Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/310432251

DINAMIKA HARA KALIUM DAN PENGELOLAANNYA DI PERKEBUNAN KARET

Article  in  Warta Perkaretan · October 2015


DOI: 10.22302/ppk.wp.v34i2.260

CITATIONS READS

3 8,293

1 author:

Priyo Adi Nugroho


Indonesian Rubber Research Institute
17 PUBLICATIONS   15 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Priyo Adi Nugroho on 22 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

DINAMIKA HARA KALIUM DAN PENGELOLAANNYA DI PERKEBUNAN KARET

Potassium dynamics and its management in rubber plantation

Priyo Adi Nugroho


Balai Penelitian Sungei Putih PO BOX 1415, Medan 20001;
Telp. (061)7980045; Fax. (061)7980046;
e-mail : priyo_adhie@yahoo.com

Diterima tanggal 11 Februari 2015/Direvisi tanggal 10 Juni 2015/Disetujui tanggal 1 Agustus 2015

Abstrak pengolahan tanah dan penanaman LCC


sebagai bahan organik dan pencegah erosi.
Kalium merupakan salah satu hara penting
pada tanaman karet. Defisiensi kalium akan Kata kunci: Hevea brasiliensis, dinamika hara,
menyebabkan lemahnya jaringan batang dan kalium
meningkatkan kerusakan tanaman oleh
bakteri, jamur, serangga, nematoda dan virus. Abstract
Kalium berperan dalam regenerasi kulit pada
bidang sadap, kestabilan lateks, mengatur One of the essential nutrientsfor rubber plant is
keseimbangan magnesium (Mg) meningkatkan potassium. Its deficiency could be weaken stem tissues
produksi dan meningkatkan ketahanan and to increase damage by bacteria, fungi, insects,
terhadap penyakit. Dalam kaitannya dengan nematodes, and viruses. Potassium plays roles in bark
kekeringan, aktivitas stomata dan laju regeneration at tapping panel, latex stability, to
transpirasi tanaman karet dengan kalium yang manage magnesium (Mg) balancing yield increasing
cukup akan menur un seiring dengan and the plant resistance to disease. In relation to
meningkatnya stres kelembaban tanah. Kalium drought, the activity of stomata and the rate of
juga berperan dalam meningkatkan ketahanan transpiration of rubber plant in sufficient potassium
terhadap penyakit. Kalium dalam ekosistem will be decrease with increasing soil moisture stress.
kebun karet merupakan suatu daur/siklus yang The potassium have a role in increasing to disease
terbuka. Sumber hara utama kalium adalah resistance. Nutrient potassium cycle in a rubber
pelarutan mineral, dekomposisi bahan organik, plantation was an open system. The source of its
air hujan, pencucian kanopi dan pemupukan. nutrient through mineral dissolution, organic
Sebaliknya hara kalium yang berada di dalam materials decomposition, rainwater, leaches out of
tanah sebagian terimmobilisasi di dalam canopy and fertilization. Otherwise potassium in the
jaringan tanaman karet dalam bentuk kayu soil has been immobilized partially in the plant tissue
maupun diserap oleh tanaman kacangan to becometimber, and the remainingwas absorbed by
penutup tanah (LCC). Erosidan pemanenan cover crops (LCC). The main losses of nutrient could
merupakan penyebab utama kehilangan hara. be occur through by soil erosion and latex harvesting.
Di Indonesia tanaman karet umumnya Generally, rubber plant in Indonesia were cultivated
dibudidayakan pada tanah-tanah masam in acidic soils as special in ordo Inceptisol, Ultisol and
terutama yang tergolong ke dalam ordo Oxisol. Inherently those soil types have poor soil
Inceptisol, Ultisol dan Oxisol. Secara inheren fertility including poor of potassium content. Some
tanah tersebut memiliki tingkat kesuburan technologies have been applied by the rubber planters
tanah yang kurang baik termasuk kandungan to manage soil fertility were through pottassium
Kalium yang rendah. Beberapa teknologi telah fertilization, used of additive (slow release agent) for
diterapkan oleh pekebun karet dalam the effectiveness of fertilization, tillage and planting
mengelola kesuburan tanah yaitu melalui LCC as organic material and prevented erosion.
pemupukan kalium, penggunaan zat aditif
(slow release agent) untuk efektifitas pemupukan, Keywords: Hevea brasiliensis, nutrient dynamics,
potassium

89
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

Pendahuluan Kalium merupakan topik yang cukup


menarik untuk dikaji, paper ini bertujuan
Tanah merupakan suatu sistem yang salah untuk memberikan informasi mengenai
satunya berfungsi sebagai media tumbuh dinamika kalium dalam tanah dalam
tanaman. Tanah mengandung berbagai jenis kaitannya dengan peningkatan efisensi dan
unsur hara penting yang dibutuhkan oleh efektivitas pemupukan tanaman karet di
tanaman. Beberapa jenis tanaman memiliki Indonesia.
kebutuhan hara yang berbeda-beda tergantung
dari sistem metabolismenya masing-masing. Peranan dan Gejala Defisiensi Kalium pada
Kalium atau Potassium (K) adalah hara Tanaman Karet
penting yang sangat dibutuhkan tanaman.
Penyerapan kalium oleh tanaman tergolong Kalium sangat diperlukan oleh tanaman
tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur karet terutama untuk pertumbuhan tanaman
lainnya. Keberadaan kalium pada beberapa belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman
jenis tanah berkisar 0,5-2,5%. Umumnya menghasilkan (TM). Kalium berperan dalam
kandungan total kalium yang lebih rendah regenerasi kulit pada bidang sadapan yang
terdapat pada tanah bertekstur kasar (coarse- pada gilirannya akan memberikan respon
texture) yang berasal dari batuan pasir atau positif terhadap produksi. Disamping itu
kuarsa, sebaliknya kandungan kalium akan kalium juga berperan dalam kestabilan lateks
lebih tinggi pada tanah yang bertekstur halus dan pengaturan keseimbangan kelebihan
yang terbentuk dari batuan dengan kandungan magnesium (Mg) melalui mekanisme
mineral K yang tinggi (Havlin et al.,1999; penghambatan penyerapan (Jalil bin Haji
Rosemarkam & Yuwono, 2002). Yusoff, 1988).
Para ahli kesuburan tanah sepakat bahwa Samarapuli et al. (1993), melaporkan bahwa
kandungan kalium dalam jaringan tanaman terdapat keterkaitan antara jumlah kalium dan
sangat penting dan dibutuhkan dalam ketahanan terhadap kekeringan pada tanaman
beberapa proses penting biokimia dan fisiologi karet. Konduktansi stomata (stomatal
yang mempengaruhi produktivitas tanaman conductance) dan laju transpirasi pada tanaman
secara langsung. Havlin et al. (1999); Krishna karet yang mengandung kalium cukup akan
(2002)menguraikan bahwa kalium menurun seiring dengan meningkatnya stres
mempunyai beberapa peranan diantaranya : 1) kelembaban tanah. Pada penurunan kapasitas
pengaktivasi enzim (enzyme activation); 2) lapang 10% dan 30% ketiadaan unsur kalium
berhubungan dengan aktivitas air (water (tanpa pemupukan) akan menyebabkan
relations); 3) berhubungan dengan aktivitas aktivitas stomata menjadi lebih tinggi
energi (energy relations); 4) mempengaruhi dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk
translokasi asimilat. sesuai dosis rekomendasi (Gambar 1).

Konduktansi stomata K0 = Tanpa pemupukan


K1 = 1x dosis pemupukan
K2 = 2x dosis pemupukan
M0 = 10% kapasitas lapang
M1 = 30% kapasitas lapang
M2 = 50% kapasitas lapang

Kelembaban tanah
Sumber : Samarapuli et al., 1993
Gambar 1. Respon tanaman karet terhadap pemupukan K dan kadar air tanah

90
Dinamika hara kalium dan pengelolaannya di perkebunan karet

Tanaman karet dengan kandungan kalium hara kalium pada daun dan ketahanan tajuk
yang cukup akan lebih mudah untuk menutup tanaman (daun tidak mudah gugur) terhadap
stomata dan mengurangi transpirasi serangan penyakit daun Corynespora. Tanaman
dibandingkan tanaman yang kekurangan K dengan status hara kalium di atas normal (>0)
pada saat mengalami kekeringan. memperlihatkan kondisi tajuk yang lebih baik,
Kalium juga berperan dalam meningkatkan dan tidak terserang penyakit dibandingkan
ketahanan tanaman karet terhadap serangan dengan tanaman dengan status hara daun di
penyakit daun. Hasil kajian yang dilakukan bawah normal (<0). Asosiasi antara status hara
oleh Thomas et al. (2003) di perkebunan karet daun dengan kondisi tajuk disajikan pada
di wilayah Sumatera Bagian Selatan Tabel 1. Menurut Samarapulli et al. (1993),
menunjukkan ada keterkaitan antara status Situmorang dan Sihombing (1995) dan

Tabel 1. Asosiasi status hara daun tanaman karet dengan kondisi tajuk
Tahun Kandungan Status
Harkat Kondisi
Kebun tanam hara daun hara
hara daun tajuk
(umur) (%) daun
A 93 (10 th) 1,71-1,80 +4 Sangat tinggi Baik
94 (9 th) >1,80 +5 Sangat tinggi Baik
B 95 (8 th) 1,01-1,10 -3 Rendah Meranggas
96 (7 th) 0,90-1,00 -4 Sangat rendah Maranggas
C 92 (11 th) 1,21-1,30 -1 Agak rendah Meranggas
93 (10 th) 1,21-1,30 -1 Agak rendah Maranggas
94 (9 th) 1,01-1,10 -3 Rendah Meranggas
D 92 (11 th) 1,21-1,30 -1 Agak rendah Meranggas
94 (9 th) 0,90-1,00 -4 Sangat rendah Maranggas
96 (7 th) 0,90-1,00 -4 Sangat rendah Meranggas
E 92 (11 th) 1,41-1,50 +1 Agak tinggi Baik
93C (10 th) 1,41-1,50 +1 Agak tinggi Baik
93C (10 th) 1,31-1,40 0 Normal Meranggas
F 95B (8 th) 1,01-1,10 -3 Rendah Meranggas
96 (7 th) 1,31-1,40 0 Normal Meranggas
95 (8 th) 1,01-1,10 -3 Rendah Baik

Sumber : Thomas et al. (2003)

Thomas et al. (2003) terdapat tiga mekanisme jaringan tanaman. Pada kondisi defisiensi K
ketahanan mekanik tanaman terhadap mekanisme ketahanan tersebut terganggu
serangan penyakit sebagai konsekuensi dari sehingga akan memudahkan penetrasi patogen
kecukupan hara kalium yaitu: (1) mengurangi (jamur, bakteri atau virus). Hasil percobaan
penetrasi penyakit melalui stomata, (2) lain yang dilakukan oleh Aminudin et al.
meningkatkan luas daun sehingga fotosintesis (2006) menunjukkan adanya korelasi antara
menjadi lebih baik, (3) meningkatkan dosis K yang meningkat dengan penurunan
ketebalan e pider mis sehingga dapat intensitas serangan penyakit daun Corynespora
menghalangi penetrasi patogen ke dalam pada tanaman karet dalam polibeg (Tabel 2).

