Anda di halaman 1dari 10

LO1.

MM Anatomi Gaster

1.1 Makro

Anatomi Gaster merupakan organ berongga yg berbentuk spt huruf J, di dalam rongga. Gaster merupakan salah satu
organ pencernaan yg menghubungkan oesophagus dg duodenum. Gaster terletak pd cavum abdomen pd regio
hipokondrium/ hipokondriaka sinistra. Gaster juga merupakan salah satu organ intraperitoneal. Gaster memiliki 2
lubang, yaitu ostium cardiacum yg menghubungkan oesophagus dg gaster dan ostium pyloricum yg
menghubungkan gaster dg duodenum pars superior. Masing2 lubang ini berfungsi sbg sphincter yg berfungsi utk
mengatur pengeluaran isi dr gaster.

1) Ostium cardiacum berfungsi sbg sphincter fisiologis, yg berarti secara anatomis (kasat mata) tdk nampak
adanya sebuah sphincter, namun pd ostium cardiacum berfungsi sbg sphincter yg berfungsi utk mencegah
adanya refluks isi gaster kembali ke dalam oesophagus.
2) Sedangkan pada ostium pyloricum merupakan sphincter anatomis dr gaster yg berfungsi utk mengatur
pengeluaran isi gaster ke duodenum.

Gaster memiliki 2 lengkungan yaitu curvature mayor yg merupakan lengkung besar dan curvature minor.

Gaster memiliki 2 facies yaitu facies anterior dan facies posterior.

Penggantung gaster difiksasi oleh : Omentum minus membentang dr curvature minor gaster hingga ke hepar.
Omentum majus membentang dr bagian bawah dr curvature major gaster hingga ke colon transversum Lig.
Gastrolienalis , lalu Lig. Gastrolienalis membentang dr bagian atas curvature major gaster hingga ke lien Bagian
Gaster .

- Lambung terbagi atas beberapa bagian, yaitu sebagai berikut :

 Fundus, berbentuk kubah dan menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus
terisi penuh oleh gas.

 Corpus, dari setinggi ostium cardiacum sampai setinggi incisura angularis, suatu lekukan yang selalu ada pada
bagian bawah curvatura minor.

 Antrum pyloricum, adalah bagian lambung yang paling berbentuk lambung. Dinding ototnya yang tebal
membentuk sphincter pyloricum. Rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus.

- Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama :

1. Menyimpan makanan; pada orang dewasa, lambung mempunyai kapasitas sekitar  1500 ml.

2. Mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah padat.

3. Mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorpsi yang efisien dapat
berlangsung.

Perdarahan

Pembuluh Arteri 

 A.gastrica sinistra , berasal dari A.coelica. Ia berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai oesophagus dan
kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor lambung. Ia memperdarahi sepertiga bawah
oesophagus dan bagian kanan atas lambung.
 A.gastrica dextra , berasal A.hepatica pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura
minor. Ia memperdarahi bagian kanan bawah lambung.
 A.gastrica brevis , berasal dari A.lienalis pada hillus limfa dan berjalan ke depan dalam ligamentum
gastrolienalis untuk memperdarahi fundus.
 A.gastroepiploica sinistra , berasal dari A.lienalis pada hillus limfa dan berjalan ke depan dalam ligamentum
gastrolienalis untuk memperdarahi lambung sepanjang  bagian atas curvatura major.
 A.gastroepiploida dextra , berasal dari A.gastroduodenalis yang merupakan cabang dari A.hepatica. Ia
berjalan ke kiri dan memperdarahi lambung sepanjang bagian  bawah curvatura major.

Pembuluh Vena

Vena-vena ini mengalirkan darah ke sirkulasi portal. V.gastrica sinistra dan dextra langsung mengalirkan darah ke
V.porta. V.gastrica brevis dan V.gastroepiploica sinistra bermuara dalam V.lienalis. V.gastroepiploica dextra
bermuara dalam V.mesenterica superior.

Pembuluh Limfe

 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepenjang A.V.gastrica sinistra. Efferent kelenjar
limfe ini berjalan ke nodulus lymphaticus coelica, yang terletak disekitar pangkal A.coelica.

 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepanjang A.V.gastrica dextra. Efferent dari
kelenjar limfe ini berjalan sepanjang A.hepatica dan kemudian masuk ke nodus lymphaticus coelica.

 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepanjang A.gastrica brevis dan A.gastroepiploica
sinistra dan kemudian memasukkan cairan limfe ke kelenjar limfe pada hillus limfa. Dari sini pembuluh limfe ini
berjalan ke nodus lymphaticus pancreticolienalis yang terletak sepanjang A.lienalis, yang selanjutnya mengalirkan
cairan limfe ke nodus lymphatici coelica.

 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus gastroepiploica dextra, yang terletak
sepanjang bagian bawah curvatura major  lambung. Pembuluh limfe efferent bermuara pada kelenjar limfe yang
terletak  sepanjang A.gastroduodenalis, yang selanjutnya mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus coelica.

Persarafan

Saraf-saraf lambung , berasal dari plexus symphaticus coeliacus dan dari N.vagus kanan dan kiri.

Truncus vaginalis anterior , yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari  N.vagus kiri. Truncus ini masuk
abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus yang mungkin tunggal atau multiple, kemudian membelah
menjadi cabangcabang yang mempersarafi permukaan anterior lambung. Rami hepatici berjalan sampai hati dan dari
sini ramus pylorica berjalan turun ke pylorus.

Truncus vaginalis posterior , yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari  N.vagus kanan, masuk ke abdomen
pada permukaan posterior oesophagus. Truncus kemudian membelah menjadi cabang-cabang yang terutama
mempersarafi permukaan  posterior lambung. Suatu cabang yang besar berjalan ke plexus mesentericus superior 
dan plexus coeliacus dan disebarkan ke usus halus sejauh flexura lienalis dan ke  pankreas.

Persarafan simpatis lambung membawa serabut-serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri, sedangkan serabut
parasimpatis N.vagus merupakan sekretomotoris untuk kelenjar lambung dan motoris untuk otot dinding lambung.
Sphincter pylorus menerima serabut-serabut motoris dari sistem simpatis dan serabutserabut inhibitor dari N.vagus.

1.2 Mikro
a) Lapisan Mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal, disebut juga rugae.
Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan, yakni: epitel lapisan propria, dan muskularis mukosa. Pada epitel
permukaannya menekuk dengan kedalamaan berbeda ke dalam lamina propria membentuk sumur lambung
(gastric pits). Lamina propria tersusun atas jaringan pengikat longgar diselingi otot polos dan sel-sel limfoid.
Juga terdapat muskularis mukosa, yakni lapisan yang memisahkan mukosa dan submukosa yang masih
merupakan lapisan otot polos (Junquiera dan Carneiro, 2003). Mukosa lambung mempunyai satu lapis
epitel silinder yang berlekuk-lekuk (foveolae gastricae), tempat bermuaranya kelenjar lambung yang
spesifik. Kelenjar pada daerah cardiac dan pylorus hanya memproduksi mukus, sedangkan kelenjar pada
daerah corpus dan fundus memproduksi mukus, asam klorida dan enzim proteolitik. Karena itu pada
kelenjar corpus dan fundus ditemukan 3 jenis sel, yaitu sel yang memproduksi mukus yaitu sel mukus, sel
yang menghasilkan HCl yaitu sel parietal, sel yang menghasilkan enzim proteolitik yaitu sel epitel mukosa
(Sukirno, 2008).

Lamina propria terdiri atas anyaman serat retikuler dan kolagen, serta sedikit elastin. Juga anyaman fibrosa
yang mengandung limfosit, eosinofil, selmast, dan sel plasma. Kontraksinya berhubungan dengan
pengeluaran sekret pada mukosa (Bloom dan Fawcett, 2002). Lapisan muskularis mukosa terdiri atas
lapisan otot polos tipis yang tersusun sirkuler di bagian dalam serta lapisan longitudinal di bagian luar
(Eroschenko, 2003).

b. Lapisan submukosa ,tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Pada lapisan
ini banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Price danwilson, 2006).

c. Lapisan muskularis tersusun atas tiga lapis otot polos. Bagian luar tersusun atas lapisan longitudinal,
bagian tengah tersusun atas lapisan sirkuler, dan bagian dalam tersusun atas lapisan oblik (Price dan
Wilson, 2006)

d. Lapisan serosa Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan muskularis.
Merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari peritonium visceralis. Jaringan ikat yang
menutupi peritonium visceralis banyak mengandung sel lemak (Eroschenko, 2003). Histologi bagian-bagian
gaster :

1. Esophagus cardia

Pada bagian esophagus cardia terjadi peralihan dari epitel berlapis gepeng menjadi epitel selapis silindris.
Saat mencapai cardia kelenjer esophagus di submucosa tidak ada lagi.

2. Gaster Fundus Mukosa

Diliputi oleh epitel selapis torak. Foveola gastrica sepertiga tebal mukosa ( dangkal ) sedangkan
kelenjernya ( fundus ) duapertiga tebal mukosa, terletak di lamina propria. Ada beberapa macam kelenjer
yang terdapat disini antara lain :

a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus) Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke
dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis
gepeng oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel selapis silindris). Pada
tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan pendek-pendek. Mukus glikoprotein
netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi mukosa
terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan mengalami ulserasi.

b. Sel zimogen (Chief cell) Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, dan menunjukkan ciri-ciri sel yang
mensekresi protein (zimogen). Sel zimogen mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di
lambung akan diubah menjadi pepsin aktif dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida yang lebih
kecil.

c. Sel parietal (oksintik) Sel ini tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di antara jenis sel lainnya, mulai
dari ismus sampai ke dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Pada
keadaan isitirahat, terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kenalikuli melebar dengan relatif sedikit
mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung tubulosa berkurang, yang
menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili
pada permukaan, sekresi asam HCl terjadi pada permukaan membran yang luas ini. Sel ini juga
mensekresikan faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B 12 dan membantu absorbsi
vitamin ini di usus halus. Vitamin B 12 diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin
B 12 akibat kurangnya faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.

d.. Sel mukus leher Sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu.
Bentuknya cenderung tidak teratur, seakan-akan terdesak oleh sel-sel disekitarnya (terutama sel parietal).
Sel ini memiliki mikrovili apikal yang gemuk dan pendek berisi filamen halus yang tampak kabur

LO2. MM Fisiologi Gaster

Gaster merupakan organ yang berfungsi sebagai reservoar, alat untuk mencerna makanan secara
mekanik, dan kimiawi. Makanan yang ditelan mengalami homogenisasi lebih lanjut oleh kontraksi otot
dinding gaster, dan secara kimiawi diolah oleh asam dan enzim yang disekresi oleh mukosa lambung.
Saat makanan sudah menjadi kental, sedikit demi sedikit mendesak masuk ke dalam duodenum. Gaster
memiliki fungsi motorik serta fungsi pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik meliputi fungsi menampung
dan mencampur makanan serta pengosongan lambung sedangkan fungsi pencernaan dan sekresi
meliputi pencernaan protein, sintesis dan pelepasan gastrin, sekresi faktor intrinsic, sekresi mukus serta
sekresi bikarbonat.

Fungsi penyimpanan gaster yaitu ketika makanan masuk ke dalam gaster, makanan membentuk
lingkaran konsentris makanan dibagian oral gaster, makanan yang paling baru terletak paling dekat
dengan dinding luar gaster. Normalnya, bila makanan meregangkan gaster, “reflex vasocagal” dari
gaster ke batang otak dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot
korpus gaster sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung jumlah makanan yang
makin lama makin banyak sampai suatu batas saat gaster berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5
liter.

Tekanan dalam gaster akan tetap rendah sampai batas ini dicapai. Sekresi gaster dikendalikan oleh
mekanisme neural dan humoral. Komponen saraf adalah refleks otonom lokal yang melibatkan
neuronneuron kolinergik dan impuls-impuls dari susunan saraf pusat melalui saraf vagus. Aktivitas
sekresi gaster sangat ditingkatkan pada awal makan saat kemo dan mekanoreseptor dalam rongga
mulut dirangsang oleh pengunyahan dan pengecapan makanan. Impuls aferen dan reseptor ini menuju
ke otak dan diteruskan ke serat eferen dalam saraf vagus yang bekerja langsung pada sel-sel oksintik
untuk meningkatkan sekresi asam. Bersamaan waktu neuron dalam pleksus saraf intrinsik terangsang
oleh eferen vagus, membangkitkan impuls yang menginduksi sel-G untuk membebaskan gastrin, yang
memiliki efek stimulasi kuat pada sel-sel oksintik.

Ada bukti bahwa pembebasan gastrin dapat distimulasi oleh peptida dan produk asam amino dari
pencernaan oleh kafein, dan oleh konsentrasi rendah alkohol yang masuk bersama makanan. Hormon-
hormon dasar atau neurotransmitter yang secara langsung merangsang sekresi kelenjar gaster adalah
histamin, asetilkolin, dan gastrin. Sekresi asam lambung dirangsang oleh histamin melalui reseptor H2,
asetilkolin melalui reseptor muskarinik M1 dan oleh gastrin melalui reseptor gastrin di membran sel
parietal. Reseptor H2 meningkatkan AMP siklik intrasel sedangkan reseptor muskarinik dan reseptor
gastrin menimbulkan efek melalui peningkatan kadar Ca2+ bebas intrasel. Proses-proses intrasel saling
berinteraksi sehingga pengaktifan salah satu jenis resesptor akan memperkuat respon reseptor lain
terhadap rangsangan.
LO.4 MM Sindroma Dispepsia

4.1 Definisi

Menurut Grace & Borley (2006), dispepsia merupakan perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen
bagian atas atau dada bagian bawah.

4.2 Etiologi

 Adanya gangguan / penyakit dalam lumen saluran cerna, seperti tukak peptik, gastritis, tumor,
infeksi helicobacter pylori.
 Obat – obatan seperti, antiinflamasi non steroid, teofilin, digitalis dan antibiotic.
 Hepatobiller seperti, hepatitis, kolestitis, tumor, disfungsi sphincter odii
 Pankrea seperti pancreatitis dan keganasan.
 Penyakit sistemik seperti, diabetes militus, penyakit tiroid, gagal ginjal dan penyakit jantung
koroner

4.3 Klasifikasi

Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:

1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindrom
dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum),
gastritis, stomach cancer, gastro esophageal reflux disease, hiperacidity. Jenis-jenis dispepsia organik
yaitu:

a. Tukak pada saluran cerna atas Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang dirasakan
yaitu nyeri tajam dan menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih seperti orang lapar. Nyeri
epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang
atau hilang sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti mual, muntah,
bersendawa, dan kurang nafsu makan (Hadi, 2005).

b. Gastritis Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Penyebabnya
oleh makanan atau obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam
lambung yang berlebihan. Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri epigastrum, nafsu makan
menurun, dan kadang terjadi perdarahan (Sutanto, 2007).

c. Gastro esophageal reflux disease (GRD) GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung
mengalami refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala khas berupa rasa panas
terbakar di dada (heart burn), kadang disertai rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit di
lidah, serta kesulitan menelan. Belum adates standart mendiagnosa GERD, kejadiannya diperkirakan dari
gejala-gejala penyakit lain atau ditemukannya radang pada esofagus seperti esofagitis (Berdanier, 2008).
d. Karsinoma Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung, pankreas, kolon) sering
menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri diperut, bertambah dengan nafsu makan turun,
timbul anoreksia yang menyebabkan berat badan turun (Hadi, 2005).

e. Pankreatitis Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di epigastrum. Nyeri
timbul mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk-tusukdan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari
epigastrum kemudian menjalar ke punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan terasa
tegang beberapa jam kemudian. Perut yang tegang menyebabkan mual dan kadang-kadang muntah.
Rasa nyeri di perut bagian atas juga terjadi pada penderita pankreatitis kronik. Pada pankreatitis kronik
tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe
(Hadi, 2005).

2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (Mansjoer, 2000). Menurut Friedman (2010)
Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :

a. Sekresi Asam Lambung Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi
asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya
meninggi, normal atau hiposekresi.

b. Dismotilitas Gastrointestinal Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa pengosongan


lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.

c. Diet dan Faktor Lingkungan Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia
fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk
asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin.

4.5 Manifestasi klinis

Klasifikasi klinis praktis membagi dispepsia berdasarkan atas keluhan/ gejala yang dominan menjadi tiga
tipe yakni:

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia)

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida

c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia)

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan


c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)

4.6 Faktor resiko

 Tingkat stress, stress dapat menimbulkan kecemasan. Nah gangguan kecemasan dapat
mengakibatkan berbagai respon fisiologis, diantaranya gangguan pencernaan.
 Keteraturan makan, jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam. Jeda waktu makan
yang lama dapat mengakibatkan sindrom dyspepsia.
 Makanan dan minuman iritan, seperti kafein maupun asam yang terdapat dalam kopi dapat
mengiritasi permukaan dan usus. Lalu minuman soda mengandung CO2 sebagai penyebab
lambung tidak bisa menghasilkan enzim yang sangat penting bagi proses pencernaan.

4.7 Epidemiologi

Penelitian terhadap dispepsia fungsional di beberapa negara di Asia juga menunjukkan prevalensi yang
cukup tinggi, yaitu Cina sebanyak 69% dari 782 pasien dispepsia, di Hongkong 43% dari 1.353 pasien, di
Korea 70% dari 476 pasien, dan Malaysia 62% dari 210 pasien yang diperiksa (Goshal dkk, 2011). Di
Indonesia, angka prevalensi dispepsia fungsional secara keseluruhan belum ada hingga saat ini.
Penelitian di RS Cipto Mangunkusumo, terdapat 44% kasus dispepsia fungsional dari 52 pasien dispepsia
yang menjalani pemeriksaan endoskopi. Harahap pada penelitian di RS Martha Friska Medan tahun 2007
mendapatkan dispepsia fungsional sebanyak 78,8% dari 203 pasien yang diperiksa Harahap, 2010).

Dalam beberapa penelitian di Asia, dispepsia fungsional lebih sering dijumpai pada kelompok umur yang
lebih muda, di Jepang prevalensinya 13% dan 8% untuk kelompok umur dibawah dan diatas 50 tahun, di
Cina prevalensi terbanyak pada kisaran umur 41-50 tahun, dan di Mumbai, India terbanyak pada umur
>40 tahun (Mahadeva, 2006). Di Indonesia, prevalensi terbanyak pada umur ≤40 tahun yaitu 85%,
penelitian lain mendapatkan prevalensi terbanyak pada kisaran umur 26-35 tahun sebanyak 50%
(Harahap, 2010). Beberapa laporan menyebutkan presentase dispepsia karena kelainan organik sekitar
25%-33% dan 67%-75% tanpa penyebab yang jelas (Brun & Kuo, 2010).

Gejala dispepsia lebih sering pada perempuan 24,4% dibanding 16,6% pada laki-laki. Sedangkan
prevalensi gejala dispepsia berdasarkan umur ditemukan meningkat secara signifikan yaitu : 7,7% pada
umur 15-17 tahun,17,6% pada umur 18-24 tahun, 18,3% pada umur 25-34 tahun, 19,7% pada umur 35-
44 tahun, 22,8% pada umur 45-54 tahun, 23,7% pada umur 55-64 tahun, dan 24,4% pada umur di atas
65 tahun (Brun & Kuo, 2010). Hampir dua pertiga pasien dengan dispepsia pada akhirnya akan berakhir
dengan diagnosis dispepsia fungsional pada evaluasinya (Saad & Chey, 2006).
4.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis

Menurut Chang (2006), sindrom dispepsia dapat di diagnosis dengan menggunakan kriteria diagnosis
Rome III. Berdasarkan kriteria diagnosis Rome III, sindroma dispepsia di diagnosis dengan gejala rasa
penuh yang mengganggu, cepat kenyang, rasa tidak enak atau nyeri epigastrium, dan rasa terbakar pada
epigastrium. Pada kriteria tersebut juga dinyatakan bahwa dispepsia ditandai dengan adanya satu atau
lebih dari gejala dispepsia yang diperkirakan berasal dari daerah gastroduodenal. Dalam menegakkan
diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sederhana, dan
pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan radiologis dan endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga
kelompok besar pola dispepsia yang dikenal yaitu :

- Dispepsia tipe seperti ulkus (nyeri di epigastrium terutama saat lapar / epigastric hunger pain
yang reda dengan pemberian makanan, antasida, dan obat antisekresi asam).
- Dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung, dan anoreksia).

- Dispepsia non spesifik, dimana tidak ada keluhan yang dominan (Djojoningrat, 2009). Menurut
Djojoningrat (2009), terdapat batasan waktu yang ditujukan untuk meminimalisasi kemungkinan
adanya penyebab organik. Jika terdapat alarm symptoms atau alarm sign seperti penurunan
berat badan, timbulnya anemia, muntah yang prominen, maka hal tersebut merupakan
petunjuk awal akan kemungkinan adanya penyebab organik yang membutuhkan pemeriksaan
penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti endoskopi dan sebagainya.

Diagnosis banding

 Angina pectoris
 Asma bronchial
 Bronchitis akut
 Gastroenteritis
 Infark miokard
 Infeksi umbilicus

4.9 Tatalaksana

Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan yang telah didukung
oleh bukti ilmiah adalah : pemberantasan Hp, Itoprid, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum
didukung bukti adalah antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, reseptor AH2,
misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan.
Penanganan dispepsia fungsional dapat dilakukan dengan non farmakologi dan farmakologi.

Non farmakologi

Beberapa studi mengenai penanganan dispepsia fungsional diantaranya dengan cognitive-behavioural


therapy, pengaturan diet, dan terapi farmakologi. Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan
yang mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah lemak
dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Direkomendasikan juga untuk menghindari makan yang
terlalu banyak terutama di malam hari dan membagi asupan makanan seharihari menjadi beberapa
makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi relaksasi dan terapi
perilaku.

Farmakologi

a. Antasida

b. Antikolinergik

c. Antagonis reseptor H2

d. PPI

e. Sitoprotektif

f. Golongan prokinetik

g. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas)

4.10 Komplikasi

 Luka di dinding lambung yang dalam dan melebar


 Kanker lambung
 Ulkus peptikum, liuk pada dinding lambung yang dalam dan lebar
 Pendarahan saluran cerna, terjadi apabila ulkus peptikum terjadi terus menerus.
4.11 Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan Primordial Merupakan pencegahan pada orang-orang yang belum


memilik faktor resiko dispepsia, dengan cara mengenali dan menghindari
keadaan/kebiasaan yang dapat mencetuskan serangan dispepsia, dan untuk
menghindari infeksi helicobacter pylori dilakukan dengan cara menjaga sanitasi
lingkungan agar tetap bersih, perbaikan gizi, dan dan penyediaan air bersih (Rani, 2011).
2. Pencegahan Primer (Primary Prevention) Berperan dalam mengolah dan mencegah
timbulnya gangguan akibat dispepsia pada orang yang sudah memiliki faktor resiko
dengan cara membatasi atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat
seperti, makan tidak teratur, merokok, mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda,
makanan berlemak, pedas, asam, dan menimbulkan gas di lambung. Berat badan perlu
dikontrol agar tetap ideal, karena gangguan pada saluran pencernaan, seperti rasa nyeri
di lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang mengalami
obesitas. Rajin olahraga dan manajemen stres juga dapat menurunkan resiko terjadinya
dispepsia (Redaksi, 2009).
3. Pencegahan Sekunder
a. Diet mempunyai peran yang sangat penting, dasar diet tersebut adalah makan sedikit
berulang kali, makanan harus mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan asam
lambung, dan bisa menetralisir asam HCL.
b. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida, antagonis reseptor H2,
penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI), sitoprotektif, prokinetik, dan
kadang dibutuhkan psikoterapi, atau psikofarma (obat anti depresi atau cemas) untuk
penderita yang berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas, dan depresi
(Redaksi, 2009). c. Bagi yang berpuasa untuk mencegah kambuhnya sindrom disepsia,
sebaiknya menggunakan obat anti asam lambung yang bisa diberikan saat sahur dan
berbuka untuk mengontrol asam lambung selama berpuasa. Berbeda dengan dispepsia
organik, bila si penderita berpuasa kondisiasam lambungnya akan semakin parah.
Penderita boleh berpuasa setelah penyebab sakit lambungnya diobati terlebih dahulu
(Mansjoer, 2000).
4. Pencegahan Tersier
a. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita
gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah
yang dihadapi.
b. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah
sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat (Declan, 2001).

Anda mungkin juga menyukai