Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN

EVALUASI PROGRAM KEGIATAN


BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004

KERJASAMA

BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


PROPINSI JAWA TIMUR

DENGAN

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

TAHUN 2004
1

BAB VI
ARAHAN DAN REKOMENDASI PROGRAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR


UNTUK MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN
PENGANGGURAN

I. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui menjelang tutup tahun 1998 hingga


sekarang, terlihat semakin marak berlangsungnya aksi-aksi massa dengan
segala eksesnya yang menghendaki dilakukannya REFORMASI TOTAL
terutama terhadap tatanan kehidupan politik ketatanegaraan dan
perbaikan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Jika keadaan
seperti itu berlangsung terus-menerus tanpa terkendali, dikhawatirkan
akan timbul keadaan anarkhi yang berkelanjutan, dimana hukum dan
aparat penegak hukum tidak berdaya, yang “last but not least” tidaklah
mustahil dapat terjadi disintegrasi bangsa.
Sementara orang menilai bahwa aksi-aksi massa yang marak
dewasa ini disinyalir telah menyimpang dari tujuan aselinya, karena
mungkin telah disusupi dan diboncengi oleh pihak ke tiga yang mempunyai
kepentingan tertentu yang tidak mustahil menjadikan kondisi sosial-
masyarakat tersebut sebagai kendaraan politik dalam merebut target-
target tertentu. Timbulnya banyak ekses yang disinyalir itu seperti :
perusakan terhadap fasilitas umum, penjarahan, penggangguan
keamanan dan ketenteraman umum dsb. yang dengan gencar disiarkan
dan ditayangkan oleh media massa, haruslah diakui sangat berpotensi
menimbulkan krisis kepercayaan kepada pemerintah, bangsa dan negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2

Kata “Reformasi” berasal dari perkataan Latin Re (=kembali) dan


formare (= membentuk ), dan kemudian timbulah kata turunannya:
reformisme dan reformasi. Dalam hubungan ini kata “Reformasi” lazim
diartikan sebagai pembaruan yang memperbaiki tatanan kehidupan
sosial-politik dan sosial-ekonomi yang dianggap tidak relevan dengan
tuntutan zaman. Beberapa teladan pada zaman Orde Baru dahulu a.l.
adalah:
a. Sentralisasi kekuasaan pada Presiden dipandang sebagai hal
yang semestinya (wajar), sebaliknya pada Orde Reformasi
sekarang centralisasi kekuasaan yang demikian itu harus
diakhiri dan diubah menjadi tatanan kehidupan
ketatanegaraan yang lebih demokratis.
b. Perilaku pengkramatan UUD-1945 adalah merupakan sikap
bijak, sebaliknya pada era Refonnasi sekarang berkembang
pemahaman bahwa UUD 1945 itu perlu diperbaiki dan
disempurnakan, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian
dengan kebutuhan kehidupan sosial-ekonomi dan sosial-
politik masyarakat.
c. Dahulu kala, ketentuan hukum kadang-kala harus mengalah
kepada kebijaksanaan pemegang kekuasaan, maka pada Era
Reformasi dikehendaki untuk menjaIankan dan menegakkan
hukum dan keadilan sebagai seharusnya tanpa pandang
bulu, karena dalam Negara Hukum tiada seorangpun yang
berada di atas hukum.

Untuk mencegah terjadinya anarchisme yang dapat mengarah


kepada disintegrasi bangsa, maka perlu diambil langkah-langkah
komprehensif sebagai berikut :
3

1. Menegakkan tertib hukum secara tegas dan konsisten, yang


meliputi mengambil tindakan represif secara tegas terhadap
perilaku yang bersifat kriminal, seperti perbuatan-perbuatan :
penjarahan, pengrusakan, teror, penodongan, perampokan,
penculikan dll., tanpa rasa takut atau ragu-ragu dituduh
melanggar hak-hak asasi manusia.
2. Menjaga dan melestarikan Lembaga-lembaga Sosio-tradisional
yang telah mengakar dan masih hidup bertahan di tengah
kehidupan masyarakat. Upaya-upaya penguatan kelembagaan
seperti ini harus dilakukan secara kontekstual dan sesuai dengan
situasi dan kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang
semakin berkembang.
3. Penataan dan pembenahan sistem perekonomian nasional dan
keuangan negara, seperti: perbaikan dunia perbankan,
peningkatan perdagangan ekspor, perbaikan produksi dan
distribusi sembako dan jaminan harga-harga kebutuhan pokok
yangterjangkau oleh masyarakat.
4. Adanya perhatian khusus terhadap upaya pemberdayaan
masyarakat secara terus-menerus untuk menanggulangi
pengangguran dan kemiskinan masyarakyat.

II. KONSEP PEMBERDAYAAN

2.1. Pemberdayaan Masyarakat dalam Menanggulangi


Pengangguran dan Kemiskinan
Pengangguran dan kemiskinan bersumber pada lemahnya
potensi manusia dan kurangnya dukungan lingkungan dalam
memanfaatkan potensi alam dan sumberdaya yang tersedia. Untuk
4

memecahkan masalah tersebut ditempuh melalui kegiatan pemberdayaan


masyarakat (A. Soedijar, 2003).
Lemahnya informasi IPTEK, kurangnya ketrampilan dan
pengalaman praktikal, merupakan factor-faktor yang mempengaruhi
lemahnya potensi sumberdaya manusia dalam mengelola sumberdaya
alam dan lingkungan sosialnya. Kondisi sosial-budaya masyarakat tidak
selamanya mendukung peningkatan potensi warganya, adakalanya malah
menghambat kemajuan masyarakat itu sendiri. Di lain pihak keberadaan
manusia,alam dan lingkungan sosial merupakan potensi yang sangat
bermanfaat bagi perkembangan masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraannya.
Dalam penanggulangan pengangguran dan kemiskinan dengan
jalan pemberian bantuan kebutuhan hidup seketika, bukanlah upaya
memecahkan masalah, namun hanya merupakan bantuan sementara.
Upaya itu perlu diikuti dan dilengkapi oleh bantuan yang bersifat
pemberdayaan segenap potensi masyarakat. Kelengkapan penunjang
yang diperlukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat meliputi
sumberdana, IPTEK, tenaga, sarana dan prasarana, yang kesemuanya itu
dapat digali dan diperoleh dari Pemerintah, Lembaga Non Pemerintah,
dan Masyarakat. Pemberdayaan memerlukan sentuhan teknologi karena
padahakekatnya pemberdayaan masyarakatadalah perubahan sosial
untuk memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka meningkatkan
kesejahtyeraan sesuai dengan suasana sosial budayadan sosial ekonomi
yang ada.
Tujuan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan
pengangguran dan kemiskinan pada hakekatnya adalah penciptaan dan
pengembangan lapangan kerja. Oleh karena itu kegiatan yang menjadi
sasaran adalah sektor yang banyak menampung lapangan kerja, yaitu
sektor informal, industri rumah tangga dan sektor perikanan.
5

Pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan pendekatan


pekerjaan social, pada dasarnya mendorong kelompok masyarakat
bermasalah sosial dengan memanfaatkan segenap potensi yang ada
pada masyarakat itu sendiri, serta melibatkan sumber di luar masyarakat
tersebut agar mereka dapat mandiri mengatasi masalahnya.
Pemberdayaan dilaksanakan melalui usaha sosial ekonomi
produktif (USEP) atau UUEP (Unit Usaha Ekonomi Produktif) dengan
pendekatan pekerjaan sosial yaitu memberikan ketrampilan dan bimbingan
serta bantuan stimulus sebagai modal awal usaha . Kegiatan
dilaksanakan secara kelompok (Kelompok). Usaha produktif (USEP dan
UUEP ) yang berorientasi kegiatan ekonomi produktif, bercirikan koperasi
yang berorientasi kepada pengembangan potensi dan sumberdaya alam
serta lingkungan sosialnya, sumberdaya manusia dan kemungkinan
peluang pemasaran produk-produknya.
Dalam Kelompok USEP dan UUEP ini dikenal Kelompok yang
homogen dan Kelompok yang heterogen. Kelompok homogen yaitu para
anggotanya terdiri atas anggota masyarakat secara spesifik, seperti Fakir
Miskin, Komunitas adat terpencil, Penyandangcacat, Anak terlantar,
Lanjut Usia Terlantar, Wanita rawan sosial-ekonomi, Keluarga muda
mandiri, dan lainnya. Sedangkan Kelompok yang heterogen terdiri atas
gabungan berbagai ragam anggota. Sesuai dengan kemajuannya,
Kelompok digolongkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan menjadi
(1) Kelompok Tumbuh, (2) Kelompok Berkembang, (3) Kelompok Mandiri.
Selanjutnya apabila suatu Kelompok telah mencapai Mandiri,
maka pembinaan selanjutnya dikaitkan dengan kegiatan Koperasi (Embrio
Koperasi).
6

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


MENANGGULANGI
PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN

DUKUNGAN Pemerintah, ORSOS, LSM,


PT, Pesantren, Masyarakat, Dunia Usaha

MODAL, IPTEK, SDM, SARANA & PRASARANA

KENDALA: Masyarakat KENDALA:


Eksternal Marginal SDA, SDM,
Internal Miskin SDS

KEGIATAN
Bentuk: Bidang:
Peningkatan: Pengetahuan Pertanian
Ketrampilan Sektor Informal
Pengalaman Industri rumah Tangga

KESEMPATAN BERUSAHA

KESEMPATAN KERJA

PMKS
SEJAHTERA

Ketahanan Ekonomi

Ketahanan Sosial
7

PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Masyarakat Marginal / Miskin

SOCIAL CONDITIONING

Penyuluhan Motivasi Kese- Dinamika


Massa Individu pakatan Kelompok

CONTEXTUAL & RELEVANT ACTIONS

Identifikasi Identifikasi Pera- Praktek Produksi


Kebutuhan Potensi gaan

ASSISTANCE

Pembentukan Pembentukan Pembinaan Dinamika


Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
Jaringan Sosial Jaringan Ekonomi Jaringan
Pasca Produksi Pasca Produksi

IMPROVEMENT

Pengembangan Pengembangan
Produksi Kelompok Jaringan

MASYARAKAT SEJAHTERA
8

2.2. Upaya-upaya Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan


Kemiskinan

Pertambahan jumlah penduduk DI WILAYAH PESISIR-PANTAI


yang cepat di masa lampau, menyebabkan saat ini pemerintah
menghadapi adanya situasi sulit yang menimpa masyarakat pedesaan di
WILAYAH PESISIR-PANTAI. Hal ini telihat dari kenyataan banyaknya
potensi sumberdaya alam menjadi semakin terbatas; berkurangnya
pemilikan sarana produksi; dan nilai tukar yang semakin buruk antara
hasil perikanan dengan hasil industri. Akibat dari keadaan ini terjadi proses
pemiskinan sumberdaya manusia, jumlah kelompok miskin menjadi
semakin banyak dan bahkan cenderung terjadi pada sebagian besar
masyarakat pedesaan. Proses semacam ini disebut oleh Geertz disebut
"involusi perikanan", yang merupakan proses pembagian kemiskinan.
Masyarakat yang terjangkit penyakit involusi inilah yang mewarisi potensi
sumberdaya yang kapabilitasnya rendah. Pada umumnya dalam jangka
panjang akan menyebabkan para warganya tidak memiliki kemampuan
untuk melihat jauh ke depan, tidak memiliki keberanian menanggung
resiko, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kemampuan melihat
potensi/peluang yang ada, buta informasi dan akhirnya dapat menjurus
menjadi fatalis.
Proses pengentasan masyarakat dari fenomena involusi ini akan
berhasil apabila terjadi pendinamisan masyarakat secara keseluruhan.
Disamping itu pola adaptasi baru akan dapat dilalui masyarkat apabila
tidak ada perintang yang dapat menghambat terjadinya perkembangan
tersebut. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada intervensi pemerintah
secara langsung dan cukup intense, yang ditujukan untuk pengentasan
kemiskinan dengan jalan pembangunan yang mengarah pada pemenuhan
kebutuhan dasar.
9

Dalam rangka program pengentasan kemiskinan telah dirancang


berbagai program pembinaan sumberdaya manusia dan sekaligus
memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
memeratakan akses seluruh masyarakat terhadap proses pembangunan
dan hasil-hasilnya. Selain itu perlu adanya perhatian khusus terhadap
kelompok masyarakat miskin yang relatif tertinggal dan belum beruntung
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Penanganan kemiskinan pada
prinsipnya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan
dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan rendah-
nya akses kelompok masyarakat miskin terhadap peluang- peluang yang
tersedia.
Oleh karena itu upaya pengentasan yang harus diarahkan pada:
(a). Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumberdaya manusia, melalui
jalur pelayanan pendidikan (transfer IPTEK), pelayanan kesehatan
dan perbaikan gizi.
(b). Mengembangkan tingkat partisipasi penduduk miskin secara sinergis
untuk membentuk kelompok sehingga mempunyai posisi tawar yang
lebih kuat dalam bernegosiasi dengan pihak lain
(c). Mengembangkan dan membuka usaha produktif yang dapat diakses
oleh kelompok masyarakat miskin secara berkelanjutan.
(d). Memperbesar akses masyarakat miskin dalam penguasaan faktor p
faktor produksi.
(e). Pemihakan kebijakan publik yang mampu mendorong peningkatan
daya beli masyarakat miskin

Dengan mengacu kepada lima arah tersebut maka bantuan


program pembangunan harus diberikan dalam bentuk kegiatan yang dapat
meningkatkan penghasilan, kemampuan berusaha, upaya meringankan
beban hidup masyarakat, pemenuhan prasarana dasar sosial, pemberian
10

modal kerja melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM) untuk dapat


digulirkan lebih lanjut dan pembangunan /rehabilitasi sarana dan
prasarana fisik yang menunjang kegiatan produktif, pemasaran hasil
produksi pedesaan, dan perbaikan mutu lingkungan pemukiman hidup.
Usaha lain yang sedang dirancang Pemerintah pada awal PJPT
II, yakni melalui konsep Program bantuan khusus untuk wilayah dengan
kelompok masyarakat miskin yang cukup besar. Usaha Pemerintah pada
kenyataannya masih menghadapi permasalahan, yakni (a) Kurangnya
data aktual untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi
kelompok miskin ; (b) belum diketahuinya proyek- proyek yang dibutuhkan
untuk kelompok masyarakat miskin; (c) belum diketahuinya katagori
kelompok sasaran yang relevan dengan jenis proyek yang akan
diintroduksikan.

2.2.1. Beberapa Permasalahan


"Kemiskinan dapat dirumuskan sebagai keadaan dari masyarakat
yang hidup serba kekurangan, yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh
mereka."
Keadaan sosial ekonomi masyarakat miskin di wilayah pedesaan
pesisir-pantai masih ditandai oleh pertambahan penduduk yang cukup
pesat, dan sebagian terbesar masih tergantung pada sektor perikanan dan
sektor-sektor tradisional. Dalam situasi seperti ini tekanan terhadap
sumberdaya alam semakin besar dan rata-rata penguasaan aset produksi
setiap rumah tangga semakin minim, bahkan banyak rumahtangga yang
tidak memiliki asset produksi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
untuk mengurangi dampak keterbatasan tersebut, baik melalui program
intensifikasi perikanan, maupun pengembangan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha dalam sektor non-perikanan di pedesaan.
Sementara itu sejumlah penduduk pedesaan mengambil jalan pintas untuk
11

menolong dirinya sendiri melalui urbanisasi ke kota. Penduduk yang tetap


tinggal di desa harus bersedia hidup dalam situasi subsistensi dan
involutif.
Beberapa permasalahan penting adalah sbb:
(1). Seseorang termasuk miskin kalau tingkat pendapatannya
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang a.l.
meliputi pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Hal ini
dapat disebabkan oleh terlalu besarnya jumlah anggota keluarga atau
karena rendahnya produktivitas atau kombinasi keduanya. Rendahnya
produktivitas tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti
mengangggur atau setengah menganggur, rendahnya pendidikan dan
terbatasnya ketrampilan, atau rendahnya tingkat kesehatan dan gizi. Hal
yang memprihatinkan ialah bahwa kemiskinan tersebut dapat "menurun"
kepada generasi berikutnya.
(2). Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin lebih lanjut
akan semakin sulit karena penduduk miskin yang tersisa adalah yang
peling rendah kemampuannya untuk dapat menolong diri, semakin
terpusat di kantong- kantong kemiskinan dan semakin sulit jangkauannya.
Kebijaksanaan yang berlaku umum kana semakin tidak efektif dan peran
utamanya harus digantikan dengan kebijaksanaan khusus yang langsung
ditujukan kepada dan untuk orang miskin. Harus dapat dikembangkan
strategi yang diarahkan secara khusus kepada wilayah dan kelompok
miskin. Untuk itu pertama-taha harus diketahui sumber penyebab
kemiskinan, bersifat struktural atau kultural, atau karena kondisi lingkungan
fisik. Langkah selanjutnya adalah merumuskan program khusus untuk
mengatasi penyebab kemiskinan tersebut.
(3). Pemantauan profil penduduk miskin telah mulai dilakukan,
dan telah diperoleh gambaran mengenai persebaran penduduk miskin
yang dapat digunakan untuk merumuskan kebijaksanaan pengentasan
12

kemiskinan. Profil rumahtangga dan wilayah miskin yang ada pada kita
mengindikasikan bahwa penanggulangan kemiskinan di pedesaan dan
perkotaan, perlu dibedakan jenis programnya, kegiatan dan bentuk
bantuan yang akan dilaksanakan. Hal ini menegaskan bahwa program
penang gulangan kemiskinan perlu sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah.
(4). Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan
kemiskinan dalam menjangkau orang miskin ditentukan oleh keterpaduan
dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai program anti kemiskinan.
Program penanggulangan kemiskinan harus berisi pedoman-pedoman
umum peningkatan perhatian kepada masalah- masalah kemiskinan.
Pedoman tersebut pada dasarnya berisi:
(a). Peningkatan dan penyempurnaan program-program pembangunan
pedesaan yang telah ada baik yang bersifat sektoral maupun regional
termasuk program Inpres dan swadaya masyarakat,
(b). Peningkatan desentralisasi dan otonomi dalam pengambilan
keputusan,
(c). Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif dengan
pendampingan yang efektif.

(5). Pada hakekatnya masalah kemiskinan tidak terlepas dari


masalah yang lebih besar, yaitu masalah ketimpangan antar wilayah dan
antar golongan penduduk. Masalah ketimpangan ini sangat rumit dan
hanya dapat diatasi secara bertahap berkesinbambungan. Ketimpangan
sosial, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakayt merupakan masalah
yang mendesak. Kesempatan yang terbuka oleh berbagai kegiatan
pembangunan telah dapat dimanfaatkan secara lebih baik oleh
sekelompok masyarakat dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Prakarsa perorangan seperti ini telah mengem bangkan kelas pengusaha
13

nasional yang selama ini telah menyum bang kepada pertumbuhan


ekonomi dan penyediaan lapangan kerja khususnya di sektor industri.

2.2.2. Faktor Penyebab Kemiskinan


Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab kemiskinan di
pedesaan adalah:
(1). Permasalahan rendahnya Kapabilitas dan Ketersediaan
Sumberdaya Alam bagi proses produksi primer. Semakin
rendahnya kualitas sumberdaya ala mini megakibatkan
tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani
produsen, akibat selanjutnya ialah proses produksi kurang
efisien dan harga jual produk yang relatif tinggi dibandingkan
dengna produk sejenis dari tempat lain.
(2). Permasalahan tata nilai (adat-istiadat, etos).
Kemiskinan yang telah berjalan dalam dimensi ruang dan
waktu yang luas dan lama, dan telah mewarnai pengalaman
kesejarahan berjuta penduduk, ternyata telah menyebabkan
kemiskinan diterima sebagai bagian yang sah dari kehidupan
dan mewarnai sistem nilai dan struktur sosial masyarakat.
Kemiskinan diterima sebagai keniscayaan yang tidak perlu
dipermasalahkan lagi. Setiap usaha mengentas kemiskinan
menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan bahkan dipandang
aneh dan mungkin dianggap "asosial". Dalam situasi budaya
seperti ini maka gejala kemiskin an tidak cukup kalau hanya
dievaluasi sebagai fungsi dari keterbatasan pekerjaan,
pendapatan, pendidikan, dan kesehatan saja, tetapi juga
harus diperhatikan adanya fakta bahwa mereka juga "miskin"
terhadap makna kemiskinan itu sendiri. “Pantangan,
14

Kepercayaan, Kebiasaan”, dan lainnya seringkali juga


berpengaruh terhadap berbagai upaya pembangunan
masyarakat.
(3). Keterbatasan penguasaan faktor produksi perikanan,
khususnya lahan usaha budidaya perikanan. Sejumlah besar
rumah tangga petani tidak memiliki lahan budidaya atau
hanya menguasai lahan sangat sempit (kurang dari 0,05ha).
(4). Surplus tenagakerja pedesaan dengan ketrampilan teknis dan
manajemen yang terbatas, karena keterbatasan berlatih
(bukan keterbatasan pendidikan). Sebagian besar tenaga-
kerja (penduduk usia produktif) sedang menganggur dalam
berbagai tingkat pengangguran.
(5). Keterbatasan lapangan kerja dan lapangan usaha di sektor
perikanan, baik akibat keterbatasan lahan budidaya
perikanan maupun sebagai akibat "keterlemparan" akibat
masuknya input perikanan modern. Sementara itu lapangan
pekerjaan non perikanan belum cukup ditunjang oleh tradisi
bisnis desa. Walaupun tenagakerja paling banyak di sektor
perikanan (50- 60%), namun hampir separuh (40-45%) dari
pekerja ini bekerja pada keluarga sendiri yang tidak dibayar.
(6). Keterbatasan alternatif pilihan teknologi budidaya untuk
komoditi perikanan yang ekonomis, teknologi pasca panen
dan pengolahan hasil, serta teknologi non perikanan.
Kelompok masyarakat miskin di desa tidak mempunyai akses
yang memadai untuk menentukan alternatif usaha tanaman
dan agro-teknologinya, sehingga produktivitas marginalnya
sangat rendah. Perkembangan lapangan kerja non perikanan
juga belum didukung oleh teknologi tepat guna yang mema-
dai, atau masih bersifat kecil-kecilan dan sederhana sekali.
15

(7). Keterbatasan informasi, pembinaan, fasilitas permodalan,


proteksi usaha dan kesempatan (opportunity), suatu lingkaran
yang lazim dalam bisnis modern. Hampir dalam setiap
kegiatannya mereka harus melakukan secara swakarsa dan
bersedia untuk harus puas dengan apa yang menjadi milik-
nya saja, tanpa keinginan untuk lebih dari apa yang mungkin.
Sementara itu faktor produksi unggulan tersebut dikuasai oleh
sektor perkotaan industrial, terutama dalam wujud informasi,
teknologi dan fasilitas per-kreditan.
(8). Nilai tukar perdagangan (term of trade) barang produk
pedesaan lebih rendah terhadap barang produk perkotaan
atau sektor modern. Hal ini mengakibatkan warga desa
kurang memperoleh surplus yang berarti, hampir dalam
semua lapangan pekerjaan yang dilakukan, sehingga tidak
memungkinkan melakukan akumulasi kapital. Hal ini dapat
dilihat dari rendahnya nilai tukar petani dan nelayan.
(9). Terbatasnya volume uang yang beredar di pedesaan, hal ini
merupakan dampak dari produktivitas marjinal yang sangat
rendah atau nol dan keterbatasan fasilitas kredit resmi yang
masuk ke desa. Sebagian besar penduduk di pedesaan
miskin jika memerlukan kredit untuk tambahan modal akan
mencari pada saluran kredit atau lembaga keuangan non-
formal.
(10). Kebijakan pemerintah yang lebih menitik beratkan pada laju
pertumbuhan ekonomi, ternyata berdampak negatif terhadap
kelompok masyarakat miskin. Demikian juga kebijakan
perikanan yang dititikberatkan kepada swasembada pangan
nasional dan kurang mengacu kepada pemenuhan konsumsi
pedesaan telah menyebabkan sektor pedesaan/perikanan
16

hanya berfungsi sebagai penyangga stabilitas ekonomi


nasional, dengan keterbatasan akses untuk menentukan
pilihan ekonomis.
(11). Belum berfungsinya kelembagaan swadaya masyarakat di
pedesaan yang mampu menampung prakarsa, peran-serta
dan swadaya masyarakat untuk mengentas diri sendiri.
Kelembagaan yang ada masih kurang fungsional dan/atau
tingkat swadaya rendah.
(12). Rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin yang
pada kenyataannya sangat berhubungan erat dengan (1).
Masalah pendapatan yang diperoleh, (2). Masalah Gizi dan
pangan, (3). Masalah kesehatan, (4). Masalah kematian, (5).
Masalah lingkungan pemukiman, (6). Masalah Pendidikan,
(7). Masalah penguasaan IPTEK/Ketrampilan, (8). Masalah
pemilikan lahan budidaya, (9). Masalah Kesempatan kerja,
dan (10). Masalah prasarana/sarana kebutuhan dasar.

Pada kenyataannya masalah-masalah tersebut di atas dapat dike-


lompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) masalah-masalah sistem nilai
(adat istiadat, kepercayaan, etos) dan kelembagaan infrastruktur, (2)
masalah- masalah struktural, khususnya keterbatasan penguasaan
sumberdaya dan faktor produksi perikanan, serta kelimpahan tenagakerja;
dan (3) masalah-masalah kebijakan dan pendekatan model pembangunan.
Fenomena kemiskinan buatan (atau pengaruh) lingkungan alam
berpangkal dari sumberdaya perairan yang rendah produktivitasnya,
misalnya tak mencukupi dalam mendukung hidup sejumlah penduduk
yang bertambah dan hidup dari alam itu. Sedangkan fenomena kemiskinan
buatan manusia (masyarakat sendiri), disebabkan oleh lingkungan sosial
ekonomi dan budaya. Ada struktur kemiskinan yang menjadikan sebagian
17

orang miskin (lapisan bawah) sedang sebagian lain (lapisan atas) serba
cukup, bahkan kaya, serba kuasa, mampu mengembangkan kekayaan
yang sebagian berasal dari upaya nafkah golongan miskin. Ada juga fihak
yang mengalihkan perhatian pada "budaya miskin" (miskin karena malas
atau berciri negatif lain: fatalistik, cepat menyerah kalah). Sebaliknya
golongan kaya mempunyai motivasi kuat dan sifat-sifat terpuji (positif)
lainnya dan mencapai kesejahteraan tinggi.

2.2.3. Profil Wilayah dan Masyarakat Miskin

A. Profil Wilayah
Lima faktor yang dianggap berkaitan langsung dengan fenomena
kemiskinan wilayah pedesaan, yaitu (a) kapabilitas sumberdaya produksi
yang rendah, (b) lokasi yang terisolir dan/atau terbatasnya sarana dan
prasarana fisik, (c) keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, (d)
lemahnya kemampuan kelembagaan (formal dan non-formal) penunjang
pembangunan di tingkat pedesaan, dan (e) masih rendahnya akses sosial
masyarakat terhadap peluang-peluang "bisnis" yang ada.

a.1. Lokasi
Lokasi desa miskin di wilayah pesisir-pantai pada umumnya jauh
dari pusat-pusat pelayanan "Kota Kecamatan". Keterbatasan sarana dan
prasarana perhubungan, area yang luas, dan kondisi bentang lahan
dengan topografi "berat" mengakibatkan transfer informasi, materi dan
moneter antara desa dengan pusat pelayanan formal menjadi sangat
terbatas. Pada umumnya transportasi antar desa dalam wilayah
kecamatan masih sangat terbatas.

a.2. Keadaan Agroekologi


18

Keadaan iklim musiman dicirikan oleh adanya musim paceklik dan


musim panen raya dalam konteks perikanan penangkapan. Dalamk
konteks budidaya perikanan, hal-hal yang penting meliputi: Rataan curah
hujan tahunan umumnya berkisar antara 1500 - 3000 mm, dengan suhu
rata-rata berkisar 22oC - 26oC. Gambaran umum neraca lengas lahan dan
lamanya musim produksi selama setahun dicirikan oleh defisit air tawar
selama 3-5 bulan. Jenis tanah yang dominan adalah alluvial, kambisol dan
litosol dengan teskstur liat hingga lempung . Tingkat kesuburan tanahnya
beragam dari rendah (litosol) hingga tinggi (Kambisol dan Mediteran).
Kondisi bentang lahan di wilayah pedesaan miskin dicirikan oleh bentuk
lahan dataran pantai. Daerah datar hingga berombak dikelola penduduk
sebagai lahan perikanan budidaya (sawah tadah hujan dan tambak),
sedangkan kebun campuran umumnya berlokasi di daerah bergelombang
hingga berbukit.

a.3. Penggunaan Lahan dan Sistem Produksi Pertanian


Penggunaan lahan perikanan didominasi oleh lahan budidaya
tambak udang dan ikan. Sistem budidaya perikanan ini merupakan
penggunaan terluas (60-80%) yang dikelola oleh penduduk setempat,
sisanya berupa tegalan dengan tanaman palawija dan kebun campuran
dengan aneka tanaman tahunan.

a.4. Sumberdaya Air


Sumberdaya air di kawasan pemukiman pedesaan pesisir-pantai
memberikan sumbangan yang cukup "berarti" bagi masyarakat. Air yang
dapat dimanfaatkan adalah air hujan, air permukaan (mata air, sungai,
danau), dan air bawah tanah (groundwater). Surplus air hujan yang terjadi
selama 3-5 bulan pada musim penghujan belum dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan budidaya perikanan dan untuk keperluan domestik. Surplus
19

air hujan ini sebagian besar menjadi run-off atau menggenang di


permukaan tanah, karena kapasitas infiltrasi tanah umumnya agak rendah
dan kemiringan lahan umumnya kurang dari 5%. Tindakan untuk
menahan dan menampung surplus air hujan ini di tempat jatuhnya
dipandang mempunyai peluang yang cukup baik untuk memperbaiki tata
air.

a.5. Demografi dan Kependudukan


Sistem pendidikan masyarakat di wilayah pedesaan miskin
pesisir-pantai secara fungsional dilayani oleh berbagai kelembagaan
pendidikan formal dan nonformal. Peranan lembaga non-formal tampaknya
cukup besar dan mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih jauh
untuk dapat lebih mendukung program-program pembangunan
masyarakat desa.
Sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian dalam
sektor budidaya perikanan dan penangkapan (>80%), sedangkan lainnya
dalam sektor-sektor pertanian, peternakan, industri/pengrajin, buruh-buruh,
perdagangan dan jasa-jasa lainnya seperti jasa angkutan. Angkatan kerja
(terutama angkatan muda) di sebagian besar wilayah pedesaan tidak
semuanya tertampung dalam lapangan kerja, sebagian bekerja sebagai
buruh bangunan atau bidang jasa lain di luar wilayah kecamatan.
Persepsi, sikap, dan motivasi masyarakat pedesaan untuk
mencapai taraf kehidupan yang lebih baik pada umumnya sudah benar.
Hal ini tercermin dalam etos kerja masyarakat pedesaan "yang tidak
mengenal lelah" dalam mengelola sumberdaya alam yang dikuasai untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.

a.6. Penguasaan Modal dan Teknologi


20

Umumnya penguasaan masyarakat pedesaan terhadap modal


dan teknologi sangat terbatas. Mekanisme akumulasi modal hanya
bertumpu kepada hasil produksi perikanannya yang relatif rendah, akses
terhadap fasilitas modal formal sangat terbatas atau bahkan tidak ada.
Teknologi yang dikuasai berasal dari "warisan orang tua", sedangkan
kegiatan transfer teknologi melalui agensi-agensi formal masih sangat
terbatas. Peranan kelembagaan non-formal dan tokoh panutan non-formal
lebih berperanan dibandingkan dengan kelembagaan formal.
Kurangnya kegiatan-kegiatan/fasilitas lapangan kerja di luar
bidang perikanan primer tampaknya berkaitan erat dengan keterbatasan
penguasaan modal dan teknologi oleh penduduk dan kurangnya informasi
pasar di luar daerah. Program-program pelatihan ketrampilan dan kredit
formal selama ini masih belum mampu menjangkau kelompok masyarakat
miskin di pedesaan pantai. Program kredit formal yang ada selama ini
kurang menarik di kalangan mereka, karena penyaluran kredit tersebut
harus melibatkan prosedur yang dianggap cukup rumit.

a.7. Kelembagaan Sosial


Kelembagaan formal penunjang pembangunan yang ada di pede
saan pesisir-pantai umumnya belum mampu berkiprah secara optimal,
berbagai kendala dan keterbatasan senantiasa dihadapi oleh
kelembagaan formal untuk dapat menggalang partisipasi masyarakat
pedesaan. Pada umumnya lembaga non-formal, seperti kelompok arisan,
kelompok pengajian dan pondok-pesantren (dengan Kyai panutannya)
lebih mampu menggalang partisipasi dan keswadayaan masyarakat
pedesaan. Sarana dan prasarana transportasi di wilayah pedesaan
umumnya sangat terbatas, terutama untuk melayani hubungan antar desa,
demikian juga hubungan dengan pusat kecamatan . Sedangkan
21

hubungan antara pusat kecamatan dengan pusat kota kabupaten


umumnya telah memadai.
Kelembagaan sosial-ekonomi formal di pedesaan umumnya
belum dapat menjangkau kepentingan kelompok masyarakat miskin,
karena adanya berbagai persyaratan birokrasi dan agunan yang rumit. Hal
ini mendorong berkembangnya berbagai bentuk kelembagaan non-formal
di kalangan masyarakat dengan tokoh panutannya masing-masing.
Lembaga keuangan pedesaan non-formal (pelepas uang, pedagang)
umumnya lebih mampu menjangkau kelompok masyarakat miskin dengan
berbagai kemudahan pelayanannya, meskipun sesungguhnya dibarengi
dengan "tingkat bunga yang sangat tinggi".

2.3. MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR


KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN MILIK MASYARAKAT
(KIPKANMAS)

2.3.1. PARADIGMA PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN


Paradigma pemberdayaan usaha industri masyarakat perikanan
masa depan adalah sistem agroindustri terintegrasi (hulu-hilir) dan
berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan sumberdaya
manusia dan pemberdayaan masyarakat PESISIR-PANTAI.
Paradigma pembangunan seperti ini bertumpu pada kemampuan
masyarakat pesisir-pantai untuk mewujudkan kesejahteraannya dengan
bertumpu pada kemampuan sendiri dan atau kelompok. Pembangunan
agroindustri modern merupakan langkah strategis mewujudkan
pembangunan masyarakat dalam arti luas yang menempatkan
pembangunan berorientasi pada manusia dan masyarakat.
Pembangunan usaha agroindustri perlu dirumuskan untuk
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi maju yang
murah, sederhana, dan efektif disertai penataan dan pengembangan
22

kelembagaan di pedesaan. Pembangunan dengan paradigma baru ini


diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang akan menjadi
pendorong pertumbuhan sektor non-perikanan. Keterkaitan sektor
agroindustri dan non-perikanan di pedesaan akan semakin cepat terjadi
apabila tersedia prasarana ekonomi yang mendukung kegiatan ekonomi di
wilayah pedesaan.
Pembangunan usaha agroindustri patut mengedepankan potensi
kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang
berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan
kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia dan
masyarakat petani yang semakin profesional. Masyarakat petani, terutama
masyarakat tani tertinggal sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat,
perlu terus dibina dan didampingi untuk dapat menjadi manusia petani
yang semakin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumberdaya
alam dan manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan usaha
bersama agroindustri di masa depan.
Dengan demikian perlu dirumuskan suatu kebijaksanaan
pemberdayaan usaha bersama di bidang agroindustri yang mengarah
pada peningkatan kemampuan dan profesionalitas petani dan masyarakat
pedesaan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal
dan lestari dengan memanfaatkan rekayasa teknologi tepat guna untuk
meningkatkan produktivitas agroindustri, pendapatan petani,
kesejahteraan masyarakat pedesaan serta menghapus kemiskinan.
Arah pemberdayaan usaha bersama agroindustri menurut
paradigma baru ini dapat diwujudkan terutama melalui upaya pemihakan
dan pemberdayaan kelompok masyarakat. Pemberdayaan masyarakat
petani dilakukan sesuai dengan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya.
Sejalan dengan arah pembangunan tersebut, peran pemerintah
adalah mempertajam arah pembangunan untuk rakyat melalui penguatan
23

kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat petani,


kelembagaan Koperasi-UKM, maupun kelembagaan birokrasi. Penguatan
kelembagaan pembangunan agroindustri dapat dilakukan melalui
pembangunan partisipatif untuk mengembangkan kapasitas masyarakat,
dan berkembangnya kemampuan aparat dalam menjalankan fungsi
lembaga pemerintah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Prinsip pembangunan partisipatif ini adalah mengikutsertakan
masyarakat secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi,
sedangkan pemerintah memberikan fasilitas dan pendampingan kepada
masyarakat dalam melaksanakan program ekonomi-produktifnya.
Penerapan prinsip pembangunan partisipatif perlu dipahami sebagai
proses dan langkah pembangunan yang mengikut-sertakan masyarakat
tani sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian, evaluasi,
pelaporan, pemeliharaan, dan pelestarian hasilnya.

2.3.2. AGROINDUSTRI IKAN SEBAGAI PRIORITAS


Berdasarkan Visi pembangunan ekonomi Jawa Timur ke depan ,
hal yang sangat penting adalah memilih bidang ekonomi yang dapat
mewujudkan kesejahteraan sosial secara lebih berkeadilan dan lestari.
Mengingat sebagian besar penduduk pesisir-pantai mempunyai orientasi
kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam, maka agroindustri perlu
menjadi perhatian. Dalam kerangka paradigma pembangunan manusia,
pembangunan berbasis sumberdaya lokal, dan pembangunan
kelembagaan sosial-ekonomi maka pembangunan di bidang usaha
agroindustri perikanan dalam arti luas merupakan sektor pembangunan
unggulan.
Peran sektor agroindustri dalam pembangunan ekonomi di wilayah
pedesaan pesisir-pantai sangat luas, mencakup beberapa indikator antara
lain:
24

Pertama, usaha bersama agroindustri perikanan sebagai penyerap


tenaga kerja yang terbesar.
Ke dua, agroindustri perikanan merupakan penghasil berbagai bahan
pangan esensial bagi masyarakat. Peran ini tidak dapat
disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya,
kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan.
Ke tiga, komoditas agroindustri perikanan sebagai salah satu penentu
stabilitas harga di pasaran bebas. Harga produk-produk ini
memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen
sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi.
Ke empat, akselerasi pembangunan usaha bersama agroindustri
perikanan sangat penting untuk mendorong ekspor dan
mengurangi impor.
Ke lima, komoditas hasil tangkap dan budidaya ikan merupakan bahan
baku usaha agroindustri perikanan.
Ke enam, usaha agroindustri perikanan memiliki keterkaitan sektoral
yang luas dan ikut menentukan pendapatan masyarakat.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka prioritas ke depan adalah


sektor agroindustri perikanan dengan titik berat pada keterkaitan yang
kohesif antara sasaran lingkungan mikro-lokal, makro-regional, dan
nasional yang cepat dapat memperbaiki kesejahteraan sosial-ekonomi
masyarakat.

Sasaran lingkungan mikro-lokal.


Sasaran lingkungan mikro-lokal adalah rakyat sebagai pelaku
ekonomi yang sebagian besar hidup dari sektor agroindustri perikanan.
Pelaku ekonomi maju perlu mendapatkan suasana untuk kegiatan
ekonomi produktif yang berkesinambungan. Sementara pelaku ekonomi
25

transisi perlu didampingi oleh pemerintah. Sedangkan pelalu ekonomi


tertinggal harus mendapatkan subsidi, pembinaan, dan perlindungan
dalam berbagai bentuk pemberdayaan. Bagi pelaku ekonomi tertinggal,
maka sasaran pembangunan agroindustri perikanan adalah meningkatkan
akses masyarakat tertinggal terhadap faktor produksi terutama
sumberdana, teknologi, bibit unggul, pupuk, dan sistem distribusi.z

Sasaran lingkungan makro-regional


Sasaran lingkungan makro adalah keterkaitan antar sektor ekonomi
yang semakin kuat dengan inti sektor agroindustri perikanan.
Pembangunan agroindustri ini memiliki dimensi kaitan ke depan (forward
linkages) dalam kegiatan industri pengolahan dan pemasaran serta
dimensi kaitan ke belakang (backward linkages) kegiatan faktor produksi
pendukung penangkapan dan budidaya ikan.
Pembangunan agroindustri perikanan dapat dilaksanakan dengan
dukungan langsung dari sektor-sektor lain terutama industri, dan
perdagangan dalam kerangka pengembangan sistem agroindustri modern
dan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sasaran lingkungan Nasional


Sasaran lingkungan nasional adalah mempersiapkan agroindustri
perikanan sebagai sektor unggulan dalam menghadapi tantangan global
dan perdagangan bebas. Oleh karena itu, pembangunan agroindustri
perikanan perlu segera melakukan penajaman orientasi yaitu
mempercepat peningkatan proses alih teknologi dan aliran investasi masuk
ke dalam sektor hulu hingga ke hilir.

Berdasarkan kerangka sasaran tersebut maka program-program


pembangunan agroindustri perikanan modern perlu berorientasi pada:
26

Pertama, pengembangan/penguatan akses ekonomi masyarakat


pesisir-pantai terhadap sumber-sumber pembiayaan publik;
Ke dua, pengembangan/ penguatan kualitas sumberdaya manusia
petani-nelayan, termasuk peningkatan kualitas jajaran aparat
birokrasi terkait;
Ke tiga, pengembangan/penguatan kualitas prasarana / sarana yang
mendukung langsung kegiatan pembangunan usaha bersama
agroindustri perikanan antara lain adalah adopsi teknologi tepat
guna baik dalam bentuk perangkat kerasnya (instrumen teknis)
maupun perangkat lunaknya (prosedur) dan pengembangan
sistem informasi;
Ke empat, pengembangan/penguatan kelembagaan pembangunan
dalam basis sistem agroindustri perikanan pantai; dan
Ke lima, pengembangan / penguatan kelembagaan keuangan yang
dimiliki dan dikelola oleh masyarakat lokal (Lembaga Keuangan
yang mengakar dan mandiri).

2.3.3. IDENTIFIKASI KELOMPOK MASYARAKAT PESISIR-


PANTAI : PELAKU KEGIATAN UUEP

Paradigma pembangunan yang berorientasi pada kepentingan


masyarakat menegaskan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat
dalam menyelenggarakan pembangunan guna mengembangkan
kemampuan masyarakat sendiri. Sehingga masyarakat setempat
mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
sendiri atas inisiatif sendiri dalam urusan rumah tangga daerahnya.
Sejalan dengan berlakunya desentralisasi, mekanisme penyaluran
bantuan pembangunan yang semula direncanakan, dikelola dan
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, secara bertahap telah dialihkan
kepada koordinasi pelaksanaannya oleh pemerintah daerah dan akhirnya
dapat disalurkan langsung dan dikelola sendiri oleh masyarakat yang
paling memerlukan termasuk kelompok masyarakat di pedesaan pesisir-
pantai.
27

Pembangunan seyogianya dilaksanakan oleh masyarakat sendiri


dan pemerintah sebagai FASILITATOR yang memperlancar pelaksanaan
dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Jajaran pemerintahan di
daerah, baik jajaran pemerintah daerah dan JAJARAN sektoral di daerah
perlu membuat identifikasi kelompok sasaran pelaku kegiatan program di
daerah masing-masing berdasarkan kondisi masyarakat, potensi
sumberdaya, dan komoditas unggulannya secara akurat dan mutakhir.
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberdayaan
masyarakat, maka peran kelompok masyarakat sangat diharapkan.
Jajaran pemerintah daerah diharapkan dapat membantu menyiapkan
masyarakat dalam memanfaatkan bantuan sebagai dana kegiatan sosial-
ekonomi produktif. Penyiapan masyarakat dilakukan dalam wadah
“koperasi masyarakat lokal, KOPERMAS” yang tumbuh berdasarkan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Penyiapan masyarakat dalam
wadah kelompok usaha bersama (Koperasi-UKM) diharapkan dapat
tumbuh menjadi embrio lembaga pengelola dana pembangunan yang
mampu merencanakan, melaksanakan, dan melestarikan kegiatan yang
dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Pada dasarnya kelompok masyarakat dapat diklasifikasikan
menjadi tiga tahapan, yaitu
(1). Kelompok yang tidak/belum berorientasi pasar, dengan status
pendapatan di bawah garis pendapatan minimal atau kelompok
masyarakat tertinggal;
(2). Kelompok yang berada pada tahapan transisi, dengan status
pendapatan mulai meningkat dari kondisi minimal dan
mempunyai potensi pasar yang berkembang; dan
(3). Kelompok yang sudah berorientasi pasar, dengan status
pendapatan di atas rata-rata dan mempunyai pasar potensial
yang lebih maju.
28

Bantuan program pembangunan akan sangat dipengaruhi oleh


klasifikasi kelompok masyarakat tersebut.
Bagi kelompok pertama yang tidak mampu dan belum berorientasi
pasar perlu secara khusus diperhatikan untuk mendapatkan bantuan dana
bantuan yang bersifat hibah bergulir (revolving block grant) namun perlu
disertai pedampingan intensif agar mampu mandiri. Secara umum block
grant dapat digunakan dalam dua bentuk: yaitu, investasi sosial yang tidak
langsung menghasilkan pendapatan, seperti sarana dan prasarana,
termasuk teknologi sederhana ; dan investasi ekonomi yang meningkatkan
pendapatan seperti dana bergulir sebagai modal kerja.
Sedangkan kelompok yang sudah mampu ke luar dari kondisi
tertinggal dapat memperoleh bantuan dana semi-komersial.
29

2.3.4. KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN MILIK


MASYARAKAT (KIPKANMAS)

MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI

DANA INVESTASI

BOT SYSTEM

LITBANG Teknol KOPINKAN pengelola KIPMAS


DIKLAT dana

PERIKANAN KSP Perikanan


Teknologi &
SIM-Pasar

Pabrik Pengolahan Ikan


(PPI)

Kelembagaan Industri
Kemitraan & Hasil Samping/
Pendampingan Komplemen
30

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KIPMAS

Cluster SAPROTAN
ALSINTAN

KSP PABRIK Ikan Cluster PASAR


Ikan Ikan olahan pangan/ Regional
Rakyat Olahan ikan

limbah
perikanan

- Pupuk
- Pestisida Bahan bahan limbah Cluster
- Herbisida penolong ikan Pengolah
lain

Cluster
Cluster Pemasaran &
Agrokimia Transportasi

Pasar
Industri Industri Cluster Nasional
Makanan Pupuk Kemas &
Tradisional Organik Packaging

SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI


31

LATAR BELAKANG:

1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan, khususnya masyarakat


pedesaan pesisir-pantai, melalui KIPMAS
2. Antisipasi KRISIS produk-produk perikanan, akibat melimpahnya
bahan impor
3. Sistem Produksi dan Distribusi hasil perikanan di Indonesia:
- Lemahnya posisi tawar nelayan / petani
- Industri pengolahan sulit diakses oleh masyarakat petani
- Produksi mengalami tekanan berat dari komoditi lain
- Sistem kemitraan petani - industri “kurang adil”
- Biaya produksi relatif tinggi
4. Industri hilir masih terbatas pada produk-produk tertentu

TUJUAN:

Memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan melalui KIPMAS guna


peningkatan daya saing dan kesejahteraan masyarakat:
1. Menginisiasi berkembangnya KIPMAS yang didukung oleh adanya
techno-industrial cluster yang relevan
2. Pengembangan teknologi pengolahan diversivikasi produk ikan: Ikan
kering, Ikan tepung dan gaplekan, pupuk organik limbah ikan, pakan
ternak limbah ikan, aneka makanan tradisional dan lainnya
3. Pengembangan kelembagaan Koperasi Masyarakat pengelola KIPMAS

EVALUASI KONDISI PER- IKAN - AN

1. KEKUATAN
a. Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keunggulan komparatif
kondisi sumberdaya wilayah pesisir-pantai
b. Sifat unggul produk ikan olahan untuk pasar regional / nasional,
ekspor
c. Ketersediaan SDM dan masyarakat nelayan/petani yang unggul
d. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya
tinggi terhadap usaha rakyat dan industri pengolahan
e. Potensi pasar yang sangat besar

2. KELEMAHAN
a. Kesenjangan hasil LITBANG ke aplikasi komersial
b. Industri pengolahan bertindak juga sebagai “lembaga pemasaran”
c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku
32

(cluster) produksi - industri pengolahan & distribusi produk


d. Produk hilir masih terbatas pada produk tertentu saja.
e. Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi
ikan

3. PELUANG
a. Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka
b. Diversifikasi produk-produk ikan - industri pengolahan sangat potensial
c. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster produksi ikan
dengan
cluster industri pengolahan dalam kelembagaan KIPMAS
d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan agroindustri ikan

5. ANCAMAN
a. Hambatan-hambatan sistem distribusi produk ikan domestik
b. Persaingan dengan produk impor
c. Persaingan dengan komoditi dari daerah lain
d. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan ikan yang ada.

PROGRAM PENGEMBANGAN

1. Pemberdayaan KOPINKAN Pengelola KIPMAS


2. Pengembangan KIPMAS dengan komponen utamanya:
a. Cluster KSP (Kawasan Sentra Produksi) Perikanan Rakyat
b. Cluster Pabrik Pengolahan Ikan (PPI)
c. Cluster Industri Pupuk Organik dan Pakan Ternak
d. Cluster Industri Aneka Makanan Tradisional
e. Cluster ALSINTAN & SAPROTAN
f. Cluster Agrokimia/ Bahan-bahan pendukung
g. Cluster LITBANG, Teknologi dan Sistem Informasi Pasar
h. Cluster Pengemasan dan Pengepakan
g. Cluster Transportasi dan Pemasaran

3. Kajian Keunggulan produk-produk hilir perikanan dan Pabrik


Pengolahan Ikan
4. Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-hasil kajian
5. Implementasi sistem Quality Assurance (QA)

OUTCOME
1. Berkembangnya KIPMAS dengan keterkaitan yang adil di antara
cluster-cluster yang ada di dalamnya
33

2. Terbentuknya Koperasi Masyarakat pengelola KIPMAS yang mampu


mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk-
produk ikan dan olahannya.
3. Berkembangnya Pabrik Pengolahan Ikan
4. Meningkatnya citra dan keunggulan produk-produk ikan domestik

DAMPAK
1. Sinergi kelembagaan dan industri dalam “CLUSTER”
2. Sinergi antar pelaku agroindustri dalam KIPMAS
3. Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk memproduksi ikan
4. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan ikan
5. Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan.

2.3.5. PILIHAN POLA INVESTASI

Koperasi Agroindustri Perikanan (KOPINKAN) dapat dijadikan


sebagai alternatif wadah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat
dengan ALTERNATIF pola pengembangan sebagai berikut:

Pola I: Koperasi Pengelola KIPMAS


(Kawasan Industri Perikanan Milik Masyarakat)

Masyarakat membentuk KOPINKAN, membangun kawasan sentra


produksi (KSP) perikanan rakyat dan fasilitas Pabrik Pengolahan Ikan
(PPI), serta mengembangkan sarana dan prasarana penunjangnya. Dalam
proses pengembangan koperasi seperti ini masyarakat anggota dan
pengurus koperasi dapat meminta bantuan pihak ke tiga (manajemen
profesional) berdasarkan suatu KONTRAK PEKERJAAN (KP).
Biaya pembangunan Kawasan perikanan rakyat, fasilitas industri
pengolahan ikan, sarana dan prasarana agroindustri serta biaya KP, 100
persen bersumber dari dana/investasi masyarakat per ”ikan” an, yakni
ANGGOTA dan PENGURUS KOPERASI.
34

KOPINKAN

ANGGOTA PENGURUS

DANA INVESTASI & MASYARAKAT

KIPMAS

Kelompok PPI
Ikan-rakyat

Penunjang
Komplemen

Pola II: Patungan Koperasi dan Investor.


Pola ini merupakan modifikasi dari pola PIR (Perusahaan Inti
Rakyat), yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan
35

inti. Dalam Pola II, sejak awal masyarakat membentuk KOPINKAN dan
berpatungan dengan suasta sebagai satu unit usaha patungan KIPMAS.
Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham antara
KOPINKAN dan SUASTA dapat beragam sesuai kesepakatan, misalnya
65 persen : 35 persen.

Pola III: Patungan Investor dan Koperasi.


Seperti Pola II, tetapi kontribusi KOPINKAN lebih terbatas, yaitu
pada "in kind contribution” yang disetarakan dengan nilai uang, misalnya
lahan usaha ikan rakyat milik KOPINKAN (sebagai saham). Secara
menyeluruh pangsa KOPINKAN pada tahap awal sekurangnya 20%, yang
selanjutnya secara bertahap meningkat sesuai dengan perkembangan
kondisi usaha KIPMAS.

Pola IV. BOT (Building-Operating-Transfer).


Pola ini terbuka bagi investor (TERMASUK PEMERINTAH). Dalam
pola ini investor memberdayakan KSP Perikanan rakyat, pabrik
pengolahan ikan (PPI) dan sarana serta prasarana pendukungnya
(KIPMAS), termasuk pula mengembangkan KOPINKAN yang akan
menerima dan melanjutkan usaha. Tahapan dan persyaratan yang
diperlukan untuk membangun, mengoperasikan dan mentransfer
dirancang kesesuaiannya dengan karakteristik komoditas ikan dan kondisi
pasarnya. Pada dasarnya KSP ikan rakyat dan pabrik pengolahan ikan
(PPI) ditransfer pada saat KOPINKAN sudah siap dan kondisi KSP ikan
rakyat dan Pabrik Pengolahan Ikan masih menguntungkan secara teknis-
ekonomis untuk dikelola oleh koperasi. Pola ini yang dapat
direkomendasikan dalam pengembangan kawasan industri perikanan di
wilayah Lekok, dengan investasi publik yang diprakarsai oleh pemerintah
daerah dengan prinsip re-inventing public investment.
36

Pola V. BTN (Bank Tabungan Negara)


Pola ini mengadopsi dari pola pengembangan perumahan rakyat
yang dikembangkan oleh Bank Tabungan Negara. Pemerintah bukan
hanya menyediakan paket kredit untuk mengembangkan KSP ikan rakyat
dan pabrik pengolahan ikan (PPI), tetapi juga mengembangkan
kelembagaan keuangan (seperti BTN) sebagai lembaga yang membiayai
pembangunan KIPMAS, yang dilaksanakan oleh developer. Developer
dibatasi kepada BUMN/D/BUMS yang memiliki “core competence” di
bidang per an ikan-gula. Kapling KSP ikan rakyat dan PPI yang telah
dibangun dapat dimiliki oleh para pihak yang berminat menanamkan
modalnya dalam bentuk agroindustri ikan. KOPINKAN dikembangkan
untuk mengelola KIPMAS secara utuh dengan dukungan dana
operasionalnya bersumber dari hasil usahanya.

3. PEMBERDAYAAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI


(KSP) PERIKANAN RAKYAT

3.1. PENDAHULUAN
Sejalan dengan proses desentralisasi pembangunan yang di
dalamnya terkandung tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah, maka
kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
dengan Pendekatan pengembangan wilayah perlu terus ditingkatkan. Hal
tersebut dimaksudkan agar pembangunari daerah dapat dilaksanakan
secara efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumberdaya dan
sumberdana pembangunan di daerah. Dalam rangka itu pengembangan
kawasan-kawasan yarig strategis dan potensial yang salah satunya
37

diidentifikasi sebagai kawasan sentra produksi perlu dilakukan secara


intensif sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja
pembangunan daerah dan kesejahtaraan masyarakat.
Dalam kaitan itu, pengembangan kawasan sentra produksi (KSP)
merupakan upaya nyata agar pemerintah daerah mampu memadukan,
menyerasikan dan mengkoordinasikan berbagai masukan (input)
pembangunan baik berupa program sektoral, program pembangunan
daerah maupun program-program khusus dengan upaya pembangunan
yang telah disusun pemerintah daerah berdasarkan potensi dan
kebutuhan nyata masyarakat.
Dengan keberhasilan pengelolaan pengembangan kawasan sentra
produksi diharapkan dalam jangka panjang kemampuan pemerintah
daerah dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi pembangunan di wilayahnya akan semakin meningkat, terutama
dalam hal peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kinerja
pembangunan ekonomi di daerah. Keberhasilan tersebut merupakan
modal yang penting bagi pemerintah daerah dalam menterjemahkan,
mengisi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip otonomi daerah secara
langsung, nyata dan bertanggung jawab sehingga penerapan otonomi
daerah melalui Undang-Undang Otonomi Daerah akan memberikan
dampak positif yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pelayanan umum
dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

3.2. Kawasan Sentra Produksi Perikanan Rakyat


Sentra Produksi adalah suatu kawasan perikanan rakyat yang
memiliki potensi dan memungkinkan memperoleh investasi pemerintah/
swasta/masyarakat, yang prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut serta
menjadi sebaran pengembangan kegiatan produksi , jasa dan
38

permukiman, prasarana wilayah pendukung dan prasarana wilayah


pengembangannya.

3.2.1 Kriteria dan Cakupan Kawasan


Kawasan Sentra Ikan-rakyat yang akan dikembangkan meliputi
kriteria:
a. Kawasan yang telah berfungsi sebagai sentra produksi ikan milik
masyarakat yang sudah berpengalaman melaksanakan usahatani
ikan.
b Merupakan lokasi/kawasan yang pernah memperoleh bantuan
program pembangunan, yang hasilnya dapat dioptimalkan untuk
pengembangan produksi ikan dalam jangka pendek.
c. Lingkup lokasi / kawasan mencakup daerah Kecamatan dan/atau
antar Kecamatan.
d. Lokasi kawasan potensial dan strategis untuk dikembangkan sebagai
KSP ikan dan pernah memperoleh berbagai program pembangunan
dari sektor selama ini.

Besar kecilnya Kawasan Sentra Produksi tidak terlepas dari pada


faktor potensi dan fungsi kawasan jarak geografis. Adanya perbedaan
jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan,
sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung
membentuk satu kesatuan Kawasan Sentra Produksi.
Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak
geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawasan, ada
kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah kecamatan
dan masuk membentuk kawasan baru di suatu wilayah kecamatan lain.
Kemungkinan ini dapat saja terjadi di seluruh wilayah kabupaten,
terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung secara fisik.
39

3.2.2. Kriteria dan Lingkup Kegiatan

a. Kriteria Kegiatan Rencana Tindak


Kriteria kegiatan implementasi dari rencana tindak adalah
1) Peningkatan produksi ikan dan pengolahan ikan yang berorientasi
quick yielding (cepat menghasilkan).
2) Moderriisasi usaha pengembangan produksi ikan dan pemasaran
ikan ke arah sistem agrobisnis dan agroindustri modern.
3) Pengembangan kawasan sentra produksi ikan dapat bersifat multi
years yang melibatkan senegap potensi masyarakat dan
sumberdaya wilayah.

Wilayah makro

Kelompok Perikanan rakyat

DEVELOPMENT
AREA PPI Lekok

MARKET
AREA I

OUTLET
(Pelabuhan / Pasar)
40

Ekspor ke luar daerah


(MARKET AREA ll)

Gambar Konsep ruang pengembangan KSP Kelompok Ikan Rakyat

b. Lingkup Kegiatan

1) Identifikasi dan pemilihan KSP – Kelompok prioritas untuk perikanan


rakyat.
2) Penyusunan Rencana Tindak (action plan) bagi KSP yang telah
memiliki rencana induk serta implementasi rencana tindak tersebut.
3) Penyusunan Rencana Induk (master plan) KSP dan Rencana Tindak
(action plan) bagi KSP terpilih lainnya untuk diimplementasikan pada
tahun mendatang.
4) Implementasi Rencana Tindak dengan kriteria kegiatan yang
dimaksud pada butir (a), mencakup kegiatan-kegiatan pengembangan
KSP yang berkaitan dengan :

a) Peningkatan produktivitas dan nilai tambah produksi ikan dan


ikan yang dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan
peningkatan produksi ikan rakyat dan pengembangan kegiatan
industri ikan mini.
b) Peningkatan pemasaran hasil-hasil produksi (ikan pasir dan
hasil-hasil sampingannya) melalui pengembangan kelembagaan
pemasaran, sistem informasi dan jaringan kerja pemasaran
dengan dunia usaha, dan dlikungan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan.
c) Pemanfaatan hasil-hasil pembangunan sektoral, pembangunan
daerah, dan program-program khusus pemberdayaani ekonomi
masyarakat yang telah ada secara optimal dalam rangka
mendukung efisiensi dan efektivitas pengembangan KSP ikan
rakyat.
d) Pengerhbangan kegiatan-kegiatan promosi dan publikasi master
plan KSP ikan rakyat agar tercipta keterkaitan dan keterlibatan
dunia usaha / usaha swasta yang dapat mendukung
perekonomian rakyat.
41

C. Lingkup Materi

Ruang lingkup materi pengembangan Kelompok-USEP perikanan


rakyat adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pengembangan tata ruang yang berkaitan dengan struktur


pengembangan wilayah dan pengembangan sektoral yang
mendukung pengembangan KIPMAS.
2. Identifikasi sistem produksi perikanan tanaman pangan, per an,
peternakan, industri/kerajinan dan perdagangan.
3. Kondisi kawasan dan kecenderungan perkembangannya, dapat
diidentifikasi potensi yang meliputi a.l.:
a. Potensi yang terkandung, baik yang sudah dimanfaatkan, belum
dimanfaatkan dan diperkirakan ada, termasuk di dalamnya
identifikasi komoditas unggulan ikan rakyat dan komoditi
penunjangnya.
b. Prospek dan kemungkinan pengembangan komoditas ikan rakyat
di masa mendatang, baik menyangkut produksi dan peningkatan
nilai tambah maupun pemasarannya. Karena peluang di masa
mendatang menghadapi era globalisasi, paling tidak dapat
mengantisipasi kemampuan daya saing produksi, pemasaran dan
pangsa pasar yang dapat diraih.
4. Penyusunan Skenario Pengembangan Kawasan yang ditempuh
melalui skala prioritas pemanfaatan ruang dan skala priontas kegiatan
pengembangan komoditas ikan rakyat. Skenario pengembangan
berisi pola pemanfaatan ruang dan struktur ruang, yaitu
pengembangan komoditas tanaman pangan dan ikan rakyat serta
sistem prasarana penunjangnya dan merupakan acuan
pengembangan kawasan.
5. Perumusan program pengembangan sektor, komoditas unggulan ikan
rakyat dan sistem prasarana. Rumusan program pengembangan
berisi program-program pengembangan sektor, komoditas dan sistem
sarana dan prasarana perikanan tanaman pangan dan ikan rakyat.
Program-program dirumuskan dalam mendukung pencapaian
skenario-skenario tersebut.
6. Perumusan program-program pengembangan yang terpilih. program
ini merupakan interaktif antara kondisi, kemampuan pembiayaan dan
kelembagaan dengan pengembangan kawasan serta kebutuhan
42

sarana dan prasarana pendukungnya, di mana proses ini dilakukan


secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga menghasilkan suatu
tatanan program yang terarah.
7. Perumusan peningkatan pemasaran hasil produksi. Sebagai upaya
untuk menarik minat dunia usaha dan dapat melakukan investasi di
kawasan sentra produksi, informasi mengenai peluang pengem-
bangannya perlu disebarluaskan.

3.2.3. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

1. Mengidentifikasi Kelompok-USEP perikanan rakyat berdasarkan


potensi subsektor perikanan tanaman pangan, subsektor per an,
subsektor industri, dan subsektor perdagangan untuk dikembangkan
menjadi suatu KSP Ikan Rakyat.
2. Menentukan alokasi budidaya komoditi subsektor perikanan tanaman
pangan (padi dan palawija), subsektor per an (Ikan rakyat), subsektor
perindustrian (pengolahan produk ikan), dan subsektor perdagangan di
Kelompok-USEP
3. Menyusun konsep peningkatan intensitas pertanaman lahan basah
dan lahan kering untuk meningkatkan produksi padi, palawija dan ikan
rakyat, dalam upaya memperkuat ketahanan pangan daerah,
memanfaatkan peluang pasar dan penggalian sumber-sumber
ekonomi masyarakat.
4. Menyusun konsep KOPINKAN sebagai pengelola Kelompok-USEP
Perikanan Rakyat untuk meningkatkan nilai tambah produk primer ikan
yang dihasilkan.

2. Sasaran

Sasaran kegiatan pengembangan Kawasan Sentra Produksi Ikan


Rakyat adalah
1. Tertatanya Kelompok-USEP perikanan rakyat yang terpilih melalui
pendekatan ruang dan pengisian ruang melalui skenario
pengembangan kawasan (berjenjang) dan jenis komoditas utama
dan penunjang yang dikembangkan pada kawasan itu.
43

2. Tertatanya pengarahan pemanfaatan ruang dan lahan sesuai


dengan pengembangan subsektor perikanan tanaman pangan, sub-
sektor per an, subsektor perindustrian dan subsektor perdagangan
3. Tertatanya peluang bursa lapangan usaha yang lebih luas, kompetitif
terhadap penerimaan dan penyerapan tenaga kerja yang cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
4. Tertatanya tenaga kerja siap pakai, terampil dan memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam berusahatani, sistem produksi
komoditi pangan dan ikan rakyat yang berke-sinambungan, bergulir
sepanjang tahun guna menjamin persediaan pangan dalam
meningkatkan ketahanan pangan masyarakat serta menjamin
permintaan kebutuhan pangsa pasar ikan.
5. Program peningkatan produksi bahan pangan dan ikan, serta
memperhitungkan seberapa besar produksi ikan yang dapat diproses
menjadi ikan pasir, juga pemanfaatan limbah potensial dari usahatani
ikan rakyat dan industri ikan.
6. Penyediaan benih unggul ikan-rakyat yang memiliki: umur pendek,
produktivitas tinggi dan ketahanan kondisi alam yang tidak menentu
(iklim dan curah hujan) serta resisten terhadap hama dan penyakit.
7. Tertatanya sarana produksi termasuk pestisida, hipertisida dan
herbisida yang mudah diperoleh di kawasan, relatif murah dan
terjangkau oleh masyarakat petani setempat dalam rangka
mendukung peningkatan produksi ikan rakyat dan meningkatkan
ketahanan ikan.
8. Informasi jasa pelayanan perbankan dan sistem informasinya
mengenai kendala dan persoalan dalam upaya pem-berdayaan
kegiatan usahatani ikan rakyat dan industri pengolahan ikan mini
9. Tertatanya sarana jasa pelayanan KUD, perbank-an sebagai mitra
petani /nelayan/pengolah dan berperan dalam meningkatkan daya
beli hasil-hasil produksi komoditi, dengan harga dasar ketetapan
nasional sehingga harga dapat terkendali dan tidak dikendalikan oleh
para tengkulak yang selama ini menjerat para petani di wilayah
sentra produksi.
10. Tertatanya prasarana produksi bila mungkin tersedianya jaringan
irigasi, listrik, air bersih, telekomunikasi di Kawasan Sentra Produksi
dalam upaya pengembangan industri pengolahan ikan sekala rakyat.
11. Tertatanya sistem transportasi dan pola aliran barang dari sentra
produksi ke industri pengolahan ikan, ke tempat distribusi barang
hingga ke tempat tujuan (pedagang, pasar dan konsumen akhir).

3.3. Operasional Pemberdayaan Kelompok-USEP Perikanan


Rakyat
44

Skenario master plan Kelompok-USEP disusun melalui


penyusunan program-program secara terarah dan benar ke dalam
tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui (identifikasi, skenario,
program pengem-bangan dan program terpilih). Setiap tahapan program /
kegiatan harus dapat mencerminkan alur proses input dan output yang
dapat dikendalikan dari acuan dan atau parameter kinerja sehingga
program yang dikembangkan sebagai program terpilih mengikuti kerangka
pemi-kiran Master Plan.
Skenario rencana tindak dan rencana implementasi yang
merupakan pengembangan lanjutan dari program Master Plan yaitu
berupa program terpilih, selanjutnya disusun secara sistematis untuk
memahami muatan-muatan apa saja yang dapat dijabarkan /
diimplementasikan (dalam satuan; volume, biaya, waktu, sumber
pembiayaan dan pengelolaannya) dalam setiap program berdasarkan
sasaran. Dalam hal ini, program-program yang dimaksud adalah program-
program yang memiliki kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
Setiap program dilengkapi dengan pola-pola pengembangan
pelaksanaan yang mengacu dan memperhatikan seberapa besar
dukungan yang ada untuk mengetahui kemudahan-kemudahan maupun
kendala-kendala pengembangan usaha di suatu kawasan pengembangan.
Kepentingan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan
informasi awal bagi masyarakat dan investor, misalnya adanya aspek
pembiayaan dan mekanisme insentif dan dis-insentif. Di dalam program-
program terpilih dari satuan program, ada program yang dapat langsung
dilaksanakan (action) tanpa melalui tahapan profil investasi, misalnya
program peningkatan sumberdaya manusia melalui sistem pelatihan. Profil
investasi dalam hal ini adalah suatu tahapan program yang masih perlu
diperkenalkan kepada para pengusaha / investor melalui kegiatan promosi
45

yang dapat diadakan oleh Koperasi pengelola Kawasan Sentra Produksi


untuk disosialisasikan kepada segenap lapisan masyarakat.
Pendekatan KSP memandang kawasan sebagai suatu sistem
produksi, yakni input , proses dan output. Dari sudut pandang ini KSP
harus mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pro-ses
produksi ikan rakyat. Dengan demikian kajian yang berkaitan dengan
penyediaan input di dalam KSP, pengolahan ikan menjadi ikan dan jenis
produk yang dihasilkan perlu dilakukan, sehingga dapat ditentukan
besaran komoditas yang akan dikembangkan. Mengenali permasalahan
yang dihadapi dalam rangka pengembangan komoditas ikan rakyat.
Dalam kaitannya dengan rencana ruang yang ada, kegiatan ini
merupakan upaya untuk mengisi dan mengoptimalkan pemanfaatan ruang
yang mengacu pada rencana tersebut, sekaligus secara interaktif
memberikan umpan balik bagi penyempurnaan rencana itu sendiri.
Sedangkan dari sisi output, dimaksudkan untuk meningkatkan per-
tumbuhan ekonomi daerah, serta sekaligus mengoptimalkan
pembangunan ekonomi masyarakat.
Keberadaan Kelompok perikanan rakyat ini menjadi penting
sebagai acuan lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta, khususnya
dalam upaya untuk mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah.
Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk
mengoptimalkan pemberdayaan tata ruang yang ada dan dapat
mempermudah perumusan dukungan pembangunan sarana dan
prasarana penunjang kegiatan perikanan dalam arti luas.
46

KAWASAN YANG ADA

Kawasan yang telah berfungsi sebagai sentra produksi

Kawasan yang telah memperoleh berbagai program


pembangunan, yang hasilnya dapat dioptimalkan untuk
pengembangan produksi pangan dalam jangka pendek

Kawasan potensi dan strategis untuk dikembangkan dan telah


memperoleh berbagai program pembangunan dari sektor.

PROSES IDENTIFIKASI DAN DETERMINASI

PENETAPAN KAWASAN PRODUKSI IKAN RAKYAT

MASTER PLAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

ACTION PLAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

IMPLEMENTATION PLAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

Gambar 2. Diagram alir penyusunan rencana induk, rencana aksi dan


rencana implementasi Kelompok-USEP Perikanan Rakyat
47

Penentuan Kawasan Sentra Produksi dikembangkan dari


pengertian fungsi perikanan dalam arti luas. Semua wilayah kecamatan
memiliki potensi yang sama untuk diseleksi berdasarkan potensi
perikanan, perikanan, perindustrian dan perdagangan, berikut sarana dan
prasarana penunjang yang telah ada.
Skenario pengembangan Kelompok-USEP terpilih ditempuh melalui
skala pengembangan kawasan. Pertama, pemilihan KSP prioritas,
ditujukan untuk memudahkan pengarahan pemanfaatan ruang yang
bergulir / bertahap, terarah guna mengantisipasi kemampuan
pembangunan terbatas. Ke dua, pengisian ruang sejalan dengan
kemampuan pem-bangunan yang terbatas, sehingga diperlukan adanya
sekala prioritas dalam pengembangan usaha dan cluster pendukungnya.

4. PEMBERDAYAAN UUEP AGROINDUSTRI IKAN

4.1. Pendahuluan
Menghadapi milenium ke tiga, bangsa Indonesia dihadapkan
pada kenyataan bahwa kondisi ekonomi sebagian besar anggota
masyarakat masih sangat memprihatinkan. Sementara itu tantangan
terbesar yang juga harus diantisipasi adalah kesiapan masyarakat dalam
memasuki era perdagangan bebas dan globalisasi. Terjadinya krisis dan
kelangkaan bahan kebutuhan pokok, seperti beras, ikan , minyak dan
lainnya, merupakan salah satu wujud dari dampak perdagangan bebas
yang sekaligus menjadi indikasi kekurang-siapan masyarakat dalam
menghadapinya.
Krisis “komoditas ikan” beberapa waktu yang lalu dapat
berdampak pada gairah petani / masyarakat untuk memproduksi ikan,
sehingga pendapatan riil masyarakat menurun dan pada akhirnya juga
48

akan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang menurun. Akibat lanjutannya


adalah banyak tenaga kerja pedesaan yang kehilangan kesempatan kerja,
yang apabila dibiarkan akan memunculkan kerawanan sosial.
Salah satu potensi masyarakat yang belum secara optimal didaya-
gunakan adalah lembaga-lembaga sosial-tradisional yang telah mengakar
di masyarakat, seperti Koperasi Primer Ikan Rakyat ( KOPINKAN) di
wilayah sentra produksi ikan, yang didukung oleh Pusat Koperasi Ikan
Rakyat di Dati II dan Propinsi, Serta Induk Koperasi ikan Rakyat di tingkat
Nasional.
Pada saat ini terdapat banyak KOPINKAN dengan berbagai sekala
usaha dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Beberapa perihal
penting yang dihadapi KOPINKAN saat ini adalah sebagai berikut :
a. Masih adanya kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya memihak
kepada kepentingan koperasi ikan rakyat dan petani ikan rakyat. Hal ini
mengakibatkan lemahnya “bargaining power” koperasi dalam
bertransaksi dengan Pabrik Ikan.
b. Masih terlalu banyaknya kebijakan pemerintah yang ikut
mengendalikan “agroindustri ikan rakyat” sehingga mengakibatkan
berbagai bentuk distorsi yang merugikan petani ikan
c. Lemahnya dukungan permodalan dari lembaga keuangan formal /
sistem per-bankan kepada KOPINKAN
d. Masih adanya kebijakan distribusi/ tata niaga ikan yang berdampak
negatif kepada petani ikan.

Oleh karena itu, lembaga KOPINKAN milik masyarakat ini perlu


segera lebih diberdayakan dengan pertimbangan rasional sebagai berikut:
1. Lembaga KOPINKAN (dengan segala fasilitasnya) yang sudah
tersebar di sentra produksi merupakan infrastruktur yang sudah
tersedia sebagai sarana dalam rangka mengembangkan aspek sosial
ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sehingga pemerintah tidak
memerlukan program dan biaya untuk membangun sarana fisik yang
baru dalam upaya mengatasi krisis ikan.
2. Sebagian besar penduduk pedesaan sentra produksi ikan Kabupaten
Malang merupakan kelompok-kelompok tani produktif dengan basis
perikanan ikan rakyat sebagai usahanya. Kelompok-kelompok
masyarakat tersebut memiliki kepentingan ekonomi yang sama dan
49

pada umumnya telah membina rasa kebersamaan untuk mengatasi


masalah mereka. Sehingga dengan pilihan program-program
terobosan yang tepat sasaran dan tepat guna dapat mempercepat
gerak roda perekonomiam di tingkat bawah (grass-roots).
3. Dengan pilihan program pemberdayaan yang tepat, fungsi
KOPINKAN dapat ditingkatkan dari sebatas “simpan pinjam” menjadi
pusat kegiatan perekonomian (center of economic activities)
masyarakat di sekitarnya. Peningkatan peranan ini sekaligus
membuka peluang bagi para tenaga terampil terdidik (ex tenaga kerja
yang PHK) untuk diperan-sertakan dalam memberdayakan ekonomi
rakyat. Dengan demikian, tenaga terampil terdidik diberdayakan untuk
berperan dalam pengembagan kewira-usahaan dan kegiatan-kegiatan
agroindustri ikan rakyat bersama masyarakat.
4. Pada sebagian KOPINKAN juga telah tumbuh dan berkembang unit
usaha WASERDA yang melayani saprodi dan kebutuhan bahan pokok
masyarakat. Selain itu juga telah berkembang unit usaha “Lembaga
Keuangan” khusus bagi kelompok petani ikan. Sebagai lembaga
keuangan alternatif keberadaannya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat pedesaan, terutama untuk memerangi praktek para
rentenir.
5. Sejalan dengan upaya Pemerintah untuk membangun sistem produksi
ikan dan jaringan distribusi ikan dalam rangka menghindari
kelangkaan akibat ulah para spekulan menimbun barang, maka
keberadaan KOPINKAN dapat diberdayakan sebagai pengelola
KIPMAS.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka


dipandang sangat urgen dan relevan untuk diupayakan Program
"Pemberdayaan KOPINKAN sebagai Lembaga Ekonomi Rakyat yang
Mengakar dan Mandiri, serta layak mengelola KIPMAS”.
Program seperti ini merupakan salah satu bentuk investasi
masyarakat yang berkelanjutan melalui POLA MODAL KOPINKAN
diharapkan dapat menimbulkan efek rambatan pada tumbuh dan
berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat sesuai dengan potensi
ekonomis di wilayah sekitarnya.
50

Sasaran pemberdayaan selanjutnya adalah agar dapat


memperluas dan meningkatkan nilai tambah (value added) dan
kesempatan kerja (employment generation) di berbagai sektor riil lainnya
yang mempunyai keterkaitan dengan agroindustri ikan rakyat.

4.2. TUJUAN DAN PRINSIP


Tujuan Jangka Pendek
(1). Ikut menggerakkan roda perekonomian rakyat pada tingkat akar
rumput (grass - roots)
(2). Memberdayakan KOPINKAN di wilayah sentra produksi ikan rakyat
dengan dukungan investasi sosial-masyarakat untuk menerapkan
MODEL TIGA RODA (Unit usaha perikanan rakyat, Unit usaha
Kelompok-UUEP, dan Unit usaha Jasa-jasa penunjang) untuk
mempermudah akses terhadap peluang-peluang bisnis perikanan
dan perikanan.
(3). Memberdayakan KOPINKAN dengan dukungan Kredit Semi-
Komersial guna membantu memperlancar Produksi dan distribusi
ikan dan ikut melindungi kepentingan petani ikan dan masyarakat
luas,
(4). Mengembangkan mekanisme kemitraan yang “adil” di antara
CLUSTER yang terkait dalam KIPMAS.

Tujuan Jangka panjang


(1). Ikut membangun sistem produksi dan jaringan distribusi ikan
nasional yang lebih adil, komplementer dengan Industri Ikan yang
ada
(2). Meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui pembinaan
dan pemberdayaan lembaga-lembaga tradisional yang telah
51

mengakar, terutama yang terkait dengan KOPINKAN yang telah


ada.
(3). Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui
penciptaan lapangan berusaha yang dapat diakses langsung oleh
masyarakat pedesaan.
4.3. Kelompok sasaran

a. Kelembagaan KOPINKAN, dan lembaga sosial-ekonomi tradisioanl di


pedesaan yang berkaitan dengna agroindustri ikan
b. Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra
koperasi), maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan /
dikembangkan usahanya yang berkaitan dengan agroindustri ikan
rakyat dan distribusi ikan.
d. Pengusaha dan Pedagang, baik perorangan maupun kelompok,
terutama yang bergerak di bidang agroindustri ikan dan distribusi ikan
untuk diberdayakan sehingga pada gilirannya dapat membantu
memperlancar sistem produksi dan distribusi ikan.
e. Tenaga Kerja Terampil (yang nganggur musiman) untuk dilatih dan
ditempatkan sebagai pendamping dan atau tenaga profesional /
pengelola lembaga keuangan koperasi, industri ikan mini atau
lembaga pemasaran ikan.

4.4. Prinsip-prinsip pemberdayaan

a. Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based


development) terutama pada tingkat "akar rumput" (grass roots)
b. Keberlanjutan (sustainability) dalam mendukung PDRB dan PAD
c. Peran serta aktif masyarakat (participatory process).
52

d. Komitmen penuh pemerintah dengan keterlibatan minimal (fully


committed, but less involvement).

4.5. Prinsip-prinsip pendanaan


a. Efisiensi, efektivitas (cost effectiveness), transparansi, dan
accountability.
b. Block grant langsung kepada kelompok tani / kelembagaan yang betul-
betul memerlukan (intended beneficiaries).
c. Sebagian besar berupa modal kerja bagi KOPINKAN yang diteruskan
kepada POKTANI sebagai kredit dengan pendampingan (supervised
credit).
d. Kredit Semi komersial untuk membeli ikan dari PGM dan untuk
mendukung kegiatan pelelangan ikan dan/atau pendistribusian ikan
mini.

4.6. POLA PEMBERDAYAAN

1. Tim Konsultasi yang daerah bertindak sebagai pengarah dan nara


sumber yang beranggotakan: (a) pakar-pakar agroindustri ikan dari
PTN/PTS; (b) tokoh-tokoh masyarakat perikanan dan industri perikanan,
(c) Bank yang bertindak sebagai channeling agent; serta (d)
Lembaga/Badan Penelitian dan Pengembangan yang terkait.
2. Tim Koordinasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pasuruan, terdiri
atas unsur/instansi (a) BAPPEDA, (b) DISPERIKAN, (c) DISPERINDAG,
(d) Dinas Koperasi & UKM, (e) Badan Pemberdayaan Masyarakat
(BPM), dan (f) BKPMD .
3. Tim Pendamping teknis bagi KOPINKAN yang beranggotakan para
wakil dari unsur-unsur pada jenjang seperti di atas yang bertugas ikut
merencanakan, mendampingi pelaksanaan pembangunan, memantau,
53

mengawasi dan mengevaluasi kegiatan usaha KIPMAS. Unsur


Perguruan Tinggi diharapkan dapat berperan sebagai pendamping aktif.
4. Dengan adanya internal/external accountabilitv dan transparansi yang
baik dari KOPINKAN, dan tim pendamping teknis, diharapkan akan
mempermudah pelacakan dan pertanggung-jawaban pemanfaatan
sumberdaya dan dana.
5. Pelibatan lembaga-lembaga sosial-ekonomi masyarakat yang “credible"
ke dalam KOPINKAN dilakukan dengan kriteria / persyaratan sebagai
berikut:
a. Diutamakan lembaga yang telah dikenal dan mengakar di
masyarakat setempat, serta telah berpengalaman menjalin interaksi
aktif dengan masyarakat sekitar.
b. Memiliki pengalaman (track record) yang baik dalam melakukan
pengembangan unit usaha produksi ikan, termasuk Unit usaha
perdagangan dan usaha-usaha industri kecil.
c. Diupayakan telah melembaga untuk menjamin accountability dan
kepastian hukum.
d. Dalam kaitannya dengan distribusi Ikan, dapat diintegrasikan
dengan sistem distribusi ikan yang telah ada.

4.7. RUANG LINGKUP PEMBERDAYAAN

1. Sosialisasi konsep KOPINKAN sebagai mata rantai utama dalam


sistem produksi dan distribusi produk pengolahan ikan.
2. Rekruitmen tenaga terampil terdidik untuk dijadikan petugas
pendamping profesional
3. Pelaksanaan kegiatan LITBANG dan DIKLAT antara lain meliputi:
(a) Sistem produksi perikanan rakyat;
(b) Sistem Industri Pengolahan Ikan
(c) Sistem distribusi produk-produk olahan ikan
54

4. Penyaluran modal bergulir dengan pendampingan untuk KOPINKAN


dengan model tiga roda.
5. Penyaluran fasilitas kredit Agroindustri Ikan kepada KOPINKAN sesuai
dengan tahapan pelaksanaan program.
6. Tim Konsultasi dan Tim Koordinasi melaksanakan koordinasi
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program dan
menyampaikan laporan kemajuan program secara periodik (bulanan
dan triwulanan).
4.8. Bagan Kelembagaan

KOPINKAN
PENERAPAN MODEL TIGA RODA

TIPOLOGI WILAYAH SEKITAR KOPINKAN

Petani-NELAYAN
dan PENGOLAH KOPINKAN
ikan rakyat

Unit
tokoh masyarakat KSP ikan-rakyat
kontak tani pedesaan

Unit
PPI

Unit
Jasa-jasa
Penunjang
55

masyarakat luas pesisir-pantai


56

MITRA EKSTERNAL

KOPINKAN:
*) Amanah
*) Profesional

UNIT USAHA
PERIKANAN RAKYAT

UNIT USAHA UNIT USAHA


JASA-JASA PABRIK PENGOLAHAN IKAN
PENUNJANG/ (PPI)
KOMPLEMEN

PETANI / MASYARAKAT
NELAYAN
57

KOPINKAN SEBAGAI AGEN KENDALI DISTRIBUSI IKAN

PETANI / NELAYAN/PENGOLAH
PERIKANAN RAKYAT

Mitra sharing modal KOPINKAN ikan PPI


eksternal

Unit Perdagangan Pembelian ikan

penjualan ikan

SISTEM SISTEM
PELELANGAN DISTRIBUSI
IKAN IKAN
58

5. KELEMBAGAAN PENDAMPINGAN UUEP Perikanan

5.1. Orientasi
Usaha memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan pesisir-
pantai harus ditempatkan dalam konteks pembangunan masyarakat desa
yang bertumpu pada peran-serta aktif masyarakat dan peningkatan
produktivitas rakyat (people empowernment). Agar supaya usaha ini
menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan
sektor secara terpadu dan terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi
wilayah, terutama potensi perikanan rakyat.
Salah satu upaya yang dipandang sebagai perluasan dan
peningkatan berbagai program dan upaya pemberdayaan ekonomi
pedesaan adalah “Model KIPMAS” (Kawasan Industri Pangan Milik
Masyarakat) melalui koperasi sebagai pengelolanya.
Program seperti ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan
memperkuat kemampuan kelompok masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha
dengan melibatkan komoditas unggulan wilayah. Program ini diarahkan
pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip
sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta
menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok
Usaha Bersama Agroindustri (Kelompok) Perikanan Rakyat.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan
perlu dibina melalui pengembangan kelompok usaha bersama. Oleh
karena itu masyarakat diberikan wewenang penuh untuk merumuskan
kegiatan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran pembinaan
Kelompok adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha
secara produktif dan ekonomis.
59

Pembinaan masyarakat melalui Kelompok memerlukan tenaga


pendamping yang handal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif, tenaga pendamping ini harus siap bekerja secara purna waktu.

5.2. Tenaga Pendamping


1. Pengertian
Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa yang
berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk
mengembangkan usaha agribisnis Perikanan Rakyat.

2. Tugas Pendamping
Pendamping bertugas antara lain (1) membina penduduk yang
bergabung dalam Kelompok sehingga menjadi suatu kebersamaan yang
berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu
(fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator)
dalam pembentukan Kelompok dan pembimbing pengembangan kegiatan
usaha pengolahan ikan.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping
dikoordinasikan oleh Koperasi. Ruang lingkup tugas pendamping adalah
sbb:
a. Melalui prakarsa KOPINKAN , pendamping memandu
pembentukan Kelompok melalui musyawarah
RT/RW/Lingkungan/Dusun/Desa.
b. Membina Kelompok agar berfungsi sebagai wahana proses
belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan,
mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara
anggota dengan para petugas.
c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas
sumberdaya manusia dari para anggota dan pengurus
Kelompok.
60

d. Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan


sarana produksi, serta ketersediaan teknologi tepat guna.
e. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat,
lembaga- lembaga pene-litian serta lembaga-lembaga suasta.
f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan
usaha para anggota Kelompok
g. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya
ke lembaga-lembaga inovasi teknologi.

3. Kegiatan Utama Pendamping


a. Pemahaman
a. Memahami berbagai Juknis dan Juklak dan berbagai pengarahan
aparat terkait
b. Memahami berbagai prosedur perkreditan formal melalui Koperasi
c. Memahami aspirasi dan usaha Kelompok yang akan dibina
d. Mengidentifikasi jenis sumberdaya yang ada pada masyarakat dan
peluang-peluang berusaha
e. Merumuskan kebutuhan Kelompok, terutama untuk pengembangan
usaha agribianis.

b. Menyusun Jadwal Kerja


Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pendamping perlu
menyusun jadwal kerja. Caranya adalah sbb:
a. Membaca serta memahami dahulu langkah-langkah kegiatan
pendampingan
b. Membahas dan menyusun rencana jadwal kerja dengan sesama
pendamping
c. Pendamping membicarakan serta menyepakati rencana jadwal kerja
dengan KOPINKAN .

c. Membantu Pendataan Penduduk Miskin


61

Dalam rangka mengembangkan Kelompok dan menggerakkan


usaha kelompok, data tentang penduduk, keadaan sosial ekonomi
masyarakat, jenis-jenis sumberdaya yang dimiliki perlu dikumpulkan
melalui pengembangan sistem pendataan yang efisien. Sasaranannya
adalah terciptanya bank data tentang masyarakat Desa, yang dapat
dipergunakan untuk membuat perencanaan sesuai dengan keinginan
kelompok dan evaluasi kemajuan Kelompok.
Dalam rangka pelaksanaan program KIPMAS , maka penduduk
desa baik pria maupun wanita perlu ditata dan disiapkan secara seksama.
Pendataan didasarkan atas kriteria setempat yang telah disepakati
bersama oleh Pemerintah Desa/Kelurahan dan Tokoh/Pemuka Masyarakat
serta LKMD. Pendataan mereka meliputi aspek-aspek: (a) sumber-sumber
pendapatan keluarga, (b) pemenuhan kebutuhan hidup minimal seperti
perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Hasil pendataan penduduk miskin ini merupakan bahan yang akan
dibahas dan dimusyawarahkan. Untuk itu pendamping harus melakukan
hal-hal sbb: (a) menghimpun data penduduk desa yang ada di
desa/dusun; (b) mengelompokkan data penduduk dalam kelompok
penduduk berdasarkan jenis-jenis usaha yang telah ada dan kelompok
penduduk yang belum mempunyai jenis usaha serta berdasarkan lokasi
tempat tinggalnya.

d. Membantu Pembentukan Kelompok


Kelompok adalah kumpulan penduduk setempat yang menyatukan
diri dalam usaha agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan,
keswadayaan dan kegotong-royongan. Untuk memperlancar dan
mengefektifkan upaya mempercepat penanggulanan kemiskinan,
penduduk desa harus didorong membentuk kelompok usaha bersama.
62

Pembentukan Kelompok ini dapat diprakarsai oleh KOPINKAN bersama-


sama dengan tokoh masyarakat.
Dalam membantu pembentukan Kelompok tersebut maka perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu:
(a). Pembentukan Kelompok didasarkan pada kebutuhan rumahtangga,
yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
(b). Harus dihindari pembentukan Kelompok yang dipaksakan oleh aparat
pemerintah, termasuk aparat desa
(c). Dalam wadah Kelompok ini diselenggarakan usaha produktif
agribisnis, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga
memberikan manfaat secara ekonomis bagi semua anggota Kelompok
secara lestari dan berkelanjutan
(d). Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat
pula disiapkan, ditumbuhkan, dan dibina secara khusus oleh aparat
desa, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lembaga
swadaya masyarakat sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu
anggotanya penduduk miskin
(e). Pada satu desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai
dengan kebutuhan atau dengan mengembangkan kelompok yang
ada. Kelompok beranggotakan sekitar 25-30 kepala keluarga yang
tinggal dalam satu hamparan.
(f). Pembinaan pendamping terhadap Kelompok disesuaikan dengan
kondisi dan situasi setempat. Jumlah Kelompok yang dibina dibatasi
sebanyak-banyaknya 5 Kelompok.

e. Membimbing Pilihan Jenis dan Mengembangkan Mutu Usaha


Anggota Kelompok yang belum mempunyai usaha intensif
memerlukan bimbingan dalam memilih jenis kegiatan. Jenis usaha yang
dipilih hendaknya berdasarkan; (a). Kesepakatan anggota Kelompok; (b)
berorientasi pada peningkatan pendapatan, (c) kemampuan anggota, (d)
potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam
dalam konteks agribisnis komoditas unggulan wilayah.
Bagi anggota Kelompok yang sudah mempunyai kegiatan produktif
tetap maka pendamping membimbing guna meningkatkan mutu dan
penambahan modal
63

f. Membimbing Perencanaan Kegiatan Kelompok

(a). Membantu Kelompok dalam membahas sumberdaya alam dan


manusia sesuai dengan pilihan terbaik bagi anggota berdasarkan
kemampaun yang ada
(b). Membantu menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas
kebutuhan dan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Dengan
memperhatikan aspek alat, bahan. cara dan tempat.
(c). Membantu Kelompok membahas dan menyusun jadwal kegiatannya.
(d). Jadwal kerja seluruh kelompok dibahas dan disepakati dalam
musyawarah koperasi untuk selanjutnya ditandatangani oleh ketua.
(e). Membantu Koperasi menyusun usulan kegiatan.

g. Mengusahakan Bantuan Teknik


Bantuan teknis dapat berupa :
a. Bidang pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha,
pengembangan sumberdaya manusia, jaringan kerja;
b. Bidang teknis sektora: perikanan, perikanan, perkebunan, perindustrian,
perdagangan dst.

Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah sebagaiberikut:


a. Pendamping membuat daftar kebutuhan bantuan teknis dari hasil
diskusi Kelompok.
b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang ada di desa atau
sekitarnya.
c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari instansi terkait melalui
KOPINKAN .

h. Membantu Pencairan Dana Bantuan/Kredit


Pendamping membantu memeriksa kelengkapan persyaratan
pencairan dana program bantuan/kredit termasuk persetujuan KOPINKAN
, kepala Desa/Kelurahan dan kesesuaiann usulan dengan hasil
musyawarah Kelompok. Pendamping perlu memahami prosedur
pencairan dana sbb:
64

BRI Unit/Lembaga
Keuangan lainnya KOPINKAN

Kelompok Pengurus Koperasi


PERIKANAN RAKYAT
+ PENDAMPING

Keterangan:
: arus dokumen
: arus dana

i. Membina Kegiatan Usaha

Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus diingat:


a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati sebelumnya.
b. Situasi dan kondisi yang paling tepat
c. Bersifat menyuluh, memotivasi atau mengajak, bukan menginstruksikan
d. Tingkat perkembangan yang dicapai.

Ada beberapa cara ayang dapat dipilih mana yangs esuai dengan
keperluan:
a. Pengarahan langsung pada waktu usaha dilaksanakan
b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan Kelompok
c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW, Sholat Jum'at,
upacara perayaan dan semacamnya
d. Menjembatani anggota dan Kelompok yang memerlukan bantuan teknis
yang dibutuhakan
e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang
berhasil, memberi motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan
dan sebagainya.

Jika terjadi masalah atau kemacetan usaha maka dibahas bersama


cara pemecahan masalahnya.
65

j. Membina Mekanisme Perguliran

a. Pada prinsipnya Kelompok dapat menghimpun dan mengelola serta


menggulirkoan dana kelompok sendiri secara berkelanjutan.
Pertambahan kapital Kelompok sangat bermanfaat bagi pertumbuhan
dan perkembangan usaha kelompok sehingga penggulkiran antar
anggota kelompok sesuai kebutuhannya dan kesepakatan Kelompok.
Usaha pengguliran dana Kelompok harus didasarkan pada keterbukaan
dan kesepakatan yang dipegang teguh oleh para anggotanya.
b. Pembinaan pengguliran dana dapat dilakukan melalui cara a.l.:
menabung, pemupukan modal. simpan pinjam, koperasi, dll.
c. Pendamping perlu memahami kesepakatan dan mekanisme
pengguliran dana, dalam hal ini membantu bagaimana caranya:
peminjaman dana, penetapan besarnya bunga dan cara pembayaran,
jangka waktu angsuran, jadwal angsuran, penetapan besarnya
tabungan, dsb.

k. Membimbing Penyusunan Catatan Kelompok dan


Pelaporan.
Membantu penyusunan catatan pelaksanaan usaha dan kegiatan
anggota/ Kelompok yang dituangkan dalam formulir pencatatan.
Selanjutnya diserahkan kepada Ketua kelompok dengan mengisi formulir
pencatatan untuk selanjutnya dikirim kepada KOPINKAN .

6. KONSEP PEMBERDAYAAN LKM BIDANG PERIKANAN

2.4.1. Latar Belakang


Dalam mendukung pembangunan ekonomi pedesaan, pemerintah
telah berupaya menyediakan berbagai fasilitas kredit pedesaan dengan
meningkatkan peranan kelembagaan keuangan formal melalui BRI unit desa
dan Koperasi Unit Desa (KUD). Melalui kebijakan seperti ini diharapkan
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui peningkatan
produksi dan kesempatan kerja di sektor perikanan dan luar perikanan di
pedesaan baik berbentuk usahatani, perdagangan, industri kecil maupun
kerajinan. Sejak dikeluarkan kebijakan tersebut sampai sekarang masih
66

dijumpai berberapa permasalahan a.l: (a) kredit yang ada masih cenderung
dimanfaatkan oleh golongan masyarakat bertanah; (b) masyarakat miskin
belum terbiasa dengan prosedur biroktrasi formal, sehingga menimbulkan
kesan prosedurnya sulit. Keadaan tersebut mengakibatkan kelompok
masyarakat miskin tidak dapat memanfaatkan fasilitas kredit formal yang
disediakan oleh pemerintah.
Fenomena kemiskinan di Indonesia masih cukup banyak. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah penduduk dan desa-desa yang tergolong miskin,
yaitu sekitar 27.2 juta jiwa dan sekitar 20 633 desa yang tergolong miskin
atau tertinggal. Tingginya angka kemiskinan tersebut disebabkan oleh
rendahnya kapabilitas sumberdaya alam dan/atau keterbatasan modal
untuk mengembangkan usaha ekonomi rumahtangga. Oleh karena itu harus
dikembangkan lembaga perkreditan di pedesaan yang efektif dan
sederhana sehingga dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin.
Berdasarkan kenyataan tersebut diperlukan sistem perkreditan yang
dicirikan oleh : (a) mekanisme penyaluran kredit yang dapat diakses oleh
kelompok masyarakat miskin; (b) saluran dan prosedur adnistrasinya
sederhana ; dan (c) pemberian kredit didasarkan atas kelayakan finansial
usaha produktif rumahtangga. Model lembaga perkreditan seperti ini, yang
disebut "Grameen Bank (Bank Desa)", telah dicobakan di Bangladesh,
yakni dengan jalan memberikan kredit kepada orang-orang miskin di
pedesaan. Model ini ternyata mampu menunjukkan keberhasilan dalam
mengurangi kemiskinan. Pendekatan yang digunakan dalam Bank Desa ini
adalah "bottom up planning". Falsafah yang melan-dasi konsep ini adalah
suatu "masyarakat desa mampu merencanakan dan menyelenggarakan
kegiatan proyek investasi yang produktif dengan bertumpu pada kondisi
setempat dan pada kemampuan sendiri". Bank Desa ini bersifat sebagai
stimulator dalam menggugah dan mengembangkan daya kreatif dan
semangat untuk berusaha. Bantuan dana (kredit) dan konsultasi teknis yang
67

diberikan lebih bermakna sebagai motor pendorong laju kegiatan ekonomi


yang telah mereka pilih.

2.4.2. Permasalahan
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kemampuan berusaha dari golongan masyarakat di wilayah perdesaan.
Namun demikian masih banyak di antara mereka yang belum menunjukkan
peningkatan status sosial ekonomi yang berarti, terutama bagi mereka yang
tergolong paling kurang beruntung.
Orang miskin menguasai sumberdaya, ketrampilan, dan informasi
yang terbatas. Dengan bekal ini mereka hanya mampu memasuki segmen
pasar kerja yang tidak mensyaratkan ketrampilan khusus, atau kalau
berusaha hanya mampu dengan usaha yang bersekala kecil. Dengan
kondisi seperti ini maka produk dari usahanya tidak mempunyai daya saing
yang cukup besar untuk memasuki pasar bebas, baik karena kualitas
produk maupun tinmgkat harga jualnya. Salah satu kendala yang dihadapi
untuk memperbesar skala usaha ini adalah modal yang terbatas dan akses
terhadap lembaga keuangan modern sangat rendah. Rendahnya akses ini
di antaranya disebabkan oleh karena persyaratan birokrasi dan kaidah-
kaidah perbankan yang sangat rumit bagi kelompok masyarakat miskin yang
tingkat pendidikan dan pengetahuannya sangat rendah. Oleh karena itu
diperlukan adanya sistem lembaga keuangan yang dirancang secara
khusus, sehingga dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin dan
sekaligus dibatasi untuk tidak dapat diakses oleh kelompok masyarakat
yang tidak miskin. Dengan teratasinya kendala birokrasi moneter ini
diharapkan kelompok masyarakat miskin dapat memperkuat permodalannya
dan me-ningkatkan skala usahanya. Dari skala usaha yang lebih besar ini
diperkirakan mereka mampu memperoleh pendapatan yang lebih besar
sehingga dapat mengembalikan modal usahanya.
68

2.4.3. DISAIN MODEL LKM (Lembaga Keuangan Mikro)


1. Konsepsi
Konsepsi Kelompok-USEP dikembangkan atas dasar kenyataan
bahwa:
(1). Jumlah orang miskin sangat besar (80%)
(2). Jumlah penduduk buta huruf sangat besar (80%)
(3). Pendapatan per kapita makin merosot akibat bencana alam yang
terus menerus menimpa masyarakat.
(4). Orang miskin tidak dapat memperoleh pinjaman dari Bank karena
berbagai sebab :
- Kekayaan untuk jaminan hutang tidak ada.
- Karena tidak dapat membaca, tidak dapat mengisi formulir yang
rumit.
- Bank formal enggan menghadapi resiko tinggi tidak membayar.
- Biaya pelayanan pinjaman tinggi.

2. Tujuan LKM
Beberapa tujuan dari LKM adalah (1). Memperluas akses fasilitas
perbankan formal bagi orang miskin pria maupun wanita; (2). Menghapus
eksploitasi pelepas uang; (3). Menciptakan kesempatan untuk
memanfaatkan sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk bekerja; (4). Menghimpun masyarakat yang kurang
mampu dalam bentuk organisasi yang dapat dimengerti, dimenerima dan
dijalankan oleh mereka. Dengan cara ini mereka dapat menemukan
kekuatan sosial dan ekonomi; (5). Memutuskan lingkaran kemiskinan.
Dalam kaitan itu perlu dibentuk suatu jenis lembaga keuangan yang
memenuhi kebutuhan orang miskin a.l : (1). Bank mendatangi orang yang
butuh pelayanan, bukan mereka yang masuk kantor; (2). tidak minta
jaminan; (3). Nasabah tidak perlu mengisi formulir yang tidak dimengerti.

3. Cara Kerja LKM


69

Petugas LKM mendatangi desa-desa, menjelaskan kepada


penduduk setempat mengenai bank tersebut dan cara operasinya. Warga
yang dapat mengajukan kredit adalah :
- Memiliki tanah < 0,50 Ha.
- Nilai kekayaan maksimum sebesar nilai 0,5 Ha tanah kualitas sedang.
- Kredit digunakan untuk usaha yang dapat menambah penghasilannya
melalui KUBA.

Peminjam potensial membentuk kelompok, terdiri 10-20 orang, yang


kondisi sosialnya sama. Dipilh Ketua dan Sekretaris untuk jangka waktu 1
tahun. Rapat kelompok minimal 1 kali per minggu.
Pembentukan Pusat Kelompok, dari 5-7 kelompok. Tiap Pusat
Kelompok ada Ketua dan Wakil Ketua. Pertemuan diadakan satu kali dalam
seminggu. Sebelum menjadi anggota Pusat Kelompok, dan menerima pinja-
man, kelompok yang terbentuk harus mengikuti latihan mengenai falsafah
dan prinsip operasional LKM.
Setelah lulus latihan, dua orang dalam tiap kelompok menerima
pinjaman, kemudian mengangsur secara mingguan dalam waktu 50 minggu.
Peminjam berikutnya akan menerima pinjaman sesudah peminjam pertama
mengangsur secara tertib dalam dua kali angsuran.

Tiap peminjam wajib :


- Menabung setiap minggu Rp. 500,-
- Menyetor 5% pokok pinjaman sebagai dana kelompok.
- Menyetor 25% dari bunga pinjaman sebagai dana darurat (kematian,
melunasi hutang anggota yang meninggal bila keluarga tidak mampu
membayar, mengatasi kredit macet).
- Besar bunga 20% dibayar pada akhir masa pinjaman.

Semua transaksi dilakukan waktu pertemuan Pusat kelompok.


Petugas LKM wajib :
- Memberi pinjaman.
- Mengumpulkan angsuran.
70

- Mengumpulkan dana kelompok dan dana darurat untuk disimpan di


bank.
- Membahas usulan dan kesulitan secara terbuka.
- Mengunjungi rumah anggota sesudah selesai pertemuan.

2.4.4. DISAIN DAN METODE PENYELENGGARAAN

1. Prinsip Pemberian Kredit


Dalam melaksanakan konsep perkreditan ini diterapkan prinsip-
prinsip sederhana sebagai berikut .
Pinjaman diberikan tanpa agunan atau penjamin dan tanpa tindakan
hukum apabila tidak dapat membayar kembali pinjamannya. Pinjaman
diberikan kepada wanita yang berasal dari rumah tangga termiskin di
wilayah pedesaan. Prosedur pemberian kredit dibuat sesederhana mungkin,
sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
Calon anggota membentuk kumpulan dan minimal dua kumpulan
membentuk satu rembug pusat. Dalam satu "Rembug Pusat" maksimum
enam kumpulan.
Pinjaman diberikan untuk kegiatan usaha produktif. KUD
memberikan pinjaman tahap I jumlahnya maksimum setara dengan Rp
100.000,00. Pinjaman diberikan secara berurutan, dua anggota kelompok
yang membutuhkan diberi prioritas pertama, kemudian menyusul dua
anggota lainnya, sesudah 2 anggota pertama mengangsur 2 kali secara
tertib, sedangkan ketua kumpulan menerima pinjaman paling akhir.
Pengawasan dilakukan dalam penggunaan pinjaman dan
pembayaran angsuran. Peminjam diberi kemungkinan meminjam kembali
setelah pinjamannya lunas dalam jumlah maksimum dua kali pinjaman
pertama.
71

Setiap peminjam dikenakan simpanan wajib sebesar 5 % dari jumlah


pinjaman dan disimpan sebagai Tabungan Kumpulan, dan setiap anggota
menabung Rp. 100,00 setiap minggu dalam tabungan kumpulan.
Pinjaman diberikan tanpa bunga, tetapi dikenakan biaya admin-
istrasi.
Pembebasan hutang apabila anggota meninggal dunia.
Semua transaksi pinjaman dan tabungan dalam Rembug Pusat.

2. Kelayakan Nasabah yang Mendapat Pinjaman


Agar program ini dapat mencapai sasarannya yaitu agar pinjaman
hanya diberikan kepada orang-orang atau rumah tangga yang menjadi
anggota KUBA, maka ditetapkan kriteria tertentu mengenai penghasilan,
pemilikan rumah, tanah dan aset lainnya untuk memperoleh pinjaman.
Syarat-syarat kelayakan tersebut adalah ;
(a). Rumah tangga yang bersangkutan memilik tanah tegalan sekitar 0.50
ha yang dapat didaftarkan sebagai calon kebun .
(b). Pendapatan perkapita rumah tangga kurang terutama dari sektor
perikanan.
(c). Memiliki aset berupa harta bergerak (mebel, perhiasan, radio, televisi,
tape, ternak, alat perikanan dan harta tak bergerak (tanah, rumah)
dengan nilai maksimum kurang dari 0,5 ha tanah tegalan kualitas
sedang.
(d). Peminjam memiliki ketrampilan dalam usaha agribisnis komoditas
yang akan dijalankan.
(e). Peminjam memiliki kesanggupan untuk mengelola modal bergulir yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kelayakannya.

2.4.5. PENYIAPAN TENAGA PENGELOLA LKM


Dalam kerangka upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah pedesaan, pemerintah mulai Pelita VI telah mencanangkan
gerakan pengentasan penduduk miskin dari kemiskinannya di seluruh
tanah air. Salah satu program khusus untuk mensukseskan gerakan
nasional ini dituangkan dalam bentuk “gerakan sadar Koperasi” dan “tahun
72

pemantapan koperasi”. Sebagai salah satu program penanggulangan


kemiskinan, pelaksanaan kedua kebijakan ini dikaitkan dengan
pengembangan komoditas unggulan wilayah dan pembinaan kemandirian
KUD. Program ini diharapkan dapat didukung oleh program-program
sektoral dan regional dalam kerangka mewujudkan “Produk Unggulan
Wilayah” melalui pendekatan Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas
Unggulan (SPAKU). Dengan demikian dampak positif dari program KUBA-
LKM ini akan semakin besar dan pada akhirnya kemiskinan di wilayah
perdesaan secara berangsur-angsur akan dapat ditanggulangi. Sebagai
suatu program yang strategis dan koordinatif, dalam pelaksanaan KUBA-
LKM harus dapat dipupuk dan dibina semangat kebersamaan yang tinggi
di antara berbagai pihak yang terkait baik yang "membantu" maupun yang
"dibantu" yaitu kelompok masyarakat yang bergabung dalam Kelompok
Usaha Bersama Agribisnis (KUBA). Oleh karena itu konsepsi, posisi,
maupun operasionalisasi program KUBA-LKM harus dipahami dan dihayati
secara utuh oleh setiap pemeran yang terkait dalam upaya pengentasan
penduduk miskin secara terpadu mulai dari tingkat pusat sampai tingkat
desa, termasuk para tenaga pengelola.
Salah satu bentuk implementasi dari program KUBA-LKM adalah
pemberian bantuan dana bergulir dan bantuan teknis serta manajemen
kepada KUBA di Desa-desa sentra pengembangan agribisnis komoditas
unggulan. Dengan dukungan bantuan dana ini diharapkan KUBA mampu
meningkatkan akses dan kualitas sumberdaya manusia yang ada dan
pada giliranya mampu mengembangkan usaha agribisnisnya untuk
memperbaiki taraf hidupnya secara bertahap dan berkelanjutan.
Pada tingkat desa, program KUBA-LKM dilaksanakan dengan
menggalang partisipasi aktif kelembagaan sosial yang sudah ada di desa,
seperti LKMD, PKK, Dasa Wisma, KPD, dan organisasi kemasyarakatan
lainnya. Dalam konteks inilah diharapkan tenaga pengelola diharapkan
73

dapat berperan secara lebih aktif membantu proses interaksi di antara


kelembagaan sosial ini dengan KUBA untuk mengembangkan dirinya
dengan dana bantuan bergulir tahun sebagai "seeding funds" secara
efektif dan efisien. Dengan demikian diharapkan tenaga pengelola mampu
melibatkan secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan kegiatan kelompok masyarakat miskin. Untuk memperoleh
pemahaman yang mendasar, utuh dan menyeluruh tentang konsep serta
pola operasionalisasi program KUBA-LKM, diperlukan suatu upaya yang
efektif yaitu melalui suatu pelatihan bagi semua pemeran yang terkait.
Salah satu pemeran yang memiliki posisi kunci untuk keberhasilan
program KUBA-LKM adalah Tenaga Pengelola. Tenaga pengelola ini
diharapkan dapat menjadi orang yang paling dekat dengan kelompok
sasaran (KUBA), dan pengelola adalah mitra kerja dari KUBA.
Dengan memperhatikan kenyataan bahwa belum semua desa
tertinggal mempunyai LKMD dan perangkat kelembagaan sosial serta
kelompok- kelompok masyarakat yang memadai untuk melaksanakan
fungsi-fungsi di atas, serta keterbatasan akses KUBA terhadap berbagai
fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang disediakan pemerintah, maka
diperlukan upaya tambahan berupa bantuan asistensi teknis inovatif dari
luar. Bantuan teknis-inovatif ini kiranya harus diberikan oleh tenaga-
tenaga terampil yang telah dipersiapkan secara khusus untuk keperluan
tersebut.
Bertitik tolak dari pemikiran seperti di atas, diperlukan upaya
pelatihan khusus untuk membina /melatih tenaga pengelola. Ke dalam
setiap tenaga pengelola ini harus ditanamkan dan dibina sikap mental
yang sangat diperlukan, yaitu (1) Disiplin, (2). Pengabdian, (3) Semangat
perjuangan, (4) Tekun dan Telaten, dan (5) Teliti.
74

1. TUJUAN
Program penyiapan tenaga pengelola ini pada hakekatnya dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap pelatihan dan tahap pembinaan dan
pemantauan. Tujuan jangka panjang dari program ini secara keseluruhan
adalah:
1. Mendukung gerakan nasional “Sadar Koperasi” dan “Pemantapan
Koperasi”, khususnya keberhasilan program, melalui penempatan
tenaga pengelola sebagai tenaga pengelola.
2. Membina dan mengembangkan tenaga pengelola yang diharapkan
dapat membantu Kelembagaan Perkoperasian di Desa dan
Pemerintahan Desa dalam menggalang usaha pengembangan kualitas
sumberdaya manusia, serta mendampingi Kelompok-kelompok
Masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya.

Tujuan tahap pelatihan adalah:


1. Memantapkan semangat dan wawasan kebangsaan dan ketahanan
nasional serta memantapan sikap-mental para calon Tenaga Pengelola.
2. Menumbuhkan dan membina sikap kedisiplinan, ketekunan dan
ketelitian, semangat pengabdian dan perjuangan, jiwa kepeloporan
(pioneering), serta kewira-usahaan dalam agribisnis.
3. Memberikan dasar-dasar kesiapan bio-fisik dan psikologi sebagai bekal
untuk berinteraksi dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial di
wilayah perdesaan.
4. Memberikan bekal tambahan pengetahuan umum tentang
pembangunan masyarakat desa, permasalahan kemiskinan dan profil
orang miskin, dan pengetahuan lain yang terkait dengan manajemen
agribisnis.
5. Memberikan bekal pemahaman konsepsi dan operasionalisasi pelaksa-
naan program Kelompok-USEP.

Anda mungkin juga menyukai