Herpes Zoster Dat 2.
Herpes Zoster Dat 2.
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Penyakit ini memiliki
manifestasi berupa erupsi vesikular berkelompok, dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Virus
varisela zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia
yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan herpes zoster. Varisela merupakan
infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan
virus varisela zoster. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten
endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis,
ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan
saraf dan kulit dengan segmen yang sama.7,8
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden herpes zoster mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya
usia. Insiden herpes zoster di Eropa dan Amerika Utara mencapai 1,5-3 kasus per
1000 penduduk tiap tahunnya pada semua kelompok umur, dan 7-10 kasus per
1000 penduduk tiap tahun untuk pasien yang berumur lebih dari 60 tahun.
Diperkirakan terdapat lebih dari 1 juta kasus baru herpes zoster di Amerika
Serikat, dimana lebih dari 50% terjadi pada pasien yang berumur lebih dari 60
tahun. Untuk di Asia-Pasifik, insidennya mencapai 3-10 kasus per 1000 penduduk
tiap tahunnya dan meningkat pada usia di atas 40 tahun. Puncak insidennya
dilaporkan terjadi pada usia 70-80 tahun.5
Faktor risiko lainnya adalah adanya disfungsi imunitas seluler. Pasien dalam
kondisi imunosupresi berisiko 20 hingga 100 kali lebih besar untuk mengalami
herpes zoster dibandingkan pasien yang imunokompeten pada umur yang sama.
Kondisi imunosupresi yang berhubungan dengan risiko tinggi herpes zoster
3
2.3 ETIOPATOGENESIS
Virus Varisela Zoster (VVZ) merupakan anggota famili herpes virus dan
tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik.7 Virion VVZ berbentuk
bulat, berdiameter 150-200 nm, DNA terletak diantara nukleokapsid, dan
dikelilingi oleh selaput membran luar dengan sedikitnya terdapat tiga tonjolan
glikoprotein mayor. Glikoprotein ini yang merupakan target imunitas humoral dan
seluler.10
VVZ masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran nafas atas
dan orofaring. Virus bermultiplikasi di tempat masuk (port of entry), menyebar
melalui pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh
berusaha mengeliminasi virus terutama melalui sistem pertahanan tubuh non-
spesifik dan imunitas spesifik terhadap VVZ. Apabila pertahanan tubuh tersebut
gagal mengeliminasi virus terjadi viremia sekunder kurang lebih dua minggu
setelah infeksi. Viremia ini ditandai oleh timbulnya erupsi varisela. Setelah erupsi
4
kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di
ganglion dorsalis posterior. Pada saat respon imunitas seluler dan titer antibodi
spesifik terhadap VVZ menurun misalnya karena bertambahnya usia atau penyakit
imunosupresif, maka partikel virus yang laten tersebut akan mengalami reaktivasi
dan menumbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Kondisi
lain yang turut berperan dalam reaktivasi virus ini diantaranya stres emosional,
iradiasi kolumna spinalis, tumor yang melibatkan spinal cord, ganglion dorsalis
atau struktur disekitarnya, trauma lokal, dan manipulasi pembedahan tulang
belakang, walaupun belum pasti.5
Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga
terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan
menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui saraf sensoris akan
sampai ke kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.9 Lesi kulit pada herpes
zoster sering kali muncul pada dermatom dimana lesi varisela sebelumnya paling
banyak, terutama yang diinervasi oleh nervus trigeminus cabang oftalmikus, dan
ganglion sensoris dari T3 sampai L2.5
Setelah gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau
nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula eritema, kemudian
berkembang menjadi papul. Vesikel terbentuk dalam 12 sampai 48 jam dan akan
berlanjut menjadi pustul pada hari ketiga. Pada hari ke 7-10 akan terbentuk krusta
yang umumnya bertahan selama 2-3 minggu.5
Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu biasanya terlokalisir,
unilateral sesuai dengan dermatom persarafan. Area yang diinervasi oleh nervus
trigeminus terutama cabang oftalmikus dan area dari T3 sampai L2 merupakan
area yang paling sering terkena. Lebih dari 50% kasus dilaporkan terjadi pada
regio thorax dan jarang mengenai area distal siku dan lutut. Pada pasien usia tua,
erupsi kulit yang muncul biasanya lebih berat dan lebih lama, sedangkan pada
anak-anak erupsinya lebih ringan dan durasinya lebih singkat.5
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius akan terjadi
sindrom Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit yang timbul di liang telinga luar atau
membran timpani, disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan
pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Terjadi herpes zoster
oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Bila
mengenai cabang nasosiliaris (timbul vesikel di puncak hidung yang dikenal
sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar terjadi kelainan mata.8
2.5 DIAGNOSIS
6
Gambar 2.2.
