Anda di halaman 1dari 14

JULI 2014 JURNAL

EKONOMI
POLITIK
INTERNASIONA
L

JEFRI TURU’
PABUNTANG
INTERNATIONAL
RELATIONS FAJAR
UNIVERSITY
PERSPEKTIF LIBERALIS : STUDI KASUS ACFTA TERKAIT PENGARUH
TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

Oleh:

Jefri Turu’ Pabuntang

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Fajar

E-mail: jefripabuntang@yahoo.com

Absrtact: International trade activity is defined as the exchange of goods or services that take
place between the two States or more, individual to individual. The implementation of trade
liberalization allows each State or individuals to trade because the trade policy has removed
tariff barriers such as customs. Cooperation ACFTA specifically for the State of Indonesia is an
opportunity and a huge challenge, especially for Indonesia as a developing country. Of course
with this partnership looks very strategic but Indonesia needs to develop or improve the strength
of the domestic economy, including in the field of labor because it greatly impacted the domestic
revenue.

Keywords: International Trade, Liberalization, Trade Policy, Indonesia-China, Domestic


Economy, export-import.

Abstrak: Perdagangan internasional diartikan sebagai kegiatan tukar-menukar barang atau


jasa yang terjadi antara satu Negara atau lebih, individu dengan individu Pemberlakuan
liberalisasi perdagangan memudahkan setiap Negara atau individu dalam melakukan
perdagangan karena kebijakan perdangangan telah menghilangkan hambatan-hambatan seperti
bea cukai. Kerjasama ACFTA secara khusus bagi Negara Indonesia merupakan sebuah peluang
dan tantangan yang sangat besar khususnya bagi Indonesia sebagai Negara berkembang. Tentu
dengan kerjasama ini terlihat sangat strategis namun Indonesia perlu mengembangankan atau
meningkatkan kekuatan ekonomi domestik, termasuk dalam bidang ketenagakerjaan karena hal
itu sangat berdampak dalam pendapatan domestik.

Page 1
Kata Kunci: Perdangangan internasional, liberalisasi, kebijakan perdagangan, Indonesia –
China, ekonomi domestik, ekspor-impor, ketenagakerjaan.

I. LATAR BELAKANG

Dewasa ini perkembangan hubungan antara Negara-negara di dunia mengalami


perkembangan yang sangat pesat terlihat dari banyaknya kerjasama yang dilakukan baik
dalam bidang militer, budaya, ketenagakerjaan maupun dalam bidang ekonomi khususnya
perdangangan internasional. Perdagangan internasional sebagai suatu upaya mencapai
kesejahteraan oleh karenanya dianggap sebagai cara yang tepat untuk memahami mengapa
orang berdagang, dilukiskan dengan jernih pertama kali oleh Adam Smith dan kemudian oleh
Davis Ricardo. Kedua orang itu berusaha meyakinkan bangsa Inggris pada abad ke 18 dan
awal abad ke 19 tentang keutamaan-keutamaan yang terkandung dalam sistem perdagangan
bebas (Hanafi: 2012). Liberalisasi perdagangan dunia dengan pola kerjasama internasional
memberikan implikasi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Nilai perdagangan
dunia tumbuh lebih dari dua kali lipat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil
dunia (Krueger, 1999).

Liberalisasi perdagangan internasional dipandang sebagai faktor pendukung penciptaan


lapangan kerja, namun di sisi lain juga menghilangkan lapangan kerja lainnya. Karenanya,
penting untuk menentukan di mana peluang penciptaan lapangan kerja dan di mana
kerentanan muncul dari pemberlakuan skema liberalisasi perdagangan internasional.
Kecenderungan ini, tentunya, akan membawa dampak terhadap lapangan kerja dan kondisi
kerja di dalam suatu negara, jika negara tersebut mengambil kebijakan liberalisasi
perdagangan internasional. Karenanya, kesadaran dan pemahaman yang memadai mengenai
dampak ini menjadi penting dalam menyusun strategi ketenagakerjaan nasional yang efektif
dalam dunia yang global saat ini.