91
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

Tabel 2. Penurunan intensitas serangan penyakit gugur daun


Corynespora pada berbagai aras pemupukan

Dosis pupuk K Intensitas serangan (%)


(g/tanaman)
3,0 28,24a
2,5 37,85ab
2,0 41,66b
1,5 50,00b
1,0 52,22b
0 53,89b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Sumber : Thomas et al. (2003)

Ke c u k u p a n k a l i u m d i d u g a j u g a terus menerus, nekrosis ini akan menjadi


memberikan pengaruh terhadap rapuh jaringan yang kering dan mati sehingga daun
tidaknya batang tanaman karet walaupun akan berlubang (Gambar 2). Kekurangan
belum terdapat data yang pasti mengenai kalium juga dapat meningkatkan kerusakan
korelasi antara keduanya. Hal tersebut didasari tanaman yang disebabkan oleh bakteri, jamur,
oleh hasil-hasil penelitian pada komoditas serangga, nematoda dan virus. Gejala lain
lainnya sehingga kemungkinan terdapat yang ditimbulkan oleh defisiensi kalium
korelasi antara kecukupan kalium dengan adalah lemahnya jaringan batang sehingga
batang yang tidak mudah patah. mudah rebah/patah yang disebabkan oleh
Apabila tanaman mengalami defisiensi turgor tanaman yang berkurang. Beberapa
kalium, gejala-gejalanya akan terlihat tanaman justru tidak menampakkan gejala
terutama pada bagian daun. Setiap tanaman defisiensi kalium tetapi mengalami penurunan
memiliki gejala visual yang hampir sama yaitu produksi, yaitu kondisi yang lebih dikenal
ujung daun dan pinggiran daun menguning. dengan istilah “Hidden hungry” atau lapar
Beberapa tanaman memperlihatkan gejala tersembunyi (Havlin et al., 1999; Rosemarkam
adanya noda-noda berwarna kuning (yellow & Yuwono, 2002).
spot) atau coklat. Jika defisiensi berlangsung

Gambar 2. Gejala defisensi kalium pada daun karet(nekrosis dan yellow spot)

92
Dinamika hara kalium dan pengelolaannya di perkebunan karet

Dinamika Hara Kalium di Perkebunan Karet dalam bahan organik dan dalam populasi
mikroba. Kalium dari sumber ini menyediakan
Pada suatu ekosistem tanaman, kebutuhan sedikit sekali hara kalium dari kebutuhan
dan ketersediaan hara merupakan faktor yang pertumbuhan tanaman. Namun kalium yang
sangat esensial. Berbeda dengan ekosistem berasal dari dekomposisi bahan organik, baik
hutan, dalam ekosistem tanaman budidaya dari sisa tumbuhan maupun hewan, lebih
terjadi perputaran hara yang terbuka dimana cepat tersedia dibandingkan kalium yang
unsur-unsur hara dapat keluar (dalam bentuk berasal dari pelarutan mineral (Rosemarkam
panen) dan penambahan hara yang terjadi & Yuwono, 2002; Mc Afee, 2008).
secara alamiah lebih sedikit jumlahnya Air hujan mer upakan salah satu
dibandingkan hara yang dikeluarkan sehingga penyumbang/penambah unsur hara ke dalam
diperlukan input dari luar ke dalam sistem. tanah walaupun dalam jumlah yang sangat
Perputaran penambahan dan pengeluaran sedikit. Penelitian terdahulu terhadap curah
hara lebih dikenal dengan siklus atau daur hujan yang terjadi selama tiga tahun
hara. Siklus hara terjadi pada setiap unsur hara menyebutkan bahwa jumlah hara
di dalam tanah, tidak terkecuali kalium. Pada (kg/ha/tahun) yang terbawa oleh air hujan
prinsipnya siklus hara kalium yang terjadi adalah nitrogen 8,7-19,0, fosfor 0,2-1,0,
pada berbagai ekosistem lahan adalah sama, kalium 2,8-5,4, kalsium 6,5-24,0 magnesium
namun dalam tulisan ini akan lebih difokuskan 2,9-6,1 dan natrium 14,0-51,0; (Allen et al.,
pada daur yang terjadi dalam ekosistem 1968). Pada curah hujan 2.450 mm/tahun
perkebunan karet. Pusparajah (1979) melaporkan bahwa jumlah
rata-rata hara N,P,K dan Mg yang
Sumber dan Penambahan Hara Kalium dikembalikan ke dalam tanah berturut-turut
sebesar 10, 0,5, 20 dan 1,5 kg/ha/th.
Sumber hara utama kalium dalam tanah Pencucian (leaching) kanopi tanaman karet
adalah pelapukan batuan yang mengandung juga merupakan penyumbang hara ke dalam
unsur basa terutama kalium. Proses tersebut tanah. Penelitian Adedeji & Gbadegesin
melarutkan mineral yang mengandung K dan (2012) pada tanaman karet yang berumur 15
selanjutnya dilepaskan ke dalam tanah. Pada dan 40 tahun di daerah dengan jumlah curah
umumnya tanah memiliki kadar K total yang hujan 1.500-1.750 mm/tahun menunjukkan
tinggi. Terdapat empat sumber kalium di adanya peningkatan unsur hara dari air hujan
dalam tanah, jumlah yang terbesar (90-98%) yang telah melewati kanopi daun karet (Tabel
berasal dari beberapa jenis mineral seperti 3), dan besarnya hara yang tercuci sangat
biotit, ortoklas, feldspar, muskovit dan mika, dipengaruhi oleh jumlah kanopi tanaman
yang tersedia dengan lambat. Mineral-mineral karet.
tersebut akan menjadi sumber K dalam jangka Secara fisiologis, tanaman karet dewasa
panjang. Sumber kalium berikutnya adalah selalu menggugurkan daun secara periodik
kalium tidak tertukar (non exchangable kalium) setiap tahunnya. Penambahan kalium juga
yang berkisar 1-10%, dan berasosiasi dengan dapat terjadi melalui guguran daun, ranting
mineral klei tipe 2:1. Kalium non exchangeable dan buah karet. Medrado et al. (1991) dalam
adalah kalium cadangan (reserved potassium) Murbach et al. (2003) menyatakan bahwa
dalam tanah. Sumber yang ketiga (1-2%) sering jumlah buah/biji karet dan daun yang
disebut sebagai kalium yang dapat ditukar digugurkan pada perkebunan karet di Brazil
(exchangeable potassium) atau kalium tersedia, setiap tahunnya berturut-turut sebesar 160 dan
dan ditemukan pada kompleks pertukaran 5.700 kg/ha, dengan jumlah kalium yang
kation dalam larutan tanah. Kalium dalam dikembalikan sebesar 15 kg/ha. Hasil
larutan tanah siap untuk diserap oleh sistem penelitian dari beberapa negara menunjukkan
perakaran dan kemudian digantikan oleh bahwa jumlah kalium yang dikembalikan ke
kalium dalam kompleks pertukaran. Sumber dalam tanah berbeda-beda (Tabel 4).
yang keempat adalah kalium yang terkandung

93
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

Tabel 3. Besarnya hara yang dikembalikan melalui pencucian daun karet

Jenis tetesan Hara tercuci (kg/ha/th)


hujan Musim Ca++ Mg++ K+ Na+
Tidak melalui Kering 0,83 0,16 0,28 0,15
kanopi Basah 9,95 1,52 1,85 3,32
Total 10,78 1,68 2,13 3,47
Melalui kanopi Kering 0,92 0,15 3,78 0,15
tanaman karet Basah 21,73 3,49 32,50 3,02
umur 40 tahun Total 22,65 3,64 36,30 3,17
Melalui kanopi Kering 1,56 0,29 3,31 0,27
tanaman karet Basah 26,83 4,20 35,60 3,28
umur 15 tahun Total 28,39 4,49 38,90 3,54
Sumber : Adedeji & Gbadegesin (2012)

Tabel 4. Jumlah guguran daun dan kalium yang dikembalikan ke dalam tanah
Jumlah
Pengembalian Ekivalen
guguran daun
Hasil penelitian K pupuk KCl
karet
kg/ha
Shorrock (1965) 742-1.481 10-20* 20-40
Murbach (2003) 1.707 1,9 3,8
Siregar (2008) 1.074 14,5* 29
*) Asumsi status hara kalium pada kondisi normal (1,35%)

Penambahan kalium ke dalam tanah selain tanaman maka hara yang terimmobilisasi
secara alamiah juga terjadi akibat dari aktivitas harus mengalami proses dekomposisi yang
manusia yaitu melalui pemupukan. Dalam akan mengembalikan hara tersebut ke dalam
budidaya tanaman karet KCl atau MoP tanah. Nugroho et al. (2006) melaporkan
mer upakan jenis pupuk yang paling b a h wa b e s a r n ya p o t e n s i h a r a ya n g
lazim/umum digunakan diantara jenis pupuk dikembalikan oleh LCC ke dalam tanah dari
kalium lainnya. bagian shoot cukup tinggi dan sangat
dipengaruhi oleh jumlah biomassa, umur dan
Immobilisasi Hara Kalium macam LCC. Potensi hara kalium yang dapat
dikembalikan dari shoot berbagai jenis LCC
Hara kalium yang berada di dalam tanah dan ekivalennya terhadap pupuk KCl pada
sebagian terimmobilisasi di dalam jaringan berbagai jenis penutup tanah umur 3 tahun
tanaman karet dalam bentuk kayu maupun disajikan pada Tabel 5.
diserap oleh tanaman kacangan penutup tanah Selain oleh LCC, jumlah terbesar hara K
(LCC). Immobilisasi adalah perubahan unsur yang terimmobilisasi adalah pada jaringan
hara dari bentuk anorganik menjadi bentuk tanaman karet terutama kayu. Besarnya K
organik hara yang ditandai dengan C/N rasio yang terimmobilisasi berbanding lurus dengan
yang tinggi. Agar dapat digunakan oleh umur dan fase pertumbuhan tanaman (TBM

94
Dinamika hara kalium dan pengelolaannya di perkebunan karet

Tabel 5. Potensi pengembalian hara oleh shoot berbagai LCC umur 3 tahun
Hara yang Ekivalen pupuk
No Jenis LCC dikembalikan (kg/ha) (kg/ha)
K2 O KCl
1. M. bracteata 72,5 120,8
2. Serelium/CC 37,1 61,8
3. LCC campuran 19,1 32,7
4. P.conjugatum 12,4 20,7
Sumber : Nugroho et al. (2006)

atau TM). Jenis klon karet (penghasil kayu Drainase Hara Kalium
atau penghasil lateks) juga turut bepengaruh.
Tanaman yang berumur satu tahun setelah Dalam dinamika hara di perkebunan karet
tanam telah mengimmobilisasi sebanyak 7-8 kejadian erosi tanah dan terangkut bersama
kg kalium setiap hektarnya atau setara dengan produksi (lateks dan lump) merupakan
10-11 kg KCl, sedangkan pada umur 33 tahun penyebab utama kehilangan hara atau
setelah masa siklus berakhir sebanyak 1,2-1,8 drainase hara kalium. Pada areal perkebunan
ton kalium atau setara dengan 1,7-2,6 ton KCl yang terletak di daerah berlereng tanpa
telah terimmobilisasi (Tabel 6). Apabila pada tindakan konservasi, erosi yang terjadi dapat
saat peremajaan kayu karet diangkut ke luar mengakibatkan kehilangan kalium yang cukup
areal dan digunakan untuk berbagai keperluan besar dalam jangka panjang. Siregar et al.
maka pekebun har us mengembalikan (1983) telah melakukan penelitian di Sumatera
sejumlah hara K yang sama untuk Utara pada tanaman karet belum
mempertahankan kesuburan tanah. Besarnya menghasilkan yang berumur satu tahun
hara kalium yang terimmobilisasi pada kayu dengan jenis tanah ultisol dengan kemiringan
karet/pohon karet berdasarkan pengamatan lereng 20% dan curah hujan 2.322 mm/tahun
yang dilakukan oleh Puspharajah (1979) dan dengan hari hujan sebanyak 114 hari diperoleh
Samarapulli (2003) disajikan pada Tabel 6. fakta bahwa perkebunan karet yang