Multinucleated giant cell.5
1. Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah infkesi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel berkelompok pada
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
2. Varisela
Varisela adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus varisela
zoster (VVZ). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes zoster,
dimana telah dikenal sejak lama. varisela disebabkan oleh VVZ yang termasuk
dalam famili virus herpes. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa
saluran napas dan orofaring. Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe ( viremia primer ).
Virus VVZ dimusnahkan oleh sel system retikuloendotelial, yang merupakan
tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi infeksi
virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh.
Varisela umunya terjadi pada anak-anak , tetapi dapat juga menyerang
8
orang dewasa. Masa penularannya kurang lebih 7 hari dihitung dari timbulnya
gejala kulit. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung 14 hingga 21 hari.
Gejala klinis mulai dari gejala prodromal yakni demam, nyeri, malaise, nyeri
kepala kemudia disusul timbulnya erupsi kulit eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel . Vesikel akan berubah menjadi pustul lalu
akan berubah menjadi krusta. Penyebarannya menyebar secara sentrifugal dan
ekstremita
2.7 PENATALAKSANAAN
1. MRS (IVFD NaCl 0,9% 20tetes/menit) dianjurkan pada pasien yg
memderita herpes zoster oftalmikus atau generalisata.
2. Sistemik :
2.8 PROGNOSIS
Prognosis dari herpes zoster umunya baik, namun pada herpes zoster
prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini. Sedangkan pada anak
yang imunokompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan.9,13
9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
1) Keluhan Utama
Bintik- bintik berair terlokalisir di leher dan dada kanan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Klungkung pada
tanggal 18 Juli 2019, mengeluhkan adanya bintik-bintik berair
terlokalisir di dada dan leher kanan. Pada awalnya, sekitar 4 hari yang
lalu pasien merasakan nyeri pada dada yang disertai dengan demam dan
badan terasa lemas. Keesokan harinya mulai muncul bercak-bercak
kemerahan di dada kanan dan diikuti dengan munculnya bintik-bintik
berair berukuran kecil di leher kanan 2 hari kemudian. Pasien mengeluh
nyeri seperti terbakar pada area bintik berair dan area kemerahan di
10
sekitar dada kanan. Pasien juga mengeluhkan kulit terasa tebal pada
area yang mengalami bercak kemerahan. Keluhan ini membuat pasien
merasa terganggu melakukan aktivitas sehari-hari pasien juga
merasakan gatal pada area tersebut.
3) Riwayat Pengobatan
4) Riwayat Alergi
Anggota keluarga yang saat ini tinggal serumah dengan pasien tidak
ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat
keluarga menderita asma, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun
penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien.
7) Riwayat Sosial
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : Tidak dievaluasi
Skala nyeri (VAS) : 1 (0-10)
Status General
Kepala : normocephali, rambut warna hitam tidak beruban
Mata : anemi -/-, ikterus -/-, isokor
THT : sekret (-)
Abdomen : distensi (-)
Ekstremitas : edema (-/-), hangat (+/+), kemerahan (-/-)
Status Dermatologi
Lokasi : dada kanan, dan leher kanan
Efloresensi : terdapat vesikel dan bula multipel berbatas
tegas bentuk bulat hingga geografika ukuran
bervariasi, diameter 0,3-0,5 cm dan
0,5x1.5cm, berisi cairan serous berdinding
tegang tersusun bergerombol dan beberapa
vesikel membentuk krusta kehitaman,
dibawahnya terdapat makula eritema multipel
berbatas tegas bentuk geografika ukuran
0,5x1cm – 1,5x2 cm, distirbusi unilateral
dengan penyebabaran herpetiformis setinggi
C3-T3.
12
3.6 RESUME
14
3.8 PENATALAKSANAAN
1) Medikamentosa
-
Asiklovir oral 5 x 800 mg/hari, selama 7 hari, harus dimulai
sejak 3 hari pertama timbul erupsi kulit.
-
Vit B Complex 3x1 tab PO
-
Pada stadium vesikuler dapat diberikan bedak salicyl 2% 3
kali sehari untuk mencegah vesikel pecah. Bila vesikel pecah
dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptic. Jika agak basah atau berkrusta dapat diberikan
salep antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder, misal salep
kloramfenikol 2%.4
2) Non- Medikamentosa
KIE :
-
Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang
penyakitnya, mulai dari jenis penyakit, penyebab, pencetus
sampai prognosisnya.
-
Merawat diri dan berobat secara teratur.
-
Cukupi nutrisi dengan makan makanan yang bergizi, tidur
yang cukup.
-
Gunakan masker untuk menghindari penularan kepada orang
lain.
-
Hindari menggaruk vesikel yang muncul karena dapat
menimbulkan infeksi sekunder
-
Hindari gesekan pada kulit agar vesikel atau bula tidak pecah.
-
Apabila ada keluhan disarankan untuk kontrol kembali ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Klungkung
3.9 PROGNOSIS
16
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubius ad Bonam
Ad Kosmetikam : Dubius ad Bonam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Herpes zoster terjadi karena reaktivasi Virus Varisela Zoster (VVZ) yang
laten di ganglia saraf sensoris. Imunitas seluler terhadap virus perlahan-lahan
menurun seiring bertambahnya usia sehingga virus dapat mengalahkan mekanisme
pertahanan tubuh dan menyebar dari ganglia saraf sensoris melalui akson menuju ke
epidermis menyebabkan karakteristik ruam kulit vesikular herpes zoster yang
unilateral pada satu dermatom.4
Beberapa hari sebelum munculnya erupsi kulit biasanya didahului nyeri dan
parestesia pada dermatom yang terkena. Nyeri yang dirasakan dapat bervariasi mulai
dari gatal, seperti terbakar, atau perih. Dapat juga disertai dengan demam, sakit
kepala, dan badan terasa lemas. Keluhan- keluhan tersebut sering kali muncul pasa
pasien yang berusia di atas 60 tahun. Bentuk klinis yang paling khas dari herpes
zoster adalah lokasi dan distribusi ruam kulit yang hampir selalu unilateral dan
umumnya terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh ganglion sensoris tunggal.
Lesi kulit pada herpes zoster bermula dari makula dan papula eritema yang pertama
kali muncul di daerah yang dipersarafi oleh cabang superfisial dari saraf sensoris
yang terkena. Vesikel akan terbentuk dalam 12-24 jam dan berkembang menjadi
pustul pada hari ke-3. Pustul mengering dan menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta
pada umumnya akan menetap selama 2-3 minggu.5
Pada kasus, pasien mengeluhkan adanya bintik-bintik berair terlokalisir di
dada dan leher kanan. Pada awalnya, sekitar 4 hari yang lalu pasien merasakan nyeri
pada dada yang disertai dengan demam dan badan terasa lemas. Keesokan harinya
mulai muncul bercak-bercak kemerahan di dada kanan dan diikuti dengan munculnya
bintik-bintik berair berukuran kecil di leher kanan 2 hari kemudian. Pasien mengeluh
nyeri seperti terbakar pada area bintik berair dan area kemerahan di sekitar dada
kanan. Pasien juga mengeluhkan kulit terasa tebal pada area yang mengalami bercak
kemerahan. Keluhan ini membuat pasien merasa terganggu melakukan aktivitas
sehari-hari pasien juga merasakan gatal pada area tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
18
fisik pada kasus pada regio leher kanan dan dada kanan terdapat vesikel dan bula
multipel berbatas tegas bentuk bulat hingga geografika ukuran bervariasi, diameter
0,3-0,5 cm dan 0,5x1cm, berisi cairan serous berdinding tegang tersusun bergerombol
dan beberapa vesikel membentuk krusta kehitaman, dibawahnya terdapat makula
eritema multipel berbatas tegas bentuk geografika ukuran 0,5x1cm – 1,5x2 cm,
distirbusi unilateral dengan penyebabaran herpetiformis setinggi C3-T3.
