BAB III
PENGUJIAN DEFLEKSI
3.1 PENDAHULUAN
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya pembebanan
vertical yang diberikan pada balok atau batang.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Deflection_engineering)
Deformasi pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok
dari posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan netral
awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi.
15
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Gambar 1(a) memperlihatkan balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi dan
Gambar 1(b) adalah balok dalam konfigurasi terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi
pembebanan.
Gambar 1. (a) Balok sebelum terjadi deformasi, (b) Balok dalam konfigurasi
terdeformasi.
Sumber : http://bambangpurwantana.staff.ugm.ac.id/KekuatanBahan
Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam penerapan, kadang kita
harus menentukan defleksi pada setiap nilai x disepanjang balok. Hubungan ini dapat
ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut persamaan defleksi kurva (atau kurva
elastis) dari balok.
16
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Rumus perhitungan :
1. Persamaan kelengkungan momen
1 𝑀
=
𝜌 𝐸𝐼
Dimana :
ρ = Jari-jari kelengkungan balok
M = Momen lentur
E = Modulus elastisitas
I = Momen inersia balok
2. Persamaan diferensial untuk defleksi balok elastis
𝑑2𝑣
1 𝑑𝑥 2 𝑣 ′′
= 3/2
=
𝜌 𝑑𝑣 2 [1 + (𝑣 ′ )2 ]3/2
[1 + ( ) ]
𝑑𝑥
3. Persamaan diferensial alternatif untuk balok elastis
v = defleksi kurva elastis
θ = kemiringan kurva
𝑑𝑣
𝜃= 𝑣′
𝑑𝑥
2
𝑑 𝑣
𝑀 = 𝐸𝐼 = 𝐸𝐼𝑣 ′′
𝑑𝑥 2
𝑑𝑀 𝑑 𝑑2 𝑣
𝑉= = (𝐸𝐼 2 ) = (𝐸𝐼𝑣 ′′ )′
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑉 𝑑2 𝑑2𝑣
𝑞= = 2 (𝐸𝐼 2 ) = (𝐸𝐼𝑣 ′′ )′′
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥
Alat peraga atau alat uji yang digunakan merupakan produk yang terdiri dari beberapa
elemen yang memiliki fungsinya masing-masing untuk menunjang kegiatan uji defleksi
pada batang balok.
17
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Keterangan :
1. Kerangka 7. Landasan tumpuan II
2. Dial indikator 8. Tumpuan
3. Tumpuan I pembebanan/pemberat
4. Tumpuan II 9. Beban
5. Spesimen uji 10. Skala derajat penyimpangan
6. Landasan tumpuan I 11. Pengatur kerataan
18
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
4. Menempatkan tumpuan pembebanan pada kedua sisi spesimen uji pada jarak
10 mm
5. Memposisikan dial indikator tepat di tengah panjang dan lebar spesimen uji dan
melakukan setting nol.
6. Memasang beban dengan variasi 0.125; 0.25; 0.38; 0.5; dan 0.63 kg.
7. Mencatat hasil percobaan modulus elastisitas yang tertera pada setiap
perubahan pada dial indikator di setiap variasi beban.
8. Melakukan percobaan tersebut sebanyak yang diperlukan dan menghitung rata-
rata
II. Prosedur Mencari Statis Tertentu dan Statis Tak Tentu
1. Mempersiapkan seluruh peralatan pengujian, yaitu tumpuan, spesimen, beban,
kunci L, dan tumpuan pembebanan.
2. Menempatkan tumpuan engsel-rol untuk percobaan statis tertentu dan jepit-rol
serta jepit-jepit untuk percobaan statis tak tentu.
3. Menempatkan spesimen uji sehingga terpasang pada tumpuan yang sesuai
dengan percobaan.
4. Menempatkan tumpuan pembebanan tepat di tengah-tengah spesimen uji.
5. Memposisikan dial indikator dengan variasi jarak 50 mm, 100 mm, dan 150 mm
dan melakukan setting nol pada setiap variasi jarak tersebut.
6. Memasang beban dengan variasi 0.125; 0.25; 0.38; 0.50; dan 0.63 kg pada
masing-masing variasi jarak.
7. Mencatat hasil percobaan defleksi yang tertera pada setiap perubahan pada dial
indikator
8. Melakukan percobaan tersebut sebanyak yang diperlukan dan menghitung rata-
ratanya.
19
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
X = 100 mm
No P(N) 𝜐̅ (mm)
1 2 3 4 5
1 0.125
2 0.25
3 0.38
4 0.50
5 0.63
20
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
X = 150 mm
No P(N) 𝜐̅ (mm)
1 2 3 4 5
1 0.125
2 0.25
3 0.38
4 0.50
5 0.63
X = 100 mm
No P(N) 𝜐̅ (mm)
1 2 3 4 5
1 0.125
2 0.25
3 0.38
4 0.50
5 0.63
21
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
X = 150 mm
No P(N) 𝜐̅ (mm)
1 2 3 4 5
1 0.125
2 0.25
3 0.38
4 0.50
5 0.63
X = 100 mm
No P(N) 𝜐̅ (mm)
1 2 3 4 5
1 0.125
2 0.25
3 0.38
4 0.50
5 0.63
22
LABORATORIUM GETARAN DAN DIAGNOSA MESIN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
X = 150 mm
No P(N) 𝜐̅ (mm)
1 2 3 4 5
1 0.125
2 0.25
3 0.38
4 0.50
5 0.63
23