Oleh karena itu, dampak liberalisasi perdagangan dalam hal ini pembebasan tarif impor
terhadap ketenagakerjaan dan output nasional, tetapi juga bagaimana dampaknya terhadap
kinerja ekspor dan impor antara Indonesia dan China. Dengan kata lain, hal ini akan
menunjukkan bagaimana liberalisasi perdagangan pada hubungan bilateral antar negara

Page 2
mengakibatkan perubahan pada nilai bersih perdagangan internasional, yang kemudian
berakibat pada perubahan output dan kesempatan kerja. Perkembangan perekonomian dunia
dan pola hubungan antar negara yang secara umum memperlihatkan jarak antar satu negara
dengan negara lain yang menurun, membuat semakin terbukanya perdagangan antar negara
dan meningkatnya akses pasar produk ke negara lain. Keterbukaan ekonomi dan perdagangan
memberikan konsekuensi dua hal secara sekaligus, yaitu tantangan dan peluang. Semakin
terbukanya perdagangan antar satu negara dengan Negara lainnya dapat memberikan peluang
meningkatnya akses pasar produk dalam negeri di pasar internasional sekaligus juga
tantangan terhadap daya saing industri dalam negeri terhadap produk luar negeri (Kemendag,
2011).

Berdasarkan (Wikipedia, 2012), Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang
mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS)1 dengan
ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan
produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Di sisi
lain, perdagangan bebas artinya perdagangan yang tidak ada hambatan (Hamid Basyaid,
2006: 100). Banyak studi yang berkesimpulan bahwa perdagangan bebas berimplikasi positif
bagi negara-negara yang terlibat. Di samping meningkatkan kesejahteraan (Kindleberger dan
Lindert, 1978), juga meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan efisiensi (Hadi, 2003).

Perdagangan tidak terlepas dari dorongan sebuah Negara yang memiliki keinginan untuk
meningkatkan kemampuan daya saing dengan produk mereka sendiri, demikian halnya
Indonesia yang telah melakukan kerjasama perdagangan baik yang bersifat bilateral, regional
maupun internasional. Meskipun keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerjasama
perdagangan tersebut memberikan tantangan terhadap produk dalam negeri, tujuan dari
semua perjanjian tersebut adalah adanya dampak positif bagi perekonomian negara-negara
yang terlibat dan ekonomi Indonesia pada khususnya (Ibrahim Meily Ika Permata, Wahyu
Ari Wibowo, 2010: 24).

1
Harmonized Commodity Description and Coding System lebih dikenal sebagai Harmonized System (HS)
adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasi
produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO) beranggotakan
lebih dari 170 negara anggota dan berkantor di Brussels, Belgia.

Page 3
II. PEMBAHASAN
A. Liberalisasi Perdagangan

Diperolehnya keuntungan melalui adanya perdagangan internasional, baik melalui


pemikiran David Ricardo mengenai keunggulan komparatif ataupun pemikiran H-O mengenai
faktor produksi menjadikan kegiatan perdagangan sebagai salah satu poin utama dari kerjasama
ekonomi. Kerjasama ekonomi yang dilakukan antar negara cenderung diawali dengan adanya
kerjasama perdagangan (Suryanta, 2012: 61). Maka dari itu dibentuklah pola perdagangan
internasional yang lebih memudahkan terjadinya kerjasama ekonomi terutama dalam hal
perdagangan antar negara yang dikenal dengan istilah perdagangan bebas atau free trade
(Brownsell, Allen & Overy, 2012: 3-4). Free trade atau perdagangan bebas mengandung prinsip
adanya bebas hambatan baik berupa hambatan tarif, kuota, dan subsidi yang tujuannya akan
semakin memudahkan negara-negara di dunia menjalin kerjasama perdagangan. Prinsip bebas
hambatan yang ada didalam free trade akan semakin memudahkan kegiatan ekspor dan impor
barang karena adanya pemberlakuan khusus mengenai tarif, kuota, dan subsidi terhadap barang
yang diekspor maupun yang diimpor. Kerjasama perdagangan bebas terdiri dari kerjasama
perdagangan bebas bilateral (bilateral free trade), kerjasama perdagangan bebas kawasan
(regional free trade), dan kerjasama perdagangan bebas multilateral (multilateral free trade)
yang dibedakan dari jumlah anggota yang terlibat.
Liberalisasi perdagangan dapat terwujud di dalam tiga bentuk kerjasama internasional.
Pertama adalah pada perjanjian bilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh dua
negara, bentuk lain adalah kerjasama regional, yaitu negara-negara dalam suatu kelompok negara
yang dibentuk dari persamaan geografi, bahasa, sejarah dan lainnya. Bentuk terakhir adalah
perjanjian perdagangan multilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh banyak
negara. Kelebihan dari system perjanjian multilateral adalah aturan yang lebih transparan, setara
dan berlaku untuk semua negara. Namun demikian, implementasi dari perjanjian multilateral
sulit untuk sepenuhnya diterapkan karena melibatkan banyak negara, maka banyak negara lebih
memilih bentuk perjanjian bilateral dan regional dalam kerjasama perdagangan bebasnya untuk
memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara lain.

Page 4
Kaum liberal memusatkan perhatiannya pada dimensi ekonomi dari perdagangan. Mereka
yakin bahwa perdagangan punya dampak positif terhadap ekonomi karena transaksi barang dan
jasa itu mendorong efisiensi, menimbulkan “multiplier effect” pada ekonomi dan memperluas
lapangan kerja. Impor biasanya berarti memperbanyak pilihan barang yang bisa dibeli oleh
konsumen, seringkali dengan harga yang lebih murah dan mutu yang lebih baik daripada produk
lokal. Karena perdagangan memberi keuntungan pada yang terlibat dalam transaksi itu, ia juga
membantu meningkatkan integrasi ekonomi internasional, yang pada gilirannya bisa mendorong
perdamaian dunia melalui kerjasama ekonomi (Mochtar Maso’ed 1998: 5).
Dorongan utama adanya hubungan bilateral maupun blok-blok perdagangan bebas adalah
pembebasan tarif perdagangan antar negara-negara yang terlibat di dalam kerjasama tersebut.
Implementasi FTA didahului oleh preferential trading arrangements (PTA) antar negara-negara
yang terlibat yaitu paket kerjasama hubungan dagang antar negara yang bertujuan untuk
pengurangan tariff untuk sejumlah produk tertentu antar negara-negara yang menandatangani
kerjasama tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan dagang antar negara-
negara tersebut dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan negara melalui hubungan
perdagangan internasional (Kemp (1964); Vanek (1965)).
Ruang lingkup dari FTA tersebut adalah (a) liberalisasi perdagangan barang; (b)
liberalisasi perdagangan jasa; (c) liberalisasi investasi; dan (d) kerjasama dibidang ekonomi
lainnya (sektor pertanian, teknologi informasi dan komunikasi dan pengembangan sumber daya
manusia), serta peningkatan ketenagakerjaan. Substansi dari kedua liberalisasi perdagangan
barang tersebut adalah mengurangi /menghilangkan tarif bea masuk (Rahmi Agustiani dkk,
2013: 15).

B. Kerjasama Indonesia – China


Peningkatan hubungan Indonesia-China mencapai klimaksnya dengan ditandatanganinya
Strategic Partnership Agreement antara Indonesia-China pada tanggal 25 April 2005, saat
Presiden hu Jin Tao b erkunjung ke Indonesia. Kemitraan Strategis ini akan difokuskan untuk
memperkuat kerjasama politik dan keamanan, memperdalam kerjasama ekonomi dan
pembangunan, meningkatkan kerjasama sosial budaya, dan memperluas hubungan
nonpemerintah. Ada tiga bidang luas yang dicakup dalam perjanjian kemitraan strategis ini, yaitu

Page 5
kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan dan kerjasama social
budaya (Zainuddin, 2008:126)

Hubungan bilateral antara China dan Indonesia terutama dalam bidang ekonomi saat ini
terus meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya nilai perdagangan kedua negara, yang
pada tahun 2008 mencapai US$ 31 miliar. Dalam lima tahun ke depan, Presiden Republik
Indonesia (RI) Bapak Susilo B. Yudhoyono memperkirakan nilai perdagangan Indonesia-China
akan mencapai US$ 50 miliar (Bappenas, 2012).
Sejak ACFTA diterapkan, jumlah perusahaan China yang menanamkan investasi di
Indonesia juga bertambah. Hingga akhir 2010 terdapat lebih dari seribu perusahaan China yang
tercatat di Indonesia, dengan investasi langsung mencapai 2,9 miliar dollar AS atau naik 31,7
persen dari tahun sebelumnya (Kompas, 2012) . Dan juga produk-produk China yang masuk ke
China juga menjadi sangat banyak dan bahkan membanjiri pasar lokal Indonesia. Dengan
harganya yang relatif murah dan juga dari segi kualitas juga tidak kalah berbeda dengan barang-
barang bermerek lainnya, membuat produk China diserbu oleh konsumen Indonesia yang rata-
rata dalam memilih suatu produk dilihat dari harganya yang terjangkau terlebih dahulu.
Berbagai produk nasional yang terancam akan membanjirnya produk China antara lain dalam
bidang: tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronika, ban, furnitur, industri permesinan,
mainan anak-anak, serta otomotif (Antaranews, 2012). Dan akan masih banyak lagi produk-
produk dari China yang akan membanjiri pasar Indonesia juga pemerintah tidak segera
mengantisipasinya, dikarenakan Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial yang berada
di kawasan Asia Tenggara, masyarakat Indonesia sudah terbiasa menjadi masyarakat yang
konsumtif, yang hanya memikirkan untuk memilih barang semurah mungkin untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Mengacu pada kondisi tersebut, secara tidak langsung menunjukan bahwa pasar lokal
Indonesia terancam oleh keberadaan dari produk-produk China yang terlihat melalui tingginya
angka impor Indonesia. Kenyataan ini dianggap oleh para pengusaha lokal Indonesia sebagai
suatu bentuk „ancaman‟ bagi keberlangsungan produksi dalam negeri
(www.majalahtopik.co.id).
Dengan banyaknya saingan yang ada maka, ini perlu dijadikan perhatian yang
serius bagi pemerintah Indonesia yang dimana Indonesia sebagai negara berkembang harus bisa
untuk mengolah atau memilih ekspor dengan pendapatan yang cukup besar, jangan hanya bisa

Page 6
mengekspor barang mentah saja, atau hasil bumi saja, paling tidak Indonesia harus sudah bisa
mengekspor barang setengah jadi bahkan barang yang sudah jadi, sehingga pendapatan untuk
negara juga semakin bertambah besar.

C. Dampak terhadap Ketenagakerjaan Indonesia


Liberalisasi perdagangan internasional dipandang sebagai faktor pendukung penciptaan
lapangan kerja, namun di sisi lain juga menghilangkan lapangan kerja lainnya. Karenanya,
penting untuk menentukan di mana peluang penciptaan lapangan kerja dan di mana kerentanan
muncul dari pemberlakuan skema liberalisasi perdagangan internasional. Kecenderungan ini,
tentunya, akan membawa dampak terhadap lapangan kerja dan kondisi kerja di dalam suatu
negara, jika Negara tersebut mengambil kebijakan liberalisasi perdagangan internasional.
Karenanya, kesadaran dan pemahaman yang memadai mengenai dampak ini menjadi penting
dalam menyusun strategi ketenagakerjaan nasional yang efektif dalam dunia yang global saat
ini.
Dampak liberalisasi tidak hanya diharapkan pada perubahan output nasional, tetapi juga
perluasan kesempatan kerja. Secara teori diyakini bahwa apabila terjadi pertambahan output
nasional maka akan terjadi penambahan kesempatan kerja. Studi mengenai dampak liberalisasi
perdagangan terhadap ketenagakerjaan untuk kasus satu negara dilakukan oleh beberapa ahli
(Ravenga, 1994; Milner and Wright, 1998; Rattso and Torvik, 1998; Levinsohn, 1999; Mesquita
and Najberg, 2000; Torres, 2001) dengan hasil yang berbeda-beda menunjukkan bahwa tidak
ada pola yang pasti tentang dampak liberalisasi perdagangan terhadap kesempatan kerja di suatu
negara. Studi lintas negara untuk melihat dampak liberalisasi terhadap ketenagakerjaan
dilakukan oleh Bank Dunia (Papageorgiou, Choksi and Michaely, 1990). Dengan mengambil
kasus pada 19 negara, Papageorgiou, Choksi and Michaely (1990) menunjukkan bahwa dampak
liberalisasi terhadap penurunan pertumbuhan sektor industri pengolahan dikompensasi oleh
pertumbuhan sektor pertanian dan perluasan kesempatan kerja untuk sektor padat karya, yang
memicu pemerataan distribusi pendapatan. Sementara, studi bank dunia selanjutnya (Dollar and
Collier, 2001) menunjukkan hasil yang tidak sekuat studi tersebut di atas. Studi ini
menyimbulkan bahwa dampak liberalisasi terhadap kesempatan kerja dan upah membutuhkan

Page 7
tidak serta merta dapat dirasakan oleh suatu negara, ada masa transisi dimana liberalisasi tidak
memiliki dampak positif terhadap keduanya.
Mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berimplikasi pada penciptaan lapangan
pekerjaan telah menjadi orientasi utama pembangunan di semua negara. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berlanjut adalah kondisi yang harus tercipta untuk implementasi segala
kebijakan ketenagakerjaan yang berorientasi pada peningkatan kesempatan kerja yang layak dan
produktif bagi rakyat. Memiliki pekerjaan yang layak dapat membebaskan rakyat dari jeratan
kemiskinan.

Inilah yang kemudian memunculkan pertentangan antara masyarakat dengan pemerintah.


Masyarakat dalam hal ini utamanya tertuju pada mereka yang termasuk para pelaku ekonomi
baik itu produsen, buruh maupun pengusaha lokal. Berbagai macam penolakan terhadap ACFTA
tidak hanya datang dari pengusaha dan produsen lokal melainkan juga dari para petani dan
tenaga kerja Indonesia melalui aksi demonstrasi (www.politik.kompasiana.com). Mereka menilai
bahwa dengan diberlakukannya ACFTA di Indonesia akan menggerus produksi produk lokal
yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap keberlangsungan dan kesehjateraan para tenaga
kerja.
Dampaknya pada ketenagakerjaan, tambahan kesempatan kerja di pasar kerja Indonesia
tidak dapat mengimbangi pengurangan kesempatan kerja yang disebabkan ketidakmampuan
Indonesia memanfaatkan peluang liberalisasi perdagangan dengan China. Sektor pasar kerja
yang paling terkena dampak adalah sektor tersier dan sekunder yang berasal dari pengaruh dari
penurunan pendapatan nasional yang berasal dari penurunan konstribusi komoditas domestik.
Peningkatan ekspor ke China menyusul kebijakan China menurunkan tarif hingga nol
persen atas produk ekspor Indonesia mendorong perluasan kesempatan kerja domestik sebanyak
253,429 orang. Sektor yang paling memanfaatkan peluang adalah Sektor Pertanian sebanyak
142,316 orang atau 56.16 persen dan Sektor Perdagangan sebanyak 32,206 atau 12.71 persen.
Sektor pertambangan batubara, minyak bumi dan penggalian yang merupakan sektor utama
dalam memanfaatkan peluang ekspor dan memberikan konstribusi bagi output, hanya
menyumbang 1.81 persen. Secara umum, sektor primer memang penyumbang terbesar dalam
perluasan kesempatan kerja, sebanyak 155,345 orang atau 61.30 persen, disusul sektor tersier
sebanyak 74,382 orang atau 29.35 persen. Sementara sektor sekunder yang merupakan sektor
industri pengolahan hanya menyumbang 23,701 orang atau 9.35 persen (ILO: 2013).

Page 8
Dampak pengurangan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan kesempatan kerja dari penerapan liberalisasi perdagangan ini menjadi pelajaran dan
informasi penting sebagai bahan dalam kebijakan hubungan internasional yang terkait dengan
migrasi tenaga kerja, terutama di Sektor Jasa. Liberalisasi Perdagangan antara Indonesia dan
China berdampak besar pada Sektor Jasa, berupa penurunan kesempatan kerja yang paling besar
dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Kesepakatan liberalisasi perdagangan di Sektor Jasa
(trade in services) akan memiliki kemungkinan potensi pengurangan kesempatan kerja yang
lebih besar dibandingkan dengan penerapan liberalisasi perdagangan komoditas. Oleh karena itu,
bagi Indonesia perlu mengkaji lebih mendalam sebelum menyepakati skema liberalisasi
perdagangan jasa dengan negara manapun, jangan sampai pasar kerja Indonesia dipenuhi tenaga
kerja asing di semua sektor dan semua jabatan yang mengurangi kesempatan kerja bagi tenaga
kerja Indonesia sendiri dan lebih jauh, jumlah tenaga kerja Indonesia lebih banyak menjadi
penganggur daripada bekerja di negeri sendiri .
Dalam masalah ketenagakerjaan di mana produksi dalam negeri kurang kompeteitif
disebabkan karena kurangnya kreatifitas, orang-orang kreatifitas Indonesia yang dapat
memberikan kontribusi dalam negeri melakukan hidjra ke Negara lain, hal itu disebut Brain
Drain atau Human Capital Flight. Brain Drain atau Human Capital Flight adalah keadaan di
suatu negara yang mengalami migrasi kaum intelektual ke luar negeri. Fenomena Brain Drain
pertama kali diperkenalkan oleh Royal Society untuk menggambarkan fenomena migrasi kaum
teknokrat Inggris ke Amerika Utara pada era tahun 1950an. Saat ini, China, India, Pakistan, dan
Iran terkenal sebagai negara pengekspor kaum intelektual ke negara – negara maju di AS
maupun Eropa Barat. Tulisan ini akan mengulas lebih lanjut dampak dari Brain Drain dan cara
penanggulangnya (Jurnal Phobia International Relations, 2012). Dilema brain drain di Indonesia
berasal dari tiga hal utama. Pertama, tingkat angkatan kerja Indonesia yang masih sangat rendah.
Pada tahun 2005, dari 107 juta angkatan kerja Indonesia, persentase lulusan S1, D3, dan D1
secara berturut-turut hanya sebesar 3,13%, 1,26%, dan 1,03%. Untuk lulusan SMP dan SMA
masing-masing sebesar 19,55% dan 18,8%. Sedangkan untuk mereka yang tamat maupun tidak
tamat Sekolah Dasar (SD) masing-masing sebesar 37,3%. Hal ini diperparah oleh jumlah angka
putus sekolah yang demikian besarnya, yaitu mencapai 334.000 siswa setiap tahunnya. Ini belum
termasuk sekitar 14,6 juta penduduk Indonesia yang masih buta aksara untuk golongan umur 15
tahun ke atas (International Organization for Migration (IOM), 2012).

Page 9
III. KESIMPULAN

Hubungan dagang internasional telah lama dilakukan oleh setiap negara di dunia,
apakah berbentuk hubungan dua negara (bilateral) atau antar negara dalam satu kawasan
(regional) atau antar negara sedunia (multilateral). Dalam setiap hubungan dagang, setiap
negara ingin mendapatkan manfaat ekonomi. Liberalisasi perdagangan internasional
adalah salah satu jawaban untuk meningkatkan manfaat pada negara-negara yang terlibat
di dalam hubungan dagang tersebut. Bentuk liberalisasi perdagangan yang paling umum
terjadi adalah pengurangan tarif. Yang paling nyata dari manfaat atas pengurangan tariff
adalah biaya ekspor atau impor yang berkurang antar kedua belah pihak karena tarif
berimplikasi pada pengenaan biaya untuk aktivitas ekspor dan impor antar negara-negara
yang terlibat.

Namun demikian, ekspor Indonesia menghadapi tantangan baru dengan masukny


barang-barang impor Cina dikawasan ASEAN, tidak hanya dampak arus barang impor
namun, keterlibatan Indonesia dalam perjanjian-perjanjian FTA tersebut perlu untuk
dicermati lebih lanjut bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia terutama
ketenagakerjaan (kesempatan lapangan kerja) dan pertumbuhan output nasional. Untuk
itu, menganalisis dampak liberalisasi perdagangan terhadap output nasional dan
ketenagakerjaan di Indonesia terhadap kesempatan kerja dan upah tidak serta merta dapat
dirasakan oleh suatu negara, tetapi memiliki dampak positif terhadap keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abilawa, M.S. (2010). Menimbang untung-rugi CAFTA. 2010. Online dalam


http://www.primaironline. com/interaktif/opini/menimbang-untung-rugi-cafta/print
(diakses pada tanggal 2 Juli 2014).

Page 10
Brownsell, Lizz., Allen and Overy. “Bilateral and Regional Trade Agreements.”
Advocates for International Development (2012): 1-11.

Dollar, David, and Paul Collier.Globalization, growth and poverty: Building an


inclusive world. Oxford University Press, New York, for World Bank,
Washington, DC. 2001

Hadi, PU, 2003. Marketing Policy to Improve Competitivenesss of Agricultural


Commodities Facing Trade Liberalization. Analisis Kebijakan Pertanian,
Volume 1 (2). Juni 2003, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.

Ibrahim, dkk, Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional


Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2010.

International Labour Organization.2011a. “ILO Mengkaji Dampak Perdagangan Bebas


terhadapKetenagakerjaan”.PressRelease.http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/
lang id/ WCMS_151756/index.htm (diakses pada tanggal 2 Juli 2014)

International Labour Organization.2011a. “ILO Mengkaji Dampak Perdagangan Bebas


terhadapKetenagakerjaan”.PressRelease.http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/
lang--id/ WCMS_151756/index.htm (diakses pada tanggal 24 Maret 2011)

Irma H. Hanafi, Perdagangan Internasional Pasca Putaran Uruguay Dan


Dampaknya Di Indonesia, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember
(2011).

Kementerian Perdagangan . ASEAN


Cina.http://www.kemendag.go.id/kerjasama_asean_-_cina/ (diakses pada tanggal 2
Juli 2014)

Kemp, Murray, C.: The Pure Theory of International Trade. Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, N.J., 176-177. 1964

Kindleberger, C. P. and P.H. Lindert. International Economics.Irving, Illinois, US, 1978.

Krueger, Anne O. Trade creation and Trade Diversion under NAFTA. National Bureau
of Economic Research, WP 7429, 1999.

Page 11
Levinsohn, J. Employment responses to international liberalization in Chile.Journal of
International Economies 47: 321-344. (1999)

Majalah Topik. Semangat Melawan ACFTA (2010), dalam http://www.majalahtopik.co.id


(diakses tanggal 2 Juli 2014).

Mas’oed, Mochtar. Perdagangan Dalam Perspektif Ekonomi-Politik Internasional,


Bahan Kuliah, FISIPOL Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah
Mada,1998.

Mesquita, M., and S. Najberg. Trade liberalization in Brazil: Creating or exporting


jobs?.Journal of Development Studies 30 (3), February: 78-100. 2000

Milner, C., and P. Wright. Modelling Labour Market Adjustment to Trade


Liberalization In An Industrializing Economy. Economic Journal 108, March:
509-528. 1998

Papageorgiou, D., A. Choksi and M. Michaely. Liberalization of foreign trade in


developing countries:The lessons of experience. World Bank, Washington, DC.
1990

Ravenga, A.. Employment and wage effects of trade liberalization: The case of
Mexican manufacturing.World Bank, Washington, DC. 1994

Torres, R.. Towards a socially sustainable world economy: An analysis of the social
pillars of globalization.International Labour Office, Geneva. 2001

Suryanta, Barli. Ekonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta: Balai Pustaka, 2012.

Djafar, Zainuddin, Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif
Asia Ekonomi-Politik, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008.

Website:

http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-management-
foundation/terminology/migration-typologies/

http://jurnalphobia.blogspot.com/2012/04/sejauhmana-migrasi-internasional.html

http://www.wikipedia.com

Page 12
http://www.politik.kompasiana.com

http://www.bappenas.go.id/node/116/2468/hubungan-bilateral-indonesia---china-terus-
meningkat-/.m Artikel yang diakses pada tanggal 2 April 2012

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/13/07372828/ACFTA.Bisa.Menguntung
kan. Artikel yang diakses pada tanggal 1 April 2012

http://www.antaranews.com/berita/268898/indonesia-bisa-perluas-pasar-ekspor-
china.Artikel yang diakses pada tanggal 1 April 2012

Page 13

Anda mungkin juga menyukai