Pendahuluan
Wilayah Afrika Utara adalah negara Aljazair, Tunisia, Maroko, dan Libya.
Menurut Harun Nasution peradaban Islam modern di Afrika Utara di mulai dari abad
ke-18 hingga sekarang, akan tetapi pada pembahasan kali ini berfokus pada abad ke-
19 dan abad ke-20 karena pada abad tersebut adalah abad kebangkitan dan
keberhasilan negara-negara Afrika Utara dalam menciptakan peradaban-peradaban
Islam modern.
Pembahasan
1. Aljazair
Pada tahun 1830, pemerintahan Charles X (perancis) menginvasi
negara Aljazair. Perancis berhasil menduduki Aljazair dan kota-kota pantai
lainnya. Perancis semula enggan menginvasi Aljazair karena akan
membutuhkan biaya yang cukup besar, akan tetapi dalam masa-masa
berikutnya perancis tidak hanya menduduki tempat-tempat penting tetapi juga
menduduki seluruh wilayah Aljazair.
Dalam kurun waktu 1830-1848, penjajahan perancis berlangsung
secara bertahap, ketika perancis menaklukkan Bey Husein, Gubernur di
Propinsi Oran, meskipun kedatangan perancis pada awalnya untuk
membebaskan misinaris Kristen yang di tangkap oleh penguasa Turki.
Kolonialisme Perancis ditandai dengan penandatangan suatu kapitulasi yang
isi pokoknya adalah jaminan terhadap rakyat Aljazair untuk menjalankan
agamanya dan penghargaan atas tradisi rakyat Aljazair, terutama untuk tetap
mempergunakan bahasa Arab dan Berber.
Pada tahun 1832, muncul pemimpin-pemimpin lokal dengan negara-
negara barunya. Diantaranya adalah Abdul Qodir, dia mendirikan satu negara
Muslim di Aljazair Barat dan mendeklarasikan diri sebagai pemimpin orang-
orang Arab dan bertanggung jawab mengaplikasikan hukum Islam di
wilayahnya dan menyatakan perang terhadap Perancis.
Dari tahun 1832-1841, Abdul Qodir bersikap keras dan lunak terhadap
perancis, terkadang dia menyatakan perang di sisi lain dia berdamai sebagai
suatu strategi yang komprehensif demi suku-suku yang ada di Aljazair. Akan
tetapi pada tahun 1841, jenderal Bugeud memutuskan menguasai Aljazair dan
menjadikannya koloni Perancis dan mendeportasi Abdul Qodir ke Damaskus.
Pada tahun 1849, di Aljazair utara ketika Ambisi Bugeud tidak terkontrol
yang menyebabkan dia berbuat kerusakan dan menghancurkan kampung-
kampung penduduk. Bu Zian, seorang syekh pendukung Abdul Qodir
menentang kesewenang-wenangan Bugeud dan menyatakan jihad di
wilayahnya.
Pada tahun 1851-1855 dan 1871-1872, Di bagian selatan Aljazair
terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh penggembala unta
dan menyerang pegawai pemerintahan serta melakukan pemberontakan
terhadap beberapa akses ke pasar dan menghindari ketergantungan ekonomi
terhadap penguasa Perancis. Perlawanan-perlawanan itu semakin besar dan
bersifat massal, pergerakan tersebut di pimpin oleh Al-Muqraniseorang kepala
suku Aljazair.
Setelah pemberontakan massal, para elite mereka terbagi menjadi tiga
komponen. Pertama, komponen alumni sekolah-sekolah Perancis-Arab yang
berharap adanya integrasi dengan masyarakat Perancis. Kedua, komponen
eilite yang lebih radikal. Ketiga, komponen para pemimpin gerakan reformasi
Islam.
2. Tunisia
Pada tahun 1881, Perancis mulai menguasai Tunisia. Pada tahun 1884,
Perancis telah menjadi pengawas kantor-kantor pemerintahan Tunisia, dan
mendirikan sistem yudisial baru untuk orang-orang Eropa. Pada tahun 1898,
Perancis mereformasi sistem pendidikan di Tunisia, salah satunya mencoba
mereformasi lembaga pendidikan Masjid Zaetuna dengan memasukkan subjek
modern dan metode pedagogis.
3. Maroko
Pada tahun 1927, Asosiasi Pelajar Muslim Afrika Utara lahir yang
berusaha menyatukan sentimen Maroko dan menyerukan nasionalisasi
industri-industri penting sehingga Maroko bisa otonom. Pada tahun 1943,
para nasionalis hanya bekerja dan berfikir untuk kemerdekaan.
Pada tahun 1943, berdirilah partai Istiqlal, yang dibentuk oleh Al-Faz,
pemimpin gerakan rakyat menggalang dukungan massa untuk kemerdekaan
Maroko. Setelah Perang Dunia II, kepemimpinan oposisi Maroko berpindah
dari tangan gerakan reformis ke partai Istiqlal. Setelah bernegosiasi dengan
penguasa Perancis. Akhirnya penguasa Perancis menerima menandatangani
kemerdekaan Maroko pada tahun 1956.
4. Libya
Kolonialisasi Libya terjadi pada awal abad ke-20. Pendudukan Tunisia
oleh Perancis pada tahun 1881, membuat pemerintahan Turki Utsmani harus
menggunakan Tripolitania Libya sebagai basis untuk sebuah propaganda
keagamaan yang diarahkan untuk mendorong suku-suku Tunisia untuk
melawan penjajah Perancis.
Pada tahun 1837 terbentuk gerakan tarekat Sanusiyyah, gerakan ini
dibentuk untuk mneyatukan muslimin dan mneyebarluaskan Islam. Pondok-
pondok Sanusiyyah menjadi puast misi dan pendidikan agama Islam dan juga
menjadi perkampungan pertanian dan perdagangan.
Pada awal abad ke-20, mampu memimpin perlawanan lokal. Tidak
berhenti disitu, gerakan Sanusiyyah menjalin persekutuan dengan Inggris
dalam Perang Dunia II agar Libya lepas dari pengawasan Italia. Pada tahun
1951, sebuah kerajaan dideklarasikan dan Raja Idrus al-Sanusiyyah sebagai
raja pertama Libya.
Pada tahun 1969, terjadi kudeta yang dilakukan oleh Qadzdzafi
terhadap Raja Idrus karena pemerintahannya tanpa memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya, sehingga menjadi monarki melarat. Setelah revolusi
pada tahun 1969, Qadzdzafi melakukan reformasi hukum. Dia menyerukan
pelaksanaan hukum syariat yang diperluas Islamisasi hukum nasional Libya.
Peraturan-peraturan baru yang berdasarkan mazhab Maliki untuk
mempertahankan hukum-hukum yang ada sepanjang masih sesuai dengan
prinsip-prinsip syariat.
Pada tahun 1973, Qadzdzafi mendeklarasikan tiga prinsip yang
menjadi dasar sistem politik negara. Prinsip-prinsip itu adalah persatuan Arab,
demokrasi kerakyatan langsung, dan sosialisme Islam.
Kesimpulan
Pendidikan memang penting untuk membuat sebuah pondasi yang kuat. Maka
dari itu, di setiap negara manapun pendidikanlah yang mendapat perhatian
pemerintah dalam mengembangkan sistem pendidikan yang mampu melahirkan
individu yang bermanfaat.