Anda di halaman 1dari 40

“REKAYASA IDE”

”Aspek Perlindungan Hukum pada Bidan Komunitas”

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : MUTIARA ASIA PUTRI


NPM : 1819401035

DOSEN PENGAMPU : EVA RATNA DEWI,SST.M.K.M

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)MITRA HUSADA MEDAN


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya
kesempatan dalam menyelesaikan tugas ini ,sehingga “ REKASAYA IDE “ ini dapat diselesai
kan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Terimah kasih kami ucapkan kepada ibu dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan
Komunitas yang telah membimbing kami . Dalam rekayasa ide ini saya membahas tentang
“Aspek Pelindungan Hukum pada Bidan Komunitas”

Selaku manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam hasil makalah ini masih terdapat
kekurangan dan kekeliruan yang tidak disengaja.Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan
kerik dan saran. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 28 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan penulisan
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Standar Pelayanan Kebidanan
2.2. Pengertian dan Isi Kode Etik Bidan
2.3. Pengertian Hukum dan Macam-macam Hukum

BAB III TURUNAN IDE

BAB IV

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTARA PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan
muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan.
Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat
mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang
melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.

Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani
ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh
Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa
kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada
zaman modern ini, kita sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam
menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut,
keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.

Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan


ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan
pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO
merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan keterampilan penanganan
kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan
Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.

Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia
Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar
dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO
mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk
pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkat masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksud dengan standar pelayanan kebidanan, mengapa bidan memiliki
standar dalam memberikan pelayanan kebidanan, apa isi standar pelayanan kebidanan
serta bagaimana tujuan, pernyataan dan hasil yang harus dicapai dari masing-masing
standar?
3. Apa yang dimaksud dengan kode etik bidan dan tujuan diberlakukannya kode etik bidan?
4. Apa pengertian dan macam-macam hukum?
5. Apa saja perundang-undangan yang melandasi hukum kesehatan?
6. Bagaimana sanksi bagi bidan dalam pelanggaran hukum?
7. Apa yang dimaksud dengan registrasi praktik bidan dan apa saja syaratnya?

1.3 Tujuan penulisan


2. Untuk mengetahui standar pelayanan kebidanan, latar belakang/alasan bidan memiliki
standar dalam memberikan pelayanan kebidanan, isi standar pelayanan kebidanan serta
tujuan, pernyataan dan hasil yang harus dicapai dari masing-masing standar.
3. Untuk mengetahui kode etik bidan dan tujuan diberlakukannya kode etik bida
4. Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam hukum.
5. Untuk mengetahui perundang-undangan yang melandasi hukum kesehatan.
6. Untuk mengetahui sanksi bagi bidan dalam pelanggaran hukum.
7. Untuk mengetahui registrasi praktik bidan dan syaratnya.

1.4 Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah rekayasa ide ini ialah supaya penulis dapat
menyumbangkan pemikirannya terhadap permasalahan yang diangkat dan juga menambah
pengetahuan tentang Aspek Perlindungan Hukum pada Bidan Komunitas, serta dapat memiliki
sifat yang profesional dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Standar Pelayanan Kebidanan

Pasal 53 ayat (2) UU No.23/1992 Tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa standar


profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan
profesinya dengan baik dan benar.

Profesi memiliki arti sebagai ukuran. Untuk profesi medik, bidan dan profesi lain didalam
pekerjaanya senantiasa bersinggungan dengan nyawa/jiwa manusia, sehingga diperlukan kehati-
hatian yang tinggi dan bersifat mandiri, oleh karena itu SPK diberlakukan dalam kebidanan.

Ruang lingkup standar kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :

1. Standar Pelayanan Umum (2 standar)

STANDAR 1 : PERSIAPAN UNTUK KEHIDUPAN KELUARGA SEHAT

a) Tujuan

Memberikan penyuluhan kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat
dan terencana serta menjadi orang tua yang bertanggung jawab.

b) Pernyataan standar

Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga danmasyarakat


terhadap segala hal yag berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum,
gizi, KB dan kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari
kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.

c) Hasil dari pernyataan standar

Masyarakat dan perorangan ikut serta dalam upaya mencapai kehamilan yang sehat. Ibu,
keluarga dan masyarakat meningkat pengetahuannya tentang fungsi alat-alat reproduksi dan
bahaya kehamilan pada usia muda serta mengetahui tanda-tanda bahaya pada kehamilan.
d) Persyaratan

1. Bidan bekerjasama dengan kader kesehatan dan sektor terkait sesuai dengan kebutuhan.

2. Bidan di didik dan terlatih dalam:

a. Penyuluhan kesehatan.

b. Komunikasi dan keterampilan konseling dasar.

c. Siklus menstruasi, perkembangan kehamilan, metode kontrasepsi, gizi, bahaya kehamilan


pada usia muda, kebersihan dan kesehatan diri, kesehatan/kematangan seksual dan tanda bahaya
pada kehamilan.

3. Tersedianya bahan untuk penyuluhan kesehatan tentang hal-hal tersebut.Penyuluhan


kesehatan ini akan efektif bila pesannya jelas dan tidak membingungkan.

STANDAR 2 : PENCATATAN DAN PELAPORAN

a) Tujuan

Mengumpulkan, mempelajari dan menggunakan data untuk pelaksanaan penyuluhan secara


berkesinambungan dalam pelayanan dan penilaian kinerja.

b) Pernyataan standar

Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya dengan seksama yaitu,
pencatatan semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian peayanan yang telah diberikan sendiri oleh
bidan kepada seluruh ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir semua kunjungan rumah dan
penyuluhan kepada masyarakat. Bidan juga harus mengikutsertakan kader untuk mencatat semua
ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu hamil, ibu dalam proses
melahirkan, ibu dalam masa nifas, dan bayi baru lahir. Bidan meninjau secara teratur catatan
tersebut untuk menilai kinerja dan menyusun rencana kegiatan pribadi untuk meningkatkan
pelayanan.

c) Hasil dari pernyataan ini :

1. Terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang baik.

2. Tersedia data untuk audit dan pengembangan diri.

3. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kehamilan, kelahiran bayi dan pelayanan


kebidanan.
d) Persyaratan :

1. Adanya kebijakan nasional/setempat untuk mencatat semua kelahiran dan kematian ibu
dan bayi.
2. Sistem pencatatan dan pelaporan kelahiran dan kematian ibu dan bayi dilaksanakan
sesuai ketentuan nasional atau setempat.
3. Bidan bekerja sama dengan kader/tokoh masyarakat dan memahami masalah kesehatan
setempat.
4. Register kohort ibu dan bayi, kartu ibu, KMS Ibu Hamil, Buku KIA, dan PWS KIA,
partograf digunakan untuk pencatatan dan pelaporan pelayanan. Bidan memiliki
persediaan yang cukup untuk semua dokumen yang diperlukan.
5. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menggunakan format pencatatan tersebut diatas.
6. Pemetaan ibu hamil.
7. Bidan memiliki semua dokumen yang diperlukan untuk mencatat jumlah kasus dan
jadwal kerjanya setiap hari.

e) Hal yang harus diingat pada standar ini:

1. Pencatatan dan pelaporan merupakan hal yang penting bagi bidan untuk mempelajari
hasil kerjanya.
2. Pencatatan dan pelaporan harus dilakukan pada saat pelaksanaan pelayanan.
3. Menunda pencatatan akan meningkatkan resiko tidak tercatatnya informasi penting dalam
pelaporan.
4. Pencatatan dan pelaporan harus mudah dibaca, cermat dan memuat tanggal, waktu dan
paraf.

2. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)

STANDAR 3 : IDENTIFIKASI IBU HAMIL

a) Tujuan

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar
mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.

b) Hasil dari identifikasi:

1. Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan


2. Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini
dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil.
3. Meningkatnya cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 16
minggu.

c) Persyaratannya antara lain:

Bidan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menemukan ibu hamil dan
memastikan bahwa semua ibu hamil telah memeriksakan kandungan secara dini dan teratur.

d) Prosesnya antara lain:

Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan masyarakat secara teratur untuk


menjelaskan tujuan pemeriksaan kehamilan kepada ibu hamil, suami, keluarga maupun
masyarakat.

STANDAR 4 : PEMERIKSAAN DAN PEMANTAUAN ANTENATAL

a) Tujuan

Memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan.

b) Pernyataan standar

Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi


anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan
berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan khususnya anemia,
kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat, dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.

c) Hasilnya antara lain:

1. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan.


2. Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat, deteksi dini dan komplikasi
kehamilan.
3. Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya kehamilan dan tahu
apa yang harus dilakukan.
4. Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan.

d) Persyaratannya antara lain:

Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas, termasuk penggunaan KMS


ibu hamil dan kartu pencatatan hasil pemeriksaan kehamilan (kartu ibu )

e) Prosesnya antara lain :

Bidan ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan.


STANDAR PELAYANAN 5 : PALPASI ABDOMINAL

a) Tujuan

Memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi


dan bagian bawah janin.

b) Pernyataan standar

Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama dan melakukan partisipasi


untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambahmaka segera memeriksa
posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari
kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.

c) Hasilnya :

1. Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik.

2. Diagnosis dini kehamilan letak, dan merujuknya sesuai kebutuhan.

3. Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain serta merujuknya sesuai dengan
kebutuhan.

d) Persyaratannya :

1. Bidan telah di didik tentang prosedur palpasi abdominal yang benar.


2. Alat tersedia dalam kondisi baik, misalnya meteran kain, stetoskop janin.
3. Tersedia tempat pemeriksaan yang tertutup dan dapat diterima masyarakat.
4. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA , kartu ibu untuk pencatatan.
5. Adanya sistem rujukan yang berlaku bagi ibu hamil yang memerlukan rujukan.Bidan
harus melaksanakan palpasi abdominal pada setiap kunjungan antenatal.
6.

STANDAR 6 : PENGELOLAAN ANEMIA PADA KEHAMILAN

a) Tujuan

Menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan tindak lanjut yang
memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung.

b) Pernyataan standar

Ada pedoman pengolaan anemia pada kehamilan. Bidan mampu :


1. Mengenali dan mengelola anemia pada kehamilan.

2. Memberikan penyuluhan gizi untuk mencegah anemia.

3. Alat untuk mengukur kadar HB yang berfungsi baik.

4. Tersedia tablet zat besi dan asam folat.

5. Obat anti malaria (di daerah endemis malaria).

6. Obat cacing.

7. Menggunakan KMS ibu hamil/ buku KIA, kartu ibu.

c) Proses yang harus dilakukan bidan :

Memeriksa kadar HB semua ibu hamil pada kunjungan pertama dan pada minggu ke-28.
HB dibawah 11 gr% pada kehamilan termasuk anemia , dibawah 8 gr% adalah anemia berat.
Dan jika anemia berat terjadi, misalnya wajah pucat, cepat lelah, kuku pucat kebiruan, kelopak
mata sangat pucat, segera rujuk ibu hamil untuk pemeriksaan dan perawatan selanjutnya.
Sarankan ibu hamil dengan anemia untuk tetap minum tablet zat besi sampai 4-6 bulan setelah
persalinan.

STANDAR 7 : PENGELOLAAN DINI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN

a) Tujuan

Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan
tindakan yang diperlukan.

b) Pernyataan standar

Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenal tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan
merujuknya.

c) Hasilnya

1. Ibu hamil dengan tanda preeklamsi mendapat perawatan yang memadai dan tepat waktu.

2. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklampsi.

d) Persyaratannya

1. Bidan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan pengukuran tekanan darah.
2. Bidan mampu :

a. Mengukur tekanan darah dengan benar.

b. Mengenali tanda-tanda preeklampsi.

c. Mendeteksi hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan.

STANDAR 8: PERSIAPAN PERSALINAN

a) Pernyataan standar

Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada
trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta
suasana yang menyenangkan akan di rencanakan dengan baik.

b) Persyaratan:

1. Semua ibu harus melakukan 2 kali kunjungan antenatal pada trimester terakhir
kehamilan.
2. Adanya kebijaksanaan dan protokol nasional/setempat tentang indikasi persalinan yang
harus dirujuk dan berlangsung di rumah sakit.
3. Bidan terlatih dan terampil dalam melakukan pertolongan persalinan yang aman dan
bersih.
4. Peralatan penting untuk melakukan pemeriksaan antenatal tersedia.
5. Perlengkapan penting yang di perlukan untuk melakukan pertolongan persalinan yang
bersih dan aman tersedia dalam keadaan DTT/steril.
6. Adanya persiapan transportasi untuk merujuk ibu hamil dengan cepat jika terjadi
kegawatdaruratan ibu dan janin.
7. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA kartu ibu dan partograf.
8. Sistem rujukan yang efektif untuk ibu hamil yang mengalami komplikasi selama
kehamilan.
3. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)

STANDAR 9 : ASUHAN PERSALINAN KALA SATU

a) Tujuan

Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam mendukung pertolongan


persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.

b) Pernyataan standar

Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah di mulai, kemudian memberikan
asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses
persalinan berlangsung.

c) Hasilnya:

1. Ibu bersalin mendapatkan pertolongan darurat yang memadai dan tepat waktu bila
diperlukan.
2. Meningkatkan cakupan persalinan dan komplikasi lainnya yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih.
3. Berkurangnya kematian/kesakitan ibu atau bayi akibat partus lama.

STANDAR 10 : PERSALINAN KALA DUA YANG AMAN

a) Tujuan

Memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi

b) Pernyataan standar

Mengurangi kejadian perdarahan saat persalinan.

c) Persyaratan

1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuban pecah

2. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menolong persalinan secara bersih dan aman.

3. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan termasuk sarung tangan steril.

4. Perlengkapan alat yang cukup.


STANDAR 11 : PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA III

a) Tujuan

Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap untuk
mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek kala 3, mencegah atonia uteri
dan retensio plasenta.

b) Pernyataan standar

Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.

STANDAR 12 : PENANGANAN KALA II DENGAN GAWAT JANIN MELALUI


EPISIOTOMI

a) Tujuan

Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomi jika ada tanda-tanda gawat janin
pada saat kepala janin meregangkan perineum.

b) Pernyataan standar

Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan
perineum.

4. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)

STANDAR 13 : PERAWATAN BAYI BARI LAHIR

a) Tujuan

Menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta mencegah
hipotermi, hipokglikemia dan infeksi.

b) Pernyataan standar

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan
mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk
sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah dan menangani hipotermia.
STANDAR 14 : PENANGANAN PADA DUA JAM PERTAMA SETELAH PERSALINAN

a) Tujuan

Mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama kala 4 untuk
memulihkan kesehatan bayi, meningkatkan asuhan sayang ibu dan sayang bayi, memulai
pemberian IMD.

b) Pernyataan standar

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua
jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang di perlukan.

STANDAR 15 : PELAYANAN BAGI IBU DAN BAYI PADA MASA NIFAS

a) Tujuan

Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan
penyuluhan ASI ekslusif.

b) Pernyataan standar

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari
ketiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk membantu proses
pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini penanganan
atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan
tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru
lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

5. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-Neonatal (9 standar)

STANDAR 16 : PENANGANAN PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN PADA


TRIMESTER III

a) Tujuan

Mengenali dan melakukan tindakan cepat dan tepat perdarahan dalam trimester 3
kehamilan.

b) Pernyataan standar

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
STANDAR 17 : PENANGANAN KEGAWATAN PADA EKLAMPSI

a) Tujuan

Mengenali secara dini tanda-tanda dan gejala preeklamsi berat dan memberikan
perawatan yang tepat dan segera dalam penanganan kegawatdaruratan bila ekslampsia terjadi.

b) Pernyataan standar

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklampsia mengancam, serta merujuk dan
atau memberikan pertolongan pertama.

STANDAR 18 : PENANGANAN KEGAWATAN PADA PARTUS LAMA/MACET

a) Tujuan

Mengetahui dengan segera dan penanganan yang tepat keadaan kegawatdaruratan pada
partus lama/macet.

b) Pernyataan standar

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama serta melakukan penanganan
yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.

STANDAR 19 : PERSALINAN DENGAN PENGGUNAAN VACUM EKSTRAKTOR

a) Tujuan

Untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vakum


ekstraktor.

b) Pernyataan standar

Bidan mengenali kapan di perlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan janin /
bayinya.
STANDAR 20 : PENANGANAN RETENSIO PLASENTA

a) Tujuan

Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta
total/parsial.

b) Pernyataan standar

Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama


termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.

STANDAR 21 : PENANGANAN PENDARAHAN POSTPARTUM PRIMER

a) Tujuan

Mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang tepat pada ibu
yang mengalami perdarahan postpartum primer/atonia uteri.

b) Pernyataan standar

Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk
mengendalikan perdarahan.

STANDAR 22 : PENANGANAN PENDARAHAN POST PARTUM SEKUNDER

a) Tujuan

Mengenali gejala dan tanda-tanda perdarahan postpartum sekunder serta melakukan


penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.

b) Pernyataan standar

Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, atau merujuknya.
STANDAR 23 : PENANGAN SEPSIS PEURPERALIS

a) Tujuan

Mengenali tanda-tanda sepsis puerperalis dan mengambil tindakan yang tepat.

b) Pernyataan standar

Bidan mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.

STANDAR 24 : PENANGANAN ASFIKSIA NEONATURUM

a) Tujuan

Mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil tindakan
yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia neonatorum.

b) Pernyataan standar

Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang di perlukan dan memberikan
perawatan lanjutan.

2.2. Pengertian dan Isi Kode Etik Bidan

Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal
dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan
tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian kepada profesinya baik yang
berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.

Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi
martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta
meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986
yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya
disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan
disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi tujuh bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh bagian,
yaitu :

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya
dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati


hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan
tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya
secara optimal.

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien,
keluarga dan masyarakat.

b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam


mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.

c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan
kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2butir)

a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

a. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan
menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat.
b. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya
yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan baik.
b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)

a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan


pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan
Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada
pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7. Penutup (1 butir).

