Anda di halaman 1dari 3

Nama: M.

Maulana Hafizh
Kelas: XI IPS 3
Mata pelajaran : Agama Islam

Jual Beli Dalam Islam

 Jual beli menurut islam


Pembahasan terkait jual beli dalam islam terbagi menjadi 2 bagian yaitu secara bahasa dan
secara istilah. Secara bahasa, jual beli berasal dari kata al-bay’u yang memiliki arti mengambil
dan memberikan sesuatu. Ada juga yang mengartikan sebagai aktivitas menukar harta dengan
harta.

Kata al-bay’u adalah turunan/derivat dari kata al-bara yang memiliki arti depa. Mengapa depa?
Karena pada saat itu orang arab mengulurkan depa mereka saat melakukan transaksi jual beli
yang kemudian diiringi dengan saling menepukkan tangan sebagai pertanda bahwa seluruh
transaksi/akad telah berjalan dengan lancar dan telah terjadi perpindahan kepemilikian
(taqabudh).

Adapun secara istilah, jual beli dalam Islam adalah transaksi tukar menukar yang memiliki
dampak yaitu bertukarnya kepemilikan (taqabbudh) yang tidak akan bisa sah bila tidak dilakukan
beserta akad yang benar baik yang dilakukan dengan cara verbal/ucapan maupun perbuatan.
Pengertian ini dirujuk pada kitab Taudhihul Ahkam.

Selain itu, bila merujuk pada kitab fiqhus sunnah yang ditulis oleh ulama Sayyid Sabiq maka
pengertian jual beli dalam Islam menjadi sebuah transaksi tukar menukar harta yang dilakukan
suka sama suka atau bisa juga disebut proses memindahkan hak kepemilikan kepada pihak lain
dengan adanya kompensasi tertentu yang harus sesuai dengan koridor syariah.

Apa saja yang termasuk di dalam koridor syariah? Paling tidak ada dua hal yang harus
diperhatikan agar jual beli termasuk dalam koridor syariah yaitu zat barangnya bukan
merupakan barang haram dan cara mendapatkannya juga bukan dengan cara yang haram.

 Pendapat Imam Mazhab terkait Jual Beli dalam Islam


Imam Mazhab diantaranya Malikiyah dan Hanafiyah juga mendefinisikan terkait dengan jual beli
dalam Islam. Ulama Hanafiyah mendefinisikan jual beli dalam Islam sebagai pertukaran harta
(benda) dengan harta berdasarkan cara yang khusus (yang diperbolehkan). Adapun Ulama
Malikiyah mendefinisikan jual beli dalam Islam pada 2 definisi.

Yaitu definisi umum dan definisi khusus. Pada definisi umum, jual beli dalam Islam adalah suatu
perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Kemudian pada
definisi khusus, ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan buka pula kelezatan
yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas dan bukan perak bendanya dapat
direalisir dan ada di tempat. Juga bukan merupakan barang hutangan dan jelas sifat-sifat akan
barang tersebut.

 Landasan Hukum Jual Beli dalam Islam


Transaksi atau aktivitas jual beli tentunya memiliki dasar yang jelas dalam qur’an dan sunnah.
Diantaranya QS. Al-Baqarah[2] : 275 yang artinya, “Allah menghalalkan jual beli dan
mengaramkan riba”.
Dalam ayat lain yang terkait jual beli, Allah berfirman pada QS. An-Nisa[4]: 29 yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”
Nabi SAW pernah ditanya, “profesi apakah yang paling baik?” Maka beliau menjawab, bahwa
profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan
kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan
syariat. (Hadits shahih dengan banyaknya riwayat, diriwayatkan Al Bazzzar 2/83, Hakim 2/10;
dinukil dari Taudhihul Ahkam 4/218-219).

Dalam sirah nabawiyah juga telah banyak menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
seorang pedagang. Bahkan pedagang yang ulung. Dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi
Muhammad SAW selama berdagang tidak pernah rugi ataupun balik modal. Semua yang dijual
pada akhirnya akan membawa keuntungan.

Terlebih sejak umur yang masih muda yaitu sekitar 8 tahun sudah membantu pamannya, Abu
Thalib untuk berdagang dan mengembala kambing. Menariknya permintaan tersebut bukan
datang dari Abu Thalib tapi langsung terucap oleh lisan Nabi Muhammad SAW.

 Rukun Jual Beli dalam Islam


Jual beli akan menjadi sah dan valid apabila ditunaikan rukun-rukunnya. Apabila ada satu rukun
yang tidak ditunaikan maka jual beli dianggap tidak sah. Terkait dengan rukun-rukun tersebut
paling tidak ada dua pendapat ulama.

Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual beli cukup satu saja yaitu ijab Kabul (shighat). Adapun
Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual beli paling tidak terdiri dari 4 hal, diantaranya:

Aqidain (2 orang yang berakad baik pembeli maupun penjual),


Objek Jual Beli,
Ijab Kabul (shighat),
Nilai tukar pengganti barang.

 Jenis-Jenis Jual Beli dalam Islam


Jual beli dalam Islam memiliki beberapa jenis yang terbagi dalam 3 kategori yaitu berdasarkan
perbandingan harga jual dan beli, berdasarkan obyek yang diperjualbelikan dan berdasarkan
waktu penyerahan barang/dana.

Terkait dengan perbandingan harga jual dan beli, jual beli ini terbagi pada 3 jenis, yaitu
murabahah (jual beli dengan untung), tauliyah (jual beli dengan harga modal), dan Muwadha’ah
(jual beli dengan harga rugi)

Berdasarkan obyek yang diperjualbelikan, jenis jual beli terbagi menjadi 3 jenis, yaitu
muqayadah (barter), Mutlaq, Sharf (mata uang).

Terakhir berdasarkan waktu penyerahan barang/dana, jual beli terbagi menjadi 4 jenis, yaitu
Ba’I bi thaman ajil (cicil), Salam (pesan), istishna (pesan), istijrar.

 Jual Beli Online menurut islam


Dr. Oni Sahroni dalam bukunya Fikih Muamalah Kontemporer: Membahas Ekonomi Kekinian
menyebutkan bahwa jual beli online diperbolehkan selama ketentuan terkait barang tersebut halal dan
jelas spesfikasinya dipenuhi.

Selain itu, penjual harus memberikan hak khiyar (opsi melanjutkan/membatalkan) kepada pembeli jika
barang diterima tidak sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh penjual. KebolehanKebolehan atas
hukum jual beli online didsarkan pada standar syaraiah internasional AAOIFI, dan fatwa DSN MUOI
terkait dengan jual beli ijarah serta kaidah-kaidah fikih muamalah terkait.

Islam memberikan kemudahan pada setiap hal yang dilakukan oleh umatnya terutama dalam hal
muamalah. Kekhawatiran akan ketidakjelasan barang yang akan dibeli pada jual beli online harus diatasi
dengan memperjelas gambar produk yang ditampilkan dan penjelasan spesfikasi yang sedetail mungkin
oleh penjual. Bila ada kecacatan pada produk yang dijual maka penjual harus menyampaikan hal
tersebut.
 Hukum Riba Menurut Islam
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini
dipertegas dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah yang konsep
keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank
konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank
termasuk ke dalam riba.

 Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Riba
utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliah, sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba
fadhl dan riba nasi’ah.

1. Riba Qardh

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap kreditur (muqtaridh).

2. Riba Jahiliyyah

Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu jatuh
tempo.

3. Riba Fadhl

Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang
dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

4. Riba Nasi’ah

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang
ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara
yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Anda mungkin juga menyukai