ASKEP HIPERTENSIF Docx
ASKEP HIPERTENSIF Docx
PENDAHULUAN
Jumlah penderita tekanan darah tinggi di seluruh dunia meningkat, sehingga jumlah
kasus kematian terkait dengan penyakit "silent killer" ini juga meningkat. Indonesia masuk
dalam daftar "lima teratas", ungkap sebuah studi baru "Ada hampir 900 juta orang di dunia
dan ada hampir 3,5 miliar orang dengan tekanan darah tinggi yang tidak cukup memenuhi
definisi hipertensi," kata pemimpin penulis studi Christopher Murray dari University of
Washington's Institute for Health Metrics and Evaluation di Seattle.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis yang banyak
memengaruhi orang-orang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut angkanya saat ini
terus meningkat secara global dan diprediksi pada tahun 2025 sekitar 29 persen orang dewasa
di seluruh dunia akan mengidap hipertensi. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, dr Lily S. Sulistyowati, MM, mengatakan
peningkatan kasus hipertensi juga terjadi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa 25,8 persen penduduk Indonesia mengidap hipertensi.
Nah di tahun 2016 Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) melihat angka tersebut
meningkat jadi 32,4 persen.Ini berarti ada peningkatan sekitar tujuh persen. dr Lily
mengatakan angka hipertensi terus meningkat karena faktor risikonya di antara masyarakat
juga terus meningkat mulai dari kebiasaan merokok, konsumsi garam, hingga minimnya buah
dan sayur. "Survei Indikator Kesehatan Nasional tahun 2016 kita sudah menunjukkan
prevalensi hipertensi ini meningkat jadi 32,4 persen. Harapannya sih tadinya dengan ada
survei Sirkesnas angka kita di bawah 25 gitu tapi ternyata 32,4 persen," kata dr Lily dalam
temu media Hari Hipertensi Dunia 2017 di Direktorat Jenderal P2P, Jl. Percetakan Negara,
Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2017).
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi kedaruratan hipertensif ?
2. Apa yang menyebabkan kedaruratan hipertensif?
3. Bagaiaman manifestasi kllinik dari kedaruratan hipertensif?
4. Bagaimana komplikasi yang timbul akibat kedaruratan hipertensif?
5. Bagaimana penatalaksanaan kedaruratan hipertensif?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada kedaruratan hipertensif?
1.3 TUJUAN
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri,
menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan
yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar
penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A
Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013 dalam Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular)
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistilik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi
menderita penyakit jantung , tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf,
ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah , makin besar resikonya.
( Sylvia A. Prince dalam Asuhan Keperawatan NANDA. 2015)
Krisis hipertensi merupakan situasi kedaruratan ketika peningkatan TDD yang nyata
dapat menyebabkan kerusakan end-organ. Hipertensi berat daapat menyebabkan kematian
dengan cepat. Krisis hipertensi dapat terjadi pada pasien yang mengalami hipertensi
esensial/hipertensi sekunder. Kedaruratan mencakup hipertensi yang berkaitan dengan
gangguan SSP akut, diseksi aorta akut, enema paru, eklampsia dan ketidak patuhan pada
terapi medis.(Susan B. Stillwell, Panduan Keperawatan Kritis .2011)
Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >
180/120 mmHg.JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkanada atau tidaknya bukti
kerusakan organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi).
Bukti kerusakanorgan sasaran yang dimaksud antara lainensefalopati hipertensif, infark
miokard akut, gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksianeurisma aorta, dan
eklamsia. Klasifi kasiini berdampak pada tata laksana pasien. Upaya penurunan tekanan
darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam) sedangkan pada
kasus hipertensi urgensi dapat dilakukan dalam beberapa kurun waktu beberapa jam
3
hingga beberapa hari.( Penatalaksanaan Terkini Krisis Hipertensi Preoperatif,MD Luthfy
Lubis.2013)
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara
mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi
sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi
intravena.( Medicinus, Asnelia Devicaesaria.2014)
Krisis hipertensi atau Hipertensif Ialah keadaan dimana tekanan darah meningkat
dan menetap pada nilai yang tinggi, misalnya 120 – 150 mmHg, atau lebih dan /atau
disertai beberapa penyulit, seperti :
1. Ensefalopati
2. Payah jantung kiri akut
3. Perdarahan otak
4. Hipertensi maligna (hipertensi yang disertai dengan edema papilla N. optikus).
Merupakan keadaan darurat yang harus segera ditanggulangi, sebab dapat menimbulkan
kematian yang disebabkan oleh :
1. Kegagalan jantung
2. Iskemia serebri
3. Kegagalan ginjal
4. Perdarahan otak
5. Dan juga menimbulkan kebutaan
2.2 PENYEBAB
4
Etiologi Hipertensif :
1. Primer (tidak diketahui)
2. Penyakit parenkim ginjal (glomerolunefritis, pielonefritis, ginjalpolikistik dan lain-
lain).
