Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

A. Rasio Keuangan Sebagai Indikator Penilaian Kinerja Perbankan


Pengukuran kinerja bank dalam literatur perbankan diukur dengan CAMEL dan
dikembangkan dengan memasukan unsur resiko. Pengukuran kinerja perbankan dilakukan
dengan menggunakan cara mengamati hasil yang dicapai oleh bank dengan standart yang
ditentukan oleh Bank Indonesia, atau hasil perhitungan rata-ratanya. Rasio keuangan
perbankan untuk mengukur kinerjanya antara lain : Likuiditas, Struktur keuangan,
Profitabilitas, Aktiva Produktif, Spread, Resiko Usaha dan Efisiensi. Baik maupun buruknya
kinerja keuangan perbankan dan berhasil atau tidaknya mencapai kinerja bisnis secara
memuaskan dapat diukur dengan tolak ukur keuangan yang disebut dengan rasio keuangan
(financial ratios). Dari berbagai jenis rasio keuangan yang ada, profitabilitas merupakan
indikator rasio yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Rasio yang
dimaksudkan adalah return on asset (ROA), karena ROA memfokuskan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh earning dengan mendayagunakan seluruh asset yang
dikelolanya. Sehingga ROA dijadikan alat ukur kinerja perbankan. Selain itu ROA juga
mencerminkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya secara efektif.
Dengan demikian maka semakin tinggi rasio ROA yang dihasilkan maka semakin baik atau
sehat kinerja bank tersebut, karena dengan meningkatnya ROA berarti telah terjadi
peningkatan profitabilitas perusahaan yang akan berdampak positif terhadap para stekholder
seperti pemegang saham.
Adapun return on asset (ROA) sebagai tolak ukur kinerja profitabilitas bank tidak berdiri
sendiri, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kinerja bank antara lain adalah CAR, NPL, LDR dan BOPO. Beberapa faktor tersebut pada
akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba (profitabilitas) perusahaan
perbankan. Berikut ini akan diuraikan beberapa jenis rasio yang akan digunakan untuk
pengujian atas seberaba besar pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perbankan baik
konvensional maupun syariah yang kemudian dilakukan komparasi atasnya.
1. Rasio Kecukupan Modal (CAR)
CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR). Menurut peraturan Bank Indonesia, CAR (Capital Adequancy Ratio)
adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang
mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut
dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana- dana dari sumber-sumber diluar
bank. Permodalan memang menjadi salah satu ukuran kinerja keuangan dan tingkat
kesehatan perbankan baik konvensional maupun syariah. Mengingat peranan modal
sangat penting karena selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, juga digunakan
sebagai “buffer” untuk menyerap kerugian kegiatan usaha. Alat ukur analisis permodalan
perbankan ini diantaranya adalah solvabilitas, dapat juga disebut dengan capital adequacy
analysis. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat modal bank yang
bersangkutan untuk menjalankan operasional secara memadai. Karena modal yang
memadai ini menunjukan kemampuan bank dalam mengatasi resiko kerugian yang akan
timbul. Dari rasio ini juga akan terlihat kekayaan bank yang merepresentasikan kekayaan
para pemegang saham, besar atau kecil. CAR atau singkatan dari capital adequacy ratio,
merupakan rasio kecukupan modal sebuah bank. Rasio ini digunakan untuk menganalisis
besaran modal sendiri yang dimiliki oleh sebuah bank dibandingkan dengan total aset
bank tersebut. Menurut Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011,
Rasio CAR diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
CAR = Modal Bank
Total ATMR
2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (NPL/NPF)
Bisnis dalam bidang apapun pada prinsipnya selalu berhadapan dengan resiko,
tidak terkecuali perbankan. Pada umumnya resiko-resiko tersebut dihitung menggunakan
pendekatan kuantitatif. Berdasar Peraturan Bank Indonesia nomor 5 tahun 2003, salah
satu resiko perbankan adalah resiko kredit atau yang biasa disebut dengan Non
Performing Loan (NPL). Yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajiban. Dapat juga didefinisikan sebagai pinjaman yang mengalami
kesulitan pelunasan atau sering disebut kredit macet pada bank. Hal ini dapat terjadi
karena bisnis utama perbankan adalah pemberian pinjaman yang berpotensi pada
kegagalan nasabah dalam melakukan pengembalian. Rasio NPF/NPL menunjukan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh
bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas
kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini
adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain.
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Besaran standar NPF yang ditetapkan oleh BI adalah 5%. Perhitungan NPF ini adalah
sebagai berikut :
NPF = Total Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan yang Diberikan
3. Rasio Likuiditas (LDR/FDR)
Likuiditas merupakan kesiapan bank dalam menyediakan dana untuk kebutuhan
saat ini ataupun dimasa yang akan datang. Khususnya kewajiban jangka pendek dan
bersifat lancar atau yang segera harus dibayar. Hal ini karena perbankan tidak berdiri dan
berjalan hanya dengan modal sendiri, melain juga bersumber dari dana pihak ketiga
dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito yang dalam sistem pembukuan bank
dicatat dalam kelompok pasiva yang merupakan kewajiban. Sederhananya Rasio
likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menyediakan likuiditas
atau dana untuk kewajiban yang harus dibayarkan pada saatnya. Dengan kata lain, rasio
ini adalah untuk mengukur kemampuan menyediakan dana bagi penarikan dana deposan
atau penabung dan penyediaan dana bagi pemohon pembiayaan. LDR/FDR dapat
diketahui dengan rumus :
FDR = Total Pembiayaan
Total Dana Pihak Ketiga
4. Rasio Efisiensi (BOPO)
Efisiensi operasional merupakan upaya untuk mengetahui apakah bank dalam
operasionalnya dilakukan dengan benar, sesuai dengan tujuan pendirian dan para
pemegang saham. Efisiensi berpengaruh terhadap kinerja bank karena dapat menunjukan
apakah bank tersebut dapat menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna.
Karena hakekat dari efisiensi adalah kemampuan menggunakan sumber daya yang tidak
perlu. Rasio efisiensi merupakan alat ukur untuk mengetahui kemampuan bank dalam
menjalan operasional usahanya. Menurut Bank Indonesia, BOPO distandarisasi untuk
tidak melebihi angka 90%, dengan arti bahwa jika bank memiliki rasio BOPO diatas
90%, bank tersebut tidak efisien. Rasio ini diukur dengan membandingkan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional, sebagaimana Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, formulasi rumus BOPO sebagai berikut :

BOPO = Total Beban Operasional


Total Pendapatan Operasional
5. Rasio Rentabilitas (ROA)
Dalam penelitian ini, Return on Asset (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur
kinerja keuangan perbankan karena Return on Asset digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva
yang dimilikinya. Return onAsset merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap
total asset. Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin
baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset
meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah
peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Rasio rentabilitas
merupakan alat ukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih dari operasional
usaha selama periode tertentu misalnya satu tahun. Dari rasio inilah profitabilitas bank
dapat diketahui. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa return on asset
adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA menunjukkan berapa
tingkat efisien perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh
pendapatan. Formula untuk menghitung pengembalian tingkat aktiva / return on asset
(ROA) sebagai berikut :

ROA = Laba Sebelum Pajak


Total Asset
6. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan bagian terpenting dalam sebuah bisnis perbankan. Hal
ini dijadikan acuan untuk mengukur apakah keuntungan yang ditargetkan oleh persahaan
dapat tercapai atau tidak. Salah satu rasio yang digunakan untuk Return on asset (ROA).
ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
menghasilkan keuntungan secara relative dibandingkan dengan total assetnya atau ukuran
untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset perusahaan.
B. Tahapan dalam Analisis Kinerja Keuangan

Penilaian kinerja setiap perusahaan yakni berbeda-beda alasannya yakni itu tergantung
kepada ruang lingkup bisnis yang dijalankannya. Jika perusahaan tersebut bergerak pada sektor
bisnis pertambangan maka itu berbeda dengan perusahaan yang bergerak pada bisnis pertanian
serta perikanan. Maka begitu juga pada perusahaan dengan sektor keuangan. Maka disini ada 5
(lima) tahapan dalam menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum yaitu :

1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan 

Review di sini dilakukan dengan tujuan semoga laporan keuangan yangsudah di buat
tersebut sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam dunia
akutansi, sehingga dengan demikian hasil laporan keuangan tersebut mampu
dipertanggungjawabkan.

2. Melakukan perhitungan

Penerapan metode perhitungan di sini yakni diubahsuaikan dengan kondisi dan


permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut akan
memperlihatkan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.

3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh.

Dari hasil hitungan yang sesuai diperoleh tersebut lalu dilakukan perbandingan dengan
hasil hitungan dari banyak sekali perusahaan lainnya. Metode yang paling umum
dipergunakan untuk perbandingan ini ada dua yaitu :

a. Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar waktu atau antara periode,
dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik.
b. Cross sectional approach, yaitu melaksanakan perbandingan terhadap hasil hitungan
rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya
dalam ruang lingkup yang homogen yang dilakukan secara bersamaan.
Dari hasil penggunaan metode ini diperlukan nantinya akan mampu dibentuk suatu
kesimpulan yang menyatakan posisi perusahaan tersebut berada dalam kondisi sangat
baik, baik ,sedang/normal, tidak baik, dan sangat tidak baik.

4. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap banyak sekali permasalahan yang


ditemukan.

Pada tahap ini analisis melihat kinerja keuangan perusahaan yakni sehabis dilakukan
ketiga tahap tersebut selanjutnya dilakukan penafsiran untuk melihat apa-apa saja
permasalahan dan kendala-kendala yang di alami perusahaan tersebut.

5. Mencari dan memperlihatkan pemecahan problem (solustion) terhadap


permasalahan yang ditemukan.

Pada tahap terakhir ini sehabis ditemukan banyak sekali permasalahan yang dihadapi
maka dicarikan solusi guna memperlihatkan suatu input atau masukan semoga apa yang
menjadi hambatan dan hambatan selama ini mampu terselesaikan. 

C. Beberapa Rasio Keuangan Penting


Rasio keuangan adalah suatu alat untuk menganalisis dan mengukur kinerja perusahaan
dengan menggunakan data-data keuangan perusahaan tersebut. Data-data keuangan dapat
diambil dari laporan keuangan seperti laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan laporan
lainnya. Melakukan analisis rasio keuangan merupakan hal yang penting dalam menjalankan
bisnis, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh. Rasio-rasio keuangan ini akan membantu
dalam mengukur keberhasilan perusahaan. Berdasarkan tujuannya, rasio keuangan dibagi
menjadi empat. Berikut merupakan beberapa rasio keuangan yang sering digunakan untuk
mengukur kinerja perusahaan:

1. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Rasio yang sering
digunakan yaitu :
a) Gross Profit Margin
Menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor yang dapat
dicapai dari setiap penjualan. Semakin besar hasil perhitungan menandakan semakin
baik kondisi keuangan perusahaan.
Rumus:
b) Net Profit Margin
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu
penjualan rupiah. Semakin tinggi rasio artinya semakin baik, karena menunjukan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Rumus:

c) Operating Profit Margin


Profit margin menggambarkan laba bersih sebelum bunga dan pajak yang didapat dari
penjualan perusahaan. Rasio ini juga diinterpretasikan sebagai ukuran efisiensi
bagaimana perusahaan menekan biaya-biaya pada suatu periode.
Rumus :

d) Return On Assets (ROA)


ROA menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan after tax operating profit
dari total aset yang dimiliki perusahaan.
Rumus:

e) Return On Investment (ROI)


ROI menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang
akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Semakin besar hasilnya
maka semakin baik.
Rumus:

2. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan suatu perusahaan dalam
memenuhi kewajiban membayar hutang-hutangnya maupun untuk mengecek efisiensi
modal kerja. Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa likuid suatu
perusahaan, apabila perusahaan tersebut mampu memenuhi kewajibannya berarti
perusahaan tersebut likuid, sedangkan apabila perusahaan tersebut tidak mampu
memenuhi kewajibanya maka perusahaan tersebut dikatakan ilikuid. Rasio yang sering
digunakan yaitu :
a) Current Ratio
Rasio ini menunjukan perbandingan aset lancar dengan kewajiban lancar. Semakin
tinggi maka artinya semakin baik likuiditasnya. Rumus current ratio adalah:
b) Quick Ratio
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau
hutang lancar dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan
(Inventory). Nilai persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan karena persediaan
merupakan aktiva lancar yang memiliki tingkat likuiditas yang kecil. Untuk
mengukur rasio ini, semakin tinggi hasilnya maka likuiditas perusahaan semakin baik.
Rumus current ratio adalah :

3. Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam melunasi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Jadi perusahaan yang solvable belum tentu tidak likuid (ilikuid), dan perusahaan
yang tidak solvable juga belum tentu ilikuid. Perusahaan yang tidak mempunyai aktiva
yang cukup untuk membayar utang biasanya disebut dengan perusahaan yang unsolvable.
Rasio yang sering digunakan yaitu :
a) Total Debt to Total Assets Ratio
Rasio ini dikenal dengan debt ratio yaitu mengukur besarnya dana yang berasal dari
utang. Rasio ini menunjukkan sejauh mana utang dapat ditutupi oleh aktiva
perusahaan. Semakin kecil rasionya makan semakin aman (solvable).
Rumus :

b) Debt to Equity Ratio


Rasio ini digunakan untuk mengukur utang yang dimiliki dengan modal sendiri.
Sebaiknya utang perusahaan tidak melebihi modal perusahaan sendiri. Hal ini agar
beban tetap yang dikeluarkan perusahaan tidak tinggi. Semakin kecil utang terhadap
modal maka semakin baik dan aman.
Rumus:

4. Rasio Aktivitas
Rasio Aktivitas digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan aktiva atau kekayaan
perusahaan. Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat
aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada
tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang
tertanam padaaktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila
ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif.
a) Rasio Perputaran Piutang
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Semakin tinggi perputarannya
maka semakin efektif pengelolaannya.
Rumus:

b) Rasio Perputaran Persediaan


Rasio ini menunjukan likuiditas perusahaan dalam pengelolaan persediaanya.
Semakin tinggi perputarannya maka semakin baik. Hal tersebut artinya perusahaan
menjual dan mengelola persediaan dengan cepat dan baik.
Rumus:

c) Rasio Perputaran Aktiva Tetap


Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan
dengan aktiva tetap yang dimilikinya. Semakin besar perputaran rasionya, maka
semakin baik untuk perusahaan.
Rumus:

d) Rasio Perputaran Total Aktiva


Rasio ini digunakan untuk menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Semakin
tinggi perputarannya maka semakin efektif perusahaan dalam memanfaatkan total
aktiva untuk penjualannya.
Rumus:

Anda mungkin juga menyukai