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik
merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan
profesional.
2.3. Pengertian Hukum dan Macam-macam Hukum

1. Pengertian hukum

Pengertian hukum dapat dilihat dari dua segi yaitu secara etimologis dan dari para ahli.
Secara etimologis hukum dapat di bagi menjadi empat yaitu hukum, recht, lexdan ius.

a) Hukum berasal dari bahasa Arab dalam bentuk tunggal, jamaknya dari istilahAlkas yang
diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi hukum.

b) Recht berasal dari bahasa Latin yaitu Rechtum yang mempunyai arti tuntunan, bimbingan,
pemerintahan yamg selalu didukung oleh kewibawaan. Menimbulkan istilah bahasa Belanda
Gerechtigdheid dan Gerechtigkeit dari bahasa Jerman yang berarti keadilan.

c) Lex berasal dari bahasa Latin berasal dari kata Lesere artinya mengumpulkan orang-orang
yang diberi perintah.

d) Ius berasal dari bahasa Latin yang berarti hukum. Dari kata Lubere yang berarti mengatur /
memerintah. Secara etimologis disimpulkan ius yang berarti hukum bertalian erat dengan
keadilan yang mempunyai 3 unsur yaitu wibawa, keadilan, dan tata kedamaian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum bertalian erat dengan keadilan, kewibawaan, ketataan dan
peraturan (yang berisi norma).
Sedangkan menurut para ahli :
1. Prof. Dr. P. Borst

Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam
masyarakat yang pelaksanaanya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan
dan kedamaian.

2. Prof . DR. Van Kan

Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi
kepentingan manusia di dalam masyarakat.

3. Suardi Tasrif, S.H

Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa dan dibuat
oleh yang berwenang berisikan suatu perintah/larangan/izin untuk berbuat sesuatu serta dengan
maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan masyarakat.
4. M.H. Tirtaanardjaja, S.H

Hukum adalah semua aturan atau norma yang harus ditaati dalam tingkah laku, tindakan-
tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melangggar
aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri/harta.

2. Macam-macam Hukum :

a. Macam-Macam Hukum yang Berkaitan dengan Upaya Pelayanan Praktik Bidan

1. Hukum pidana

Mencakup keseluruhan ketentuan hukum yang mengandung perintah dan larangan dengan
disertai sanksi pidana bagi pelanggarnya.

Hukum pidana antara lain:

1. Pengguguran kandungan.

2. Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.

3. Pencemaran limbah industri.

2. Hukum perdata

Mencakup ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang lain,
yang menitik beratkan pada kepentingan perorangan.

Hukum perdata antara lain mengatur tentang:

1. Perjanjian pelayanan kesehatan.

2. Hubungan hukum antara dokter atau bidan dengan pasiennya.

3. Gugatan ganti rugi karena pelanggaran hukum yang dilakukan tenaga kesehatan, dalam
pelayanan kesehatan.

4. Perjanjian pelayanan kesehatan di sarana kesehatan.

Aspek hukum perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hukum yaitu :

1. Wanprestasi

Yaitu pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang disebabkan karenahasil tidak sesuai.
Secara aspek hukum, contoh pekerjaan wanprestasi adalah:
a. Tidak melakukan yang disanggupi akan dilakukan.

b. Terlambat melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan.

c. Melaksanakan apa yang dilakukan, tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Tehnik gugatan wanprestasi :

1. Pasien/keluarga pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian sebagai akibat tidak


dipenuhinya kewajiban seorang tenaga kesehatan terhadap dirinya, sebagaimana yang telah
dijanjikan.

2. Pasien/keluarga melaporkan ke lembaga/organisasi tenaga kesehatan, biasanya sampai disitu


karena hakekatnya gugatan adalah ganti rugi materi.

2. Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Yaitu pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan perbuatanya, sehingga


menimbulkan kerugian baik moril atau materil bagi keluarga pasien. Prinsip
pertanggungjawaban dalam hukum perdata:

1. Setiap tindakan yang menimbulkan kerugian atas diri orang lain berarti orang yang
melakukanya harus membayar kompensasi kerugian (pasal 1365 BW ).

2. Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yang dilakukanya dengan
sengaja, tetapi juga karena kelalaian atau kurang berhati-hati (pasal 366BW).

3. Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya karena kerugian atas


tindakan pelayanannya akan tetapi juga bertanggung jawab atas kelalaian orang lain dibawah
pengawasanya (pasal 1367 KUHPerdata).

4. Tuntutan perdata pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh kompensasi atas kerugian
yang diderita, oleh karena itu sebagai dasar dalam menuntut seorang tenaga kesehatan termasuk
bidan dalam menjalankan profesinya adalah adanya wanprestasi atau adanya perbuatan melawan
hukum, seperti terurai diatas.

5. Dalam aspek hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibanya yang didasarkan adanya perikatan atau perjanjian/kontrak kerja.Perbuatan Melawan
Hukum (orechtmatige daad) berbeda dengan tututan ganti rugi wanprestasi, tututan ganti rugi
PMH berdasarkantanggungjawab perdata dapat diajukan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata,
karena dalam PMH tidak harus ditemui adanya perikatan/perjanjian, akan tetapi ada prinsip dasar
yang dapat dijadikan tuntutan adanya PMH tersebut yaitu :
1. Ada perbuatan melawan hukum.

2. Ada kerugian.

3. Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian.

4. Ada kesalahan.

5. Melanggar hak orang lain.

6. Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri.

7. Menyalahi pandangan etika yg umumnya dianut (adat istiadat).

8. Berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan.

9. Jelas bertentangan dengan standar profesi bidan.

Fungsi Hadirnya Hukum Kebidanan :

a. Adanya kebutuhan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum.


b. Adanya kebutuhan pasien akan perlindungan hukum.
c. Adanya pihak ketiga akan perlindungan hukum.
d. Adanya kebutuhan dan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentinganya
serta identifikasi kewajiban dari pemerintah.
e. Adanya kebutuhan akan keterarahan.
f. Adanya kebutuhan tingkat kualitas pelayanan kesehatan.
g. Adanya kebutuhan akan pengendalian biaya kesehatan.
h. Adanya kebutuhan pengaturan biaya jasa pelayanan kesehatan dan keahlian.

Tujuan adanya Hukum Kebidanan

a. Dapat menyelesaikan sengketa yang timbul antara tenaga kesehatan terhadap


pasien atau keluarga pasien sebagai pihak ketiga.
b. Hukum kesehatan sangat diperlukan sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa yang
terjadi.
c. Dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat.
d. Dapat membantu merekayasa masyarakat, dalam hal pandangan bahwa sebenarnya
tenaga kesehatan juga adalah manusia biasa dan meluruskan pandangan serta sikap bagi
para tenaga kesehatan yang merasa kebal hukum, dan tidak dapat disentuh pengadilan.

Perundang-undangan yang Melandasi Bidang Kebidanan

Dalam upaya melaksanakan pelayanan kesehatan/kebidanan, perlu peran dari masyarakat


itu sendiri untuk dapat membantu terciptanya suatu masyarakat yang memiliki kesadaran akan
hukum, berkemauan untuk hidup sehat dan kemampuan untuk dapat membantu agar terciptanya
kondisi masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal dan sejahtera.

Pemerintah dalam hal ini lebih berperan untuk memusatkan perhatian, pengawasan,
upaya pembinaan, serta pengaturan, agar tercipta pemerataan pelayanan kesehatan serta tercipta
suatu kondisi yang serasi, seimbang, adil,harmonis antara sesama pelayan kesehatan, sehingga
tidak ragu dalam melaksanakan profesi karena akan terlindung dari sanksi hukum.

a. Aspek Hukum dan Keterkaitannya dengan Praktik Bidan

Praktik bidan selain bertujuan menjalani profesi sebagai bidan, namun senantiasa wajib
merahasiakan keadaan penyakit klien yang ditangani, bukan saja sebagai kewajiban moral akan
tetapi melekat sebagai kewajiban hukum.

Bagaimanapun keadaan klien kita tidak boleh meremehkan dan lupa akan norma
kesusilaan yang berlaku pada saat tersebut di masyarakat, atas dasar tersebut norma susila yang
telah ada lebih dikuatkan dengan undang-undang, apabila apa yang telah dilakukan bidan diduga
ada kesalahan atau mengakibatkan cacat, maka terkena sanksi hukum baik perdata maupun
pidana.

Di Indonesia telah dikeluarkan mengenai Peraturan Pemerintah, dan Undang-undang Kesehatan.

a. Pasal 53 UU Kesehatan 1992, beserta penjelasanya menyatakan dengan tegas bahwa


rahasia pasien merupakan hak yang perlu dihormati, selain sanksi moral tentunya ada
sanksi hukum yang dapat diterapkan jika bidan melanggar ketentuan yang berlaku.
b. Sanksi pidana pada pasal 322 KUHP, berbunyi :

“Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib menyimpanya oleh karena
jabatan atau pekerjaanya, baik sekarang maupun dulu, dihukum dengan hukuman penjara
selama-selamanya 6 bulan atau denda 600 juta rupiah”

Selain bidan, tenaga kesehatan lain yg harus merahasiakan pasien :

1. Semua tenaga kesehatan.

2. Semua mahasiswa pendidikan kesehatan.

3. Orang-orang yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan, misalnya tata usaha pegawai
laboratorium, yang mengurus/pegawai rekam medik.

Bidan tidak terkena sanksi hukum dalam pembocoran kerahasiaan , jika pasien telah
memberi izin kepada bidan, apabila suatu keadaan ada yang bertanya tentang keadaanya.

Bukan merupakan informed concern, manakala bidan diluar ruang praktek sedang
membicarakan akibat pemerkosaan, abortus.
Perlu diketahui bahwa pasien/klien mempunyai hak untuk menyampaikan
persetujuan/informed concern, terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan oleh bidan.

Secara hukum hak persetujuan tersebut, tertuang pada penjabaran dari hak asasi manusia,
dan dijamin oleh undang-undang kesehatan no. 23/1992. Akan tetapi dalam keadaan gawat
darurat atau kritis, seorang yang berpacu dengan nyawa, seorang tenaga kesehatan tidak ada
waktu untuk menjelaskan kepada keluarga klien, maka dibenarkan untuk melakukan sesuatu
demi keselamatan yang mendasar dari klien tersebut.

a. Azas-Azas UU Kebidanan Nomor.23 Tahun 1992

Azaz perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana dalam
melaksanakan kegiatan kita tidak membeda-bedakan golongan, kepentingan, agama dan bangsa.

1. Azas manfaat, harus dapat memberikan manfaat yang sebenarnya sesuai dengan tujuan
kita menolong adalah ikhtiar, tidak untuk menipu atau menggandakan tujuan bagi
masyarakat.
2. Azaz usaha bersama dan kekeluargaan.
3. Azas adil dan merata.
4. Azas perikemanusiaan dalam keseimbangan.
5. Azas kepercayaan dan kemampuan diri sendiri, menguatkan potensi diri maupun potensi
nasional.

Syarat Syah Pelayanan Kesehatan sesuai UU. No 23 Tentang Kesehatan:

1. Setiap orang yang meminta pertolongan pada umumnya berada dalam posisi
ketergantungan, artinya ada tujuan tertentu. Misal, jika sakit datang ke tenaga kesehatan,
melakukan tuntutan hukum datang ke advokat, membuat wasiat/surat tanah datang ke
notaris.
2. Setiap orang yang meminta pertolongan pada seorang profesi kesehatanbersifat rahasia,
termasuk hubungan antara pasien dengan tenagakesehatannya.
3. Setiap orang yang menjalani profesi kesehatan bersifat rahasia, bebas dan otonomi
profesi.
4. Sifat pekerjaan kesehatan bukan harga mati, tapi berupa ikhtiar, harus melalukan yang
terbaik sesuai kompetensi dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum kesehatan.

b. Landasan Hukum Kebidanan

Dari sudut pandang hukum perdata, hubungan antara health care providerdan health care
receiver merupakan hubungan perikatan/kontraktual, diantara kedua belah pihak, sehingga dari
masing-masing pihak akan muncul antara hak dan kewajiban.
Health care provider wajib memberikan prestasinya dalam bentuk layanan medik yang
layak berdasarkan keilmuan yang telah teruji. Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan
wajib memperhatikan hak-hak lain dari pasien, baik yang timbul dari perundang-undangan yang
berlaku maupun dari kebiasaan dan kepatutan.

a. Pasal 1 ayat (3) UU Kesehatan No.23/92 tentang Tenaga Kesehatan,adalah setiap orang yang
mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan
melalui pendidikan yang untuk bidang tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
pelayanan kesehatan.

Yang termasuk Tenakes sesuai UU 23/92 dan PP 32/96 adalah tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga terapi fisik
dan tenaga teknis medis.

b. Pasal 53 UU 23/92 tentang Hak-hak Pasien, diantaranya adalah hak atas informasi dan hak
untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik yang akan dilakukan terhadapnya, persetujuan
selanjutnya di sebut Informent Concern.