Tabel 6. Hara kalium yang terimmobilisasi pada kayu karet berbagai umur
Umur Puspharajah (1979) Samarapulli (2003)
tanaman Kalium Ekivalen pupuk Kalium Ekivalen
(tahun) terimmobilisasi KCl terimmobilisasi pupuk KCl
kg/ha
1 7 10 8 11
2 41 57 46 64
3 58 80 65 90
4 187 259 230 318
6 311 430 450 623
10 510 706 775 1.072
33 1.223 1.692 1.875 2.594
Sumber : Puspharajah (1979) dan Samarapulli (2003)

95
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

gawangannya ditanami penutup tanah Pengelolaan Hara Kalium


mengalami erosi yang lebih sedikit di Perkebunan Karet
dibandingkan dengan lahan tanpa penutup
tanah (Tabel 7). Besarnya erosi yang terjadi Di Indonesia tanaman karet umumnya
pada lahan tanpa ditanami penutup tanah dibudidayakan pada tanah-tanah masam
mencapai 84 ton dalam setahun dengan total terutama yang tergolong ke dalam ordo
kalium yang terkuras hingga 9,2 ton. Apabila inceptisol, ultisol dan oxisol. Tanah ultisol
dari data tersebut diasumsikan ketebalan top merupakan tanah dengan tingkat
soil 10-30 cm maka dalam kurun waktu 10-30 perkembangan yang cukup lanjut, umumnya
tahun top soil akan habis tererosi. bersolum dalam, memiliki horizon argilik
Sumber kehilangan hara lainnya adalah (kenaikan klei seiring dengan kedalaman
produksi, sebagaimana dalam beberapa tanah), pH tanah dan kejenuhan basa yang
penelitian menunjukkan bahwa tingkat rendah. Kandungan Aluminium dalam tanah
kehilangan hara akibat produksi berbeda-beda. yang tinggi berpotensi meracuni tanaman.
Di daerah Srilanka misalnya kehilangan hara Tanah ini juga miskin bahan organic dan
kalium berkisar 8-22 kg/ha/th (Samarapulli, kandungan hara terutama P dan kation-kation
2003), sedangkan di Brazil sekitar 5 dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar
kg/ha/tahun (Murbachet al., 2003). Rata-rata Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan
kehilangan hara kalium di perkebunan karet peka terhadap erosi (Sri Adiningsih &
Indonesia telah dikaji oleh Istianto (2006) Mulyadi, 1993).
dengan hasil tertera pada Tabel 8.

Tabel 7. Erosi dan kehilangan K pada lahan dengan berbagai jenis tanaman penutup tanah

Pengamatan selama 12 bulan

Penutup tanah Curah


Run off Tanah Kehilangan K*)
hujan
(%) tererosi (kg) (kg)
(mm)
Tanpa penutup tanah 2.322 5,94 84.080 9.249
Rumput alami 1,78 14.853 1.634
Mix (Cp, Cm dan Pj) 0,40 3.137 345
C. caerouleum 0,10 453 50
Sumber : Siregar et al. (1984), *) asumsi hara tanah normal (0,11%)

Tabel 8. Drainase hara akibat produksi


Tingkat Ekivalen pupuk
Hara K terdrainase
produktivitas KCl
(kg/ha)
(kg/ha) (kg/ha)
1.000 8,5 17,0
1.500 12,7 25,4
2.000 16,9 33,9
2.500 21,2 42,3
Sumber: Istianto, 2006 (diolah)

96
Dinamika hara kalium dan pengelolaannya di perkebunan karet

Sifat kimia tanah ini adalah kejenuhan basa perkebunan karet. Beberapa hasil penelitian
<35%, reaksi tanah masam hingga sangat menunjukkan bahwa pemupukan kalium
masam (pH 3,1-5,0), kecuali tanah Ultisol dari dapat memacu pertumbuhan dan
batu gamping yang mempunyai reaksi netral meningkatkan produksi karet berkisar 15-25%
hingga agak masam. Kapasitas tukar kation (Istianto et al., 2006). Hal yang sama juga
(KTK) pada tanah ultisol dari granit, sedimen, dilaporkan oleh Samara Puli (2003) bahwa
dan tufa tergolong rendah, berturut-turut pemupukan K dapat meningkatkan produksi
berkisar 2,90−7,50 cmol/kg, 6,11−13,68 lateks hingga 24%, meningkatkan
cmol/kg, dan 6,10−6,80 cmol/kg, sedangkan pertumbuhan lilit batang hingga 17%,
ultisol yang berasal dari bahan volkan mempercepat pemulihan kulit sadapan setebal
andesitik dan batu gamping tergolong tinggi 3 mm, memperlama aliran lateks yang semula
yaitu >17 cmol/kg (Prasetyo & Suriadikarta, 220 menit menjadi 235 menit dengan rata-rata
2006). Reaksi tanah dan KTK merupakan dua tetesan lateks yang semula 0,75 ml menjadi
sifat kimia tanah yang paling menentukan 0,88 ml/tetes.
ketersediaan hara bagi tanaman. Akumulasi Pentingnya unsur K pada tanaman karet
klei pada lapisan di bawahnya (argilik) telah mendorong beberapa perkebunan untuk
seringkali menurunkan resapan air ke dalam melakukan pemupukan KCl sejak masa TBM.
tanah dan meningkatkan nilai erodibilitas Jumlah kalium yang diberikan berbeda-beda
tanah sehingga potensi erosi oleh aliran tergantung dari tingkat kesuburan tanah
permukaan (run off) juga akan meningkat. (ketersediaan kalium) dimasing-masing
Akibatnya top soil akan terkikis yang kebun. Dosis pemupukan di beberapa
selanjutnya akan menurunkan kesuburan perkebunan di Sumatera Utara berdasarkan
tanah. Untuk mengatasi kendala di atas hasil pengamatan disajikan pada Tabel 9.
beberapa teknologi telah diterapkan oleh Tidak hanya pada masa TBM , pemupukan
pekebun karet yaitu melalui pemupukan pada tanaman karet TM juga menjadi prioritas
kalium, penggunaan zat aditif (slow release untuk mempertahankan ketersediaan kalium
agent) untuk efektifitas pemupukan dan di dalam tanah yang terdrainase oleh produksi.
penanaman LCC sebagai bahan organik dan Pemupukan KCl pada tanaman karet
pencegah erosi. menghasilkan berkisar 150-350 g/ph/th
tergantung dari umur tanaman dan
Pemupukan Kalium produktivitas. Hoong (2004) melaporkan
bahwa pemberian pupuk kalium dengan dosis
Pemupukan adalah salah satu cara yang 350 g/ph dan 700 g/ph dapat meningkatkan
paling mudah dan cukup efektif untuk produktivitas sebesar 3-15% (Gambar 3).
meningkatkan ketersediaan kalium di lahan

Tabel 9. Dosis kalium untuk TBM karet pada


beberapa kebun di Sumatera Utara

Dosis KCl (g/ph)


Umur
Kebun Kebun Kebun
(tahun ke-n)
X Y Z
1 50 175 10
2 75 225 65
3 150 225 240
4 50 250 254
5 150 250 429

97
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

Gambar 3. Respon produksi tanaman karet terhadap pemupukan kalium

Penggunaan Bahan Aditif penyerapan hara oleh tanaman menjadi lebih


hemat, efektif dan efisien. Setelah diaktifkan
Dalam pengelolaan tanah masam seperti dengan zat kimia tertentu KTK zeolit dapat
ultisol, peningkatan KTK tanah adalah sangat meningkat hingga 193,478 meq/100 g dari
penting, dilihat dari kepentingannya dalam KTK awal yang hanya 43,48 meq/100 g. Zeolit
aplikasi pemupukan dan mengontrol adalah mineral tiga dimensi yang bermuatan
pengikatan hara (ter utama yang negatif dan memiliki rongga yang dapat terisi
kandungannya rendah di dalam tanah) serta oleh kation-kation (K+, Mg++, NH4+) yang
kehilangan hara akibat pencucian dan berasal dari pemupukan sehingga
penyerapan oleh tanaman (Tan, 2008). Zeolit memungkinkan terjadinya pertukaran ion
dan asam humat merupakan bahan aditif (slow kelarutan tanah. Permukaan pori-pori zeolit
release agent) dalam pembuatan pupuk yang bermuatan negatif sehingga akanmengikat
dapat mengurangi kelarutan pupuk yang unsur hara dan mengurangi pencucian hara
+
sangat cepat. Zeolit merupakan mineral (misalnya K ) yang berasal dari pemupukan
dengan KTK yang tinggi sehingga dapat KCL.
mengontrol pelepasan hara pupuk. Asam humat (humic acid) merupakan
Di Indonesia zeolit merupakan salah satu ekstrak bahan organik yang memiliki fungsi
mineral alami dengan jumlah deposit sekitar yang sama dengan bahan organik yaitu
13.002.500 ton yang tersebar di Sumatera dan berperan dalam peningkatan serapan hara dan
Jawa. Sifat zeolit yang memiiliki kemampuan menyimpan air lebih lama di dalam tanah.
dalam menukar kation sering dimanfaatkan Sundiandi et al. (2010) menyebutkan bahwa
dalam perkebunan untuk mengontrol pertumbuhan tanaman karet TBM di PTP.
pelepasan ammonium dan kalium sehingga Nusantara III yang diaplikasi pupuk majemuk

Tabel 10. Respon TBM karet terhadap pupuk majemuk dengan zeolit dan asam humat
Lilit batang 12 bulan setelah tanam (cm)

Kebun Pupuk majemuk


Pupuk tunggal
(zeolit+asam humat)
Gunung Para 9,06 10,20
Bandar Betsy 10,03 7,88
Sungei Silau 6,80 9,44
Rantau Prapat 8,31 11,07
Rata-Rata 8,55 9,65
Sumber : Sundiandi et al. (2010)

98
Dinamika hara kalium dan pengelolaannya di perkebunan karet

yang mengandung asam humat dan zeolit sebenarnya memiliki fungsi utama sebagai
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pencegah erosi. Namun di sisi lain ternyata
dengan tanaman yang dipupuk dengan pupuk kacangan penutup tanah memberikan
tunggal (Tabel 10). kontribusi yang besar terhadap pengembalian
bahan organik ke dalam tanah yang pada
Pengolahan Tanah dan Penanaman gilirannya akan memperbaiki sifat fisika dan
Kacangan Penutup Tanah (LCC) kimia tanah. Kanopi tanaman kacangan yang
rapat juga dapat berperan sebagai pelindung
Dalam penyiapan lahan (land clearing) tanah dari benturan butir hujan sehingga dapat
untuk budidaya tanaman karet secara menurunkan erosivitas.
komersial, pengolahan tanah merupakan salah Tanaman LCC juga dapat berperan sebagai
satu tahapan wajib yang harus dilakukan. pemompa hara terutama pada tanah-tanah
Secara fisik pengolahan tanah bertujuan untuk yang tingkat perkolasi/infiltrasinya tinggi.
memecah bongkahan tanah menjadi lebih Perakaran tanaman kacangan yang cukup
kecil sehingga porositas tanah akan dalam mampu mengambil unsur hara
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan diantaranya kalium dari lapisan sub soil yang
tanah menjadi lebih gembur,mudah selanjutnya melalui mekanisme dekomposisi
meloloskan air/tidak tergenang dan aerasi seresah, hara tersebut akan dikembalikan ke
tanah menjadi lebih baik sehingga tercipta dalam tanah. Dengan adanya perakaran
media tumbuh yang mendukung kacangan maka unsur-unsur basa yang tadinya
perkembangan akar tanaman karet. Tanah rentan terhadap pencucian oleh air
yang sudah diolah akan menurunkan run off perkolasi/infiltrasi dapat diserap dan dapat
terutama pada tanah-tanah dengan kadar klei dimanfaatkan tanaman. Jenis tanaman
yang tinggi sehingga erosi permukaan yang kacangan yang saat ini banyak digunakan di
dapat menghanyutkan top soil yang perkebunan karet adalah Mucuna bracteata.
mengandung unsur hara dapat diminimalisir. Tanaman ini memiliki sifat pertumbuhan yang
Penanaman kacangan penutup tanah cepat sehingga dapat menghasilkan seresah

Shoot

Sumber : Nugroho et al. (2006)


Gambar 4. Potensi bahan organik (bobot kering) yang dihasilkan M. bracteata

99
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

yang tinggi (Gambar 4). Pada pengelolaan Tanaman penutup tanah memang memiliki
tanah-tanah masam bahan organik peranan yang tidak spontan terhadap
merupakan salah satu faktor penentu ketersediaan dan peningkatan ketersediaan
keberhasilan budidaya tanaman. kalium dalam tanah. Namun berdasarkan
Hasil penelitian pada areal tanaman uraian di atas, penggunaan LCC dalam jangka
semusim pada tanah ultisol menunjukkan panjang akan memperbaiki sifat fisik dan
bahwa penambahan bahan organik melalui kimia tanah yang pada saatnya akan
pengembalian seresah hasil panen maupun berpengaruh terhadap ketersediaan dan
dengan pemberian mulsa dapat meningkatkan peningkatan serapan K oleh tanaman.
pH tanah dan KTK serta menurunkan Kacangan penutup tanah di perkebunan karet
kejenuhan alumuninium (Nursyamsi et al., umumnya masih dapat bertahan sampai
1997), meningkatkan pori tanah, pori air dengan umur 4 tahun, dan akan mati seiring
tersedia, menurunkan kepadatan tanah, dengan berkembangnya tajuk tanaman akibat
menurunkan bobot isi dan meningkatkan tidak mendapatkan cahaya matahari. Dengan
porositas tanah (Adimihardja et al., 2000; adanya program pengaturan tajuk pada masa
Erfandi et al., 2001). Dengan meningkatnya TBM dan TM di beberapa perkebunan karet,
KTK tanah maka kemampuan untuk sangat dimungkinkan LCC dapat hidup lebih
mengikat ion-ion basa yang salah satunya dari 4 tahun (beberapa tahun setelah tanaman
kalium akan meningkat pula, dengan disadap) dikarenakan cukupnya jumlah
demikian kehilangan hara K yang disebabkan cahaya matahari yang dapat menembus
oleh pencucian dapat dihindari. Menurut gawangan tanaman karet (Gambar 5.).
Subowo et al., (1990), bahan organik yang telah Walaupun belum terdapat fakta penelitian
terdekomposisi akan terfraksionasi menjadi yang akurat mengenai pengaruh eksistensi
asam fulvat yang berkorelasi positif dan nyata LCC pada tanaman menghasilkan terhadap
dengan kadar jumlah ion yang tercuci dan p e n i n g k a t a n p r o d u k t iv i t a s t a n a m a n
asam humat yang berkorelasi negatif terhadap karet,tetapi diduga LCC telah memperbaiki
pencucian kation. dan mempertahankan kondisi mikroklimat di
sekitar pertanaman karet sehingga tercipta
keseimbangan ekologis antara tanaman karet
dan lingkungannya.

Gambar 5. Pengaturan tajuk yang memungkinkan LCC dapat hidup lebih lama

100
Dinamika hara kalium dan pengelolaannya di perkebunan karet

Kesimpulan Istianto. (2006). Daur hara di perkebunan karet


dan pemupukan tanaman karet
Keberadaan kalium pada ekosistem menggunakan pukalet. Warta Perkaretan, 25
perkebunan karet merupakan suatu siklus yang (1), 50-62.
terdiri atas penambahan, immobilisasi dan Istianto, H. Munthe, Nugroho, P.A., dan
pengurangan/drainase unsur hara. Yushar. (2006). Rekomendasi pemupukan
Pengelolaan hara kalium di perkebunan karet tanaman karet kebun-kebun PTP. Nusantara
diantaranya dilakukan dengan pengolahan III. Balai Penelitian Sungei Putih-Pusat
tanah dan penanaman LCC, pemupukan Penelitian Karet Indonesia.
kalium dan penggunaan bahan aditif yang Jalil bin Haji Yusoff. (1988). RRIM training
dapat meningkatkan ketersediaan hara kalium manual on soils, management of soils and
di dalam tanah. nutrition of Hevea. Rubber Research
Institute of Malaysia. Kuala lumpur. 211p.
Daftar Pustaka Khrisna, K.R. (2002). Soil fertility and crop
production. Science Publisher, Inc. UK.
Adedeji, O.H and Gbadegesin, A.S. (2012). Mc Afee, J. (2008). Potassium, a key nutrient
Base cation leaching from the canopy of a for plant growth. Department of Soil and
rubber (Hevea brasiliensis willd. Muell-arg) Crop Sciences: http://jimmcafee.tamu.edu
plantation at Ikenne, South West Nigeria. /files/potassium.
Ethiopian Journal of Environmental Studies Murbach, M. R., Boaretto, A.E., Muraoka, T.
and Management, 5(4), 384-390. Caxambu, E. and de Souza, A. (2003).
Adimihardja, A., Juarsah, I. dan Kurnia, U. Nutrient cycling in a RRIM 600 clone
(2000). Pengaruh penggunaan beberapa rubber plantation. Scientia Agricola. 60(2):
jenis dan takaran pupuk kandang terhadap 353-357.
produktivitas tanah ultisol terdegradasi Nugroho, P.A., Istianto, Siagian N. dan
desa Batin, Jambi, dalam Pros. In Seminar Karyudi. (2006). Potensi Mucuna bracteata
Nasional Reorientasi Pendayagunaan dalam pengembalian hara pada areal
Sumberdaya Tanah, Iklim, dan Pupuk. Buku II tanaman karet belum menghasilkan. Pros.
Bogor (pp. 6-8) Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman
Aminuddin, M.I., Damiri, N., dan Tambunan, Karet. Medan. h.125-139.
N.O. (2006). Pengaruh pupuk kalium Nursyamsi, D., Sri Adiningsih, J., Sholeh, dan
terhadap penyakit gugur daun Corynespora Adimihardja, A. (1997). Penggunaan
pada pembibitan karet. bahan organik untuk meningkatkan
Erfandi, D., Juarsah, I. dan Kurnia, U. (2001). efisiensi pupuk N pada Ultisol Sitiung,
Perbaikan sifat fisik tanah ultisol Jambi, Sumatera Barat. Pros. Kongres Nasional VI
melalui pengelolaan bahan organik dan HITI. Jakarta. h.319-330.
guludan. Pros.Seminar Nasional Reorientasi Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D.A. (2006).
Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim,
dan Pupuk, Cipayung. Karakteristik, potensi, dan teknologi
Havlin, J.L., Beaton, J.D., Tisdale, S.L., and pengelolaan tanah ultisol untuk
Nelson, W.L. (1999). Soil Fertility and pengembangan pertanian lahan kering di
th Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2),
Fertilizers. 6 Edition. Prentice Hall. Upper
39-46.
Saddle River, NJ.
Pusparajah, E. (1979). Nutrient cycle in rubber
Hoong, C.W. (2004). Manuring in rubber : re-
plantations. In RRIM training manual on soil,
evaluation based on case study. The Planter,
soil management and nutrition of Hevea.
80 (942), 551-560.
Rubber Research Institute of Malaysia.
Kuala Lumpur. 88-97p.

101
Warta Perkaretan 2015, 34 (2), 89-102

Rosemarkam, A. dan Yuwono, N.W. (2002). Shorrocks, V.M. (1965). Mineral nutrition:
Ilmu kesuburan tanah. Kanisius. growth and nutrient cycle of Hevea
S a m a r a p p u l i , L . , Yo g a r a t n a m , N. , brasiliensis: II- Nutrient cycle and fertilizer
Karunadasa, P., Mitrasena, U., and requirements. Journal of the Rubber Research
Hettiarachchi, R. (1993). Role of potassium Institute of Malaysia. 19 : 48-61.
on growth and water relations of rubber Sri Adiningsih, dan Mulyadi, J. (1993).
plants. Jl. Rubb. Res. Inst. Sri Lanka. 73: 37- Alter natif teknik rehabilitasi dan
57. pemanfaatan lahan alang-alang. Pros.
S a m a r a p p u l i , L . ( 2 0 0 3 ) . Po t a s s i u m Seminar Lahan Alang-alang, Bogor, h.29-
fertilization of rubber.Proceeding IPI-NFS 50.
International Workshop Importance of Potash Subowo, Subaga, J., dan Sudjadi, M. (1990).
Fertilizers for Sustainable Production of Pengar uh bahan organik terhadap
Plantation and Food Crops in Sri Lanka, 1-2 pencucian hara tanah Ultisol
December 2003. 87-98p. Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan
S.E. Allen, Carlisle, A., White, E. J., and Penelitian Tanah dan Pupuk. 9: 26-31.
Evans, C. C., (1968). The plant nutrient Sundiandi, Pulungan, A.B., Nugroho, P.A.
content of rainwater. Journal of Ecology. 56 dan Istianto. (2010). Pengalaman dan
(2): 497-504. kebijakan pemupukan tanaman karet PT.
Siregar, M., Sihotang, U.T.B., Siahaan, D., dan Perkebunan Nusantara III. Pros. Seminar
Nasution, U. (1983). Penelitian erosi Nasional Teknologi Pemupukan Antisipasi
wilayah I. Pros. Lokakarya Karet 1982 : Mengatasi Kelangkaan dan Kenaikan Harga
Medan. h.224-237. Pupuk Menelisik Kesiapan dan Potensi Pupuk
Situmorang, A., dan Sihombing, H. (1995). Organik. Palembang, h.136-147.
Pengar uh pemberian dolomit dan Tan, K.H. (2008). Soils in the humid tropics and
meningkatkan dosis pupuk N, P dan K monsoon region of Indonesia. CRC Press,
terhadap perkembangan penyakit gugur Taylor & Francis Group. Boca Raton. 557p.
daun Colletotrichum pada entres karet klon Thomas, A. Budiman dan Hidayati, U. (2003).
PR 300. Prosi. Seminar Pengendalian Status hara kalium kaitannya dengan
Organisme Pengganggu Tumbuhan dalam serangan penyakit daun Corynespora pada
Mendukung Pembangunan Daerah Sumatera klon RRIM 600. Warta Pusat Penelitian
Selatan. Palembang, 15 Juli 1995. Karet. 22 (1) : 24-31.

102

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai