyi, kendati tubuh tak terlihat karenanya. Dengan demikian,
memperlihatkan busana-busana perhiasan khusus yang ada di dalam pakaian
biasa, adalah tidak diperbolehkan, karena al-Quran melarang memperlihatkan
perhiasan-perhiasan seperti ini.
Dalam berbagai riwayat yang dinukilkan dari para Imam Maksum As pun
juga terlihat makna seperti ini, dimana perhiasan batin diinterpretasikan dengan
kalung, gelang, dan gelang kaki. Dan karena riwayat-riwayat yang lain
menafsirkan gelang, celak dan sebagainya sebagai perhiasan lahiriah, maka bisa
kita pahami juga bahwa maksud dari perhiasan batin, termasuk juga perhiasan itu
sendiri yang tersembunyi dan tertutup (perhatikan ini baik-baik).
2. Hukum kedua yang dipaparkan pada ayat ini adalah, “ ... hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dada ...”
dan seputarnya, supaya leher dan juga bagian dari dada tidak akan tergambar.
(makna ini juga terlihat jelas dari sya‟n nuzul ayat yang sebelumnya telah kami
katakan)
oleh gelang kaki yang dikenakannya, dan ini merupakan bukti betapa detilnya
pandangan Islam dalam masalah ini. Dan akhirnya, mengajak seluruh Mukminin
secara umum, baik lelaki maupun perempuan untuk bertobat dan kembali ke arah-
Nya, berfirman, “Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung.” Dan jika pada masa lalu, kalian
melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dalam masalah ini, kini
setelah hakikat hukum-hukum Islam telah dijelaskan kepada kalian, maka
bertobatlah dan datanglah ke arah-Nya untuk mendapatkan keselamatan, karena
keberuntungan dan keselamatan hanyalah di dalam rumah-Nya, di hadapan kalian
terdapat jebakan-jebakan berbahaya yang tidak mungkin terdapat keselamatan
kecuali dengan Kasih Sayang-Nya, maka serahkan diri kalian kepada-Nya!
Memang benar, sebelum diturunkannya hukum ini, dosa dan kelalaian terhadap
persoalan ini tidaklah bermakna, akan tetapi kita mengetahui bahwa sebagian dari
masalah yang memiliki keterkaitan erat dengan penyimpangan dan pencemaran
seksual, memiliki dimensi rasional, dimana istilahnya, merupakan rasionalitas
independen, dimana di sini, hukum akal, secara sendirinya telah mencukupi untuk
memunculkan tanggung jawab.
Rasulullah SAW bersabda:
ُت َ َ ا ِ َر ِ
يَ َعل ُّ ََُبَمْيتِ ِ لَّن َمْيَرَ لَّن َمْيَرَ اَِ َّنن َ َ اَُمْي َ َ ََمْي َ َمْي
َ َ َمْيلُ َمْي َن َر ُ ٌ اِ َمْي َرأٍَ إِ َّن َ َ َ َ ُ َمْي ََمْيَرٍم َ َ ُ َ اِ ِر َمْي َ َمْيرأَُ إِ َّن َ َ ِ ََمْيَرٍم
Artinya:“ Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang
perempuan, kecuali bersama mahramnya. Dan janganlah seorang
wnita bepergian jauh, kecuali disertai mahramnya “. (Khalid Sayyid
Ali, 2011:330)
Dari hadist di atas sejak semula menerangkan Haram di Tempat sepi
dengan perempuan yang bukan mahram, karena itu semua bisa membuat kita
melakukan hal-hal yang tercela. Hal ini dijelaskan bahwa Nabi tidak
membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan. Maka hal ini memberikan
pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah
bilik dengan perempuan tanpa mahramnya. Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa
yang dimaksud dengan hawwu disini ialah kerabat si suami seperti saudaranya,
46
anak saudaranya dan kerabat-kerabat lain yang boleh mengawini isterinya bila ia
diceraikan atau meninggal.
Yang dimaksud kerabat disini ialah ayah dan anak dari si suami karena
mereka ini dianggap mahram. Nabi menerangkan bahwa kerabat-kerabat si suami
menjumpai si isteri itu sama dengan menjumpai kematian, karena menyendiri
dalam sebuah kamar memudahkan timbul nafsu jahat yang membawa pada
kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau menyebabkan si suami
menceraikan isterinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya, takut kepada mudah
timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah daripada yang
dilakukan oleh yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa masuk ke
dalam bilik-bilik si perempuan dengan tidak menimbulkan prasangka yang tidak-
tidak.
Mengingat hal ini lebih perlu dihindari masuk ke dalam bilik tidur orang
lain. Dikarenakan jika kita berada dalam satu bilik dengan seorang perempuan
yang bukan mahram, dikhawatirkan kita terjerembab untuk mengikuti hawa nafsu.
Apabila seseorang bergerak mengikutinya meskipun hanya selangkah, ia akan
terpaksa untuk mengikuti langkah itu dengan langkah berikutnya.
Fatwa Lajnah Ad-Da‟imah, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dan Fatwa Al-
Imam Al-Allamah Syaikhuna Muhammad bin Shalih Al-„Utsaimin Rahimahulloh
berpendapat bahwa Ikhtilat yaitu bercampur baurnya laki-laki dan perempuan
dalam satu tempat yang memungkinkan saling satu sama lainnya. Serta menurut
Ulama Salaf orang yang belum menikah dianjurkan (wajib) untuk bershaum
(puasa) kalau melanggar dari norma-norma ajaran agama Islam maka haruslah
didera 100 kali lalu diarak serta ditonton keliling kota/desa serta dilempar oleh
batu hingga meninggal.( Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2003: 365-
366)
Dalam Al-Kafi, Imam Al-Shadiq a.s diriwayatkan berkata: “Waspadailah
hawa nafsumu sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab tidak ada
musuh yang lebih berbahaya bagi manusia selain ketundukkan pada hawa nafsu
dan perkataan lidahnya."(Imam Khomeini, 2004:196)
47
Dari Abu Hurairah ra. Nabi saw, beliau bersabda:” Telah ditentukan bagi
anak Adam (manusia) bagian zinanya, dimana ia pasti mengerjakannya. Zina
kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan
adalah berbicara, zina tangan adalah memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina
hati adalah bernafsu dan berangan-angan, yang semuanya itu dibuktikan atau
tidak dibuktikan oleh kemaluan. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadist ini kita dapat mengambil suatu pelajaran, bahwa zina itu ada 6,
yaitu:
menjauhi zina, walaupun zina yang kita lakukan masih bersifat sederhana seperti
zina mata dan kemudian dilanjutkan dengan zina tangan sampai zina kaki.
Karena itulah kita sebagai masyarakat islam perlu menjaga diri dan pribadi
kita agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan. Begitu pula dengan laki-
laki, harus bias menjaga kemaluannya dari wanita atau sebaliknya, karena itu
semua menyimpang dari ajaran Islam yang bersumber dari ketiga hal
tersebut.(Imam Nawawi, 1999: 498)
dalam pemeliharaan kuda itu. Karenanya seolah- olah Abu Bakar telah
memerdekakan aku.”(Al Bukhuri Muslim).
Menurut hadis ini adalah hendaklah ada kerjasama anatara suami dengan
isteri dalam membina rumah tangga. Dan hadis ini menyatakan pula kebolehan
kepala Negara memberikan tanah Negara kepada sebagian rakyatnya. Dan tanah
itu tidak dapat dimiliki oleh seseoarang, kalau tidak diberikan oleh kepala
Negara(pemerintah). Dan pemerintah boleh mencabut kembali dan boleh
mengalihkan hak milik tanah kepada orang itu menurut kemaslahatan. Dan
pemerintah boleh juga memeberi tanah itu sekedar diambil manfaatnya saja,
bukan dengan memberi hak milik atas tanah itu. Demikianlah hukumnya terhadap
tanah yang dimiliki oleh Negara. Adapun tanah yang pernah diolah maka dapat
dikrjakan oeh seseorang tanpa izin pemerintah menurut pendapat Malik, Asy
Syafii dan jumhur. Menurut Abu Hanifah, harus juga dengan pendapay izin
pemerintah lebih dahulu.
Hadis ini menyatakan kebolehan kita memboncengkan sesorang
perempuan yang telah kepayahan di jalan. Di samping itu menyatakan pul tentang
kerendahan hati Nabi terhadap umatnya. Beliau tidak keberatan memboncengkan
Asma. Kebolehan kita memboncengkan perempuan yang bukan mahram, adalah
apabila kita menjumpai di suatu tempat di jalan, sedang dia tidak sanggup berjalan
lagi khususnya apabila kita bersama-sama dengan oaring lain. Akan tetapi ada
yang mengatakan sebagai Al Qadli Iyadh, bahwa membonceng perempuan yang
bukan mahram adalah dari khususiyah Nabi saw,tidak dapat dilakukan oleh orang
lain. Nabi memboncengkan Asma itu adalah seoarang anak perempuan dari Abu
Bakar, saudara dari Aisyah dan isteri dari Az Zubair. Maka dapat dipandang
sebagai salah seorang keluarganya. Lebih-lebih lagi Rasulullah adalah orang yang
sangat kuat menahan nafsunya.( Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,
2003:381-384)
51
Berdasarkan pada makna kata aurat adalah yang berarti segala sesuatu
yang dapat menjadikan seseorang malu atau mendapatkan aib (cacat), entah
perkataan, sikap ataupun tindakan, aurat sebagai bentuk dari suatu kekurangan
maka sudah seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau dipertontonkan di
muka umum. Islam mengajarkan bahwa pakaian adalah penutup aurat, bukan
sekedar perhiasan. Islam mewajibkan setiap wanita dan pria untuk menutupi
anggota tubuhnya yang menarik perhatian lawan jenisnya. Bertelanjang adalah
suatu perbuatan yang tidak beradab dan tidak senonoh. Langkah pertama yang
diambil Islam dalam usaha mengokohkan bangunan masyarakatnya, adalah
melarang bertelanjang dan menentukan aurat laki-laki dan perempuan. Inilah
mengapa fiqh mengartikan bahwa aurat adalah bagian tubuh seseorang yang wajib
ditutup atau dilindungi dari pandangan( Muhammad Ibnu Muhammad Ali,
2002:3).
1. Aurat laki-laki
a. Aurat laki-laki sewaktu shalat, juga ketika di antara laki-laki dan
perempuan yang mahramnya, ialah bagian tubuh antara pusar dan
lutut. Pusar dan lutut bukanlah aurat, tetapi dianjurkan supaya ditutup
juga karena sepadan dengan aurat. Ini berdasarkan kaidah kaidah ushul
fiqh: Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib (Apa yang tidak
sempurna yang wajib melainkan dengannya, maka ia adalah wajib).
b. Aurat laki-laki pada perempuan yang ajnabiyah, yakni yang bukan
mahramnya ialah sekalian badannya.
c. Aurat laki-laki sewaktu khalwah, yakni ketika bersunyi-sunyi seorang
diri, ialah dua kemaluannya.
2. Aurat wanita sahaya
Aurat wanita sahaya atau hamba wanita ialah bagian antara pusar dan
lutut.
Aurat wanita merdeka
a. Aurat wanita yang merdeka di dalam shalat ialah bagian yang lain
dari wajah dan dua telapak tangannya yang dhahir dan batin hingga
pergelangan tangannya, wajah dan dua telapak tangannya, luar
dalam, hingga pergelangan tangannya, bukanlah aurat dalam shalat
dan selebihnya adalah aurat yang harus tertutup.
b. Aurat wanita yang merdeka di luar shalat.
Menurut syariat Islam menutup aurat hukumnya wajib bagi setiap orang
mukmin baik laki-laki maupun perempuan terutama yang telah dewasa dan
dilarang memperhatikannya kepada orang lain dengan sengaja tanpa ada alasan
yang dibenarkan syariat, demikian juga syariat Islam pada dasarnya
memerintahkan kepada setiap mukmin, khususnya yang sudah memiliki nafsu
55
birahi untuk tidak melihat dan tidak memperlihatkan auratnya kepada orang lain
terutama yang berlainan jenis.
Adapun melihat aurat orang lain atau memperlihatkan aurat kepada orang
lain yang dibenarkan syariat seperti sesama mahram dan terutama suami atau istri,
hukumnya boleh sebagaimana terdapat dalam surah al-Nur ayat 30-31:
Demikian pula orang muslim boleh melihat aurat orang lain atau
memperlihatkan auratnya kepada orang lain (walaupun bukan mahram) jika ada
alasan yang dibenarkan syariat seperti ketika berobat atau mengobati penyakit
yang pengobatannya memerlukan melihat atau memperlihatkan aurat karena
darurat.
Para ulama‟ membedakan antara aurat kaum wanita di hadapan kaum pria
dengan aurat kaum wanita di hadapan sesama wanita. Aurat wanita sebagaimana
tersebut di atas, sesuai dengan perbedaan pendapat para ulama‟ tidak
diperbolehkan diperlihatkan kepada kaum laki-laki selain suami dan mahramnya
atau orang lain yang oleh syariat dibolehkan melihatnya. Adapun aurat wanita
terhadap sesama wanita yang tidak boleh dilihat atau diperlihatkan ialah sama
dengan aurat laki-laki yakni anggota-anggota tubuh yang berkisar antara pusat dan
lutut.
Masalah aurat sangat erat dengan soal pakaian, karena aurat wajib ditutup
dan alat penutupnya adalah pakaian. Pakaian setiap muslim adalah harus menutup
batas-batas aurat seperti yang dikemukakan di atas. Namun karena para ulama‟
berbeda pendapat mengenai batas-batas aurat terutama aurat bagi wanita, maka
perbedaan pendapat-pun muncul pula dalam masalah pakaian kaum wanita.
Sebagian mengharuskan menutup seluruh anggota badan selain mata, sedangkan
sebagian yang lain menambahkan selain muka, yaitu kedua telapak tangan dan
kaki.
seorang wanita yang meninggalkan rumahnya dengan hanya muka dan kedua
telapak tangannya yang terlihat dan dari perilaku serta pakaian yang dikenakannya
tidak akan mudah menimbulkan dan menyebabkan orang lain terangsang atau
tertarik kepadanya. Artinya ia tidak akan mengundang perhatian pria kepada
dirinya. Ia tidak mengenakan pakaian-pakaian yang mencolok atau berjalan
dengan suatu cara yang menarik perhatian orang kepada dirinya atau ia tidak
berbicara dengan suatu cara yang menarik perhatian.
1. Meliputi seluruh badan kecuali yang diperbolehkan yaitu wajah dan kedua
telapak tangan
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan
63