Jika tindakan medik tanpa persetujuan, termasuk pelanggaran hukum, berikutnya dapat digugat
bahkan sampai pengadilan.

c. Pasal 1239 KUHPerdata, jika seseorang tidak dapat melakukan dan tidak dapat memenuhi
kewajibanya yang didasari adanya perjanjian (perikatan antara tenaga kesehatan dengan pasien,
dan perikatan ini terikat dengan asas iktiar), jika tidak terpenuhi ini dianggap tindakan
wanprestasi (ingkar janji) dan ini termasuk perbuatan melawan hukum (PMH), apabila kemudian
menimbulkan kerugian baik materil maupun moril selanjutnya dapat digugat sebagai tindakan
malpraktik.

d. Pasal 1365 ayat (1) KUHP tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian, maka
wajib bertanggung jawab mengganti kerugian/timbulnya gugutan. Ayat (3), begitu pula jika
kerugian pasien yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibawah pengawasanya, perawat, asisten
bidan, bidan, dalam hal ini tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan kompetensi yang
bertanggung jawab.

c. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Bidan dalam Praktek

Kurang kehati-hatian atau kesalahan dalam melaksanakan tindakan medik yang terjadi,
menunjukan adanya perilaku tenaga kesahatan yang tidak sesuai dengan standar profesi yang
telah di atur dalam perundang-undangan.

Kesalahan tersebut diatas dapat dianggap sebagai PMH (perbuatan melawan hukum), dan ini
yang dapat dijadikan bahan gugatan oleh keluarga klien atau pihak lain.
Syarat adanya dugaan kesalahan tindakan apabila :

a. Ada kerugian.

b. Ada sebab akibat dari apa yang dilaksanakan.

c. Masih dalam hubungan perikatan antara bidan dan klien tersebut.

1. Tanggung Gugat

a. Dalam pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata, seorang tenaga kesehatan harus memberikan
pertanggung jawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan diri sendiri, akan
tetapi juga apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya, atau perawat, bidan yang
diberi delegasi, melakukanya, sementara ia masih dibawah pengawasanya, dan apabila keadaan
tersebut dijadikan suatu gugatan maka selain bidan/tenaga kesehatan yang pertama melakukan
tindakan, kemudian ada perawat yang juga melakukan perawatan, ini akan terkena sanksi hukum
tangung renteng, tanggung gugat.

b. Begitu juga apabila bidan mempunyai Klinik Bersalin, dimana sebagai penanggung jawab
adalah seorang dokter kandungan, akan tetapi ia tidak sebagai dokter tetap.

Registrasi Praktik Bidan

Registrasi adalah sebuah proses dimana seseorang tenaga profesi harus mendaftarkan
dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan kewenangan dan hak untuk
melakukan tindakan profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh badan tersebut.

Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap


bidan , setelah dinyatakan memenuhi syarat minimal kompetensi inti sehingga secara fisik dan
mental mampu melaksanakan praktik profesinya.

Surat Tanda Regristrasi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
kepadatenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (KEPMENKES RI Nomor HK.02.02/MENKES/149/I/2010 tentang Izin
Dan Penyelengaraan Praktik Bidan)

a. Tujuan Umum

Melindungi masyarakat dari mutu pelayanan profesi

b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yg berkembang pesat.
2. Meningkatkan mekanisme yg obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian kasus mal
praktik.
3. Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik

1. Permenkes Tentang Registrasi

Seperti tercantum dalam UU. No 23/92 Tentang Kesehatan dan adanya UUPK No29/2004
Tentang Praktik Kedokteran. Ini menjadi bagian tanggung jawab tenaga kesehatan, dan adalah
kewajiban bidan untuk melaksanakannya antara lain :

 Mengikuti pendidikan dan pelatihan, ini tercantum dalam pasal 28 ayat (1) dan
pasal 52e, yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang
terakreditasi.
 Kewajiban mengurus STR, dengan mengisi formulir permohonan, diajukan ke kepala
dinas kesehatan kesehatan provinsi untuk diterbitkannya STR.

a. Syarat-syarat Registrasi

1. Memiliki ijasah.

2. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji.

3. Memiliki surat keterangan fisik sehat dan mental sehat.

4. Memiliki sertifikat kompetensi (surat ini dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan).

5. Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Masa berlaku Surat Tanda Registrasi adalah maksimal 5 tahun dan kemudian di ulang tiap 5
tahun berikutnya, pada saat membuat registrasi ulang seorang bidan harus menyertakan surat
sehat jasmani dan mental (surat keterangan tersebut harus ditandatangi oleh dokter yang
memiliki SIP).

2. Surat Izin Praktik Bidan

Merupakan bukti tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan yang berprofesi. Yang
berhak mengeluarkan adalah pejabat yang berwenang di Provinsi dimana sesuai tempat praktik
bidan (SIPB). Praktik bidan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No.900/MenKes/SK/VII/2002, yang merupakan revisi dari Permenkes
No.572/MenKes/per/VI/1996. Dan dapat dikaji dalam melaksanakan praktik bidan sesuai :

1. KepMenkes 900/MenKes/SK/VII/2002 tentang registrasi praktik bidan.

2. Standar pelayanan kebidanan.

3. UU Kesehatan 23/92.

4. PP 32/1996 Tentang otonomi Daerah.

5. UU 13/2003 Ketenagakerjaan.

6. UU Aborsi, Adopsi, bayi tabung dan transplantasi.

3. Masa Bakti dan Perizinan

Masa bakti bidan dilaksanakan ssuai dengan ketentuan yang berlaku. Perizinan bidan yaitu:

1. Harus memiliki STR.


2. STR berlaku selama 5 tahun dan harus diperbarui sesuai uji kompetensi.
3. Apabila bidan menjadi pegawai tidak tetap dalam rangka menjalankan masa bakti, maka
tidak memerlukan STR.
4. Sebaliknya bagi bidan lulus pendidikan dan merencanakan menjadi pegawai tetap baik
negeri atau swasta, wajib mengurus STR/SIPB dan berkewajiban meningkatkan keilmuan
dan/atau keterampilanya melalui pendidikan formal dan pelatihan.

4. Bentuk Pelayanan Praktik Bidan

a. Pelayanan kebidanan terhadap ibu dan anak

Pelayanan ibu diantaranya pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa nifas, masa
menyusui dapat eksklusif sampai 6 bulan.

b. Untuk anak, masa baru lahir, masa bayi, masa balita dan masa prasekolah.

Pasal 17, dalam praktik bidan, perlu diwaspadai apabila dalam keadaan pelayanan kadang
klien ingin langsung dengan pengobatan, akan tetapi sebagai tenaga kesehatan profesional,
sebaiknya pemberian obat-obatan dapat diberikan oleh yang memiliki kewenangan (dalam hal
penulisan resep,maupun pemberian obat, ada tenaga medis/dokter/dokter spesialis) kecuali
diwilayah tersebut tidak ada dokter.
5. Pembinaan dan Pengawasan

Organisasi profesi bidan, menetapkan kepada seluruh anggotanya untuk mengumpulkan


angka kredit selama pelayanan kebidanan, yang dikumpulkan melalui pendidikan , kegiatan
ilmiah, pengabdian kepada masyarakat.

Organisasi profesi berkewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya untuk


dapat mencapai jumlah anggka kredit yang telah ditentukan (selama praktik bidan wajib mentaati
aturan perundang-undangan yang berlaku).

Sanksi Hukum bagi Bidan

a. Sanksi Hukum Perdata :

Berupa Wanprestasi (pasal 1239 KUHP) jika melakukan :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.


2. Terlambat melakukan apa yang dijanjikan.
3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai hasil yang dijanjikan, melakukan
sesuatu yang sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh bidan misal melakukan tindakan
curretge pada kasus abortus (kewenangan mutlak ada pada dokter spesialis).

Contoh kasus atas gugatan wanprestasi :

Pada papan nama bidan, mencantumkan praktik dari jam 17:00 WIB-19:00 WIB, akan
tetapi setiap pasien datang bidan tersebut tidak tersedia pada jam 18:00 WIB, ini pelanggaran
karena tidak sesuai dengan apa yg dijanjikan.

b. Sanksi hukum Pidana atas PMH

Bentuk Perbuatan Melawan Hukum oleh bidan adalah akibat asuhan kebidanan yang
dilakukan menimbulkan cacat tubuh, luka berat, adanya kerugian materi yang berlebih, timbul
rasa sakit yang terus menerus, sampai tidak dapat melakukan aktfitas klien sebagai ibu rumah
tangga atau tidak dapat bekerja, merusak kepercayaan dan keagamaan , bahkan sampai klien
meninggal dunia. Dalam buku KUHPidana , pasal 183,184, hakim harus memiliki alat bukti
yang syah dari gugatan pidana dengan syarat bahwa alat bukti tersebut terpenuhi : adanya
keterangan saksi, keterangan ahli, surat yg dibuat menurut ketentuan perundang-undangan oleh
pejabat, untuk pembuktian dari suatu keadaan, adanya petunjuk sesuai kebijakan hakim,
keterangan terdakwa dapat menerangkan akan Rekam Medik (sebagai alat bukti di persidangan).
3. Ketentuan Peralihan

Dengan telah terbitnya ketentuan Registrasi dan Surat izin Bidan , diatur melalui
Keputusan MenKes Nomor.900/MenKes/SK/VII/2002, maka Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 572/MenKes/VI/1996, tentang registrasi dan praktek bidan sudah tidak berlaku lagi.

Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik Bidan berlaku selama 5 tahun dan apabila telah
habis masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengambilan tindakan atas sanksi hukum terhadap bidan yang diduga telah melakukan
kesalahan, baik suatu wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum, dapat teguran lisan,
tertulis, denda, maupun penjara sesuai ketentuan perundangan yg berlaku.

4. Komite Pengawasan Pimbinaan Kode Etik Medik

a. Sulitnya membuktikan adanya dugaan malpraktik:

Didalamnya melaksanakan pelayanan kesehatan, mulai diagnostik, anamnestik,analitik


sampai melakukan tindakan tertentu kepada klien, harus melakukannya secara legal. Tindakan
harus mengacu kepada prosedur operasional, yang telah ditetapkan oleh ikatan profesinya. Niat
seorang medik menolong klien, adalah dengan itikad baik, namun hasilnya terkadang tidak
sesuai dengan persetujuan, bahkan bisa terjadi cacat, sampai meningal dunia. Oleh pihak lain ini
seringdianggap adanya dugaan malpraktik, padahal tenaga kesehatan juga manusia. Dugaan
dapat dibuktikan dengan pengaduan ke aparat hukum.

Ada dua tanggung jawab hukum terhadap dugaan malpraktik:

1. Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesional yaitu : KODEKI, pengawasan


dan pembinaan dilakukan oleh MPKETM (Majelis Pengawasan Kode Etik Tenaga Medik).

2. Tanggung jawab hukum terhadap ketentuan-ketentuan hukum yg berlaku di Indonesia,


melalui bidang hukum Administrasi, Perdata,Pidana. Termasuk tanggung jawab lain diluar
hukum.

KUHP pasal 359-360, mengatakan unsur yg menyebabkan cacat,mati:

1. Adanya kelalaian.
2. Adanya wujud perbuatan.
3. Adanya luka berat, cacat.
4. Adanya hubungan kausal antara kelalaian dengan wujud perbuatan sepertiterjadi
kematian orang/klien.
Tiga prinsip umum dalam melakukan profesi tenaga kesehatan:

1. Kewenangan ( Registrasi, STR, SIPB).

2. Kemampuan rata-rata (Bidan yang baru lulus beda dengan senior).

3. Ketelitian yang umum (berkaitan dengan knowledge, skill, profesional attitude/prilaku baik).

Dalam rangka terselenggaranya praktik medik yang sesuai dengan peraturan, maka perlu
pengawasan dilakukan oleh organisasi profesi keehatan,pembinaan dilakukan oleh Konsil pusat
bekerja sama dengan organisasi profesi di tempat bertugas.

5. Majelis Kehormatan Disiplin Profesi

Merupakan lembaga otonom dari KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia) bersifat


independen. Majelis kehormatan tingkat kab/kota dibentuk oleh KKI pusat dan
Provinsi.Keanggotaan majelis kehormatan terdiri dari: satu orang ketua, satu orang wakil ketua,
satu orang sekretaris, keanggotaan harus ada dokter, dokter gigi, profesi kesehatan lain, dan
sarjana hukum kesehatan, sarjana hukum (diusakan 3 orang tiap disiplin).

Syarat menjadi anggota MKDP:

1. Warga negara Indonesia.

2. Sehat.

3. Berkelakuan baik.

4. Usia minimal 40 tahun maksimal 65 thn.

5. Pengalaman dibidangnya 10 tahun.

6. Memiliki STR.

7. Tidak cacat hukum.

8. Dedikasi tinggi.

9. Jujur dan baik.

Masa bakti 5 thn dan dapat diangkat 1 kali pemilihan MKDP.


Ketua MKDP dapat menerima aduan dengan syarat pengaduan dugaan malpraktik harus
memuat:

1. Identitas pengadu/penggugat, nama dan alamat praktik tergugat,dan waktu kejadian,alasan


pengaduan.

2. Gugatan dapat juga dikirimkan ke polisi, untuk menempuh jalur pengadilan dan ada proses
hukum baik perdata, pidana.

Pengaduan ke MKDP dapat dilanjutkan kepada organisasi profesi, untuk menjatuhkan keputusan
: dapat dinyatakan tidak bersalah atau ada kesalahn etik sehingga terkena sanksi disiplin:
peringatan tertulis, pencabutan SIPB, wajib mengikuti pendidikan.

Fungsi MKDP :

1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

2. Melindungi masyarakat atas tindakan medik.

3. Memberikan kepastian hukum.


BAB III

TURUNAN IDE

Contoh Kasus Dalam Organisasi Profesi Kebidanan :

1. Kasus Tentang Distosia Bahu

Di Desa Simandulang Tepatnya Di Dusun Pintu Air, Bidan L yang membuka BPS itu
kedatangan Seorang pasien bernama Ny. U dengan keluhan mulas diperutnya setelah itu bidan
mempersilahkan masuk dan menyuruh ibu untuk berbaring ditempat tidur, tak lama kemudian
saat bidan tersebut mencoba untuk menolong persalinan ternyata bayi ibu mengalami distosia
bahu, Bidan pun mengalami kesulitan saat menolong persalinan. Tetapi bidan itu menuruti
Egonya sendiri dengan menolong persalinan sendiri saedangkan bidan tersebut sudah tua dan
akan berakibat membahayakan bayi Ny. U. Setelah beberapa menit kemudian Ego bidan tersebut
mengakibatkan Bayi Ny. U meninggal Dunia dan masyarakat mengetahui tentang kejadian ini
maka tersampaikanlah kasus ini kepada IBI dan IBI pun memanggil Bidan tersebut kemudian
IBI mencabut Izin Praktek Bidan L.

- Isu Etik : Terlalu mengikuti Ego Bidan tersebut menjadikan bayi tersebut
meninggal
- Dilema : Bidan L bingung memilih untuk menolong persalinan tersebut dengan
resiko bayi tersebut meninggal atau memilih untuk dirujuk
- Penyelesaian : Sebaiknya Bidan tersebut harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari
pasien atau pihak keluarga untyk dapoat bisa mengatasi masalah pada
persalinan Ny. U.

Dokumentasi Bidan :
“ Bidan Harus Pintar dan Bertanggung Jawab”

Sebagai seorang Bidan kita hrus pintar dalm menyikapi segala masalah, mengrtahui segla
atindakan yang akan dilakukan, pintar dalam berkomunikasi, memiliki wawasan yang luas
denagn mengenbangkan kepercayaandalam diri dan niatkaan profesi maka segala sesuatu yang
akan dilakukan akan berjalan degan lancer, bahkan sekarang bidan harus menyelesaikan
pedidikan prosfesi baru diizinkan untuk membuka klionik dikarena kan agar bidan mejadi
professional dan siap menerima tanggung jawab dan melakasanakn tanggung jawab yang telah
diberikan. Bidia juga harus dibimbung dan diberi pelatihan agar tidak tertinggal atas kemajuan
4.0 industri dibidang kesehatan.

“ Bidan Saat Ini Harus Inovatif Dan Kreatif “

Disinilah peran bidan sebagai agen promotif, preventif akan kesehatan dituntut tanggap
dan inovatif dalam menghadapi situasi. Profesionalisme penanganan sangat dituntut dalam
mengahadapi masalah, inovatif dalam profesi bidan memiliki jiwa dalam berwirausaha atau yang
sering dikenal dengan bahasa kerennya adalah menjadi Enterpreneurship.
BAB IV
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesinya dengan baik dan benar.

Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal
dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan
tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian kepada profesinya baik yang
berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.

Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi
martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta
meningkatkan mutu profesi.

Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum.
Demikian luasnya masalah–masalah yang dicakup oleh ilmu hukum, sehingga banyak pendapat
yang mengatakan bahwa hukum batas-batasnya tidak jelas, yang salah bisa benar, yang benar
bisa salah. Seorang Pakar hukum menyebut ilmu hukum adalah “ Jurisprudence”. Karena
luasnya ilmu hukum, maka kita batasi dengan bidang kesehatan,segala sesuatu yang menjadi
daftar masalah/isu yang berkembang, sehingga ilmu hukum masuk kedalam bidang kesehatan
yang kita pelajari sekarang tentang hukum Kesehatan/Perundang-undangan kesehatan.

3.2. Saran

1. Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan terus berupaya mendukung profesi bidan dengan cara meningkatkan
kualitas SDM bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi bidan.

2. Bagi Organisasi Profesi

Organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan pelayanan dan pengetahuan bagi
semua bidan secara adil dan merata.
3. Bagi Profesi Bidan

Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam organisasi
dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan etika profesi.

4. Bagi Mahasiswa Kebidanan

Mahasiswa diharapkan mampu memahami SPK dan kode etik kebidanan agar dapat
diaplikasikan dengan baik dan benar dalam memberikan pelayanan kebidanan pada profesi di
masa yang akan datang.

5. Bagi Pendidikan

Diharapkan menambah literatur menganai SPK, kode etik, dan hukum kesehatan untuk
menambah pengetahuan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK, Lia Yulianti, Am.keb. 2010. Asuhan Kebidanan 4


(Patologi). Jakarta: Trans Info Media
Fraser, Diane M. Cooper, Margaret A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC
Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik.Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana.
Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A.
Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004

Anda mungkin juga menyukai