Bab VI Pemberdayaan Pesisir
Bab VI Pemberdayaan Pesisir
KERJASAMA
DENGAN
TAHUN 2004
1
BAB VI
ARAHAN DAN REKOMENDASI PROGRAM
I. Latar Belakang
KEGIATAN
Bentuk: Bidang:
Peningkatan: Pengetahuan Pertanian
Ketrampilan Sektor Informal
Pengalaman Industri rumah Tangga
KESEMPATAN BERUSAHA
KESEMPATAN KERJA
PMKS
SEJAHTERA
Ketahanan Ekonomi
Ketahanan Sosial
7
SOCIAL CONDITIONING
ASSISTANCE
IMPROVEMENT
Pengembangan Pengembangan
Produksi Kelompok Jaringan
MASYARAKAT SEJAHTERA
8
kemiskinan. Profil rumahtangga dan wilayah miskin yang ada pada kita
mengindikasikan bahwa penanggulangan kemiskinan di pedesaan dan
perkotaan, perlu dibedakan jenis programnya, kegiatan dan bentuk
bantuan yang akan dilaksanakan. Hal ini menegaskan bahwa program
penang gulangan kemiskinan perlu sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah.
(4). Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan
kemiskinan dalam menjangkau orang miskin ditentukan oleh keterpaduan
dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai program anti kemiskinan.
Program penanggulangan kemiskinan harus berisi pedoman-pedoman
umum peningkatan perhatian kepada masalah- masalah kemiskinan.
Pedoman tersebut pada dasarnya berisi:
(a). Peningkatan dan penyempurnaan program-program pembangunan
pedesaan yang telah ada baik yang bersifat sektoral maupun regional
termasuk program Inpres dan swadaya masyarakat,
(b). Peningkatan desentralisasi dan otonomi dalam pengambilan
keputusan,
(c). Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif dengan
pendampingan yang efektif.
orang miskin (lapisan bawah) sedang sebagian lain (lapisan atas) serba
cukup, bahkan kaya, serba kuasa, mampu mengembangkan kekayaan
yang sebagian berasal dari upaya nafkah golongan miskin. Ada juga fihak
yang mengalihkan perhatian pada "budaya miskin" (miskin karena malas
atau berciri negatif lain: fatalistik, cepat menyerah kalah). Sebaliknya
golongan kaya mempunyai motivasi kuat dan sifat-sifat terpuji (positif)
lainnya dan mencapai kesejahteraan tinggi.
A. Profil Wilayah
Lima faktor yang dianggap berkaitan langsung dengan fenomena
kemiskinan wilayah pedesaan, yaitu (a) kapabilitas sumberdaya produksi
yang rendah, (b) lokasi yang terisolir dan/atau terbatasnya sarana dan
prasarana fisik, (c) keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, (d)
lemahnya kemampuan kelembagaan (formal dan non-formal) penunjang
pembangunan di tingkat pedesaan, dan (e) masih rendahnya akses sosial
masyarakat terhadap peluang-peluang "bisnis" yang ada.
a.1. Lokasi
Lokasi desa miskin di wilayah pesisir-pantai pada umumnya jauh
dari pusat-pusat pelayanan "Kota Kecamatan". Keterbatasan sarana dan
prasarana perhubungan, area yang luas, dan kondisi bentang lahan
dengan topografi "berat" mengakibatkan transfer informasi, materi dan
moneter antara desa dengan pusat pelayanan formal menjadi sangat
terbatas. Pada umumnya transportasi antar desa dalam wilayah
kecamatan masih sangat terbatas.
DANA INVESTASI
BOT SYSTEM
Kelembagaan Industri
Kemitraan & Hasil Samping/
Pendampingan Komplemen
30
Cluster SAPROTAN
ALSINTAN
limbah
perikanan
- Pupuk
- Pestisida Bahan bahan limbah Cluster
- Herbisida penolong ikan Pengolah
lain
Cluster
Cluster Pemasaran &
Agrokimia Transportasi
Pasar
Industri Industri Cluster Nasional
Makanan Pupuk Kemas &
Tradisional Organik Packaging
LATAR BELAKANG:
TUJUAN:
1. KEKUATAN
a. Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keunggulan komparatif
kondisi sumberdaya wilayah pesisir-pantai
b. Sifat unggul produk ikan olahan untuk pasar regional / nasional,
ekspor
c. Ketersediaan SDM dan masyarakat nelayan/petani yang unggul
d. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya
tinggi terhadap usaha rakyat dan industri pengolahan
e. Potensi pasar yang sangat besar
2. KELEMAHAN
a. Kesenjangan hasil LITBANG ke aplikasi komersial
b. Industri pengolahan bertindak juga sebagai “lembaga pemasaran”
c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku
32
3. PELUANG
a. Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka
b. Diversifikasi produk-produk ikan - industri pengolahan sangat potensial
c. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster produksi ikan
dengan
cluster industri pengolahan dalam kelembagaan KIPMAS
d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan agroindustri ikan
5. ANCAMAN
a. Hambatan-hambatan sistem distribusi produk ikan domestik
b. Persaingan dengan produk impor
c. Persaingan dengan komoditi dari daerah lain
d. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan ikan yang ada.
PROGRAM PENGEMBANGAN
OUTCOME
1. Berkembangnya KIPMAS dengan keterkaitan yang adil di antara
cluster-cluster yang ada di dalamnya
33
DAMPAK
1. Sinergi kelembagaan dan industri dalam “CLUSTER”
2. Sinergi antar pelaku agroindustri dalam KIPMAS
3. Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk memproduksi ikan
4. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan ikan
5. Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan.
KOPINKAN
ANGGOTA PENGURUS
KIPMAS
Kelompok PPI
Ikan-rakyat
Penunjang
Komplemen
inti. Dalam Pola II, sejak awal masyarakat membentuk KOPINKAN dan
berpatungan dengan suasta sebagai satu unit usaha patungan KIPMAS.
Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham antara
KOPINKAN dan SUASTA dapat beragam sesuai kesepakatan, misalnya
65 persen : 35 persen.
3.1. PENDAHULUAN
Sejalan dengan proses desentralisasi pembangunan yang di
dalamnya terkandung tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah, maka
kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
dengan Pendekatan pengembangan wilayah perlu terus ditingkatkan. Hal
tersebut dimaksudkan agar pembangunari daerah dapat dilaksanakan
secara efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumberdaya dan
sumberdana pembangunan di daerah. Dalam rangka itu pengembangan
kawasan-kawasan yarig strategis dan potensial yang salah satunya
37
Wilayah makro
DEVELOPMENT
AREA PPI Lekok
MARKET
AREA I
OUTLET
(Pelabuhan / Pasar)
40
b. Lingkup Kegiatan
C. Lingkup Materi
1. Tujuan
2. Sasaran
4.1. Pendahuluan
Menghadapi milenium ke tiga, bangsa Indonesia dihadapkan
pada kenyataan bahwa kondisi ekonomi sebagian besar anggota
masyarakat masih sangat memprihatinkan. Sementara itu tantangan
terbesar yang juga harus diantisipasi adalah kesiapan masyarakat dalam
memasuki era perdagangan bebas dan globalisasi. Terjadinya krisis dan
kelangkaan bahan kebutuhan pokok, seperti beras, ikan , minyak dan
lainnya, merupakan salah satu wujud dari dampak perdagangan bebas
yang sekaligus menjadi indikasi kekurang-siapan masyarakat dalam
menghadapinya.
Krisis “komoditas ikan” beberapa waktu yang lalu dapat
berdampak pada gairah petani / masyarakat untuk memproduksi ikan,
sehingga pendapatan riil masyarakat menurun dan pada akhirnya juga
48
KOPINKAN
PENERAPAN MODEL TIGA RODA
Petani-NELAYAN
dan PENGOLAH KOPINKAN
ikan rakyat
Unit
tokoh masyarakat KSP ikan-rakyat
kontak tani pedesaan
Unit
PPI
Unit
Jasa-jasa
Penunjang
55
MITRA EKSTERNAL
KOPINKAN:
*) Amanah
*) Profesional
UNIT USAHA
PERIKANAN RAKYAT
PETANI / MASYARAKAT
NELAYAN
57
PETANI / NELAYAN/PENGOLAH
PERIKANAN RAKYAT
penjualan ikan
SISTEM SISTEM
PELELANGAN DISTRIBUSI
IKAN IKAN
58
5.1. Orientasi
Usaha memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan pesisir-
pantai harus ditempatkan dalam konteks pembangunan masyarakat desa
yang bertumpu pada peran-serta aktif masyarakat dan peningkatan
produktivitas rakyat (people empowernment). Agar supaya usaha ini
menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan
sektor secara terpadu dan terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi
wilayah, terutama potensi perikanan rakyat.
Salah satu upaya yang dipandang sebagai perluasan dan
peningkatan berbagai program dan upaya pemberdayaan ekonomi
pedesaan adalah “Model KIPMAS” (Kawasan Industri Pangan Milik
Masyarakat) melalui koperasi sebagai pengelolanya.
Program seperti ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan
memperkuat kemampuan kelompok masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha
dengan melibatkan komoditas unggulan wilayah. Program ini diarahkan
pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip
sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta
menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok
Usaha Bersama Agroindustri (Kelompok) Perikanan Rakyat.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan
perlu dibina melalui pengembangan kelompok usaha bersama. Oleh
karena itu masyarakat diberikan wewenang penuh untuk merumuskan
kegiatan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran pembinaan
Kelompok adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha
secara produktif dan ekonomis.
59
2. Tugas Pendamping
Pendamping bertugas antara lain (1) membina penduduk yang
bergabung dalam Kelompok sehingga menjadi suatu kebersamaan yang
berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu
(fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator)
dalam pembentukan Kelompok dan pembimbing pengembangan kegiatan
usaha pengolahan ikan.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping
dikoordinasikan oleh Koperasi. Ruang lingkup tugas pendamping adalah
sbb:
a. Melalui prakarsa KOPINKAN , pendamping memandu
pembentukan Kelompok melalui musyawarah
RT/RW/Lingkungan/Dusun/Desa.
b. Membina Kelompok agar berfungsi sebagai wahana proses
belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan,
mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara
anggota dengan para petugas.
c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas
sumberdaya manusia dari para anggota dan pengurus
Kelompok.
60
BRI Unit/Lembaga
Keuangan lainnya KOPINKAN
Keterangan:
: arus dokumen
: arus dana
Ada beberapa cara ayang dapat dipilih mana yangs esuai dengan
keperluan:
a. Pengarahan langsung pada waktu usaha dilaksanakan
b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan Kelompok
c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW, Sholat Jum'at,
upacara perayaan dan semacamnya
d. Menjembatani anggota dan Kelompok yang memerlukan bantuan teknis
yang dibutuhakan
e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang
berhasil, memberi motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan
dan sebagainya.
dijumpai berberapa permasalahan a.l: (a) kredit yang ada masih cenderung
dimanfaatkan oleh golongan masyarakat bertanah; (b) masyarakat miskin
belum terbiasa dengan prosedur biroktrasi formal, sehingga menimbulkan
kesan prosedurnya sulit. Keadaan tersebut mengakibatkan kelompok
masyarakat miskin tidak dapat memanfaatkan fasilitas kredit formal yang
disediakan oleh pemerintah.
Fenomena kemiskinan di Indonesia masih cukup banyak. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah penduduk dan desa-desa yang tergolong miskin,
yaitu sekitar 27.2 juta jiwa dan sekitar 20 633 desa yang tergolong miskin
atau tertinggal. Tingginya angka kemiskinan tersebut disebabkan oleh
rendahnya kapabilitas sumberdaya alam dan/atau keterbatasan modal
untuk mengembangkan usaha ekonomi rumahtangga. Oleh karena itu harus
dikembangkan lembaga perkreditan di pedesaan yang efektif dan
sederhana sehingga dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin.
Berdasarkan kenyataan tersebut diperlukan sistem perkreditan yang
dicirikan oleh : (a) mekanisme penyaluran kredit yang dapat diakses oleh
kelompok masyarakat miskin; (b) saluran dan prosedur adnistrasinya
sederhana ; dan (c) pemberian kredit didasarkan atas kelayakan finansial
usaha produktif rumahtangga. Model lembaga perkreditan seperti ini, yang
disebut "Grameen Bank (Bank Desa)", telah dicobakan di Bangladesh,
yakni dengan jalan memberikan kredit kepada orang-orang miskin di
pedesaan. Model ini ternyata mampu menunjukkan keberhasilan dalam
mengurangi kemiskinan. Pendekatan yang digunakan dalam Bank Desa ini
adalah "bottom up planning". Falsafah yang melan-dasi konsep ini adalah
suatu "masyarakat desa mampu merencanakan dan menyelenggarakan
kegiatan proyek investasi yang produktif dengan bertumpu pada kondisi
setempat dan pada kemampuan sendiri". Bank Desa ini bersifat sebagai
stimulator dalam menggugah dan mengembangkan daya kreatif dan
semangat untuk berusaha. Bantuan dana (kredit) dan konsultasi teknis yang
67
2.4.2. Permasalahan
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kemampuan berusaha dari golongan masyarakat di wilayah perdesaan.
Namun demikian masih banyak di antara mereka yang belum menunjukkan
peningkatan status sosial ekonomi yang berarti, terutama bagi mereka yang
tergolong paling kurang beruntung.
Orang miskin menguasai sumberdaya, ketrampilan, dan informasi
yang terbatas. Dengan bekal ini mereka hanya mampu memasuki segmen
pasar kerja yang tidak mensyaratkan ketrampilan khusus, atau kalau
berusaha hanya mampu dengan usaha yang bersekala kecil. Dengan
kondisi seperti ini maka produk dari usahanya tidak mempunyai daya saing
yang cukup besar untuk memasuki pasar bebas, baik karena kualitas
produk maupun tinmgkat harga jualnya. Salah satu kendala yang dihadapi
untuk memperbesar skala usaha ini adalah modal yang terbatas dan akses
terhadap lembaga keuangan modern sangat rendah. Rendahnya akses ini
di antaranya disebabkan oleh karena persyaratan birokrasi dan kaidah-
kaidah perbankan yang sangat rumit bagi kelompok masyarakat miskin yang
tingkat pendidikan dan pengetahuannya sangat rendah. Oleh karena itu
diperlukan adanya sistem lembaga keuangan yang dirancang secara
khusus, sehingga dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin dan
sekaligus dibatasi untuk tidak dapat diakses oleh kelompok masyarakat
yang tidak miskin. Dengan teratasinya kendala birokrasi moneter ini
diharapkan kelompok masyarakat miskin dapat memperkuat permodalannya
dan me-ningkatkan skala usahanya. Dari skala usaha yang lebih besar ini
diperkirakan mereka mampu memperoleh pendapatan yang lebih besar
sehingga dapat mengembalikan modal usahanya.
68
2. Tujuan LKM
Beberapa tujuan dari LKM adalah (1). Memperluas akses fasilitas
perbankan formal bagi orang miskin pria maupun wanita; (2). Menghapus
eksploitasi pelepas uang; (3). Menciptakan kesempatan untuk
memanfaatkan sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk bekerja; (4). Menghimpun masyarakat yang kurang
mampu dalam bentuk organisasi yang dapat dimengerti, dimenerima dan
dijalankan oleh mereka. Dengan cara ini mereka dapat menemukan
kekuatan sosial dan ekonomi; (5). Memutuskan lingkaran kemiskinan.
Dalam kaitan itu perlu dibentuk suatu jenis lembaga keuangan yang
memenuhi kebutuhan orang miskin a.l : (1). Bank mendatangi orang yang
butuh pelayanan, bukan mereka yang masuk kantor; (2). tidak minta
jaminan; (3). Nasabah tidak perlu mengisi formulir yang tidak dimengerti.
1. TUJUAN
Program penyiapan tenaga pengelola ini pada hakekatnya dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap pelatihan dan tahap pembinaan dan
pemantauan. Tujuan jangka panjang dari program ini secara keseluruhan
adalah:
1. Mendukung gerakan nasional “Sadar Koperasi” dan “Pemantapan
Koperasi”, khususnya keberhasilan program, melalui penempatan
tenaga pengelola sebagai tenaga pengelola.
2. Membina dan mengembangkan tenaga pengelola yang diharapkan
dapat membantu Kelembagaan Perkoperasian di Desa dan
Pemerintahan Desa dalam menggalang usaha pengembangan kualitas
sumberdaya manusia, serta mendampingi Kelompok-kelompok
Masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya.