Anda di halaman 1dari 25

Refleksi Kasus

Seorang Anak Laki- laki Usia 17 Bulan dengan Kejang Demam Kompleks

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

oleh :
Muhammad Tito Yunas
30101507505

Pembimbing :
dr. Saiful Mujab, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhammad Tito Yunas


NIM : 30101507505
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul : Anak Laki- laki Usia 17 Bulan dengan Kejang Demam
Kompleks

Demak, 2 Oktober 2020


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sunan Kalijaga Kab. Demak

Pembimbing,

dr. Saiful Mujab ,Sp.A

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A I P N
Umur : 17 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 2-2-2020
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Demak
No. RM : KLJG01200743XXX
Tanggal masuk : 27-08-2020 pukul 15.07
Ruang : Dahlia

Nama Ayah : Tn. UA


Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Sopir

Nama Ibu : Ny. LS


Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. DATA DASAR


1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu pasien yang dilakukan pada tanggal 1
September 2020 pukul 07.00 WIB di ruang Dahlia dan didukung
dengan catatan medis.
a. Keluhan Utama : Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS pada tanggal 30 Agustus 2020 pasien
mengalami demam terus menerus. Kemudian pada sore harinya

2
pasien sudah dibawa periksa ke bidan dan mendapat sirup
parasetamol dan obat puyer namun demam belum turun.
Pada tanggal 30 Agustus 2020 pukul 14.00 WIB pasien
mengalami kejang saat sedang digendong ibunya. Saat kejang mata
pasien melotot ke atas, dan badannya kaku. Setelah kejang pasien
menangis. Kejang berlangsung ± 20 menit. Kemudian pasien tidur.
Kejang yang kedua terjadi pada pukul 19.00 saat pasien sedang
tidur. Saat kejang mata pasien melotot ke atas, dan badannya kaku,
setelah itu pasien menangis. Kejang berlangsung ± 15 menit. Oleh
karena keluhan tersebut pasien di bawa ke IGD. Saat di IGD pasien
tidak mengalami kejang dan suhu pasien saat diperiksa di IGD 39.9
derajat celcius.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat demam tinggi (+)
- Riwayat kejang -
- Riwayat jatuh/ trauma di sangkal
- Riwayat batuk pilek (-)
d. Penyakit Keluarga
- Riwayat kejang ayah dan ibu (-)
- Riwayat demam (-)
- Riwayat batuk dan pilek (-)
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak pertama dan tinggal bersama kedua orang
tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai sopir, dan ibunya sebagai
rumah tangga. Pasien BPJS PBI
Kesan sosial ekonomi : baik dan cukup
f. Skrining covid
- Riwayat pasien dan keluarga
bepergian ke luar kota (-)
- Riwayat pasien dan keluarga
bepergian ke luar negeri (-)
- Riwayat keluarga, teman kerja, atau kerabat yang menderita

3
covid-19 (-)
- Anggota keluarga yang serumah yang bekerja di fasilitas
kesehatan atau di daerah zona merah (-)
g. Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Saat hamil, ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan
secara rutin. Pasien merupakan anak laki-laki yang lahir dari ibu
G1P0A0, hamil 37 minggu, lahir spontan di rumah sakit ditolong
oleh bidan, lahir langsung menangis, berat badan lahir 3200 gram,
panjang badan 48 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lupa, tidak
ada kelainan bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan, vigorous baby
h. Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Ibu memeriksakan kandungannya ke bidan terdekat sebulan 1-2x.
Selama hamil ibu sudah mendapat suntikan TT. Ibu pasien
menyangkal menderita penyakit darah tinggi selama kehamilan.
Tidak ada riwayat perdarahan dan trauma saat hamil. Riwayat
minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik
i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di rumah sakit dan tidak ada
riwayat perawatan di peristi
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik
j. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
a. Pertumbuhan
 Tidak dapat dinilai karena tidak ada bukti KMS
Pertumbuhan :
Berat badan lahir : 3200 gram
Berat badan sekarang : 9 Kg
Panjang badan lahir : 48 cm
Panjang badan sekarang : 77 cm

b. Perkembangan

4
Usia 11 bulan
Personal sosial :
- minum dengan cangkir, menirukan kegiatan, dada dengan
tangan
Motorik halus :
- mengambil dan menaruh kubus,
membenturkan 2 kubus
Motorik kasar :
- berjalan dengan baik, membungkukkan badan kemudian
berdiri, berdiri sendiri
Bahasa :
Mampu menucapkan 2 – 3 kata
Kesan : Perkembangan baik sesuai usia

k. Riwayat Makan dan Minum Anak :


ASI diberikan sejak lahir sampai sekarang. Pasien diberikan
MPASI sejak usia 6 bulan. Sudah diberikan makanan pendamping.
Pasien makan 3x makan utama (pagi, siang, malam) dan 2x makan
selingan (buah, biscuit), Frekuensi minum ASI dalam sehari 6-8x
sehari dan diselingi dengan susu formula mulai usia 6 bulan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan baik.
l. Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B : 3, umur 0, 2, 3 bulan
BCG : 1, umur 1 bulan
Polio : 4, umur 1, 2, 3, 4 bulan
DPT : 3, umur 2, 3, 4 bulan
MR : 9 bulan (+)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia berdasarkan
informasi dari ibu pasien tanpa disertai bukti KMS.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 28 Agustus 2020 pukul 07.30

5
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital :
- Tekanan Darah : -
- Nadi : 130x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
- Laju nafas : 29x/ menit
- Suhu : 38.5 ° C ( aksila )
4. Status Gizi

Usia : 11 bulan, BB : 9 kg
Kesan : Gizi baik

6
PB : 77 cm, usia 11 bulan
Kesan : baik

PB : 77 cm, BB : 9 kg
Kesan : Normal
5. Status Internus
a. Kepala : Mesocephale, rambut hitam dan tidak mudah dicabut
b. Kulit : Sianosis (-), ikterus (-), petechie (-)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+) normal,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)

7
d. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-)
f. Mulut : kering (+), sianosis (-), pendarahan gusi (-)
g. Leher : simetris, pembesaran limfe (-), kaku kuduk (-)
h. Thorax
 Pulmo
- Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam
keadaan statis maupun dinamis, retraksi
suprasternal, intercostal dan epigastrial (-).
- Palpasi : Stem fremitus dextra et sinistra simetris
- Perkusi : Sonor (+)
- Auskultasi : Suara dasar : bronkovesikuler
Suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)
 Cor
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea mid
clavicula
sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
- Perkusi : Redup
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
i. Abdomen :
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar
j. Genitalia : laki-laki, tidak ada kelainan
k. Kulit : Petechie (-), kriput (-)
l. Ekstremitas :
Superior Inferior
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-

8
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”

m. Pemerikasaan neurologi
- Kaku kuduk (-)
- Kernig (-)
- Brudzinsky (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah rutin dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2020
Parameter Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 8.4 mg/dl 11 mg/dL

Hematokrit 25.3% 33-42 %

Leukosit 26.700 /µL 6.000-17.500/µL

Trombosit 632000 /µL 150.000-450.000/µL

Eritrosit 4.120000/ µL 3.700.000-5.300.000/


µL
Neutrofil 49.9% 50-70%

Limfosit 25,9% 25-33%

Monosit 10,8% 3,7%

Eosinofil 0,0% 1-3%

Basofil 0,7% 0-0,75%

MCH 20.4 pg 27-31 pg

MCHC 33.2% 32-36%

MCV 61.4 fL 82-92 fL

Kimia klinik
Parameter Hasil
Kalium 4.64 mmol/L 3.5- 5
Natrium 129.9 mmol/L (L) 135-147
Klorida 93.98 mmol/L 95- 105
Calsium 8.83 mmol/L 8.1-10.4

9
Magnesium 1.8 mmol/L (L) 1.9-2.5
Gula darah sewaktu 110 mg/dL 70- 105

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Kompleks
2. Kejang Demam Simpleks
3. Epilepsy
4. Febris

VI. DIAGNOSIS KERJA


• Diagnosis utama : Kejang Demam Kompleks
• Diagnosis komorbid :-
• Diagnosis komplikasi :-
• Diagnosis gizi : Gizi baik
• Diagnosis sosial ekonomi : Cukup
• Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
• Diagnosis Pertumbuhan : Baik
• Diagnosis Perkembangan : Sesuai umur
VII. INITIAL PLAN
Ip. Dx :
a. Subyektif : Demam
b. Obyektif : Darah rutin , kimia klinik

Ip. Tx :

Infus D5 NS 10 tpm
Inj. Cefotaxim 250 mg 3x1
Inj. Paracetamol 85 mg 3x1
Inj. Diazepam 3 mg diberikan pelan bila kejang
Po :
Diazepam pulv 1 mg diberikan bersama pamol drop 0.85 mg

Obat pulang :

10
Paracetamol sirup 3 x 1 cth
Cefadroxil sirup 3x1 cth

Ip. Mx :
Awasi KU, kesadaran,dan tanda vital
Cek lab darah rutin ulang bila tidak tampak perbaikan.
– Ip. Ex :
– Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang sedang
diderita
– Mengedukasi orang tua tentang kompres/ sibin dengan air hangat saat
demam dan meminumkan obat penurun panas saat anak demam.
– Mengedukasi orang tua tentang penanganan kejang
– Bila keluhan kembali muncul, segera dibawa ke dokter atau RS terdekat

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf
pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 3 Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf
pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi.
Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya

12
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3 Kejang demam
terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun. 1Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah
kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi
atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah
18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam
dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6

13
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat
epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih
dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6

5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari
sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.9

14
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan

15
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung
lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dari otak.4

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.

16
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.5
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan
pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan,
bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal. 5
3.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan

17
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,
khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila
ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis
media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin

18
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila
kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada
30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat

19
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya :

20
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih .5

11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi
terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam
karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar
tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca
vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. 5,7
Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko
meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi. 7 Dianjurkan untuk
memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama

21
setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.5

12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
tidak pernah dilaporkan.5,9

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau

BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg

22
KEJANG
Diazepam rektal

( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan
diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur
dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia
dan hipotensi.6

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.


Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai