Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS

A. Definisi
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca, 2008; Price & Wilson,
2006). Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemik.
Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem
arteri carotis atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan
sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan
arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna.

B. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis.Beberapa keadaan
yang menyebabkan trombosis otak:

1
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )

C. Faktor Resiko
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor
risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi
dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997, Goldstein
2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke
bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan
darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik,
perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid.
2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita lebih
besar daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.

2
4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun
fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke.
5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack)
50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA.
Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan
mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan mengalami
stroke.
6. Peningkatan kadar lemak darah
Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein
dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar
kolesterol total dan trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif
antara menigkatnya HDL dengan risiko stroke.
7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang
dihisap per hari.
8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa.
Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang
bermakna.
9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak.
Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin
sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endote.
10. Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh
darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya,
akan lebih mudah mengalami aterosklerosis.
11. Jenis kelamin (pria > wanita)
12. Ras (kulit hitam > kulit putih)

3
D. Patofisiologi
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya
glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin
(PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada
endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat
kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit
dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-
granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang
mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi

4
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahanintraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

5
6
E. Manifestasi Klinis
Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam
tampilan klinis, dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke
iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi),
hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia,
peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan
penurunan kesadaran.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
a) CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus
juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur.
Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan
yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat
pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa
parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum,
kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT)
dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang
dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia

7
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia
dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan
mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang
semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah
perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan
hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke.
PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

 Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan


penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.

 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk


usaha memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

8
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular.
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.

H. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokkan berdasarkan:
1. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas,
dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
4. Hidrosefalus

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membran alveolar-kapiler
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bernapas, sesak napas
DO :
a. Gangguan visual
b. Penurunan karbondioksida
c. Takikardi
d. Tidak dapat istirahat
e. Somnolen

9
f. Irritabilitas
g. Hipoksia
h. Bingung
i. Dispnea, perubahan warna kulit (pucat, sianosis)
j. Hipoksemia dan hiperkarbia
k. Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan abnormal
l. Diaphoresis
m. pH darah arteri abnormal
n. Mengorok/ stridor
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK
Ditandai dengan:
DS : keluarga mengatakan klien tidak sadar
DO :
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Gangguan atau kehilangan memori
c. Deficit sensorik
d. Perubahan tanda vital
e. Perubahan pola istirahat
f. Kandung kemih penuh
g. Gangguan berkemih
h. Demam
i. Batuk
j. Perubahan reflex
k. Perubahan kekuatan otot
l. Perubahan visual
m. Kejang
n. Pergerakan tidak terkontrol
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan
neurovascular Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bergerak
DO :
a. Kelemahan

10
b. Parastesia
c. Paralisis
d. Kerusakan koordinasi
e. Keterbatasan rentang gerak
f. Penurunan kekuatan otot
4. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit berbicara
DO :
a. Disartria
b. Afasia
c. Kata-kata tidak dimengerti
d. Tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan
5. Defisit perawatan diri b.d paralisis, hemiparesis, quadriplegia
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan badan lumpuh sebagian atau seluruhnya
DO :
a. Klien bedrest
b. Perubahan TTV
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Klien terlihat tidak rapi dan kotor
6. Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan pada jaringan otak
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan jantung berdebar-debar
DO :
a. Perubahan irama jantung (aritmia, takikardia, bradikardia)
b. Perubahan preload (distensi vena jugularis, kelelahan, edema,
murmur, peningkatan dan penurunan tekanan vena pusat (CVP),
peningkatan dan penurunan tekanan pulmonal (PAPW), dan
perubahan berat badan.
c. Perubahan afterload (kulit dingin, sesak nafas atau apnea, oligouria,
pengisian kapiler lambat, penurunan nadi perifer, perubahan TD,

11
peningkatan dan penurunan resistensi pembuluh sistemik (SVR),
peningkatan dan penurunan PVR, dan perubahan warna kulit)
d. Perubahan kontraktilitas (crackles, batuk, orthopnea, CO>4 l/mnt,
CI< 2,5 l/menit, penurunan hantaran paksi S VI (VSWI), terdapat
suara S3 dan S4.
7. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke b.d kurangnya informasi
mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah
Ditandai dengan:
DS : klien, dan atau keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya
DO :
a. Sulit mengikuti petunjuk
b. Tidak melakukan pemeriksaan secara akurat
c. Kurang mengenal masalah
d. Kurang dapat mengingat
e. Salah menginterpretasikan informasi
f. Keterbatasan pengetahuan
g. Tidak tertarik belajar
h. Tidak familiar terhadap sumber-sumber informasi
8. Resiko cedera b.d paralisis
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan kelumpuhan anggota gerak
DO :
a. Hemiplegia
b. Klien melakukan aktivitas dengan bantuan atau menggunakan alat
bantu
c. Berjalan lamban
9. Resiko aspirasi b.d kehilangan kemampuan untuk menelan
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Batuk saat menelan
b. Dispnea

12
c. Bingung
d. Penurunan PaCO2
10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuann
menelan sekunder dari paralisis.
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi
b. Terjadi penurunan BB 20% atau lebih dari berat badan ideal
c. Konjungtiva anemis
d. Hb abnormal
e. Sulit membuka mulut
f. Sulit menelan
g. Lidah sulit digerakkan
11. Gangguan proses pikir b.d gangguan aliran darah serebral, gangguan sensasi,
dan kegagalan interpretasi terhadap rangsangan lingkungan.
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan mengalami gangguan konsentrasi
DO :
a. Penurunan kesadaran (GCS menurun)
b. Penurunan agitasi
c. Kurang kooperatif
d. Gangguan memori
e. Gangguan bahasa
f. Labil
g. Gangguan persepsi
h. Perubahan gambaran diri
i. Perubahan sensasi
j. Perubahan pandangan
k. Perubahan mobilitas

13
J. Intervensi Keperawatan

No Tgl/ Tujuan Intervensi Rasional


Dx jam Kriteria hasil
1 Setelah dilakukan intervensi
selama 1x24 jam, gangguan
pertukaran gas teratasi dengan
kriteria:
1 Klien akan merasa nyaman 1.1 Istirahatkan klien dalam posisi Posisi semilowler membantu dalam ekspansi otot-
semifowler otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi
2 Klien mengatakan sesak 1.1 Pertahankan oksigenasi NRM 8-10 Oksigen sangat penting untuk reaksi yang

berkurang dan dapat lpm memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen pada
membandingkan dengan jaringan akan menyebabkan lintasan metabolism
keadaan sesak pada saat yang normal dengan akibat terbntuknya asam laktat
serangan pada waktu yang (asidosis metabolic) ini akan bersama dengan
berbeda asidosis respirtorik akan menghentikan
metabolisme. Regenerasi ATP akan berhenti
sehingga tidak ada lagi sumber energy yang terisi
dan terjadi kematian.
3 TD dalam batas normal 3.1 Observasi TTV tiap jam untuk Normalnya tekanan darah akan sama pada berbagai
18-44 tahun: 140/90 mmHg melindungi respon klien posisi. Nadi menandakan tekanan dinding arteri.
45-64 tahun: 150/95 mmHg Nadi > 50x/menit menunjukkan penurunan
≥65 tahun : 160/95 mmHg elastisitas arteri, yang akan menyebabkan
Nadi dalam batas normal berkurangnya aliran darah arteri dan transport
Remaja: 50-110x/menit oksigen. Tekanan nadi <30x/menit menandakan
14
Dewasa: 70-82x/menit insufisiensi sirkulasi volume darah,yang
mengakibatkan kekurangan oksigen ringan. Suhu
0
aksila normalnya 36,7 C
Suhu tubuh abnormal disebabkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh yang menandakan tubuh
kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan
suhu tubuh yang buruk
4 AGD dalam batas normal 4.1 Kolaborasi pemeriksaan AGD Sesak nafas merupakan suatu bukti bahwa tubuh
pH: 7,35-7,45 melakukan mekanisme kompensasi guna mencoba
CO2: 20-26mEq (bayi), 26- membawa oksigen lebih banyak ke jaringan. Sesak
28 mEq (dewasa) napaspadapenyakitparudanjantung
PO2 (PaO2) 80-110 mmHg mengkhawatirkan karena dapat timbul hipoksia
PCO2 (PaCO2) 35-45 mmHg
Sa O2: 95-97%
2. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan, klien tidak
menunjukkan peningkaatan TIK,
dengan kriteria:
1. Klien akan mengatakan tidak 1.1 Ubah posisi klien secara bertahap Klien dengan paraplegia berisiko mengalami luka
sakit kepala dan merasa tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam
nyaman dan melindungi respon klien dapat mencegah
teterjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama
karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi
dan oksigen yang dibawa oleg darah