Pemeriksaan yang murah dan sederhana untuk mendiagnosis suatu infeksi
oleh virus herpes adalah hapusan Tzanck. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
mengambil spesimen dari kerokan dasar vesikel yang masih baru kemudian diwarnai
dengan pewarnaan giemsa. Pada infeksi virus herpes ditemukan adanya
multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara virus
herpes yang satu dengan yang lainnya. Diagnosis definitif infeksi rirus varisela zoster
dapat diperoleh melalui pemeriksaan kultur virus, Polymerase Chain Reaction (PCR),
dan Direct Fluorescent Antibody (DFA).5 Pada kasus, tidak dilakukan pemeriksaan
hapusan Tzanck maupun pemeriksaan penunjang lainnya karena dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik diagnosis sudah dapat ditegakkan.
Pasien kemudian diberikan pengobatan, berupa edukasi dan medikamentosa.
Pasien diedukasi agar tidak menggaruk vesikel yang muncul karena dapat
menimbulkan infeksi sekunder. Pasien juga dianjurkan mengurangi sementara
aktivitas fisik sebab saat ini pasien sedang mengalami nyeri dan tingginya aktivitas
fisik dapat meningkatkan gesekan maupun trauma yang dapat menjadi penyebab
pecahnya vesikel. Pasien saat ini tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien
perlu diedukasi bahwa pada orang yang belum pernah mengalami cacar air, dapat
terjadi penyebaran virus varisela zoster, yang dapat menimbulkan varicella sebagai
infeksi primer. Dengan demikian dalam fase ini sebaiknya pasien tidak membiarkan
anak-anak ataupun orang yang belum pernah mengalami varicela sebelumnya untuk
bermain atau berdekatan dengan pasien.
Terapi medikamentosa yang diberikan berupa acyclovir tablet 800 mg
diminum 5x sehari selama 3 hari. Acyclovir merupakan obat golongan antivirus yang
berguna untuk mengurangi perluasan, durasi, dan keparahan dari lesi dan nyeri atau
19
sensasi terbakar. Selain itu juga bertujuan untuk mencegah penyebaran lesi ke bagian
tubuh lain dan mencegah terjadinya neuralgia postherpetik. Terapi dapat diberikan
secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul. Namun, mesikipun onset
telah melewati 72 jam obat ini perlu untuk tetap diberikan terutama pada kasus ini. 5
Pasien juga diberikan vitamin neurotropik untuk menjaga dan menormalkan fungsi
saraf.5
20
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Chen S.-Y., Suaya, J. A., Galindo, C. M., Misurski, D., Burstin, S., Levin, M.
J., 2013. Incidence of herpes zoster in patients with altered immune function,
42:325–334
2. Yenikomshian, M.A. et al, 2015. The epidemiology of herpes zoster and its
complications in medicare cancer patients, 15:106-116.
3. Weinke, T., Glogger, A., Bertrand, I., Lukas, K., 2014. The Societal Impact of
Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia on Patients, Life Partners, and
Children of Patients in Germany, 2014:1-8.
4. Albert, J.M. et al, 2010. Herpes zoster and Post-Herpetic Neuralgia, 11:88-
97.
5. Schmader KE, Oxman MN. 2012. Varicella and Herpes Zoster. In: Wolff Kl,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatric'k Dermatology in General Medicine. 8th ed: New York : Mc Graw-
Hill;. p. 2383-401.
6. O’Connor, K.M., Paauw, D.S. Herpes Zoster, (2013) 503–522.
7. Sri AS. Suria D. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6 th ed. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI : 2010. Chapter 16. Dermatitis. P.129-153
8. James WD, Berger T, Elston D. Andrew’s diseases of the skin. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011.
9. Pusponegoro, E. Herpes Zoster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 121-
124.
10. Lubis RD. Varicella Dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin.Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.2008
11. Buku Panduan Herpes Zoster Di Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI : 2014. Chapter 1. P.5-8.
22
12. Aisah, S. Handoko, RP. Varisela. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
hal. 128-131
13. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med. 7th ed.
14. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et
al. Recommendations for the management of herpes zoster. Clin. Infect. Dis.
Off. Publ. Infect. Dis. Soc. Am. 2007 Jan 1;44 Suppl 1:S1–26.
15. Handoko R. Penyakit virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2011
16. SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Panduan Praktik Klinis.Komite
Medik RSUP Sanglah Denpasar.2016
17. Amado A. Sood A. Taylor JS. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ed. Newyork : McGraw-Hill : 2012. Chapter 48. Irritant Contact
Dermatitis.