Perspektif Liberalis STUDI KASUS ACFTA T
Perspektif Liberalis STUDI KASUS ACFTA T
EKONOMI
POLITIK
INTERNASIONA
L
JEFRI TURU’
PABUNTANG
INTERNATIONAL
RELATIONS FAJAR
UNIVERSITY
PERSPEKTIF LIBERALIS : STUDI KASUS ACFTA TERKAIT PENGARUH
TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Oleh:
E-mail: jefripabuntang@yahoo.com
Absrtact: International trade activity is defined as the exchange of goods or services that take
place between the two States or more, individual to individual. The implementation of trade
liberalization allows each State or individuals to trade because the trade policy has removed
tariff barriers such as customs. Cooperation ACFTA specifically for the State of Indonesia is an
opportunity and a huge challenge, especially for Indonesia as a developing country. Of course
with this partnership looks very strategic but Indonesia needs to develop or improve the strength
of the domestic economy, including in the field of labor because it greatly impacted the domestic
revenue.
Page 1
Kata Kunci: Perdangangan internasional, liberalisasi, kebijakan perdagangan, Indonesia –
China, ekonomi domestik, ekspor-impor, ketenagakerjaan.
I. LATAR BELAKANG
Oleh karena itu, dampak liberalisasi perdagangan dalam hal ini pembebasan tarif impor
terhadap ketenagakerjaan dan output nasional, tetapi juga bagaimana dampaknya terhadap
kinerja ekspor dan impor antara Indonesia dan China. Dengan kata lain, hal ini akan
menunjukkan bagaimana liberalisasi perdagangan pada hubungan bilateral antar negara
Page 2
mengakibatkan perubahan pada nilai bersih perdagangan internasional, yang kemudian
berakibat pada perubahan output dan kesempatan kerja. Perkembangan perekonomian dunia
dan pola hubungan antar negara yang secara umum memperlihatkan jarak antar satu negara
dengan negara lain yang menurun, membuat semakin terbukanya perdagangan antar negara
dan meningkatnya akses pasar produk ke negara lain. Keterbukaan ekonomi dan perdagangan
memberikan konsekuensi dua hal secara sekaligus, yaitu tantangan dan peluang. Semakin
terbukanya perdagangan antar satu negara dengan Negara lainnya dapat memberikan peluang
meningkatnya akses pasar produk dalam negeri di pasar internasional sekaligus juga
tantangan terhadap daya saing industri dalam negeri terhadap produk luar negeri (Kemendag,
2011).
Berdasarkan (Wikipedia, 2012), Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang
mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS)1 dengan
ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan
produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Di sisi
lain, perdagangan bebas artinya perdagangan yang tidak ada hambatan (Hamid Basyaid,
2006: 100). Banyak studi yang berkesimpulan bahwa perdagangan bebas berimplikasi positif
bagi negara-negara yang terlibat. Di samping meningkatkan kesejahteraan (Kindleberger dan
Lindert, 1978), juga meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan efisiensi (Hadi, 2003).
Perdagangan tidak terlepas dari dorongan sebuah Negara yang memiliki keinginan untuk
meningkatkan kemampuan daya saing dengan produk mereka sendiri, demikian halnya
Indonesia yang telah melakukan kerjasama perdagangan baik yang bersifat bilateral, regional
maupun internasional. Meskipun keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerjasama
perdagangan tersebut memberikan tantangan terhadap produk dalam negeri, tujuan dari
semua perjanjian tersebut adalah adanya dampak positif bagi perekonomian negara-negara
yang terlibat dan ekonomi Indonesia pada khususnya (Ibrahim Meily Ika Permata, Wahyu
Ari Wibowo, 2010: 24).
1
Harmonized Commodity Description and Coding System lebih dikenal sebagai Harmonized System (HS)
adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasi
produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO) beranggotakan
lebih dari 170 negara anggota dan berkantor di Brussels, Belgia.
Page 3
II. PEMBAHASAN
A. Liberalisasi Perdagangan
Page 4
Kaum liberal memusatkan perhatiannya pada dimensi ekonomi dari perdagangan. Mereka
yakin bahwa perdagangan punya dampak positif terhadap ekonomi karena transaksi barang dan
jasa itu mendorong efisiensi, menimbulkan “multiplier effect” pada ekonomi dan memperluas
lapangan kerja. Impor biasanya berarti memperbanyak pilihan barang yang bisa dibeli oleh
konsumen, seringkali dengan harga yang lebih murah dan mutu yang lebih baik daripada produk
lokal. Karena perdagangan memberi keuntungan pada yang terlibat dalam transaksi itu, ia juga
membantu meningkatkan integrasi ekonomi internasional, yang pada gilirannya bisa mendorong
perdamaian dunia melalui kerjasama ekonomi (Mochtar Maso’ed 1998: 5).
Dorongan utama adanya hubungan bilateral maupun blok-blok perdagangan bebas adalah
pembebasan tarif perdagangan antar negara-negara yang terlibat di dalam kerjasama tersebut.
Implementasi FTA didahului oleh preferential trading arrangements (PTA) antar negara-negara
yang terlibat yaitu paket kerjasama hubungan dagang antar negara yang bertujuan untuk
pengurangan tariff untuk sejumlah produk tertentu antar negara-negara yang menandatangani
kerjasama tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan dagang antar negara-
negara tersebut dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan negara melalui hubungan
perdagangan internasional (Kemp (1964); Vanek (1965)).
Ruang lingkup dari FTA tersebut adalah (a) liberalisasi perdagangan barang; (b)
liberalisasi perdagangan jasa; (c) liberalisasi investasi; dan (d) kerjasama dibidang ekonomi
lainnya (sektor pertanian, teknologi informasi dan komunikasi dan pengembangan sumber daya
manusia), serta peningkatan ketenagakerjaan. Substansi dari kedua liberalisasi perdagangan
barang tersebut adalah mengurangi /menghilangkan tarif bea masuk (Rahmi Agustiani dkk,
2013: 15).
Page 5
kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan dan kerjasama social
budaya (Zainuddin, 2008:126)
Hubungan bilateral antara China dan Indonesia terutama dalam bidang ekonomi saat ini
terus meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya nilai perdagangan kedua negara, yang
pada tahun 2008 mencapai US$ 31 miliar. Dalam lima tahun ke depan, Presiden Republik
Indonesia (RI) Bapak Susilo B. Yudhoyono memperkirakan nilai perdagangan Indonesia-China
akan mencapai US$ 50 miliar (Bappenas, 2012).
Sejak ACFTA diterapkan, jumlah perusahaan China yang menanamkan investasi di
Indonesia juga bertambah. Hingga akhir 2010 terdapat lebih dari seribu perusahaan China yang
tercatat di Indonesia, dengan investasi langsung mencapai 2,9 miliar dollar AS atau naik 31,7
persen dari tahun sebelumnya (Kompas, 2012) . Dan juga produk-produk China yang masuk ke
China juga menjadi sangat banyak dan bahkan membanjiri pasar lokal Indonesia. Dengan
harganya yang relatif murah dan juga dari segi kualitas juga tidak kalah berbeda dengan barang-
barang bermerek lainnya, membuat produk China diserbu oleh konsumen Indonesia yang rata-
rata dalam memilih suatu produk dilihat dari harganya yang terjangkau terlebih dahulu.
Berbagai produk nasional yang terancam akan membanjirnya produk China antara lain dalam
bidang: tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronika, ban, furnitur, industri permesinan,
mainan anak-anak, serta otomotif (Antaranews, 2012). Dan akan masih banyak lagi produk-
produk dari China yang akan membanjiri pasar Indonesia juga pemerintah tidak segera
mengantisipasinya, dikarenakan Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial yang berada
di kawasan Asia Tenggara, masyarakat Indonesia sudah terbiasa menjadi masyarakat yang
konsumtif, yang hanya memikirkan untuk memilih barang semurah mungkin untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Mengacu pada kondisi tersebut, secara tidak langsung menunjukan bahwa pasar lokal
Indonesia terancam oleh keberadaan dari produk-produk China yang terlihat melalui tingginya
angka impor Indonesia. Kenyataan ini dianggap oleh para pengusaha lokal Indonesia sebagai
suatu bentuk „ancaman‟ bagi keberlangsungan produksi dalam negeri
(www.majalahtopik.co.id).
Dengan banyaknya saingan yang ada maka, ini perlu dijadikan perhatian yang
serius bagi pemerintah Indonesia yang dimana Indonesia sebagai negara berkembang harus bisa
untuk mengolah atau memilih ekspor dengan pendapatan yang cukup besar, jangan hanya bisa
Page 6
mengekspor barang mentah saja, atau hasil bumi saja, paling tidak Indonesia harus sudah bisa
mengekspor barang setengah jadi bahkan barang yang sudah jadi, sehingga pendapatan untuk
negara juga semakin bertambah besar.
Page 7
tidak serta merta dapat dirasakan oleh suatu negara, ada masa transisi dimana liberalisasi tidak
memiliki dampak positif terhadap keduanya.
Mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berimplikasi pada penciptaan lapangan
pekerjaan telah menjadi orientasi utama pembangunan di semua negara. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berlanjut adalah kondisi yang harus tercipta untuk implementasi segala
kebijakan ketenagakerjaan yang berorientasi pada peningkatan kesempatan kerja yang layak dan
produktif bagi rakyat. Memiliki pekerjaan yang layak dapat membebaskan rakyat dari jeratan
kemiskinan.
Page 8
Dampak pengurangan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan kesempatan kerja dari penerapan liberalisasi perdagangan ini menjadi pelajaran dan
informasi penting sebagai bahan dalam kebijakan hubungan internasional yang terkait dengan
migrasi tenaga kerja, terutama di Sektor Jasa. Liberalisasi Perdagangan antara Indonesia dan
China berdampak besar pada Sektor Jasa, berupa penurunan kesempatan kerja yang paling besar
dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Kesepakatan liberalisasi perdagangan di Sektor Jasa
(trade in services) akan memiliki kemungkinan potensi pengurangan kesempatan kerja yang
lebih besar dibandingkan dengan penerapan liberalisasi perdagangan komoditas. Oleh karena itu,
bagi Indonesia perlu mengkaji lebih mendalam sebelum menyepakati skema liberalisasi
perdagangan jasa dengan negara manapun, jangan sampai pasar kerja Indonesia dipenuhi tenaga
kerja asing di semua sektor dan semua jabatan yang mengurangi kesempatan kerja bagi tenaga
kerja Indonesia sendiri dan lebih jauh, jumlah tenaga kerja Indonesia lebih banyak menjadi
penganggur daripada bekerja di negeri sendiri .
Dalam masalah ketenagakerjaan di mana produksi dalam negeri kurang kompeteitif
disebabkan karena kurangnya kreatifitas, orang-orang kreatifitas Indonesia yang dapat
memberikan kontribusi dalam negeri melakukan hidjra ke Negara lain, hal itu disebut Brain
Drain atau Human Capital Flight. Brain Drain atau Human Capital Flight adalah keadaan di
suatu negara yang mengalami migrasi kaum intelektual ke luar negeri. Fenomena Brain Drain
pertama kali diperkenalkan oleh Royal Society untuk menggambarkan fenomena migrasi kaum
teknokrat Inggris ke Amerika Utara pada era tahun 1950an. Saat ini, China, India, Pakistan, dan
Iran terkenal sebagai negara pengekspor kaum intelektual ke negara – negara maju di AS
maupun Eropa Barat. Tulisan ini akan mengulas lebih lanjut dampak dari Brain Drain dan cara
penanggulangnya (Jurnal Phobia International Relations, 2012). Dilema brain drain di Indonesia
berasal dari tiga hal utama. Pertama, tingkat angkatan kerja Indonesia yang masih sangat rendah.
Pada tahun 2005, dari 107 juta angkatan kerja Indonesia, persentase lulusan S1, D3, dan D1
secara berturut-turut hanya sebesar 3,13%, 1,26%, dan 1,03%. Untuk lulusan SMP dan SMA
masing-masing sebesar 19,55% dan 18,8%. Sedangkan untuk mereka yang tamat maupun tidak
tamat Sekolah Dasar (SD) masing-masing sebesar 37,3%. Hal ini diperparah oleh jumlah angka
putus sekolah yang demikian besarnya, yaitu mencapai 334.000 siswa setiap tahunnya. Ini belum
termasuk sekitar 14,6 juta penduduk Indonesia yang masih buta aksara untuk golongan umur 15
tahun ke atas (International Organization for Migration (IOM), 2012).
Page 9
III. KESIMPULAN
Hubungan dagang internasional telah lama dilakukan oleh setiap negara di dunia,
apakah berbentuk hubungan dua negara (bilateral) atau antar negara dalam satu kawasan
(regional) atau antar negara sedunia (multilateral). Dalam setiap hubungan dagang, setiap
negara ingin mendapatkan manfaat ekonomi. Liberalisasi perdagangan internasional
adalah salah satu jawaban untuk meningkatkan manfaat pada negara-negara yang terlibat
di dalam hubungan dagang tersebut. Bentuk liberalisasi perdagangan yang paling umum
terjadi adalah pengurangan tarif. Yang paling nyata dari manfaat atas pengurangan tariff
adalah biaya ekspor atau impor yang berkurang antar kedua belah pihak karena tarif
berimplikasi pada pengenaan biaya untuk aktivitas ekspor dan impor antar negara-negara
yang terlibat.
DAFTAR PUSTAKA
Page 10
Brownsell, Lizz., Allen and Overy. “Bilateral and Regional Trade Agreements.”
Advocates for International Development (2012): 1-11.
Kemp, Murray, C.: The Pure Theory of International Trade. Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, N.J., 176-177. 1964
Krueger, Anne O. Trade creation and Trade Diversion under NAFTA. National Bureau
of Economic Research, WP 7429, 1999.
Page 11
Levinsohn, J. Employment responses to international liberalization in Chile.Journal of
International Economies 47: 321-344. (1999)
Ravenga, A.. Employment and wage effects of trade liberalization: The case of
Mexican manufacturing.World Bank, Washington, DC. 1994
Torres, R.. Towards a socially sustainable world economy: An analysis of the social
pillars of globalization.International Labour Office, Geneva. 2001
Suryanta, Barli. Ekonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta: Balai Pustaka, 2012.
Djafar, Zainuddin, Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif
Asia Ekonomi-Politik, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008.
Website:
http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-management-
foundation/terminology/migration-typologies/
http://jurnalphobia.blogspot.com/2012/04/sejauhmana-migrasi-internasional.html
http://www.wikipedia.com
Page 12
http://www.politik.kompasiana.com
http://www.bappenas.go.id/node/116/2468/hubungan-bilateral-indonesia---china-terus-
meningkat-/.m Artikel yang diakses pada tanggal 2 April 2012
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/13/07372828/ACFTA.Bisa.Menguntung
kan. Artikel yang diakses pada tanggal 1 April 2012
http://www.antaranews.com/berita/268898/indonesia-bisa-perluas-pasar-ekspor-
china.Artikel yang diakses pada tanggal 1 April 2012
Page 13