3. Hipertensi renovaskuler (stenosis A, renalis, infark ginjal, aneurisma A, renalis,
fistula arteri – vena ginjal).
4. Penyakit adrenal (aldosteronisme primer, sindroma Chusing, sindroma adrenogenital
kongenital , feokromositoma).
5. Penyakit neurologic (poliomyelitis bulber, tekanan intra kranial meningkat dengan
cepat, porfiria intermiten, dan lain-lain.
6. Toksemia gravidarum.
7. Koarktasio aorta.
Hendaklah ingat bahwa 90-95% penderita hipertensi yang kita jumpai tidak diketahui
sebabnya (hipertensi primer = hipertensi esensial) oleh karena itu pengobatan
diutamakan pada penurunan tekanan darah dan pengobatan penyulit, baru
penyebabnya dicari.
5
(Medicinus, Asnelia Devicaesaria.2014)
2.4 KOMPLIKASI
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor
resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit
arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila
penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain , maka akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut.
Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko
yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
(http://binfar.depkes.go.id)
2.5 PENATALAKSANAAN
6
1. Rawat istirahat total.
2. Diet rendah garam.
3. Pengobatan terhadap penyulit, seperti payah jantung,perdarahan otak
4. Pemberian obat antihipertensi
I. Pada hipertensi maligna dengan komplikasi perdarahan atau edema otak ,
kebutaan, payah jantung akut,edema paru akut; penurunan tekanan darah dapt
diaukan dengan dua cara :
a. Pada hari pertama diberi tiga macam obat:
1. Sepasil 0,5- 1mg IM dapat diulang setiap 2-4 jam sampai tekanan
diastolic ideal tercapai. Kemudian diganti peroral dengan dosis sama
dengan jumlah kebutuhan sehari pada 24 jam sebelumnya.
2. Furosemide (Lasix®) 20-40 mg IM/IV, dapat diulag2-4jam sampai
retensi garam dan air hilang. Pada uremia sedang/berat dipelukan dosis
lebih besar.
3. Dapat dipilih salah satu obat dibawah ini: golongan beta blocer seperti
Oksprenolol (Trisicor®) 3-4 × 40 mg/hari; Propanolol(Inderal®) 3-4× 40
mg/hari:(Pindolol®) 3-4× 1tabl/hari( kontra indikasi pada payah jantung
atau asma bronchial) atau pilihan lain: alfa metil dopa(Aldomed) 3-4 ×125
mg/hari. Dosis kedua macam obat dapat dinaikjan pada hari keempat,
kemudian setiap tiga hari sampai efek yang diinginkan tercapai atau timbul
efek samping. Apabila dengan dosis besar tekanan darah ideal belum
tercapai, dapat ditambah obat golongan vasodilator, seperti Prazoin
(Minipres) dengan dosis 3×1 mg/hari yang dapat dinaikkan 2 mg setia 3
hari sampai dengan total 120 mg/hari.
b. Pada hari pertama diberi dua macam obat.
1. Klonidin (catapres) per oral 75-150 ml – krogram yang dapat diulang
setap 2-4 jam sampai efek yang diinginkan tercapai atau sampai dosis 9
tablet/ hari. Dosis seharii diberikan dalam 3 kali pemberian
2. Deuretik ( misalnya HCT 25 mg) per oral 1-2 tablet/hari, dapat
dinaikka 1 tablet setiap hari sampai efek yang diinginkan tercapai. Secara
parenteral diberikkan hanya bila ada mual, muntah atau edema berat. Bila
dosis sudah cukup besarsedangkanefek yang dinginkan belum tercapai,
dapat ditambah vasodilator.
7
II. Apabila derajat komplikasi berat atau tekanan diastolic lebih dari 150mmHg,
diberikan obat-obatan dengan dua cara:
5.awasi :
(http://dokterpost.com/tatalaksana-krisis-hipertensi-updated/)
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
2) Penanggung jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa
dan hubungan dengan pasien.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
9
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
5) Eksposure
Kaji :
Tanda-tanda trauma yang ada. (Muslicha : 45-46)
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan/ Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6) Neurosensari
Gejala : keluhan pusing/ pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan
penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perunahan retinal optic
7) Nyeri/ ketidaknyamanan
10
Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea noctural
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,
sianosis
9) Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parastesia unilateral transien, hipotensi pustura
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfus jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
c. Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan 02 miokardium
d. Resiko injury berhubungan dengan diplopia
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Intervensi keperawatan
Intervensi Rasional
a. Pantau TTV tiap jam dan catat R/ peningkatan tekanan darah sistematik yang
hasilnya di ikuti dengan penurunan tekanan
darahdiastolik merupakan tandapeningkatan
11
TIK. Napas tidak teratur juga menunjukkan
adanya peningkatan tik.
b. Kaji respon motoric terhadap
perintah sederhana R/ mampu mengetahui tingkat respon motoric
pasien
c. Pantau status neurologis secara
teratur R/ mencegah/menurunkan atelectasis
Intervensi Rasional
a. Auskultasi suaraa napas, R/ untuk mengidentifikasi adanya masalah
perhatikan daerah hipoventilasi paru
dan adanya suara suara
tambahan yang tidak normal
b. Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan , catat R/ perubhan dapat menunjukkan komplikasi
ketidakteraturan pernapasan pulmonal/menandakan lokasi/ luasnya
c. Berikan oksigen sesuai indikasi keteribatan otak
R/ mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan
d. Anjurkan pasien untuk latihan tertekan
napas dalam yang efektif jika R/ mencegah atau menurunkan atelectasis
pasien sadar
12
e. Kaji TTV tiap hari
R/mengetahui perubahan status kesehatan
Intervensi Rasional
a. Pantau TTV tia jam dan catat R/ peningktan tekanan darah sistemik yang
hasilnya diikkuti dengan penurunan tekanan darah
diastolic merupakan tanda peningkatan TIK.
Napas tidak teratur menunjukkan adanya
b. Kaji respon motoric terhadap peningkatan TIK
perintah sederhana R/ mampu mengetahui tingkat respon motoric
c. Catat keberadaan denyutan pasien
sentral dan perifer R/ denyutan karotis, jugularis, radialis,
d. Auskultasi tonus jantung femralis mungkin menurun mencerminkan
efek vasokontriksi
e. Amati warna kulit, kelembapan R/ S4 umum terdengar pada pasien hipertensi
suhu dan masa berat
pengisiankapiler R/ adanya pucat, dingin, kulit lembab dan
masa pngisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi atau
f. Berikan obat-obat sesuai mencerminkan dekompensasi atau penurunan
indikasi, missal : deuretik COP
tiyazid R/ Tiyazid mungkin digunakan sendiri atau
dicampur denga obat lain untuk menurunkan
tekanan darah
Intervensi Rasional
13
a. Atur posisi pasien agar aman R/ menurunkan resiko injury
b. Pertahankan tirah baring secara R/ pasien mungkin merasa tidak dapat
ketat beeristirahat dan perlu untuk bergerak
c. Atur kepalah taruhdiatas daerah R/ menurunkan resiko trauma secara fisik
yang empuk
Intervensi Rasional
a. Kaji derajat emobilitas pasien R/ pasien mampukah mandiri atau masih
dengan menggunakan skala membutuhkan orang lain untuk aktivitas
ketergantungan
b. Pertahankan kesejajaran tubuh R/ untuk mampu mencegah footdrop
c. Bantu pasien dengan program R/ proses penyembuhan yang lambat sering
latihan dengan menggunakan menyertai trauma
alat mobilitas
d. Periksa kembali kemampuan R/ mengidntifikasi kemungkinan kerusakan
dan keadaan secara fungsional secara fungsional
Intervensi Rasional
a. Kaji respon pasien terhadap R/ menyebutkan parameter membantu dalam
aktivitas, perhatikan frekuensi mengkaji respon fisiologi terhadap stress
nadi, dispnea atau nyeri dada, aktifitas dan bila adamerupakan indicator
keletihan dan kelemahan yang darikelebihan kerja yang berkaitan dengan
berlebihan, diaphoresis, pusing tingkat aktivitas
atau pingsan
b. Instruksikan pasien tentang
teknik penghematan energy R/ teknik penghemat energy mengurangi
penggunaan energy jugamembantu
14
c. Berikan dorongan untuk keseimbangan suplai dan keebutuhan oksigen
melakukan aktivitas atau R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah
perawatan diri terhadap jika peningkatan kerja jantung tiba tiba memberika
dapat ditoleransi, berikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan
bantuan sesuai kebutuhan mndorong kemandirian dalam melakukan
akttifitas
(Doengoes, Marlyn E. 2002.)
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
15
Krisis hipertensi merupakan situasi kedaruratan ketika peningkatan TDD yang
nyata dapat menyebabkan kerusakan end-organ. Hipertensi berat daapat menyebabkan
kematian dengan cepat. Krisis hipertensi dapat terjadi pada pasien yang mengalami
hipertensi esensial/hipertensi sekunder. Kedaruratan mencakup hipertensi yang berkaitan
dengan gangguan SSP akut, diseksi aorta akut, enema paru, eklampsia dan ketidak
patuhan pada terapi medis. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan
parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar
monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat
16