15
2. Mencegah cedera 4.1 Atur posisi klien bedrest Bedrest bertujuan mengurangi kerja fisik, beban
kerja jantung, mengatasi keadaan high output yang
disebabkan oleh tiroksin, anemia, beri-beri, dll,
mengatasi keadaan yang dapat menyebabkan
demam, takikardi, memperbaiki shunt
arterioventrikular, fistula AV, paten duktus
arterioles, dan yang merupakan beban kerja jantung.
4.2 Jaga susasana tenang Suasana terang akan memberikan rasa nyaman pada

klien dan mencegah ketegangan


4.3 Kurangi cahaya ruangan Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang

beresiko terhadap TIK


Membantu drainase vena untuk mengurangi

4.4 Tinggikan kepala kongesti serebrovaskuler


Rangsangan oral resiko terjadi peningkatan TIK

4.5 Hindarkan rangsangan oral


Tindakan yang beresiko terhadap peningkatan TIK
4.6 Angkat kepala dengan hati-hati
Mencegah resiko ketidakseimbangan cairan
4.7 Awasi kecepatan tetesan cairan infus Mencegah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh dan mempercepat proses


4.8 Berikan makanan menggunakan penyembuhan

16
sonde sesuai jadwal
Mencegah resiko cedera cedera jatuh dari tempat
tidur akibat tidak sadar
4.9 Pasang pagar tempat tidur
4.10 Hindari prosedur non-esensial yang Meminimalkan peningkatan TIK

berulang
Fungsi kortikal dapat dikaji dengan mengevaluasi

4.11 Pantau tanda dan gejala peningkatan pembukaan mata dan respon motorik. Tidak ada
TIK dengan cara respon menunjukkan kerusakan mesenfalon.
* kaji respon membuka mata
4= spontan
3= dengan perintah
2= dengan nyeri
1= tidak berespon
* kaji respon verbal

5= bicara normal
4= kalimat tidak mengandung arti
3= hanya kata-kata saja
2= hanya bersuara saja
1= tidak ada suara
* kaji respon motorik

6= dapat melakukan semua perintah

17
5= melokalisasi nyeri
4= menghindari nyeri
3= fleksi
2= ekstensi Perubahan pupil menunjukkan tekanan pada saraf
3. Pupil membaik 1= tidak berespon okulomotorius atau optikus

Saraf cranial VI atau saraf berhubungan dengan


abdusen, mengatur dan berhubungan dengan
3.1Kaji respon pupil: pergerakan mata abduksi mata. Saraf cranial V atau saraf trigeminus
konjugasi diatur oleh saraf bagian juga mengatur pergerakan mata
korteks dan batang otak
4. TTV normal, GCS normal 3.2Periksa pipil dengan penlight Perubahan tanda vital menandakan peningkatan
TIK. Perubahan nadi dapat menunjukkan tekanan
batang otak, pada awalnya melambat kemudian
meningkat untuk mengkompensasi hipoksia. Pola
pernapasan beragam melindungi gangguan pada
berbagai lokasi. Pernapasan chyne-stoke
(meningkat bertahap, peningkatan periode apnea)
4.1 Kaji perubahan TTV menunjukkan kerusakan kedua henisfer serebri,
mesenfalon, dan pons atas. Pernapasan ataksia
(tidak teratur dengan pernapasan dalam dan
dangkal) menandakan disfungsi pada medular.
Ketidakteraturan pernapasan: frekuensi melambat,
dengan pemanjangan periode apnea meningkatnya
TD, dan pelebaran tekanan nadi merupakan tanda
awal yang menunjukkan hipoksia.

18
4.2 Catat muntah, sakit kepala (konstan, Muntah akibat dari tekanan pada medulla.

letargi), gelisah, pernapasan yang Perubahan yang jelas (contoh letargi, gelisah,
kuat, gerakan yang tidak bertujuan, pernapasan yang kuat, gerakan yang tak bertujuan
dan perubahan fungsi dan perubahan fungsi mental). Kompensasi
pergerakan saraf, peningkatan TIK, dan nyeri.
Perubahan ini merupakan indikasi awal perubahan
TIK merangsang pusat muntah di otak dan
mengejan, yang dapat menyebabkan maneuver
valsava.
3 Klien akan memiliki mobilitas
fisik yang maksimal dengan Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang
kriteria: mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat
1. Tidak ada kontraktur otot 1.1 Kaji fungsi motorik dan sensorik dipengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan
2. Tidak ada ankilosis pada dengan mengobservasi setiap
sendi ekstremitas secara terpisah terhadap
3. Tidak terjadi atropi kekuatan dan gerakan normal,
4. Mampu menggunakan respon terhadap rangsang Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu
alat bantu secara efektif lama pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan
2.1 Ubah posisi klien tiap 2 jam akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah
melaluui oksigen. Jangan gunakan bantal di bawah
lutut pada saat pasien terlentang karena resiko
terjadinya hiperekstensi pada lutut. Tetapi letakkan
gulungan handuk dalam jangka waktu singkat.
Mencegah deformitas dan komplikasi seperti

19
footdrop
3.1 Lakukan latihan secara teratur dan
letakkan telapak kaki klien di lantai
saat duduk di kursi atau papan Dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan
penyangga saat tidur di tempat tidur kaki terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi
3.2 Topang kaki saat mengubah posisi Posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan

dengan meletakkan bantal di satu mencegah edema dan akibat fibrosis


sisi saat membalikkan klien
3.3 Pada saat klien di tempat tidur Mencegah kontraktur fleksi

letakkan bantal di ketiak di antara


lengan atas dan dinding dada untuk
mencegah abduksi bahu dan
letakkan lengan posisi berhubungan
0 Membantu klien hemiplegia latihan di tmpat tidur
dengan abduksi sekitar 60
berarti memberikan harapan dan mempersiapkan
3.4 Jaga lengan dengan posisi sedikit aktivitas di kemudian hari akan perasaan optimis
fleksi. Letakkan telapak tangan di sembuh.
atas bantal lainnya seperti posisi
patung liberti dengan siku di atas
bahu dan pergelangan tangan di atas
siku Klien hemiplegia dapat belajar menggunakan
kakinya yang mengalami kelumpuhan.
3.5 Letakkan tangan dalam posisi
berfungsi dengan jari-jari sedikit Lengan dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan

20
fleksi dan ibu jari dalam posisi pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi atau
berhubungan dengan abduksi. subluksasi
Gunakan pegangan berbentuk roll.
Lakukan latihan pasif, jika jari-jari Klien hemiplegia mempunyai ketidakseimbangan
pergelangan tangan spastic, gunakan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan
splint. keamanan
Klien hemiplegia perlu latihan untuk belajar
3.6 Lakukan latihan di tempat tidur. berpindah tempat dengan cara aman dari kursi,
Lakukan latihan kaki sebanyak 5x toilet, dan kursi roda
kemudian ditingkatkan secara
perlahan sebanyak 20x setiap latihan

3.7 Lakukan latihan pergerakan sendi


(ROM) 4x sehari setelah 24 jam
serangan stroke jika sudah tidak
mendapat terapi

3.8 Bantu klien duduk atau turun dari


tempat tidur

4.1 Gunakan kursi roda pada klien


hemiplegia

21
4 Setelah dilakukan intervensi
selama 1x24 jam, pemenuhan
kebersihan mandi, gigi, dan
mulut, berpakaian, menyisir
rambut terpanuhi dengan
kriteria:
1. Klien tampak bersih dan rapi 1.1 Bantu klien mandi Memandikan klien merupakan alah satu cara
memperkecil infeksi nosokomial, dengan
memandikan klien perawat akan menemukan
kelainan pada kulit seperti memar, tanda lahir, kulit
pucat, dekubitus, dll.
2. Napas tidak berbau 2.1 Lakukan oral higyene Membersihkan mulut dan gigi, perawat dapat

mengetahui adanya kelainan seperti karies, gigi


palsu, gusi berdarah, napas bau aseton sebagai cirri
khas DM serta adanya tumor
3. Kebutuhan terpenuhi 3.1 Bantu klien berpakaian Merupakan bentuk fisioterapi

3.2 Bantu klien menyisir rambur


Mengurangi resiko terjadinya ruam, infeksi pada
3.3 Bantu klien mengganti alas tempat klien
tidur Alas tempat tidur tempat berkembangnya kuman
3.4 Ganti alas tempat tidur

22
5 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan klien dapat
berkomunikasi secara efektif
dengan kriteria: Komunikasi membantu meningkatkan proses
1. Klien memahami dan 1.1 Lakukan terapi berbicara penyampaian dan penerimaan bahasa. Beberapa
membutuhkan komunikasi klien afasia perlu terapi bicara sehingga perlu
dilakukan sedini mungkin komunikasi akan efektif.
Klien yang memahami bahasa akan merespon
bahasa atau pesan dari komunkasi
2. Klien menunjukkan 2.1 Kolaborasi dengan ahli terapi

memahami komunikasi berbicara


dengan orang lain 2.2 Gunakan petunjuk terapi berbicara
(jika klien tidak memahami bahasa
lisan, ulangi petunjuk sederhana
sampai mereka mengerti). Klien
akan mendengar, bicara pelan, dan
jelas. Gunakan komunikasi
nonverbal
 Jika klien tidak dapat mengenal
objek dengan menyebut namanya,
berikan latihan menerima
imaginasi kita
Contoh: tunjukkan objek dan
sebutkan namanya

23
 Jika klien sulit mengerti ekspresi
verbal, ulangi kata-kata mulai
dari yang sederhana
 Gunakan bahasa dengan lambat
dan berikan waktu untuk
merespon
 Dengarkan dan amati secara
seksama saat berkomunikasi
dengan klien afasia
 Antisipasi kebutuhan klien afasia,
untuk memahami perasaan tak
mampu berkomunikasi
 Perpendek jarak komunikasi
dengan posisi langsung
berhadapan dan pembicaraan
langsung mengarah ke topik,
beritahu klien jika hendak
mengganti topik
6 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan nutrisi terpenuhi
dengan kriteria:
1. Klien mampu 1.1 Kaji kebiasaan makan klien Kebiasaan makan klien akan mempengaruhi
menyampaikan keinginan keadaan nutrisinya
untuk makan
2. Klien menghabiskan porsi 2.1 Catat jumlah makanan yang dimakan Makanan yang telah disediakan telah disesuaikan
yang disediakan dengan kebutuhan klien
24
3. Berat badan dalam batas
normal 3.1 Kolaborasi dengan tim gizi dan Pemberian makanan pada klien disesuaikan dengan
dokter untuk pemenuhan kalori. Diet kebutuhan nutrisi dan diagnosis penyakit serta usia,
melindungi klien dari penyebab jenis kelamin, BB, TB, aktivitas, susu tubuh,
stroke, DM, dan penyakit lainnya metabolism.
7 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 1x24 jam
klien tidak menunjukkan tanda-
tanda aspirasi dengan kriteria:
1. Tidak tersedak ketika 1.1 Kaji tanda aspirasi seperti demam, Klien dengan hemiplegia mengalami kelemahan
makan, tidak batuk ketika bunyi crackles, ronkhi, binngung, meneln sehingga resiko aspirasi
makan, tidak demam, tidak penurunanPaO2 padaAGD,
ada ronkhi memberikan makan dengan oral atau
2. Tidak ada perubahan warna NGT dengan senter untuk mengecek
kulit sumbatan Jika terjadi aspirasi klien akan mengalami kesulitan
bernapas sehingga terjadi gangguan pertukaran gas
2.1 Kaji perubahan warna kulit seperti yang ditandai dengan sesak napas, sianosis, dan
pucat atau sianosis pucat.

25
K. Daftar Pustaka

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai