Anda di halaman 1dari 37

PENGEMBANGAN IPTEKS DALAM AL-QURAN

DISUSUN

OLEH: NURISLAMIA

73162103045

(PLS VI A)
Dosen Pengampuh Mata Kuliah
Elihami,S.Pd.,M.Pd.I

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

STKIP MUHAMMADIYAH ENREKANG


TAHUN 2019

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Secara garis besar, Allah menciptakan ayat dalam dua jalan keduanya saling menegaskan
dan saling terkait satu sama lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan manusia untuk
memaham keduanya adalah keniscayaan. Allah tidak hanya memberikan perintah untuk sekedar
memahami ayat-ayat Allah berupa Qauliyah, tetapi uga untuk melihat fenomena alam ini. Alam
adalah ayat Allah SWT yang tidak tertuang dalam bentuk perkataan Allah untuk dibaca dan
dihafal. Tetapi alam adalah ayat Allah yang semestinya dieksplore dan digali sedalam-dalamnya
untuk semakin manusia mendekatkan diri pada kemahakuasaan Allah SWT .Berangkat dari
kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati, yang kemudian diproses oleh akal untuk
menentukan sikap mana yang benar dan mana yang salah terhadap suatu obyek atau relitas. Cara
seperti ini bisa disebut sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sedangkan proses rasionalitas itu
mampu mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu kesadaran
baru tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi di balik obyek rasional yang bersifat fisik
itu. Kesadaran ini yang disebut sebagai transendensi.

Takdir merupakan hukum-hukum Allah yang diberlakukan pada alam fisik


(makrokosmos), sedangkan sunatullah merupakan hukum-hukum Allah untuk alam sosial
(mikrokosmos). Sebagai hukum-hukum Allah, keduanya, takdir maupun sunatullah,
mengandung kepastian dan determinasi. Manusia, karenanya, tidak mungkin dan tidak dapat
melawannya.

Manusia, tidak bisa tidak, harus meneliti dan mempelajari alam dan fenomena alam agar
mengenali hukum-hukum Allah yang terkandung di dalamnya. Pengenalan terhadap hukum-
hukum Allah itu, dengan sendirinya, akan mendatangkan kemudahan dan kemaslahatan bagi
kehidupan manusia di muka bumi. Alam semesta dengan begitu benar-benar menjadi rahmat dan
nikmat, bukan menjadi laknat dan petaka bagi umat manusia. 
BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian IPTEKS

Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau mengetahui. `Ilm menurut bahasa
berarti kejelasan, karena itu segala kata yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri
kejelasan. Misalnya: `alam (bendera), `ulmat (bibir sumbing), a`lam (gunung-gunung), `alamat
(alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu.

Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari pendekatan rasional dan
pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui pendekatan keilmuan akan didapatkan
sejumlah pengetahuan atau juga dapat dikatakan ilmu adalah sebagai pengetahuan yang ilmiah.

Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
adalah pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih
menjamin kepastian kebenaran yang dicapai Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan
sebutan science.

Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna mencapai suatu
tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi adalah ilmu tentang penerapan ilmu
pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan.

Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan
pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu
pengetahuan dan berdasarkan proses teknis tertentu untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan terpenuhinya suatu tujuan.

B.   Paradigma Pendidikan Muhammadiyah

Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan
hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya
mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :

a. Tujuan Pendidikan

Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan
pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan
pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi
pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami
ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang
didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua
kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum
dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.

Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang
sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum,
material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut
(agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran
agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

b. Materi pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:

1)      Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2)      Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang
utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan
intelek serta antara dunia dengan akhirat.

3)      Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan


keinginan hidup bermasyarakat.

c. Model Mengajar

Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad dahlan tidak menggunakan pendekatan


yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau
dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.

1)        Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah


Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.

2)        Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah


Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.

3)      Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter


karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah
Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.

Analisis Paradigma Pendidikan pada Gerakan Muhammadiyah

Melihat pemikiran pendidikan pada gerakan Muhammadiyah saat itu memang telah mengadakan
integrasi antara ilmu agama dengan ilmu umum, Ahmad Dahlan telah mampu mengintegrasikan
ilmu agama dengan ilmu umum, di sekolah-sekolah umum. Melihat perkembangan yang seperti
itu dan menoleh pada suatu konteks modernitas yang saat ini terjadi maka perlu adanya sebuah
inovasi dalam bentuk pengembangan sebuah lembaga pendidikan Muhammadiyah agar tidak
kolot dan ketinggalan jaman. Seperti yang kita ketahui lembaga pendidikan yang dibawah
naungan organisasi Muhammadiyah sangatlah banyak mengalami penurunan baik pada pendidik
ataupun peserta didiknya. Oleh karena itu harus mampu menyeimbangkan dengan tuntutan
perkembangan zaman saat ini seperti mengajarkan IPTEK kepada pendidik dan peserta didiknya.
Menyelenggarakan studi atau kajian tentang arah baru model pendidikan Muhammadiyah
termasuk kurikulum dan perangkat-perangkatnya.

a.       Menyelenggarakan studi atau kajian tentang standar profesionalisme guru dan lulusan atau
kompetensi peserta didik

b.      Menyelenggarakan diklat MBS bagi penyelenggara sekolah

c.       Mengembangkan TI bagi proses dan pengelolaan pendidikan.

d.      Menyelenggarakan tugas belejar dan diklat bagi guru dalam rangka meningkatkan kualitas,
kualifikasi  dan profesionalisme guru.

e.       Dengan desentralisasi pendidikan, dimungkingkan menjalin kerjasama dengan lembaga-


lembaga lain dalam rangka meningkatkan mutu sekolah, namun demikian harus relevan dengan
kondisi global dan kebutuhan daerah serta merata pada masyarakat setempat.

Berdasarkan uraian sebagaimana terdapat pada pembahasan diatas bahwa berbagai inovasi dalam
pendidikan Muhammadiyah bukanlah sesuatu hal yag mustahil tetapi harus terus dikembangkan
dan diberikan apresiasi yang setingi-tingginya, selama inovasi tersebut tidak melanggar undang-
undang dan peraturan-peraturan yang berlaku serta dalam rangka memperbaiki model-model
pendidikan yang ada. Dalam pengembangannya, implementasi dari berbagai inovasi dibutuhkan
kajian yang serius dan mendalam agar siapapun yang terlibat dalam pendidikan maupun
masyarakat Indonesia akan memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut.

C.   Pandangan Islam Tentang IPTEKS

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia kini telah dikuasai peradaban Barat,
kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-niru dalam gaya hidup tanpa
diseleksi terlebih dulu terhadap segala dampak negatif dimasa mendatang atau  krisis
multidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi juga tidak anti terhadap barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau,
sekarang maupun yang akan datang.

Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya segala sesuatu itu mubah termasuk segala apa
yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang haram kecuali jika terdapat nash atau
dalil yang tegas dan pasti, karena  Islam bukan agama yang sempit. Adapun peradaban modern
yang begitu luas memasyarakatkan produk-produk teknologi canggih seperti televisi vidio alat-
alat komunikasi dan barang-barang mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi
tiap orang tua, muda atau anak-anak yang tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab atas apa
yang diakibatkannya, tetapi menjadi tanggung jawab manusia yang menggunakan dan
mengopersionalkannya. Produk iptek ada yang bermanfaat manakala manusia menggunakan
dengan baik dan tepat dan dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka manakala
digunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan semata.

Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak akan bertentangan
dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus, asalkan dengan analisa-analisa yang
teliti, obyekitf  dan tidak bertentangan dengan dasar al-Qur`an.

D.   Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan IPTEKS

POTENSI YANG DIMILIKI MANUSIA

Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat dan antropologi dijumpai berbagai
pandangan para ahli tentang hakekat manusia. Sastraprateja, misalnya mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia itu sendiri adalah suatu sejarah, suatu
peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya,
dalam sejarah perjalanan bangsa manusia. Saatraprateja lebih lanjut mengatakan, bahwa apa
yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengamatan manusia adalah suatu rangkaian
anthtropoligical constans, yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang dimiliki manusia.
Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada sekurang-kurangnya 6anthtropoligical constans
yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia, yaitu:

1.      Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis

2.      Keterlibatan dengan sesama

3.      Keterkaitan dengan srtuktur sosial dan institional

4.      Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat,

     hubungan timbal balik antara teori dan praktis.

5.      Kesadaran religious dan para religious

6.      Merupakan satu sintesis dan masing-masing saling mempengaruhi.

Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan
oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan bahwa dalam beresksistensinya manusia tidak
bisa melepaskan dari ketergantungannya pada orang lain.

Dr. Alexis Carrel (seorang  peletak dasar-dasar humaniora di Barat ) mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding
terbalik dengan perhatiannya  yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada luar dirinya.
Pendapat ini menunjukkan tentang betapa sulitnya memahami manusia secara tuntas dan
menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang selesai memahami dari satu aspek tentang manusia,
maka muncul pula aspek yang lainnya.

Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan alamiah. Manusia menghargai
tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai makhluk yang berbudaya. Manusia tidak liar, baik
secara social maupun alamiah.

Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak
mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan tulus dan
menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan
pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala
potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib,
al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.

Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka pendidikan
dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan yang antara lain :

1.    Aspek Pedagogis

Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’ yaitu
makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Jadi disini
pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat
menjadi manusia yang sebenarnya.

2.    Aspek Psikologis

Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’ yaitu
makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Didalam
kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh
dan berkembang.

3.     Aspek Sosiologis Dan Kultural

Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar
untuk hidup bermasyarakat.

4.    Aspek Filosofis

Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.

Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.
Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang,
sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.

Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian muslim. Potensi dasar
tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang dengan baik.
Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara
wajar dan manusiawi.

Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada manusia
lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang
shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut
dilakukannya.

HUBUNGAN FITRAH DENGAN PENDIDIKAN

Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu dari segi pengertian.

1.    Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus dikembangkan
secara optimal.

2.    Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan kemampuan hidup
secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai
religius dan sosial sebagai pengarah hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang ada atau
kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut. Pendidikan merupakan
sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk optimal kemampuan-kemampuan tersebut
untuk mencapainya.  Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan
aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan
kemampuan dasar tersebut kepada pola hidup yang ukhawi. Oleh karena itu diperlukan atau
keharusan pendidikan.

Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi “fitrah tauhid”
aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda.  Menurut H.M. Arifin,
fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang di
dalamnya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan
saling menyempurnakan bagi hidup manusia.

Seiring dengan lajutnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di samping kemajuan ilmu
pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang berkualitas (khalifah Allah dibumi).
Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya perkembangan pengetahuan itu sendiri,
sehingga hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak akan merusak nilai
manusia itu sendiri.

Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus sumber ajaran
Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang tercakup dalam ayat-ayatnya,
baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari perihidup kemanusiaan sampai menerobos
keberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan faktor
fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam
kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah
sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal Allah
dan Rasulnya.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi atau fitrah
yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar mengemban dua
tugas utama, yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan juga untuk beribadah kepada Allah SWT.
Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa
yang akan  diembannya dapat terwujud. Pendidikan islam bertujuan untuk mewujudkan manusia
yang berkrebadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal
perbuatannya untuk mencari keriddhaan Allah SWT. Pendidikan Islam harus menggunakan al-
Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya
dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.

Dengan demikian, hakikat cita-cita Pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang
beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang. Fitrah adalah potensi diri
manusia untuk lebih baik. Itulah sebabnya potensi untuk menjadi lebih baik pada diri kita
senantiasa dodorong dan dibangkitkan. Banyak sekali orang selalu optimis, sehingga berbagai
masalah dan rintangan mampu dihadapi dengan gembira yang akhirnya mampu membuat orang-
orang disekitarnya termotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Fitrah erat kaitannya dengan
citra manusia yang merupakan gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan
kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah Allah yang ada pada
manusia sejak ia dilahirkan.

Kondisi citra  manusia secara potensial tidak dapat dirubah, sebab jika berubah maka eksistensi
manusia menjadi hilang, namun secara actual citra tersebut dapat berubah sesuai dengan
kehendak dan pilihan manusia itu sendiri. Sebelum kita mengetahui fitrah dan potensi manusia
dalam pendidikan Islam. Kita lihat dulu pengetian dari Pendidikan Islam itu sendiri apa?.
Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-touny al-Syaebani, diartikan sebagai
”usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan
kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan”. Dan dari
hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, Pendidikan Islam yaitu:
sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan
hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua
ajaran Islam”.

Adapun Pendidikan Islam menurut Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, Pendidikan Islam adalah
proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat
kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampua ajarannya (pengaruh
dari luar). Dan Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang dilakukan seorang
dewasa kepada anak didiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik dan memiliki
kepribadian muslim yang mengimplemantasikan syari’at Islam dalam kehidupan sehari, serta
hidup bahagia didunia dan akhirat.

Dari beberapa defenisi tersebut, Pendidikan Islam, yakni pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan didalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan
tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian.
Dilihat dari penjelasan diatas, maka diperlukan pendidikan islam yang harus didasarkan pada
konsep dasar manusia yang berhubungan dengan kualitas-kulitas atau potensi manusia, potensi
yang memerlukan proses pembinaan yang mengacu ke arah yang realisasi dan pengembangan
individu yang berwawasan kepada Islam. Dalam hal ini dengan berpandu kepada Al-quran dan
Hadist sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan
menciptakan insane Kamil bahagia di dunia dan akhirat. Ada pun tujuan yang tertinggi dapat
dirumuskan dalam istilah “insane kamil” (manusia paripurna). Dalam tujuan pendidikan islam
tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan
peranannya sebagai mahkluk ciptaan Allah.

Dengan demikian indikator dari insane kamil tersebut adalah: menjadi hamba Allah,
mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi al-Ardh,yang mampu memakmurkan bumi
dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya, sesuai
dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman
hidup, dan untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup didunia sampai akhira, baik
individu maupun masyarakat.

Allah SWT menciptakan manusia didunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah Khalik-
Nya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar
mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Manusia diciptakan Allah selain menjadi
Hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan “khalifah”,
manusia telah diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah(fisiologis) dan rohaniah (mental
psikologis) yang dapat dikembangkan. Begitu kompleks fitrah manusia, sehingga manusia pantas
menerima amanah Tuhan untuk menjadi khalifah dan hamba-Nya. Manusia diciptakan Allah
dalam struktur yang paling baik dan ditumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat
yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok
kehidupannya didunia. baik diantara makhluk Allah yang lain.

Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan rohaniah atau unsur psiologis. Untuk
mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut,
pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan
tersebut dapat dicapai. Namun, proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan
tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menjadi
baik menurut kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri
manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu arah perbuatan fasik (menyimpang dari
peraturan) dan ke arah ketakwaan (menaati peraturan/perintah). Seperti firman Allah dalam surat
As Syams 7-10. Dalam firman Allah tersebut menjelaskan bahwa, manusia di beri kemungkinan
untuk mendidik diri dan orang lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah
melalui berbagai metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki kemamuan
bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya sendiri. Ia tak akan mendapatkan 
sesuatu kecuali menurut usahnya.

Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An Najm, 39 dan 40. Disini menjelaskan
konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan Manusia sebagai makhluk-Nya yang mengandung
nilai kasih sayang bersifat pendagogis (mendidik), yaitu tanpa ikhtiar, manusia tidak akan
memperoleh kasih sayamg Tuhan atau keberuntungan atau keberhasilan. Dengan kata lain,
rahmat dan hidayah serta taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui ikhtiar yang
benar dan sungguh di jalan Allah. Bilamana tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada
pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses kependidikan yang harus dikelola oleh
para pendidik harus berjalan di atas pola dasar  manusia dari fitrah yang telah dibentuk Allah
dalam setiap pribadi manusia.

Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di dalamnya terdapat
aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis-interaksional (saling
mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan sempurna
melalui arahan kependidikan. Salah satu  aspek potensial dari apa yang disebut  “fitrah” adalah
kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat
perkembangannya. Para pendidik muslim sejak dahulu menganggap bahwa kemampuan berpikir
inilah yang menjadi kriterium (pembeda) yang esensial antara manusia dan mahkluk-makhluk
lainnya. Disamping itu, kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk berkembang seoptimal
mungkin yang banyak bergantung pada daya guna proses kependidikan.

Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut pandangan Islam dinamakan
“Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata fathara yang berarti mencipta. Sementara pakar
menambahkan, fitrah adalah mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya. Kata
fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah berarti
kejadian asli,agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian. Menurut ibn al-
Qayyim dan ibn al-Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang
dihasilkan dari penciptaannya itu.

Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan manusia.
Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Qur’an dalam konteksnya selain dengan
manusia. Dalam kamus susunan Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan,
perangai, kejadian asli. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan dengan agama, sunnah,
kejadian, tabiat. Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah adalah potensi laten atau
kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya sejak lahir.

Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan arti fitrah,
hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum  30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan
kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu.
Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”

Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikan
Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)

Bila di interpretasikan lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana tersebut dalam ayat al-
Qur’an dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1.    Fitrah yang disebutkan dalam ayat tersebut mengandung implikasi pendidikan.Oleh karena


itu, kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar beragama
yang benar dan lurus yaitu islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun. Karena
fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun
bentuknya dalam tiap pribadi manusia.

2.    Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian dengan
kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama (beribadah). Hal in
dikuatkan oleh firman Allah dalam surat adz-Dzariyat(51):56[9][6]
3.    Fitrah Allah berarti ciptaan Allah, Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama,
yaitu agama Tauhid; maka hal itu tidak wajar kalau manusia tidak beragama tauhid. Mereka
tidak beragama tauhid itu hanya lantaran pengaruh lingkungan. Tegasnya manusia menurut fitrah
beragama tauhid.

4.    Fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, budi nurani. Maksudnya bahwa rasa keagamaan, rasa
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa itu adalah serasi dengan budi nurani manusia.
Adapun manusia yang bertuhankan kepada yang lain-lain adalah menyalahi kodrat kejiwaannya
sendiri.

5.    Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya adalah
kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan makna ini ada
hadist yaitu: “ Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas, berupa fitrah Allah, di
mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan taat berupa benteng penjagaan”
(HR. abu Hamid dari Muadz)

6.    Fitrah berarti potensi dasar manusia. Maksudnya potensi dasar manusia ini sebagai alat
untuk mengabdi dan ma’rifatullah.Para filosof yang beraliran empirisme memandang aktivitas
fitrah sebagai tolok ukur pemaknaannya.

Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Fitrah itu dapat dilihat dari dua segi yakni; segi naluri sifat
pembawaan manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi manusia sejak lahir, dan segi
wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya. Jadi potensi manusia dan agama wahyu itu
merupakan satu hal yang nampak dalam dua sisi, ibarat mata uang logam yang mempunai dua
sisi yang sama.Mata uang itulah kita ibaratkan fitrah. Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan
dan mengembangkan sifat-sifat tersebut adalah merupakan potensi dasar manusia yang terbawa
sejak lahir.

Ada pun macam-macam fitrah (potensi) dapat kita lihat sbb:

1.    Potensi Fisik (Psychomotoric).

Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai
kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2.    Potensi Mental Intelektual (IQ).

Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan sesuatu untuk
menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.

3.    Potensi Mental Spritual Question (SP).

Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang
berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.

4.    Potensi Sosial Emosional.

Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan amarah, serta
bertanggung jawab terhadap sesuatu.

Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas dalam agama Islam.
Dengan kemampuan ini manusia dapat dididik menjadi beragama Yahudi, Nasrani, ataupun
Majusi, namun tidak dapat dididik menjadi atheis (anti Tuhan). Pendapat ini diikuti oleh banyak
ulama Islam yang berfaham ahli Mu’tazilah antara lain Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun.  Aspek-
aspek psikologis dalam fitrah adalah merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis,
responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.

Aspek-aspek tersebut adalah:

1.    Bakat, suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan


akademis dan keahlian dalam bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan Kognisi
(daya cipta), Konasi (Kehendak) dan Emosi (rasa) yang disebut dalam psikologi filosifis dengan
tiga kekuatan rohaniah manusia.

2.     Insting atau gharizah adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku dengan tanpa
melalui proses belajar. Kemampuan insting ini merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam
psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu
dengan tanpa belajar.
3.    Nafsu dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang
mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah yang
mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain. Nafsu berahi
(eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual untuk memuaskan tuntutan akan pemuasan
hidup berkelamin. Nafsu mutmainnah yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Menurut al-Ghazali, nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke
arah perbuatan mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah
perbuatan rendah sebagaimana binatang.

4.    Karakter adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini
berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter terbentuk oleh
kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari pengaruh luar

5.    Hereditas atau keturunan adalah merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung ciri-
ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam garis yang terdekat
maupun yang telah jauh.

6.    Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi
menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi
khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi
kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang bersih jiwanya.

Implikasi Fitrah Manusia Terhadap Pendidikan

Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus
ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang
hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan
potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan
perkembangannya tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum
yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat
manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan manusia. Hukum-
hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu juga
dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-
ilmu pendidikan ada 5 macam faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan
pendidikan, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Karena itulah
maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan
ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam.

Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha manusia
sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk keahlian, laksana emas
atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada gunanya kalau tidak digali dan diolah
untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat
dipengaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada
perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam berangkat dari
filsafat pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat
anthropocentric.

Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan menurut
hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya dan
perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang diperoleh. Sedang
seorang guru hanya bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan
tahap perkembangan pemikiran serta peserta didik sendirilah yang harus belajar.

Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia dan
berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Dalam pendidikan Islam
hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu keberhasilan akhir dari proses
ikhtiyariah manusia dalam pendidikan.

Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan:

1)      Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis

2)      Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai,
“Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang
belum selesai, “morally is unfinished”. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang
reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung
jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan
stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.

3)      Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris. Dengan bantuan kajian psikologik,
implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat
diharapkan sejauh menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut
pandangan islam.

4)      Konsep fitrah dan aliran konvergensi. Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan
konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:

a.    Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan,


meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,

b.    Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia
sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.

Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga
tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur
dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar
ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih
seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber
daya manusia yang potensia.

Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar manusia, namun
kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak tanpa petunjuk Ilahi, pikiran dan
penalaran dalam perkembangannya memerlukan pengarahan dan latihan yang bersifat
kependidikan yang sekaligus mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya dalam pola
keseimbangan dan keserasian yang ideal.

Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana
orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada pendidikan
dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam
pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan
firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an. Pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada
pengajaran. Dimana orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih
menekankan pada pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh
dan bulat maka pendidikan Islam pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan
kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an

Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total, menyeluruh dan
meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan falsafah pendidikan yang
menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya, falsafah pendidikan yang demikian itu
bercorak menyeluruh dimana iman melandasarinya. Sehingga proses pendidikan yang berwatak
keagamaan mampu mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin, atau dengan
filsafat pendidikan Islam bisa memikirkan perkembangannya secara mendasar, sistematik, dan
rasional yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits agar berkembang secara optimal dan
bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.

E.   Rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an

Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-Qur’an banyak terkandung
teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir, serta
mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki,
diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya
seoptimal mungkin.

Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan
berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah
mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam
peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan
historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu.  Sebagaimana firman Allah dalamQS. Yunus ayat
101 yang artinya:    “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”
     َ‫ض فَا ْنظُرُوا َك ْيفَ َكانَ عَاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِ ْين‬
ِ ْ‫ت ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ُسن ٌَن فَ ِس ْيرُوا فِي ْاألَر‬
ْ َ‫قَ ْد خَ ل‬

Artinya:     “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)

ِ ‫َوفِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَفَالَ تُب‬


  َ‫ْصرُوْ ن‬

Artinya:”Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS. Az-
Zariyat: 21).

Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia menggunakan akal
fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena alam semesta. Teks-teks al-Qur’an
yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut:

a.        Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah

Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh sehingga manusia
memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi kecerahan pada akal
manusia, kebenaran hasil riset dapat diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal dengan
naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta dengan segala perubahannya sebagai persoalan
yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an sebagai kamus alam semesta. Solusi tentang teka-
teki alam semesta akan terselesaikan dengan benar jika digunakan formula yang tepat yaitu al-
Qur`an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah akan berjalan secara
pararel dan seimbang. Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan
menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek, seperti wahyu pertama
QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca, menulis, melakukan penelitian dengan
dilandasi iman dan akhlak yang mulia. Sedangkan perintah untuk melakukan penelitian secara
jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20:

ِ ْ‫ َوإِلَى ْاألَر‬ )19( ‫ت‬
َ‫ض َك ْي‚‚ف‬ ْ َ‫ص‚ب‬ ِ ‚َ‫) َوإِلَى ْال ِجب‬18( ‫ت‬
ِ ُ‫‚ال َك ْي‚‚فَ ن‬ ْ ‫الس‚ َما ِء َك ْي‚‚فَ ُرفِ َع‬ ْ َ‫أَفَالَ يَ ْنظُرُوْ نَ إِلَى ْا ِإلبِ ِل َك ْيفَ ُخلِق‬
َّ ‫ َوإِلَى‬ )17( ‫ت‬
ْ ‫ُط َح‬
)20( ‫ت‬ ِ ‫س‬

Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana
ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiyah: 17-20)

Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan observasional
yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif seperti yang
berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-dasar sains.

      َ‫ َو ِم ْن ُك ِّّ•‚ِل َش ْي ٍء خَ لَ ْقنَا زَ وْ َج ْي ِن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬  

Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)
َ‫ت ْاألَرْ ضُ َو ِم ْن أَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِم َّما الَ يَ ْعلَ ُموْ ن‬
ُ ِ‫ق ْاألَ ْز َوا َج ُكلَّهَا ِم َّما تُ ْنب‬
َ َ‫ُس ْب َحانَ الَّ ِذي خَ ل‬

Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui”. (QS. Yasin: 36)

Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara berpasang-
pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita dan pria, elektron dan
positron. Terjadinya pasangan elektron dan positron di dalam fisika inti dikenal pembentukan ion
(ion air production) di mana radiasi gelombang elektron magnetik memiliki tenaga di atas 1.02
Mev. Ayat ini dapat diartikan sebagai perintah untuk melakukan penelitian. Karena dengan
melakukan penelitian hal-hal yang tadinya belum terungkap menjadi terungkap. 

b.      Al-Quran Sebagai Prediktor

Beberapa ayat Al Quran menyatakan ramalannya kejadian pada masa yang akan datang baik
masa yang jauh maupun masa yang dekat, yang sebagian merupakan mata rantai sebab akibat
(kausalitas). Oleh sebab itu jika sebab ini merupakan data-data yang dapat dirunut oleh manusia
secara komprehensip, maka akibat yang ditimbulkan kelak akan dapat diketahui sebelum terjadi
dengan intensitas keyakinan yang cukup tinggi.

Berikut ini contoh ayat-ayat tersebut:

ِ َّ‫ت أَ ْي ِدي الن‬


‫اس‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْالفَ َسا َد فِي ْالبَ ِّّ•‚ِر َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia...” (QS. Ar Rum: 41)
‫) ثُ َّم يَ‚‚أْتِي ِم ْن بَ ْع‚ ِد ذلِ‚‚كَ َس‚ ْب ٌع ِش‚دَا ٌد يَ‚‚أْ ُك ْلنَ َم‚‚ا‬47( َ‫ص ْدتُ ْم فَ َذرُوْ هُ فِي ُس ْنبُلِ ِه إِالَّ قَلِ ْيالً ِم َّما تَ‚‚أْ ُكلُوْ ن‬
َ ‫قَا َل ت َْز َر ُعوْ نَ َس ْب َع ِسنِ ْينَ دَأَبَا فَ َما َح‬
)48( َ‫صنُوْ ن‬ ِ ْ‫قَ َّد ْمتُ ْم لَه َُّن إِالَّ قَلِ ْيالً ِم َّما تُح‬  

Artinya:    "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu
simpan. (QS. Yusuf: 47-48)

‫ت‬ َ ِ‫َار َجهَنَّ َم خَ الِ ِد ْينَ فِ ْيهَا أُولَئ‬


ِ ‫) إِ َّن الَّ ِذ ْينَ آَ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬6 ( ‫ك هُ ْم َشرُّ ْالبَ ِريَّ ِة‬ ِ ‫ب َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ فِي ن‬ ِ ‫إِ َّن الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوا ِم ْن أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬
ُ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا َع ْن‚‚ه‬ِ ‫ات َع ْد ٍن تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا ْاألَ ْنهَا ُر خَالِ ِد ْينَ فِ ْيهَا أَبَدًا َر‬ ُ َّ‫) َج َزا ُؤهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َجن‬7( ‫ك هُ ْم َخ ْي ُر ْالبَ ِريَّ ِة‬َ ِ‫أُولَئ‬
َ ِ‫ َذل‬                                                   
)8( ُ‫ك لِ َم ْن خَ ِش َي َربَّه‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik
(akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu
adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang
yang takut kepada Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)

c.     Al-Qur`an Sebagai Sumber Motivasi

Al Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk melakukan penjelajahan
angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah berikut ini:

ٍ َ‫ض فَا ْنفُ ُذوا الَ تَ ْنفُ ُذون إِالَّ بِس ُْلط‬
 ‫ان‬ ِ ْ‫ت َو ْاألَر‬ ِ َ‫س إِ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم أَ ْن تَ ْنفُ ُذوا ِم ْن أَ ْقط‬
َ ‫ار ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬ ِ ‫َم ْع َش َر ْال ِجنِّ َو ْا ِإل ْن‬
Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan
(sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)

Kemudian tentang penjelajahan di bumi, perhatikan firman berikut ini:

ٍ ْ‫ض َك ْم أَ ْنبَ ْتنَا فِ ْيهَا ِم ْن ُكلِّ زَ و‬


‫ج َك ِري ٍْم‬ ِ ْ‫أَ َولَ ْم يَ َروْ ا إِلَى ْاألَر‬

Artinya:     Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. As Syu’ara: 7) 

Islam tidak melarang untuk memikirkan masalah teknologi modern atau ilmu pengetahuan yang
sifatnya menuju modernisasi pemikiran manusia genius, profesional, dan konstruktif serta
aspiratif terhadap permaslahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 

d.       Al-Quran dan Simplikasi (Penyederhanaan)

Alam semesta ini membentuk struktur yang sangat teratur, dan bergerak dengan teratur.
Keteraturan gerak alam semesta ini lebih memudahkan manusia untuk menyederhanakan
fenomena-fenomena yang terkait ke dalam bahasa ilmu pengetahuan (matematika, fisika, kimia
biologi dan lain-lain). Sehingga manusia dapat menjadi operator yang mampu mewakili
peristiwa yang terjadi di alam semesta. Untuk meraih teknologi tinggi tidak perlu merasa tidak
mampu, dengan semangat tinggi dan tidak menganggap bahwa high tech merupakan sesuatu
yang mustahil untuk dicapai, maka high tech akan dapat diraih. 

Perhatikan firman Allah berikut ini:

‫ت ْاألَرْ ضُ ُز ْخ ُرفَهَ‚ا‬ َّ ‫ض ِم َّما يَأْ ُك ُل النَّاسُ َو ْاألَ ْن َع‚ا ُم َح‚ت‬


ِ ‫ى إِ َذا أَخَ‚ َذ‬ ِ ْ‫ات ْاألَر‬ ُ َ‫اختَلَطَ بِ ِه نَب‬ ْ َ‫إِنَّ َما َمثَ ُل ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َك َما ٍء أَ ْنز َْلنَاهُ ِمنَ ال َّس َما ِء ف‬
ِ ‫ص‚ ُل ْاآلَيَ‚‚ا‬
‫ت لِقَ‚وْ ٍم‬ ِّ َ‫س َك‚ َذلِكَ نُف‬ِ ‫ص ْيدًا َكأ َ ْن لَّ ْم تَ ْغنَ بِ‚‚اْألَ ْم‬
ِ ‫َت َوظَ َّن أَ ْهلُهَا أَ ْنهُ ْم قَا ِدرُوْ نَ َعلَ ْيهَا أَتَاهَا أَ ْم ُرنَا لَ ْيالً أَوْ نَهَارًا فَ َج َع ْلنَاهَا َح‬ ْ ‫َوازَ يَّن‬
َ‫يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya:     Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang
kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya) karena air itu tanam-tanaman bumi,
di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya dan pemilik-permliknya mengira
bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam
atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit,
seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24) 

e.  Al-Quran Sumber Etika Pengembangan Iptek

Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai hasil teknologi pada saat
akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi namun jika diniatkan untuk membuat
kerusakan sesama manusia, menghancurkan lingkungan sangat dilarang di dalam Islam. Jadi
teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai, demikian pula penyalahgunaan teknologi merupakan
perbuatan zalim yang tidak disukai Allah SWT. Perhatikan FirmanNya:

ِ ْ‫َص ْيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا َوأَحْ ِس ْن َك َما أَحْ َسنَ هللاُ إِلَ ْيكَ َوالَ تَب ِْغ ْالفَ َس‚‚ا َد فِي ْاألَر‬
ُّ‫ض إِ َّن هللاَ الَ ي ُِحب‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِ ْي َما آَتَاكَ هللاُ ال َّدا َر ْاآلَ ِخ َرةَ َوالَ تَ ْن‬
ِ ‫سن‬
ْ
َ‫ال ُم ْف ِس ِد ْين‬    

Artinya:     Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77)

Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral atau bebas nilai. Tetapi
prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta pandangan terhadap dunia merefleksikan
kepentingan masyarakat dan kebudayaan Barat. Dalam kerangka ini sains Barat semata-mata
digunakan untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk pengembangan militer dan
perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi ras manusia terhadap ras manusia
lainnya, sebagaimana untuk mendominasi alam. Dalam sistem Barat sains itu sendiri merupakan
nilai tertinggi, sehingga segala-galanya harus dikorbankan demi sains dan teknologi. 

Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk
meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa genetika, tidak mendorong
timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa
merekalah penguasa jagad raya ini.  

Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat diawali dengan penemuan
DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953. Sejak saat itu berbagai macam teknologi yang
melibatkan perekayasaan sifat genetic makhluk hidup mulai bermunculan. Beberapa diantaranya
sangat menakjubkan dan memungkinkan manusia berperan sebagai tuhan.  Sementara sanat
Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk mencari karunia Allah, bukan untuk
merusak sehingga menimbulkan bencana.

PERINTAH MEMPELAJARI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Islam agama yang syamil, kamil dan mutakamil (menyeluruh, sempurna dan menyempurnakan).
Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah vertikal saja, namun seluruh aspek kehidupan,
termasuk diantaranya mempelajari Iptek.  

Al-Qur`an diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah tidak hanya memerintahkan untuk sekedar
dibaca, sesuai dengan wahyu yang pertama diturunkan dalam QS. 96: 1, tetapi mengandung
maksud lebih dari itu yaitu menghendaki seluruh umatnya membaca, menggali, mendalami,
meneliti apa saja yang ada di alam semesta ini dan mengambil manfaat untuk kehidupan manusia
dengan mengetahui ciri-ciri sesuatu seperti: bencana alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri
sendiri yang tertulis maupun yang tidak tertulis sehingga dapat menghadapi tantangan dan
menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern yang diterapkan dalam segala aspek
kehidupan.

Proses kehidupan manusia itu selalu mengalami perkembangan yang pesat dari awal
terbentuknya manusia, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai tua dan alam semesta ini dibuat
Allah tidak sia-sia, tetapi ada hikmah didalamnya agar manusia dapat mempelajari iptek, sesuai
dalam QS. 3: 190-191yang berbunyi: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal yaitu orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Dalam ayat ini mengandung maksud perintah untuk mempelajari iptek karena manusia telah
dipilih sebagai makhluk yang memiliki kemampuan dan derajat tinggi, antara lain:

        Manusia diperintahkan untuk menggunakan akal pikiran dengan membaca, belajar dan
meneliti alam semesta.

         Manusia dijadikan khalifah di muka bumi, dibuktikan dengan Allah SWT memilih nabi
Adam sebagai pemimpin dibandingkan makhluk yang lain.

         Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat iman untuk menjadikan
dirinya memiliki derajat tinggi dunia akhirat

         Manusia diperintahkan menjadi profesional terhadap bidang ilmu yang dimiliki.


F.    Dampak IPTEKS

Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak
positif dan negatif.   Penilaian positif maupun negatif ini bersifat subyektif, tergantung kepada
siapa yang menilainya.  Yang dinilai negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai
negatif oleh bangsa Amerika, misalnya.

Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya, dalam
bidang teknologi komunikasi dan informasi.  Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah
membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat.  Perjalanan haji yang dulu
dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara,
dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja.  Kemajuan di bidang televisi satelit telah
memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan
telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada
atau dari mana saja kita berada.  Kemajuan di bidang penyimpanan data telah memungkinkan
kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica dalam satu keping Compact Disk yang
beratnya kurang dari satu ons.  Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan
internet yang memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia
tanpa harus keluar dari kamar.  Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat
perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang ini, lewat bursa saham,
orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara lain.

Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat dunia
terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang.  Inilah yang disebut sebagai globalisasi, suatu
proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung, kota, atau negara,
melainkan juga sebagai warga dunia.
Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal.  Dalam
usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan
solusi.  Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri pada pekerjaan atau
lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh
permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.

Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak negatif.  Hal ini karena
inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di negara lain yang mempunyai nilai-nilai
sosial, politik, dan budaya yang belum tentu sama dengan nilai bangsa kita.  Kendati
teknologinya itu sendiri dapat dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa
ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai.  Sebagai contoh,
kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada
sensor.  Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat
anak-anak tanpa terpotong sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV nasional juga
dapat mempengaruhi nilai budaya para pemirsanya.  Telenovela dan film Barat yang amat
populer di TV swasta kita, secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa
perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa kekerasan
merupakan salah satu pemecahan masalah.  Film detektif bahkan dapat menjadi 'guru' bagi para
maling.

Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya
belaka.  Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang
ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya,
maupun politik. Sebagai bangsa yang sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas
merupakan tantangan yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang
dicita-citakan.

Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga:
(1) lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu; (2)
menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada; (3) menghadapi persoalan dengan
berani.  Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk
menanggulangi dampak negatif globalisasi itu.  Dalam mempertimbangkan dampak positif dan
negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa 'mudharat' globalisasi tersebut lebih
besar daripada 'manfaatnya'.  Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak
mau bersentuhan dengannya.  Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi
dari luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai
dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.

Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung.  Di satu pihak, ia mengetahui
dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui
dampak negatif dari globalisasi tersebut.  Ia tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul
ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi itu.  Akibatnya, ia
membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau
berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.

Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung.  Ia menyadari akan dampak positif dan
negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk dampak globalisasi
masyarakatnya.  Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah
mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak
negatifnya.  Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan
membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek
dan globalisasi itu secara negatif.

"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan pelestarian nilai


luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak menutup
diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan mengembangkan
kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa
Indonesia. Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai tambah dengan
mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta kondisi lingkungan
dan kondisi masyarakat." Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri
terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain guna mengembangkan jati
dirinya.  Nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai
sebagai pagar atau rambu-rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif
pada masyarakat dan bangsa.
BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Menurut pengertian Barat, ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa adanya campur tangan
Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an, ilmu adalah rangkaian keterangan teratur dari Allah (Q.S.
Al-Rahman : 1-13).

Orang Barat menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang terlahir atas kebudayaan
perilaku manusia. Menurut al-Qur’an, teknologi tercipta karena adanya kesadaran untuk
menciptakannya, bukan sebagai ambisi tiap individu.

Sebelum Islam datang, Dr Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur Tengah Universitas


Indonesia, mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu
yang maju, bahkan lebih percaya tahyul. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh kemajuan
IPTEK  yang dibangun kaum muslimin.

Rahasia kemajuan peradaban Islam adalah karena Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku
antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu
tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama
dengan riset-riset ilmiah.

Secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa,
penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi
pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya.  Dalam kaitannya dengan
pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan
mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.

Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling
mengganggu.  Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan beragama diusahakan agar
tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat
pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan
kehidupan beragama.  Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan.

Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak
positif dan negatif. Dari sisi positifnya, kemajuan iptek membuat orang tidak lagi hanya
berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia
guna menemukan solusi.  Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri
pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya
saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari
ilmu. Dampak negatifnya adalah adanya globalisasi cara berfikir, yang dapat membuat orang
tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya. Kemudahan memperoleh informasi
akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik
yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.

Kondisi Indonesia sekarang sudah mengikuti pada gaya Barat. Kenyataan menyedihkan tersebut
sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk
gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian
itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa
Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa
kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular,
Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk
kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan
penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan
mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat
kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin).

Dalam perspektif Islam, antara iman, ilmu, amal, dan iptek tidak bisa dipisahkan. Disana terdapat
hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul
Islam. Tauhid sebagai kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara iman dan
sains. Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran Allah. Pengetahuan tentang
alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah.

Para ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan sebagai landasan dalam menegembangkan
teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam adalah objek berfikir, manusia sebagai subjeknya, dan
Allah merupakan tujuan akhirnya. Inilah yang menjadi landasan utama para ilmuwan muslim
dalam mengembangkan sains.

B.   Saran

Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah dan tak akan
menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sebaliknya, pengembangan IPTEK yang
didasari etika Islam akan memberikan orientasi dan arah yang jelas, serta mampu
mengoptimalkan manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi manusia dan
alam. Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan dan pemanfaatan
IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata, tetapi juga merupakan refleksi dari
ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana peningkatan rasa syukur dan ketakwaan kepada Allah.
Oleh karena itu, kita harus sebisa mungkin menyeimbangkan antara iptek dan agama.

Anda mungkin juga menyukai